Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dedy Efrizal
Abstrak :
Setelah dibentuknya UU. No. 40 Tabun 1999 tentang Pers, pemberlakuan delik pers menurut KUHP terhadap pers ternyata tidak lagi disepakati oleh sebagian kalangan terutama pers, karena dianggap bertentangan dengan asas lex specialis derogar lex generalis. Untuk menelusuri persepsi lex specialis terhadap UU Pers tersebut, permasalahan yang penulis ajukan tertuju pada tiga hal, yaitu berkaitan dengan pengkonstruksian delik-delik terhadap pers menurut UU Pers yang dihubungkan dengan asas legalitas dan asas lex specialis derogal lex generalis, kemudian sistim pertanggung jawaban pidana pers yang hams dibangun, dan terakhir mengenai pertimbangan hukum yang diambil oleh hakim dalam menentukan hokum terhadap pers. Untuk rnenjawab ketiga permasalahan tersebut, penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan metode penelitian normatif yuridis. Sedangkan mengenai bahan ataupun data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data sekunder, berupa bahan hokum primer (peraturan perundang-undangan dan sebuah kasus pidana pers pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan), bahan hukum sekunder (literatur mengenai hukum pidana materiil dan hukum pers) dan bahan hukum tarsier (bibiliografi dan kamus). Untuk memperoleb data sekunder tersebut, alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan dan studi dokumen (kasus). Dalam penyajian dan analisa data, hal itu dilakukan secara deskriptif kualitatif, artinya materi pembahasan yang dituangkan dalam penulisan ini akan dikonstruksikan kedalam suatu uraian analisa hukum. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, kesimpulan yang penulis peroleh terdiri atas tiga bagian. Pertama, konstruksi delik pets yang tercanturn dalam UU Pers ternyata tidak dimaksudkan untuk menghapuskan ataupun untuk menarik delik pers menurut KUHP kedalam UU Pers. Tetapi delik pers menurut UU Pers merupakan delik yang ditujukan pada perusahaan pets dan terbatas pada lima jenis delik pers. Sehingga delik pers menurut KUHP tetap berlaku bagi pers. Delik yang memang dapat dikatakan sebagai lex specialis terletak dalam gabungan pelanggaran norma, atau suatu pemberitaan pers itu baru dapat dituntut jika isinya secara keseluruhan melanggar norma agama, rasa kesusilaan dan asas praduga tidak bersalah. Kedua, sistim pertanggung jawaban pers merupakan bentuk pertanggung jawaban korporasi. Dalam pertanggung jawaban pidananya, korporasi akan diwakili oleh penanggung jawab bidang redaksi dan bidang usaha. Sedangkan untuk pertanggung jawaban personal, konstruksinya ditempuh berdasarkan asas penyertaan dalam KUHP. Ketiga, dalam menentukan hukum terhadap pers, ternyata UU Pers memang turut dijadikan dasar pertimbangan hakim dalam menentukan hukum terhadap pers. Khususnya dalam hal norma delik dan pertanggung jawaban pers. Dalam putusannya, ternyata haldm tetap menerapkan delik pers menurut KUHP, karena unsur deliknya telah terpenuhi.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T19191
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitompul, Wellfrietd
Abstrak :
Pada industri pertambangan batubara, salah satu instrumen hukum adalah Perjanjian Karya. Perjanjian ini dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan perusahaan kontrakt swasta. Istilah perjanjian karya dapat ditemukan dalam Pasal 10 ayat (2) dan (3) Undang Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan. Sedangkan istilah yang digunakan dalam Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1996 tentang Ketentuan Pokok Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara adalah Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (yang selanjutnya disingkat PKP2B). Jadi PKP2B merupakan perjanjian yang dibuat Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan swasta asing. Kontraktor enggan melakukan eksplorasi karena banyaknya masalah internal yang harus dibenahi diantaranya sistem perpajakan. Tentu pemerintah tidak membiarkan masalah tersebut menghalangi aliran dana ke sektor pertambangan batubara. Peningkatan daya investasi pun dilakukan pemerintah melalui berbagai kebijakan, seperti pemberian insentif pajak. Dalam penulisan Karya Akhir ini, untuk melakukan tinjauan insentif pajak bas industri pertambangan batubara di Indonesia, penulis menggunakan analisis data kualitatif dengan metode analisis kinerja dan pengalaman individual, serta perilaku institusi dengan cara penggunaan bahan dokumenter. Dengan analisis penggunaan bahan dokumenter ini akan menghasilkan dokumentasi yang bermanfaat bagi analisis data yang membutuhkan dukungan informasi dari bahan dokumen sehingga dapat menjelaskan keterkaitan objek-objek yang dianalisis satu dengan lainnya dalam hal ini keterkaitan antara Kebijakan Pemerintah Indonesia untuk mendukung peningkatan pemanfaatan batubara di Indonesia, regular rperpajakan, insentif pajak pada industri pertambangan batubara di Indonesia, dan persepsi investor terhadap prospek industri pertambangan batubara di Indonesia. Dari hasil kajian terhadap insentif pajak pada industri pertambangan batubara Indonesia dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Kebijakan Pemerintah Indonesia untuk mendukung peningkatan pemanfaatan batubara dengan membuat Kebijakan Batubai Nasional (KBN); (2) Pada hakikatnya regulasi perpajakan pada industri pertambangan batubara di Indonesia diperlakukan khusus {lex specialist) dan dipersamakan dengan Undang Undang. Dengan perkataan lain, apabila dalam Kontrak Kerjasama Batubara tidak diati mengenai perpajakan yang ada, maka UU Perpajakan berlaku secara umum; (3) Insentif paja yang diberikan pada industri pertambangan batubara di Indonesia sesuai yang tertera pada PKB2B masing-masing Generasi PKP2B; (4) Persepsi investor pada umumnya menyataka prospek industri pertambangan batubara di Indonesia kurang begitu bagus karena tidak adan) investasi baru pada pertambangan batubara maka dapat dipastikan jumlahnya bakal merosot......In the coal mining industry, one of the legal instruments is a Work Agreement. This agreement is made between the Government of Indonesia and a private contracting company. The term contract of work can be found in Article 10 paragraphs (2) and (3) of Law Number 11 of 1967 concerning Basic Mining Provisions. Meanwhile, the term used in Presidential Decree Number 75 of 1996 concerning the Main Provisions of Coal Mining Concession Work Agreement is Coal Mining Concession Work Agreement (hereinafter abbreviated as PKP2B). So PKP2B is an agreement made by the Government of the Republic of Indonesia with foreign private companies. Contractors are reluctant to explore because of the many internal problems that must be addressed, including the tax system. Of course, the government does not allow this problem to hinder the flow of funds to the coal mining sector. The government also increases investment power through various policies, such as the provision of tax incentives. In writing this final paper, to review the incentives for the coal mining industry in Indonesia, the author uses qualitative data analysis with the method of analyzing individual performance and experience, as well as institutional behavior by using documentary materials. With this analysis of the use of documentary materials, it will produce useful documentation for data analysis that requires information support from document materials so that it can explain the relationship between the objects analyzed with one another in this case the relationship between the Indonesian Government's policies to support the increase in the use of coal in Indonesia, regular taxation, tax incentives on the coal mining industry in Indonesia, and investors' perceptions of the prospects for the coal mining industry in Indonesia. From the results of a study of tax incentives in the Indonesian coal mining industry, it can be concluded as follows: (1) The Indonesian Government's policy to support the increase in coal utilization is by making the National Batubai Policy (KBN); (2) In essence, tax regulations on the coal mining industry in Indonesia are treated specifically (lex specialist) and are equated with the Law. In other words, if the Coal Cooperation Contract does not comply with the existing taxation, then the Taxation Law applies in general; (3) The tax incentives given to the coal mining industry in Indonesia are as stated in the PKB2B of each Generation of PKP2B; (4) The general perception of investors is that the prospect of the coal mining industry in Indonesia is not very good because there is no new investment in coal mining, so it is certain that the number will decline.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2008
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sigit Triono
Abstrak :
Guna rnemanfaatkan kekayaan bahan galian selain migas, Pemerintah menandatangani Kontrak Karya Pertambangan Umum yang berisikan antara lain ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan perpajakan, yang terbagi dalam beberapa generasi. Ketentuan-ketentuan perpajakan dalam kontrak diberlakukan sebagai lex specialis(ketentuan yang berlaku khusus), termasuk ketentuan yang mengatur kewajiban kontraktor selaku pemotong withholding taxes PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26. Pokok perrnasalahan yang muncul adalah bagaimana penyelenggaraan pemotongan pajak atas pembayaran kontraktor pertambangan umum, yang dilakukan bukan kepada karyawan, dapat terlaksana seoptimal mungkin. Pembahasan didasarkan pada kerangka teori bahwa pemungutan pajak, terutama di negara berkembang, ditujukan untuk pengumpulan penerimaan negara yang memadai (Revenue Adequacy Principle) yang dalam pengaturan dan pelaksanaannya hams memperhatikan Equality Principle (keadilan), dan Certainty Principle (Kepastian hokum). Withholding taxes (pemotongan pajak) adalah cara pembayaran pajak dalam tahun berjalan yang mendasarkan pada pemikiran "Pay As You Earn", yaitu suatu pemikiran yang menghendaki agar pembayaran pajak penghasilan dapat dilakukan melalui pemotongan pada saat Wajib Pajak menikmati penghasilannya. Cara pembayaran melalui withholding taxes tetap harus memperhatikan ketiga prinsip utama di atas, yang harus diatur dan dilaksanakan secara seimbang agar dapat diperoleh basil yang optimal. Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif analitis. Data dideskripsikan dan selanjutnya dilakukan analisis guna memperoleh kesimpulan dan pengajuan saran-saran menuju pencapaian hasil yang optimal. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan pejabat pajak terkait, konsultan pajak dan pimpinan perusahaan kontraktor pertarnbangan, data sekunder diperoleh melalui library research, penelitian perundang-undangan perpajakan, dan penelitian di KPP PMA III. Dari penelitian ternyata terdapat banyak perbedaan objek dan tarif withholding taxes antara yang dilakukan oleh kontraktor pertambangan umum dengan yang berlaku saat ini. Dari analisis yang dilakukan, perlakuan lex specialis menyebabkan tidak terpenuhinya ketiga prinsip utama pemungutan pajak tersebut di atas, dan dapat diambil kesimpulan bahwa perbedaan objek dan tarif pemotongan withholding taxes sebagai akibat perlakuan lex specialis menyebabkan tidak tercapainya Revenue Adequacy Principle dan menimbulkan ketidak adilan serta ketidakpastian bagi Wajib Pajak yang dipotong. Guna optimalisasi pemotongan withholding taxes disarankan agar perlakuan lex specialis untuk withholding taxes dalam kontrak karya ditiadakan serta menggiatkan bank data dan pemanfaatannya untuk dapat mengungkap adanya underreporting income (penghasilan yang tidak sepenuhnya dilaporkan).
In order to get the benefit of non-oil mining, the government signed a Contract of Work in general mining, which contains among other things taxation clauses. The Contract of Works have extended to a number of generations depending on the underlying policy. The taxation clauses under Contract of Work, is treated as lex specialist (i.e. the provisions contained therein overrule the general applicable rules). The lex specialis treatment includes the clause of the obligations of contractor as the withholder of income taxes article 23 and article 26. The rain problem is how to optimally the application of withholding tax on the contractors payment other than for employees. The analysis is based on the theory that taxes collection, especially in developing countries, is mainly to achieve the government adequate revenue (Revenue Adequacy Principle), the application of which should take into account the equality (Equality Principle) and certainty (Certainty Principle) that should be reflected in the regulations and in i.he implementation as well. Withholding taxes is a method of paying tax in the current year on the base of "Pay As You Earn" approach. The approach requires taxpayers to pay the income tax through the withholding method at the moment when the income is received. This method applied as a supplement to income tax collection system. Despite of its supplementary nature, the withholding scheme should consider the above-mentioned three principles that must be equably regulated and implemented in order to achieve the optimum result. The type of research used for the purpose of this thesis is descriptive analysis. First of all, the data is presented and followed by analysis to arrive at the conclusion and used it as a base to offer suggestions to achieve the optimum result. Primary data is obtained from interview with tax officers in charge, tax consultants and the directors of the mining companies. Secondary data is obtained from library research, research on taxation regulations, and research in Kantor Pelayanan Pajak Penanaman Modal Asing III. By the research found out that there are many of differences on the objects and the rate of the withholding that is applied by the mining company compared with current positive regulations. The research reveals that the lex specialist treatment apparently deviates from three above-mentioned principles. It can be concluded that the differences of the objects and the rates of withholding taxes that caused by the lex specialist treatment lacks of Revenue Adequacy Principle achievement and makes inequality and uncertainty for the taxpayers who are subject to withholding. It is there for, recommended that lex specialist treatment on withholding taxes should riot be granted to Contact of Works. In addition, it is relevant to improve the data base of taxpayers to enable tax administration to disclose underreporting income.
2004
T14141
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library