Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 31 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Iqbal
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai persoalan masalah keabsahan berdirinya negara Israel di wilayah mandat dalam hukum internasional, terutama mengacu pada sistem mandat internasional dan sistem perwalian. Sebagai rangkaian permulaan pembahasan, secara kronologis, akan dipaparkan mengenai status hukum wilayah Palestina, mulai dari berakhirnya Perang Dunia I sampai beralihnya wilayah tersebut kepada Inggris oleh Liga Bangsa-bangsa melalui perjanjian mandat Palestina. Analisis diawali dengan menjelaskan sistem mandat internasional yang diperkenalkan Liga Bangsa-bangsa serta sistem perwalian yang menggantikannya. Berikutnya, analisis dilakukan terhadap isi perjanjian mandat, yang juga sangat berkaitan dengan Deklarasi Balfour, serta praktik pelaksanaan mandat dengan mendasarkan pada sistem mandat internasional oleh Liga Bangsa-bangsa maupun sistem perwalian oleh Perserikatan Bangsa-bangsa. Metode pendekatan kualitatif digunakan untuk mengumpulkan bahan-bahan dalam penulisan skripsi ini. Pada akhirnya, ditemukan bahwa pendirian negara Israel melalui keadaan yang tidak ideal, terlepas dari fakta penerimaannya sebagai anggota PBB. ......This thesis studies the legality of Israel?s declaration of independence in Palestine territory, in the scope of international mandat and trusteeship system. Subsecquently, as a background issue, this thesis will start to describe the legal state of Palestine territory after the World War I as much as the recognition of British government as Mandatory State carried on the international mandate system by the Palestine mandate treaty from the Covenant League. Next, this thesis will explain the conceptions and practices of League mandate systems as well as to differ the latest system. Afterwards, analyze the content of mandate treaty of Palestine which happened to be legal standing of British mandate rule over those territory, as well as the emerge of Balfour Declaration in advance. Also to analyze the mandate practice over during the mandate period, accordingly to the international mandate and trusteeship system, subsequently. Qualitative approach is used to gather resources in writing this thesis. This thesis concluded by point out the legality of Israel?s declaration of independence was deliberately attemped in unideal situation, regardless the recognition and membership approval from United Nations.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S53587
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Richard Anggoro
Abstrak :
Hukum internasional melegitimasi pelaksanaan intervensi kemanusiaan dalam hal suatu konflik yang mengancam perdamaian serta keamanan internasional maupun regional. Organisasi internasional PBB di dalam piagamnya pada bab VII mencantumkan adanya hak untuk melakukan intervensi kemanusiaan. Organisasi Regional di Afrika seperti African Union, The Economic Community of West African States,The Southern African Development Community, memberikan legitimasi intervensi kemanusiaan di dalam piagam pembentukan dan protokolnya. Konflik yang terjadi di The Democratic Republic of the Congo, Sudan, dan Sierra Leone merupakan salah satu konflik di Afrika yang terdapat intervensi kemanusiaan. Pada prakteknya, pelaksanaan intervensi kemanusiaan terdapat permasalahan hukum dan permasalahan teknis. ......The Humanitarian intervention under Internationa law can be legitimized if there is a conflict that pose a threat to international or regional peace and security. Under the chapter seven of The United Nations Charter acknowledged the right to intervene. Regional organization in Africa such as; African Union, The Economic Community of West African States,The Southern African Development Community in their charter and protocols also acknowledged the right to intervene. Practices of humanitarian intervention in Africa can be found on the conflict that happened in The Democratic Republic of the Congo, Sudan, and Sierra Leone. On the level of practicalilty, the humanitarian intervention can cause a legal and technical problems.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
S26228
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Boby Cahyana
Abstrak :
Notaris merupakan salah satu profesi yang menjalankan pelayanan hukum kepada masyarakat luas. Dalam menjalankan jabatan tersebut notaris memiliki tanggung jawab berkenaan dengan alat bukti otentik berupa surat-surat, akta-akta, ataupun dokumen yang dibuat oleh atau di hadapannya baik yang diharuskan oleh Undang-undang maupun yang dikehendaki oleh para pihak. Dalam perkembangannya dalam menjalankan tugas jabatan notaris tersebut, sexing terjadi kekurang pahaman atau ketidakmengertian di dalam masyarakat luas termasuk oleh aparatur penegak hukum tentang lingkup jabatan notaris tersebut termasuk batasanbatasan tanggung jawabnya. Notaris selaku pejabat umum yang membuat akta otentik untuk kepentingan para pihak dalam akta seringkali dilibatkan bahkan ikut ditetapkan sebagai tergugat dalam hal terjadi sengketa diantara para pihak dalam akta yang dibuatnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana kekuatan pembuktian akta Notaris berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan untuk mengetahui apakah Notaris perlu dilibatkan sebagai tergugat dalam sengketa atas akta yang dibuatnya. Tulisan ini menggunakan metode penelitian bersifat Normatif yaitu penelitian kepustakaan (library research), dengan alat pengumpul datanya adalah studi dokumen. Setelah melakukan penelitian dan analisa maka penulis menyimpulkan bahwa sebagai akta otentik, akta Notaris memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat sehingga hares selalu dianggap benar sepanjang belum dapat dibuktikan sebaliknya. Selain itu dalam hal Notaris yang dalam menjalankan jabatannya dapat dibuktikan telah melakukan pelanggaran terhadap kewajiban dan larangan-larangan yang diatur dalam Undang-undang nomor 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan peraturan perundangundangan lainnya maka pihak yang menderita kerugian karena hal tersebut dapat menjadikan notaris sebagai tergugat dan menuntut penggantian biaya, ganti rugi dan bunga terhadap Notaris.
Notary is one among many professions whose duty is to provide a legal service to the public. In carrying up the duty, a notary is imposed with a responsibility regarding to the authentic proof instrument in form of letters, certificates, as well as documents made by or before his/her presence be it the one obliged by the law or the one desired by the concerned parties. However, in reality, there is still an immense unawareness as well as misunderstanding among the people, including even the legal apparatus, concerning the range of the notary's authority including particularly the limit. The notary, as the public official who renders service in making authentic certificate for the interest of the concerned parties is often being involved in any dispute happens, even further up to the point where he/she can be put in the position of the accused, due to the certificate made under his/her responsibility. This research intends to figure out the range of the proof power of a notary's certificate referring to the applicable law, and to identify whether the notary should be involved in any dispute happen related to the certificate he/she made. The research is applying the nonnative method, namely library research, while collecting the data through document study. After passing through the phases of research and analysis, the writer has come into conclusion the as an authentic certificate, the notary's certificate possesses an absolute and binding proof force, and consequently should be considered as appropriate as far as there is no evidence to proof the contrast. However, in case the notary has been proved to commit a violation towards the obligations and prohibitions regulated in the Law No.30 Year 2004 concerning the Notary Office and other relevant laws in carrying his duty, then the party whose interest is harmed as right to charge the notary as the accused and to ask for the cost payback, the making up of the financial loss, as well as the interest.
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19644
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Antoro
Abstrak :
Pemberantasan korupsi merupakan prioritas utama penegakan hukum dewasa ini. Kejaksaan merupakan salah satu unsur penting dalam upaya mewujudkannya. Sesuai peraturan yang berlaku lnstansi Kejaksaan dengan personil Jaksa-Jaksanya mernpunyai tugas yang cukup berat antara lain sebagai Penuntut Umum dan juga sebagai Penyidik perkaraperkara tertentu termasuk perkara korupsi. Atas kewenangan yang dirnil i ki sebagai penyidik perkara korupsi, Jaksa memi liki wewenang khusus yang tertuano dalam Pasal 26 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nornor 20 Tahun 2001, yang isinya yaitu bahwa "Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tarhadap tindak pidana korupsi, dilakukan berdasarkan hukum acara pidana yang berlaku, kecuali ditentukari lain dalam Undang-Undang ini, dan diperjelas dalam penjelasan Pasal 26 menyatakan bahwa "Kewenangan Penyidik dalam Pasal ini termasuk wewenang untuk meiakukan penyadapan (wiretapping)". Dengan adanya kewenangan ini maka Jaksa memiliki wewenang untuk melakukan penyadapan (wiretapping) dalam upaya penanganan perkara korupsi. Dengan kewenangan penyadapan (wiretapping) ini timbul permasalahan yang penting untuk dilakukan penelitian, yaitu tentang legalitas penyadapan (wiretapping) yang dilakukan oleh Jaksa penyidik, tentang kaftan penyadapan (wiretapping) dengan Hak Azasi Manusia, serta tentang nilai pembuktian dart hasil penyadapan dalam persidangan. Dengan permasalahan tersebut dikhawatirkan terjadi ketidak jelasan yang mengakibatkan penegakan hukum menjadi terhambat. Tulisan ini akan meneliti tentang permasalahan yang timbul akibat penyadapan (wiretapping) serta bagaimana mngatasinya, dengan mengemukakan hal-hal pendukung yang dapat memperjelas bagaimana sebenarnya Cara yang harus ditempuh guna mengatasi permasalahan ini dan dengan tulisan ini kita diharapkan akan memperoleh kejelasan tentang permasalahan-permasalahan lain yang timbul akibat kewenangan penyadapan (wiretapping) yang dimilik oleh Jaksa Penyidik.
Corruption Handling is the main priority in law enforcement now a day. Attorney General Office is open of the main essence to put it real. According to the rule, Attorney General Office and its personnel have the heaviest duty such as a prosecutor and also an investigator on s special cases included corruption cases. Based on the authority as an investigator in corruption cases, public attorney have special task in Article 26 Law Number 31 year 1999 which reform by Law Number. 20 Year 2001 Which says : "Investigating, Prosecuting, and Hearing in trial of corruption field based on the criminal procedure, unless it says differently in this Law" and clearance in the explanation of Article 26 which says "The Investigator authority in this article included the authority to wiretapping'. Based on this authority, public attorney can do the wiretapping while handling the Corruption Cases. With this wiretapping authority occurs some problem that important to researched, there are the legality of wiretapping by public attorney as investigator, the relation between wiretapping and Human Rights, and the valve of evidence from the result of wiretapping in the court. With those problems concern to be blur in law enforcement these thesis will discuss the problem occurred from wiretapping and how to solved and explain all those things to make it clearly of how to handling the problem, with this writing hopefully we will have clearness about the other problems which occur from the investigator authority of wiretapping.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19291
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Grover, Leena
Abstrak :
Abstract: "The Rome Statute of the International Criminal Court defines more than ninety crimes that fall within the Court's jurisdiction: genocide, crimes against humanity, war crimes and aggression. How these crimes are interpreted contributes to findings of individual criminal liability, and moreover impacts upon the perceived legitimacy of the Court. And yet, to date, there is no agreed approach to interpreting these definitions. This book offers practitioners and scholars a guiding principle, arguments and aids necessary for the interpretation of international crimes. Leena Grover surveys the jurisprudence of the ICTY and ICTR before presenting a model of interpretive reasoning that integrates the guidance within the Rome Statute itself with articles 31-33 of the Vienna Convention on the Law of Treaties"
Cambridge, UK: Cambridge Univ. Press, 2014
345.02 GRO i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ari Cahyo Nugroho
Abstrak :
Paper ini berupaya membahas eksistensi legalitas dari Komisi Informasi itu sendiri. Selain itu juga akan berusaha membahas tentang apa tugas yang diemban oleh Komisi Informasi itu. Dari hasil bahasan dapat dikemukakan bahwa secara hukum, legalitas keberadaan Komisi Informasi adalah berbasiskan UUD 45 yang direvisi, tepatnya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 F. Dengan semangat ini akhirnya disahkan UU Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik. Selanjutnya, atas dasar undang-undang ini pula akhirnya dijadikan dasar bagi pembentukan Komisi Informasi maupun Komisi Informasi Daerah itu sendiri. Dalam tugasnya secara umum Komisi Informasi: 1) menerima, memeriksa, dan memutus permohonan penyelesaian Sengketa Informasi Publik melalui Mediasi dan/atau Ajudikasi nonligitasi yang diajukan oleh setiap pemohon Informasi Publik berdasarkan alasan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini; 2) menetapkan kebijakan umum pelayanan Informasi Publik; dan 3) menetapkan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis.

This paper seeks to discuss the legality existence of the Information Commission itself. In addition it will also try to discuss about what tasks carried by the Information Commission. From the discussion it can be argued that legally, the legality of the existence of the Information Commission is based on the revised 1945 Constitution, precisely the 1945 Constitution of the State of the Republic of Indonesia Article 28 F. With this spirit finally passed Law No. 14 of 2008 on Public Information Openness. Furthermore, on the basis of this law also ultimately made the basis for the establishment of Information Commission and Regional Information Commission itself. In general its duties the Information Commission: 1) to receive, examine and decide upon the application of the settlement of Public Information Dispute through Mediation and / or Non-litigation Adjudication submitted by each applicant of Public Information based on the reasons referred to in this Act; 2) establish public policy of Public Information service; And 3) establishing implementation guidelines and technical instructions.
Peneliti Bidang Studi Komunikasi dan Media pada BPPKI Jakarta, 2016
384 KOMAS 12:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Pety Fatimah
Abstrak :
Dalam rangka menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Indonesia. Pendaftaran tanah di Indonesia menganut sistem publikasi negatif yang mengandung unsur positif, hal ini terlihat dengan dihasilkannya surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Sertipikat hak atas tanah merupakan tanda bukti hak atas tanah yang kuat yang merupakan satu-satunya alat bukti kepemilikan tanah yang diakui Undang-Undang. Dengan diberlakukan sistem publikasi negatif yang mengandung unsur positif banyak menimbulkan permasalahan dalam bidang pertanahan; salah satunya bagaimanakah keadaan pembuktian sertipikat hak atas tanah terhadap tanda bukti girik pada suatu bidang tanah yang terletak dilokasi yang sama dan bagaimanakah kekuatan sertipikat hak atas tanah dapat membatalkan kepemilikan tanah yang belum didaftar. Hal ini dapat dijawab oleh sistem pendaftaran tanah yang mengatur bahwa Sertipikat Hak Atas Tanah bukan merupakan suatu tanda bukti kepemilikan yang mutlak/ sempurna tetapi merupakan tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, sepanjang data fisik dan data yuridis sesuai dengan data yang ada di kantor pertanahan, sedangkan tanda bukti girik merupakan surat pengenaan pajak atas nama pemilik tanah dan sekaligus juga merupakan tanda pembayaran pajak sehingga bukan merupakan bukti kepemilikan. Selanjutnya hilangnya tanah yang belum didaftar berdasarkan kekuatan sertipikat yang telah diterbitkan sertipikat untuk tanah bersangkutan atas nama pihak lain dapat terjadi apabila tanah tersebut ditelantarkan oleh pemiliknya selama suatu jangka waktu yang diatur Undang-Undang dan pemilik asli tanah itu dapat kehilangan haknya atas tanah yang bersangkutan. Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan yang bersifat yuridis normatif. ...... For guarantying the certainty of law, government conducting land registration all over Indonesian territory. Indonesian land registration prepare to negative publication system contains to positive elements, it proven by documents of right function as a powerful evidential tool. This negative publication system contains to positive elements, causing a lot of problem such as how land certificate guarantee its right versus letter c on the same land object, and how powerful land certificate can deny right upon unregistered land. This problem can be solved by land registration system which stating that the land certificate was not the most perfect ownership evidence, but it function as the strongest evidential tool, as long as the physical data and the juridical data at the land office registration match, on the contrary letter c is a tax document letter, function to prove tax payment not an ownership right. On the other hand the cancel of ownership right upon registered land based on the strength of a certificate could happen if only the land was abandon by the owner in the time of land act mention could cause loss of ownership right. This thesis using library research center point to normative law.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19295
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ngakan Kompiang Kutha Giri Putra
Abstrak :
ABSTRAK Sanksi Ekonomi Unilateral/sepihak, telah banyak menimbulkan perdebatan dalam hukum internasional. Sanksi ekonomi merupakan alat kebijakan luar negeri yang digunakan oleh negara atau organisasi internasional untuk mempengaruhi pemerintah atau kelompok pemerintahan untuk mengubah kebijakan mereka dengan membatasi perdagangan, investasi, atau kegiatan komersial lainnya.Tindakan tersebut tentunya berlawanan dengan era perdagangan saat ini yang bertujuan untuk membangun kerjasama ekonomi secara global. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa legalitas serta efektifitas pengenaan sanksi ekonomi oleh Uni Eropa terhadap Federasi Rusia, serta meninjau keberadaan sanksi dalam peraturan hukum perdagangan internasional. Tindakan pemberian atau penjatuhan sanksi diketahui bahwa hanya merupakan kewenangan tunggal Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dan hanya melalui otoriasinya suatu negara atau organisasi internasional dapat memberlakukan sanksi tersebut kepada negara lain. Dalam hukum perdagangan internasional ketentuan pemberian sanksi ekonomi memang dapat diperbolehkan tetapi dalam ketentuan yang juga mengacu kepada Piagam PBB atau sebagai tindakan balasan atas pelanggaran negara target terlebih dahulu.
ABSTRACT Unilateral economic sanctions is already have caused many debates in international law. Economic sanctions are foreign policy tools used by countries or international organizations to influence other countries to change their policies by limiting trade, investment, or other commercial activities. Such actions are certainly controvert from the current trade era which is aims to build global economic cooperation among nations. The purpose of this study is to analyze the legality and effectiveness of imposing economic sanctions by the European Union on the Russian Federation, as well as reviewing the existence of sanctions in the rules of international trade law. The act of giving or imposing sanctions is known to be the sole authority of the United Nations (UN) Security Council, and only through its authorization can a country or international organization impose such sanctions on other countries. In international trade law, the provision of economic sanctions can indeed be permitted but under special circumstances that also refer to the UN Charter provisions or as a retaliation for the violation of the target country first.
2019
T52219
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>