Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elita Wibisono
Abstrak :
ABSTRAK
Laparoskopi donor nefrektomi hidup (LDNH) merupakan prosedur unik karena memengaruhi individu sehat. Dengan laparoskopi, nyeri masih dirasakan oleh pasien meskipun telah banyak berkurang. Studi ini bertujuan mengevaluasi nyeri pascaoperasi LDNH, serta pemulihan, dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Penelitian ini adalah studi retrospektif noneksperimental dengan analisis deskriptif. Sampel diambil secara konsekutif di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Kriteria eksklusi mencakup data tidak lengkap, riwayat nyeri kronik, dan konsumsi analgesik jangka panjang. Parameter yang dinilai meliputi data demografik dan data pascaoperasi. Dari bulan November 2011 hingga November 2015, terkumpul 277 pasien dengan median usia 30 (18-62) tahun dan rasio laki-laki:perempuan 9:4. Nyeri dinilai dengan Visual Analogue Scale (VAS) dan dikelompokkan menjadi nyeri ringan (0-2), sedang (3-4), dan berat (5-10). Didapatkan skor VAS pasca-LDNH hari-1 2(1-6), hari ke-2 2(0-4), dan hari ke-3 1(0-3). Perbaikan skor dari hari ke-1 hingga hari ke-3 signifikan (p<0,001). Nyeri berat hanya ditemukan pada hari ke-1 (2,2%). Metode anestesi yang digunakan, yaitu analgesik epidural (82,3%) dan kombinasi epidural-intravena (17,7%). Durasi analgesik epidural 2(1-7) hari, durasi kateterisasi 7(3-30) hari, durasi rawat inap 3(2-9) hari, kembali ke aktivitas normal 7(3-30) hari, dan kembali bekerja 14(6-90) hari. Terdapat hubungan yang signifikan antara VAS hari 1 dan 3 dengan relasi donor-resipien (p<0,001 dan p=0,029). VAS lebih tinggi ditemukan pada donor yang memiliki relasi dengan resipien. Kesimpulan penelitian ini adalah penanganan nyeri dan pemulihan pasien pasca-LDNH di RSCM sudah baik, dibuktikan dengan rendahnya skor VAS pascaoperasi dan baiknya parameter pascaoperasi. Nilai VAS berkorelasi dengan donor yang memiliki relasi, tetapi hal ini perlu diteliti lebih lanjut.
ABSTRACT
Laparoscopic living donor nephrectomy (LLDN) is a unique procedure as it can give impact to a healthy individual. Although postoperative pain in donor nephrectomy has been far reduced by laparoscopic technique, patients still can experience considerable pain. The aim of this study was to evaluate the LLDN postoperative pain and patients recovery as well as related factors. This study was non-experimental using descriptive analytic method with retrospective study design. Data of patients who underwent consecutive LLDN in Cipto Mangunkusumo Hospital were collected. Exclusion criteria were patients with incomplete data, history of chronic pain and long-term analgesic consumption. The parameters evaluated were demographic data (age, sex, body mass index, donor site, related or unrelated donor) and postoperative data (postoperative pain, types of analgesia, duration of catheterization, hospital length of stay, return to normal activities and return to work). Statistical analysis was carried out using SPSS version 20.0 with p-value less than 0.05 was considered statistically significant. From November 2011 to November 2015, there were 277 patients included with median age of 30 (18-62) years old and male-to-female ratio 9:4. LLDN postoperative pain was evaluated using Visual Analogue Scale (VAS) and classified to mild (0-2), moderate (3-4) and severe (5-10) pain. The VAS scores on day 1 were 2 (1-6), 2 (0-4) on the day 2, and 1 (0-3) on day 3 post LLDN. This value improved statistically significant from day 1 to day 3 (p<0.001). Severe pain was only found on the first day (2.2%). The most common analgesia technique used was epidural analgesia (82.3%), followed by combination of epidural and intravenous analgesia (17.7%). The postoperative data evaluated were duration of epidural analgesia (2 (1-7) days), duration of urethral catheterization (2 (1-5) days), length of hospital stay (3 (2-9) days), return to normal activities (7 (3-30) days), and return to work (14 (6-90) days). There were no significant relations between VAS scores in the day 1 and 3 with demographic and postoperative data (p>0.05), except in VAS for day 1 and 3 with donor-recipient relation (p<0.001 and p = 0.029); higher VAS was found in kidney donors who were related rather than the unrelated ones. The postoperative pain of LLDN patients in Cipto Mangunkusumo Hospital is adequately managed by analgesia provided as shown by the low postoperative VAS scores. The recovery parameters for LLDN patients also show promising result based on short length of hospital stay, return to normal activities and return to work. Higher VAS score correlated with kidney donors who are related but further studies are still needed to support this finding.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Senohadi Boentoro
Abstrak :
Pendahuluan dan tujuan: Pembedahan laparoskopi telah diakui dapat mengurangi tingkat morbiditas sehingga meningkatkan keselamatan pasien. Saat tindakan LLDN, komplikasi yang paling sering adalah cedera pembuluh darah ginjal, yang sering membutuhkan transfusi darah. Selain perlunya transfusi darah, pendarahan berat yang disebabkan oleh cedera pembuluh ginjal membutuhkan konversi dan perbaikan terbuka. Dengan demikian, penelitian ini ingin mendeskripsikan dan menganalisis kebutuhan transfusi darah dalam operasi laparoscopic living donor nephrectomy di pusat kami. Bahan dan metode:  Studi kohort retrospektif ini dilakukan di Departemen Urologi di Rumah Sakit Nasional Cipto Mangunkusumo. Rekam medis semua pasien donor ginjal yang menjalani prosedur LLDN di institusi kami dari November 2011 hingga Oktober 2017 ditinjau. Data termasuk usia donor, kadar hemoglobin sebelum operasi, kadar hemoglobin pasca operasi, jumlah pendarahan intraoperatif, jumlah arteri renalis, jumlah vena renalis, sisi donor, konversi ke operasi terbuka, durasi operasi, dan BMI donor dikumpulkan dan dianalisis. Data-data ini selanjutnya dikorelasikan dengan tingkat transfusi. Hasil: Terdapat 500 pasien yang menjalani tindakan laparoscopic living donor nephrectomy di institusi kami. Semua pasien menjalani prosedur LLDN dengan pendekatan transperitoneal. Perbedaan proporsi tingkat transfusi darah antara pasien pria 0,9% dibandingkan dengan 0,6% pada pasien wanita tidaklah signifikan (p=0,782). Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam proporsi tingkat transfusi darah dengan sisi ginjal (p=0,494), jumlah arteri (p=0,362), usia (p=0,978), BMI (p=0,569), dan kadar hemoglobin sebelum operasi (p=0,766). Median perkiraan jumlah pendarahan pada pasien yang menerima transfusi darah intraoperatif secara signifikan lebih besar daripada pasien yang tidak menerima transfusi darah (p <0,001). Kesimpulan: Berdasarkan penelitian ini, kami menyarankan bahwa di institusi kami, penggunaan produk darah pra operasi tidak selalu diperlukan. Kurva pembelajaran dan teknik ahli bedah memiliki peran penting dalam mencegah komplikasi intraoperatif dan kehilangan darah.
Introduction and objectives: Laparoscopic surgery has been acknowledged to reduce the morbidity rate thus improving patient safety. During the LLDN, the most frequent complication is renal vessels injuries, which often requires a blood transfusion. Besides the need for a blood transfusion, major bleeding caused by renal vessels injuries require open conversion and repair. Thus, this study would like to descript and analyze the need for blood transfusion in laparoscopic living donor nephrectomy surgery in our center. Materials and methods: We performed a retrospective cohort study in the Department of Urology at Cipto Mangunkusumo National Hospital. The records of all kidney transplantation donor patients who underwent LLDN procedures carried out at our institution from November 2011 to October 2017 were reviewed. Data including donor age, preoperative hemoglobin level, postoperative hemoglobin level, intraoperative bleeding, number of artery(ies), number of vein(s), donor side, conversion to open surgery, surgery duration, and donor BMI were collected and analyzed. These data were further correlated with transfusion rate. Results: There were 500 patients underwent laparoscopic living donor nephrectomy procedure at our institution. All of the patients had LLDN with a transperitoneal approach. The difference in blood transfusion rate proportion between male patients with 0.9% compared to 0.6% in female patients was not significant (p=0.782). There are no significant difference in blood transfusion rate proportion regarding to renal side (p=0.494), number of artery (p=0.362), age (p=0.978), BMI (p=0.569), and preoperative hemoglobin (p=0.766). Median estimated blood loss in patients who received intraoperative blood transfusion was significantly much greater than in patients who did not receive a blood transfusion (p<0.001). Conclusion: Based on this study, we suggest that in our institution, preoperative blood products are not necessarily needed. The surgeon's learning curve and technique play a significant role in preventing intraoperative complications and blood loss.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bagus Baskoro
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis variabel yang berhubungan dengan kondisi intra-operatif dan pasca-operasi selama proses pembelajaran dan melakukan evaluasi hasil dari metode berbasis mentor-initiated pada LDN di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, Indonesia. Material dan Metode: Penelitian retrospektif ini menggambarkan pengalaman pada 140 prosedur LDN yang dilakukan di RSCM sejak November 2011 sampai Agustus 2014. Sebanyak 66 kasus LDN pertama, dilakukan oleh seorang ahli bedah laparoskopi sebagai operator utama (mentor) dan secara bersamaan, membimbing operator kedua (trainee). Setelah itu, operasi dilakukan secara bergantian oleh kedua ahli bedah. Dilakukan analisis pada variabel yang berhubungan dengan kondisi intra-operatif dan pasca operasi pada 66 kasus LDN pertama, serta analisa perbandingan antara prosedur operasi yang dikerjakan oleh masing-masing ahli bedah. Hasil: Rerata usia pendonor adalah 32.97 tahun dengan rasio jenis kelamin 6:4 (laki-laki:perempuan). Sebanyak 64% pendonor tidak memiliki hubungan keluarga dengan resipien. Donor ginjal kiri dilakukan pada 82.1% (n=112) prosedur, dan kanan sebanyak 17.9% (n=28). Tidak ada perbedaan signifikan pada waktu operasi (p=0.36), Warm Ischemia Time (WIT) 1 (p=0.66), jumlah perdarahan intra-operatif (p=0.46) antara kedua operator. Hanya satu variable (time to clip) yang ditemukan secara statistik bermakna, p = 0.024. Perbandingan antara grup pertama (1-50 LDN) dan grup terakhir (100-140 LDN) hanya variable WIT 1 dan time to clip; p = 0.029, p = 0.029 yang ditemukan signifikan secara statistik. Kesimpulan: LDN merupakan suatu prosedur yang cukup menjanjikan dan aman untuk meningkatkan jumlah pendonor ginjal. Kesulitan untuk mencapai suatu learning curve menjadi permasalahan utama yang harus dihadapi oleh setiap ahli bedah laparoskopik, terutama karena dampak yang potensial terhadap keberhasilan suatu transplantasi ginjal. Pengalaman yang cukup pada operasi laparoskopi saluran kemih bagian atas sangat diperlukan sebelum melakukan LDN. Pendekatan berbasis mentor-initiated akan membantu peserta latihan untuk mengenali dan melakukan keseluruhan operasi dengan baik tanpa membahayakan patient safety.
ABSTRACT
Objective: variables related to both surgical and postoperative outcome during the learning curve and evaluate the result of mentor-initiated approach of laparoscopic donor nephrectomies at Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia. Materials and Methods: This retrospective study describes our experiences on 140 laparoscopic nephrectomies in living donors performed in Cipto Mangunkusumo Hospital from November 2011 to August 2014. First sixty-six LDN was performed by one experienced laparoscopic surgeon as the main operator while mentoring the second operator. Afterward the surgery was performed alternately between the two surgeons. Variables related to both the surgical and postoperative outcome during the initial phase and comparisons of the procedures performed by each surgeon were analyzed. Results: Donors’ average age was 32.97 years with male female ratio 6 : 4. About 64% patients were not family related. The left kidney procedures was performed 112 times (82.1%), whereas the right kidney 28 procedures (17.9%). No significant difference in operating time done by both operators (p= 0.36), WIT 1 (p=0.66), and intraoperative blood loss (p=0.46) with only time to clip as single statistically significant variable with p=0.024. Comparison between 1-50 LDN group and the 100-140 LDN group on WIT 1 and time to clip were found statistically significant with p = 0.029, p = 0.029. Conclusion: Laparoscopic donor nephrectomy (LDN) is a fairly safe and a promising procedure to increase the kidney donation pool. A steep learning curve is still the main problem that every surgeon had to deal with, mainly due to the concern of its potential impact on graft survival. Experience in laparoscopic upper urinary tract surgery is recommended to start with LDN. A mentor-initiated approach allows the introduction of this procedure to trainees with good results on the overall surgery without compromising patient safety.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tambunan, Nicholas
Abstrak :
ABSTRAK
Nama : Nicholas TambunanProgram Studi : UrologiJudul : Perbandingan Hasil Luaran antara Pneumoperitoneum TekananRendah dengan Tekanan Standar pada Laparoscopic Living Donor Nephrectomy Saat ini, transplantasi ginjal dilakukan melalui prosedur Laparoscopic Living Donor Nephrectomy LLDN dengan cara memasukkan gas CO2 ke dalam ruang intraperitoneum menggunakan tekanan standar 12-15 mmHg . Namun, dikatakan juga bahwa dengan tekanan rendah 8-10 mmHg dapat berkaitan dengan nyeri pasca operasi dan efek samping yang lebih rendah. Ini merupakan studi perbandingan prospektif yang dilakukan di Departemen Urologi, Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo mulai bulan November 2015 sampai Agustus 2016. Seluruh subjek menjalani prosedur LLDN. Pada periode ini, subjek menerima prosedur pneumoperitoneum tekanan rendah. Kelompok ini kemudian dibandingkan secara acak dengan kelompok prosedur pneumoperitoneum tekanan standar yang menjalani prosedur LLDN sebelumnya. Dari 85 subjek yang menjalani LLDN dengan tekanan rendah dan standar masing-masing adalah 41 dan 44. Meskipun tidak ada perbedaan signifikan dari nyeri pasca operasi, efek samping pada tekanan rendah lebih rendah daripada tekanan standar p = 0,033 untuk nyeri epigastrik, p = 0,024 untuk mual, dan p = 0,018 untuk muntah . Namun, durante operasi, 22 subjek dengan tekanan rendah perlu mendapatkan konversi gas menjadi tekanan standar. Berdasarkan analisis, penyebab konversi adalah Indeks Massa Tubuh IMT pasien donor yang tinggi p
ABSTRACT
Name Nicholas TambunanStudy Program UrologyTitle Comparison of Outcome between Low Pressure and StandardPressure Pneumoperitoneum in Laparoscopic Living DonorNephrectomy Nowadays, kidney transplantation is done through laparoscopic living donor nephrectomy performed by insufflating CO2 gas into intraperitoneum space using standard pressure 12 15mmHg . However, it is also hypothesized that with lower pressure 8 10 mmHg could be used for laparoscopic living donor nephrectomy related with lower postoperative pain and side effects. This was a prospective comparative study done in Department of Urology, Cipto Mangunkusumo General Hospital from November 2015 to August 2016. All subjects underwent laparoscopic living donor nephrectomy LLDN . In this period, the subjects received a low pressure pneumoperitoneum procedure. This group was later compared randomly to a standard pressure pneumoperitoneum procedure group who underwent previous LLDN procedure. Out of 85, subjects underwent LLDN with low and standard pressure were 41 and 44, respectively. Despite nonsignificant difference of post op pain and duration of operation, the side effect in low pressure was lower than standard p 0.033 for epigastric pain, p 0.024 for nausea, and p 0.018 for vomiting . However, 22 subjects with low pressure need to be converted to standard pressure. Based on stratified analysis, the cause of conversion was higher BMI p
2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanifa Ahdan Badrani
Abstrak :
ABSTRACT
Pada pasien penyakit ginjal tahap akhir, transplantasi ginjal merupakan pilihan terbaik bagi pasien; akan tetapi, delayed graft function dapat menjadi komplikasi bagi pasien yang dapat berkembang menjadi rejeksi (penolakan) terhadap organ donor, sehingga menggagalkan transplantasi. Tujuan: Mengetahui hubungan antara faktor intraoperatif (warm ischemia time 1, cold ischemia time, warm ischemia time 2, waktu urin keluar, dan kompleksitas pembuluh darah) dan kejadian delayed graft function pada resipien. Metode: Peneliti melakukan studi potong-lintang dengan mengambil 611 data rekam medis pasien dari data rekapitulasi transplantasi ginjal di Departemen Urologi, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, dari rentang waktu November 2011-September 2018. Peneliti kemudian melakukan analisis bivariat dan multivariat untuk menentukan signifikansi hubungan variabel. Hasil: Dari lima variabel yang diteliti, tidak terdapat satu pun variabel yang memiliki hubungan signifikan (p = 0,996; p = 0,125; p = 0,677; p = 0,332; p = 0,748; secara berurutan) dengan kejadian delayed graft function, dari total 545 pasien yang diteliti. Diskusi: Hubungan variabel yang tidak signifikan dapat dijelaskan oleh jenis donor pada penelitian ini yang sepenuhnya donor hidup, sehingga meminimalkan dampak buruk dari stress iskemik dan reperfusion injury yang disebabkan oleh faktor intraoperatif.
ABSTRACT
For patients with end-stage renal disease, transplantation is the best option for renal replacement therapy; however, Delayed Graft Function can complicates the transplantation, and even progresses into organ rejection, resulting in a failed transplantation. Objective: The purpose of this study was to determine the association between intraoperative factors (warm ischemia time 1, cold ischemia time, warm ischemia time 2, time of first urine output, and blood vessels complexity) and delayed graft function in transplant recipient. Methods: Researcher used cross-sectional study design by collecting 611 patient data of medical record from data recapitulation of renal transplant by Departemen of Urology, Cipto Mangunkusumo National Referral Hospital, from November 2011-September 2018. Selected patient data were then analyzed using bivariate and multivariate analysis. Results: From five variables in this study, none of them have significant association (p = 0,996; p = 0,125; p = 0,677; p = 0,332; p = 748; respectively) with delayed graft function, from a total of 545 patients. Discussion: The insignificant association of variables may be explained by the type of donor in this study, that is compromised entirely of living donor, which reduce the negative impact of ischemic stress and reperfusion injury caused by the intraoperative factors.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library