Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Siregar, Bun Yan Marsus
Abstrak :
Di PD Pasar Jaya Cabang Jakarta Selatan dalam penetapan penagihan PBB tahun 1991 s/d 1997 terdapat 67,570 lembar tagihan dengan nilai Rp 1,062, 970,800.00 dan tahun 1998 15,743 lembar SPPT dengan nilai penetapan Rp 357,169,145.00. Pembebanan penagihan tersebut didistribusikan ke Pasar-Pasar di Jakarta Selatan. Realisasi penagihan PBB di Kantor Cabang Jakarta Selatan merupakan fokus studi penelitian ini dengan tujuan untuk dapat mengidentifikasi kegiatan-kegiatan penagihan dalam rangka pencapaian penerimaan PBB yang optimal, dan untuk mengetahui hambatan serta upaya dalam mencairkan tunggakan serta penerapan sanksl terhadap penunggak PBB. Saiah satu prinsip untuk mengoptimalkan penerimaan pajak didasarkan pada prinsip yang terdapat pada asas-asas pemungutan pajak yaitu "convinience?, saat wajib pajak harus membayar pajak hendaknya ditentukan pada saat yang tidak akan menyulitkan wajib pajak. Kebijakan pelaksanaan (Policy Implementation) dalam penagihan PBB didasarkan pada Surat Keputusan Gubernur KDKI Nomar 14 Tahun 1992.

Dalam penyusunan tesis lni akan digunakan metode penelitian dengan tinjauan kepustakaan yang merupakan studi kasus, suatu studi deskriptif kualitatif yang didukung data kuantitatif dengan mengumpulkan data dengan cara wawancara dengan Pegawail KP-PBB Jakarta Selatan, menyampaikan kuesioner kepada Pegawai PD.Pasar Jaya dan kepada pemakai tempat usaha serta dengan observasi dilapangan. Variabel yang diteliti adalah penetapan SPPT PBB, Realisasi tagihan PBB dan penerapan sanksi pada pedagang PD. Pasar Jaya Cabang Jakarta Selatan.

Hasil studi penelitian ini menunjukkan bahwa upaya penagihan PBB 1991/ 1997 data sampai dengan bulan Mei 1999 baru mencapai tagihan 45,97%. Hal ini merupakan salah satu tanda ketidakpatuhan Wajib Pajak sebagai penanggung beban pajak terhadap kewajiban perpajakan. Sebagai warga negara yang memanfaatkan Tempat Usaha dalam lnkasi Pasar yang dikelola PD. Pasar Jaya Cabang Jakarta Selatan seyogiyanya pedagang dengan kesadaran yang tinggi mau membayar PBB tepat pada waktunya.

Meskipun banyak kendala yang harus dihadapi oleh PD. Pasar Jaya Cabang Jakarta Selatan dalam penagihan tunggakan PBB namun intensifikasi penagihan disertai pemberian sanksi yang tegas tetap harus dilakukan. Apabila tagihan pajak tidak dibayar pada saat tanggal jatuh tempo, penagihannya dapat dilakukan dengan Surat Paksa Jadwal waktu pembayaran PBB sesuai dengan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 Tentang Pajak Bumi dan Bangunan harus dilunasi selambat-Iambatnya 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang (SPPT). Terlambat membayar Pajak Bumi dan Bangunan dikenakan denda 2% sebulan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan (Pasal 11 ayat 3).

Tunggakan PBB 1991-1997 yang belum tertagih 54.03% dan tahun 1998 realilsasi pembayaran PBB adalah 50,20% dan sisa tunggakan masih 49,80% menunjukkan bahwa kebiljakan dalam pelaksanaan penagihan belum efektif dan hasilnya belum optimal. Penerapan sanksi kepada penunggak PBB belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Pelayanan PD. Pasar Jaya Cabang Jakarta Selatan dalam administrasi PBB masih perlu ditingkatkan demi kenyamanan (convinience) dan keringanan dapat mengangsur pembayaran tunggakan PBB, dengan harapan kepatuhan Wajib Pajak meningkat untuk membayar pajak tepat pada waktunya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Hilaliawaty
Abstrak :
Ajudikasi adalah kegiatan dan proses pengumpulan dan pemastian kebenaran atas kepemilikan tanah, yang meliputi data fisik dan data yuridis mengenai sebidang tanah atau lebih untuk keperluan pendaftarannya. Penelitian ini diarahkan pada (a) bagaimana pelaksanaan kerja pendaftaran tanah di Kelurahan Rangkasbitung Barat, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak; (b) Hambatan-hambatan apa saja yang dihadapi dalam pelaksanaan Ajudikasi dan (c) se j auh mana tercapa inva jaminan kepastian hukumnya dalam pelaksanaan pendaftaran tanah tersebut. Hal ini ditujukan untuk mengetahui apakah Peraturan Pemerintah Nomor. 24 Tahun 1997 (PP 24/1997) Tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor. 3 Tahun 1997 (PMNA/Ka. BPN nornor.3/1997) tentang Ketentuan Pelaksanaan PP 24/1997 sudah berlaku effektif dalam praktek di lapangan atau tidak. Penelitian ini menggunakan tipe perencanaan penelitian case study. Dan pengolahan hasilnya secara deskriptif-analitis. Pelaksanaan kerja Proyek Administrasi Pertanahan (PAP) di Kelurahan Rangkasbitung Barat ada beberapa kegiatan yang menyimpang dari peraturan yang berlaku sehingga ada beberapa pasal yang tidak effektif dilapangan. Dengan adanya PAP ini maka sertipikat yang diterbitkan mempunyai kekuatan hukum sama dengan sertipikat pendaftaran sporadik. Sertipikat sebagai tanda bukti hak yang terdaftar dan dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan inilah tujuan utama Pendaftaran Tanah khususnya dalam penelitian ini Pendaftaran Tanah Secara Sistematik.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T19830
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
One of the most important things in human life is land. It is sociologically as a step of human life and death. Therefore, it caused a number of problems deals with human interest. Concerning to development program especially in the space of local governance is always faced by land issues. One of the most current stuck out issue is land use for public interest. The land used for public interest through development program is always faced with land rights owned by public interest, government and local government need to carry out sociological approach as it is presented in this article.
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Rasul Alim
Abstrak :
Malaria masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di Indonesia, khususnya di daerah transmigrasi dan daerah endemis malaria yang didatangi penduduk baru dari daerah non-endemik. Sering terjadi letusan atau wabah yang banyak menimbulkan kematian. Kecamatan Kemuning Kabupaten Indragiri Hilir Propinsi Riau merupakan kecamatan pemekaran dan daerah transmigrasi, sehingga sering terjadi pembukaan lahan baik oleh perusahaan maupun perorangan termasuk masyarakat tempatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan lamanya tinggal di ladang berpindah dengan kejadian malaria di Kecamatan Kemuning Kabupaten Indragiri Hilir Propinsi Riau. Rancangan penelitian adalah kasus kontrol. Kasus dan kontrol adalah subjek yang tinggal di ladang berpindah berturut-turut minimal 9 (sembilan) hari dan maksimal 3 (tiga) bulan terakhir yang berkunjung ke pelayanan kesehatan dalam wilayah Kecamatan Kemuning. Kasus disertai gejala klinis malaria (demam panas, sakit kepala dan menggigil secara berkala) dengan pemeriksaan sediaan darah plasmodium di laboratorium hasilnya positif. Kontrol tanpa gejala klinis malaria (demam panas, sakit kepala dan menggigil secara berkala) dengan pemeriksaan sediaan darah plasmodium di laboratorium hasilnya negatif, Hasil penelitian dengan alpha 5% terdapat perbedaan bermakna antara rata-rata lama tinggal di ladang berpindah dengan kejadian malaria. Nilai OR hasil analisis multivariat 14,26 (95% CI, 6,72 - 22,40), maka responden yang lebih lama tinggal di ladang berpindah lebih dari 26 hari akan terinfeksi malaria 14,26 kali dibanding yang tinggal kurang dari 26 hari setelah dikontrol variabel pemakaian repellent. Persamaan regresi logistik ganda menunjukkan peluang sebesar 19% yang lebih lama tinggal di ladang berpindah dan tidak memakai repellent terkena malaria. Disarankan kepada petugas kesehatan melakukan penyuluhan upaya pencegahan penularan penyakit malaria. Disarankan kepada masyarakat saat tidur di ladang selalu memakai kelambu dan bila keluar pada malam hari menggunakan repellent secara teratur. Bagi yang mempunyai ternak hendaknya membawa dan mengkandangkan ternaknya di ladang berpindah. Penanggung jawab program dapat kiranya membuat dan merencanakan kegiatan pemberantasan nyamuk malaria dengan program pemolesan kelambu dengan insektisida yang sesuai dan stimulan pengadaan dan penggunaan repellent.
The Relationship of Living in The Shifting Cultivation Lands and Malaria Infected in The Sub District of Kemuning Indragiri Hilir Regency in The Province of Riau In 2002Malaria still acts as one of crucial public health problems in Indonesia, especially in transmigration areas and other endemic areas malaria, which or inhabited by the new comers from non-endemic areas which often suffer this disaster. That has caused much mortality. Kemuning is a new sub-district and a transmigration area. The opening of new lands either by the company or individuals including by the local people often occurred here. This study aimed to measure the relation of living period in the shifting cultivation lands and malaria incidents in The Sub District of Kemuning Indragiri Hilir Regency in The Province of Riau. The design of the study was a case control design. The cases and control were subjects living in the shilling cultivation lands recently and continuously for at least 4 (four) days, and at length 3 (three) months who visited the Kemuning sub-district's area health services. Cases with malaria clinical symptoms (high fever, headache and periodic cold), and whose availability of plasmodium blood were positive after the checking up at the laboratory. The controls without malaria clinical symptoms (high fever, headache and periodic cold), and whose availability of plasmodium blood were negative after the checking up at the laboratory. The result of the study by using alpha was 5% of significant difference between average living lengths in the shifting cultivation lands to be infected by the malaria. The OR value result of multivariate analysis showed that was 14.26 (95% CI, 6,72 - 22,40), therefore the respondent with length of living ? 26 days in the shifting cultivation lands could be infected by the malaria for 14.26 times in the comparison with the one whose length period of living < 26 days with the malaria incidents after being would controlled by the variable of using repellent. The equation of multiple logistic regression showed that the probabilities was 19% in the shifting cultivation lands and not using repellent would be infected by malaria, in contrast only 1.85% would be infected by malaria and using repellent. It is suggested to the health personal to provide guidance to the people about the importance of malaria preventive. It is suggested that as steeping to use mosquito bed net during night staying in the land, if going out at night use the repellent routinely. To this people who owned livestock could take their animals with them and encage in the land. The program coordinator should make and plan the activities of malaria mosquito controls by of the polishing the mosquito bed net with the appropriate insecticides and the stimulant using repellent programs.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T 11360
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yekti Andriani
Abstrak :
ABSTRAK Departemen Hukum dan HAM merupakan salah satu lembaga pemerintah yang memiliki potensi untuk meningkatkan pemanfaatan keuangan negara melalui pengelolaan lahan menganggur yang dimilikinya dengan optimal, sehingga dapat memenuhi kebutuhan dalam pelaksanaan Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) Departemen Hukum dan HAM RI guna pencapaian visi dan misinya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, kuantitatif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap kriteria-kriteria untuk menentukan tingkat prioritas. Teknik pengumpulan data primer yang dilakukan adalah dengan mewawancarai 8 orang informan dan menyebarkan kuesioner pada 4 orang responden yang dianggap ahli dan mengerti dalam hal pengelolaan aset, khususnya pada unit Setjen Departemen Hukum & HAM. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengelolaam lahan menganggur yang dilaksanakan oleh Departemen Hukum dan HAM RI selama ini; faktor kendala dalam pengelolaan lahan menganggur yang dimiliki oleh Departemen Hukum dan HAM RI di Kota Tangerang; serta Model optimalisasi pengelolaan lahan menganggur apa yang tepat untuk dipilih oleh Departemen Hukum dan HAM RI. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa pengelolaan lahan menganggur milik Departemen Hukum & HAM di Kota Tangerang telah berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu PP No.6 tahurn 2006 dengan pemanfaatan dalam bentuk sewa dan pinjam pakai, juga dengan pernindahtanganan dalam bentuk hibah, yang disesuaikan dengan maksud & tujuan dari pengelolaan saat itu. Faktor yang menghambat dalam pengelolaan lahan menganggur yaitu meliputi faktor internal seperti kurangnya pemahaman atas prosedur dan produk hukum yang ada, dan faktor eksternal seperti kurangnya koordinasi dengan instansi-instansi yang terkait. Dad penyusunan kebijakan optimalisasi pengelolaan lahan menganggur dengan bantuan metode Analytical Hierarchy Process (AHP), Hirarki kebijakan terdiri atas Goal, yaitu memperoleh cara pengelolaan lahan menganggur yang optimal; Kriteria Utama yang meliputi Nilai Strategis, Nilai Sosial,, Nilai Ekonomi, dan Nilai Kesejahteraan Pegawai; Subkriteria-subkriteria yang dipakai untuk menilai !criteria di atasnya; dan alternatif model pengelolaan lahan menganggur yang akan direkomendasikan. Nilai Strategis memiliki bobot tertinggi, sebesar 62%; Nilai Kesejahteraan Pegawai sebesar 21%; Nilai Ekonomi dan Nilai Sosial masing-masing sebesar 11% dan 6%. AIternatif model optimalisasi pengelolaan yang direkomendasikan adalah dengan menggunakan mekanisme pemindahtanganan dalam bentuk tukar menukar sebesar 54%.
ABSTRACT Department of Justice and Human Rights is one of official government institution that having potential to increasing the state financing by optimizing the management of its idle assets so would fulfill the needs of achieving the Goals. This research is Quantitative Descriptive, by observing some criteria in order to setting the level of priorities. Technique of Collecting Data was interviewing 8 informants and having questioners from 4 respondents who have high skills and expert on the field of managing assets. The goals of this research are to know about the existing managing idle lands that have been done by the Department of Justice and Human Rights; to identify the obstacles of the process of Managing Idle Lands in Tangerang and to recommend the Most Suitable Model of optimizing management of idle lands for Department of Justice and Human Rights. The results of research shows that the existing managing idle lands belongs to the Department of Justice and Human Rights in Tangerang were done by according to PP No.6 tahun 2006, through mechanism of rent; lend in using; and donating assets, all these mechanism was achieved and elaborated on the purposes and goals from the both parties. The obstacles of Managing Idle Lands in Tangerang were identified into internal obstacles, such as low knowledge of procedures and laws, and external obstacles such as low coordination to the related institutions. In accordance to policy making of optimizing the idle lands management with Analytical Hierarchy Process (AHP) Method, the policy hierarchy are contains of Goal, which is obtaining the optimum mechanism of idle lands management; the main criteria were Strategic Value, Social Value, Economic Value, and Employee Prosperity Value; the sub criteria are used to over viewing the main criteria above; and the alternative model of idle lands management that recommended. Strategic Value got the highest priority as 62%; Employee Prosperity Value as 21%; Economic and Social Value got each as 11% and 6%. The alternative model of idle lands management that recommended is through exchange (ruilslag) as the highest priority as 54%.
2007
T20506
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widi Astuti
Abstrak :
Salah satu sumber daya alam yang terpenting adalah tanah. Pada masa sekarang ini dimana jumlah manusia bertambah banyak, sedangkan jumlah tanah tidak dapat bertambah, hal tersebut menyebabkan nilai tanah semakin tinggi dan tidak mungkin turun. Pemerintah menyelenggarakan pendaftaran tanah untuk memberikan kepastian hukum di bidang pertanahan. Setiap pihak yang mendaftarkan tanahnya akan mendapatkan sertifikat hak atas tanah. Perolehan hak atas tanah dapat melalui jual beli yang harus dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Akta Jual Beli (AJB) merupakan bukti otentik telah beralihnya kepemilikan hak atas tanah. Proses balik nama sertipikat hak atas tanah tersebut harus melalui Badan Pertanahan Nasional.
One of important nature resource is land. Nowadays the number of people rapidly growing in the same size of land causing the price getting rise and impossible to be down. Government opens land registration to give assurance of the lands right. Those who register the land, will get the lands certificate. Lands right can be get by purchase and sale activity in front of Land Official Documents Officer. Official Document of Purchase and Sale is authentic evidence that the lands right belonging has been over. Certificate owner change process must through National Land Board.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S98
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Yuris Pratiwi
Abstrak :
Seiring dengan semakin berkembangnya perekonomian dan industri di Kota Batam, kebutuhan akan perumahan dan pemukiman pun semakin meningkat. Dengan ketersediaan lahan yang semakin terbatas, para developer mulai melakukan pembangunan atas rumah-rumah susun yang lebih efisien dalam penggunaan ruang dan tanah. Tetapi dalam praktek jual beli rumah susun tersebut, terdapat kecenderungan terjadinya pelanggaran hukum. Dalam kasus Rumah Susun Windsor Phase Batam adalah bahwa unit Rumah Susun telah diperjualbelikan sebelum pembangunan Rumah Susun tersebut selesai dan dapat diperjualbelikan berdasarkan Undang-Undang Rumah Susun. Tesis ini membahas tentang bagaimana dengan penjualan rumah susun yang dilakukan atas dasar tanah bersama yang belum bersertipikat, pelanggaran hukum apa saja yang terjadi, serta solusi bagi para pemilik unit rumah susun dalam kaitannya dengan kasus jual beli rumah susun Windsor Phase Batam. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis kualitatif dengan pendekatan yuridis-empiris dengan hasil berupa laporan penelitian bersifat preskriptif. Dengan tujuan memperoleh kesimpulan mengenai pelanggaran hukum apa saja yang terjadi dalam kasus jual beli rumah susunWindsor dan apa langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh para pemilik unit rumah susun Windsor untuk memperoleh jaminan kepastian hukum dalam kepemilikan atas objek yang bersangkutan.
The development of Batam in the economy and industrial sector, escalated the housing and habitation needs. With the availability of lands are likely more limited now, the developers began to establish the construction of condominium which are more efficient in the use of space and land. But in the practice of buying and selling the condominium units, there is a tendency of violating the law. The case of Windsor Phase Batam Condominium is the units have been sold prior to the construction of the condominium completed and can be marketed under the Undang-Undang Rumah Susun or the Condominium Law. This thesis is discussing about what if the flats are being sold prior to having a certificate of condominium unit, what are the violations that happened during the sales of the condominium units, as well as the solutions for the owner of the condominium units in the relation of the case of the sales of Windsor Phase Condominiums. The research method is qualitative analysis with juridical-empirical approach to reach a prescriptive report, with the purpose of obtaining the legal conclusions regarding any violations that occur in the case of the sales of Windsor Phase Condominiums and the actions that can be taken by the owners of the units of Windsor Phase Condominium to obtain a legal certainty in the ownership of the related object.
Salemba: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39058
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Gracia Irjanto Putri
Abstrak :
Maraknya interaksi yang melewati batas-batas negara serta meningkatnya hubungan hukum yang berupa perkawinan campuran, membawa potensi namun juga permasalahan-permasalahan hukum. Salah satu permasalahan hukum yang muncul adalah terkait dengan hak Warga Negara Asing (WNA) atas tanah, baik yang berasal dari harta benda perkawinan maupun pewarisan. Di Indonesia, pengaturan mengenai harta benda perkawinan dengan unsur asing masuk ke dalam bidang status personal. Sedangkan hukum warisan tidak termasuk status personal, meskipun kaidah Hukum Perdata Internasional (HPI) yang tidak tertulis juga menunjuk hukum nasional dari si pewaris. Dengan menelaah kasus-kasus yang ada di Indonesia, tulisan ini akan menunjukkan bahwa penerapan Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria masih memerlukan penjelasan lebih lanjut, khususnya terkait dengan tanah yang merupakan objek harta benda perkawinan dan pewarisan dengan unsur asing. Hal tersebut, membuka peluang bagi WNA untuk memiliki tanah hak milik di Indonesia lebih daripada jangka waktu yang ditetapkan di dalam Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. ......The multitude of interactions that cross countries' borderlines and the increasing numbers of legal relationships in terms of mixed marriages generate both advantages and legal complications. One of the legal difficulties that emerged is related Foreign Citizens’ right upon land ownership derived from marital property or inheritances. In Indonesia, the regulations regarding marital properties are included within the qualification of personal status. However, the inheritance laws are not included within the qualification of personal status as well, but the unwritten principle of Private International Laws also refers to the testator’s national law. This research will show that the implementation of Article 21(3) of Law No 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Principles still requires further clarification, primarily related to the lands that are the object of marital properties and inheritance with foreign elements. That matter becomes the loophole for foreigners to possess land ownership rights in Indonesia that surpasses the maximum period regulated in Article 21(3) of Law No 5 of 1960 concerning Basic Agrarian Principles
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
St. Mahmud Syaukat
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti dan menemukan jawaban apakah Hak Guna Usaha yang diberikan di atas tanah ulayat memenuhi konsep keadilan dan sebesarbesarnya kemakmuran rakyat. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah “normative-empiris” yaitu dengan menganalisa aturan perundang-undangan yang ada, kemudian mengujinya dengan praktek empiris yang peneliti temukan di lapangan. Tekhnik pendekatan yang peneliti lakukanya itu kualitatif dengan melakukan wawancara yang mendalam dengan responden yang ada di lapangan. Dari hasil penelitian baik penelitian kepustakaan maupun penelitian lapangan, dapat dideskripsikan sebagaimana di bawah ini: Salah satu tujaun Undang-Undang No.5 Tahun 1960, tentang Undang-Undang Pokok Agraria atau yang sering disingkat UUPA adalah “meletakan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagian dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, UUPA telah menyusun pokok-pokok aturan yang menyangkut bumi, air, dan ruang angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang dikelompokkan kedalam 8 (delapan) asas yang peneliti sebut sebagai 8 (delapan) asas UUPA yakni : 1) Asas Kebangsaan, 2) Asas Kekuasaan Negara, 3) Asas Pengakuan atas Hak Ulayat, 4) Asas Fungsisosial, 5) Asas kewarganegaraan, 6) Asas Kesetaraan dan Perlindungan, 7) Asas Landreform, 8) Asas Rencana Umum. Berdasarkan asas Kekuasaan Negara, ditetapkan hak-hak atas tanah yaitu sebagaimana yang ditetapkan dalam pasal 16. Salah satu hak atas tanah tersebut adalah Hak guna Usaha (HGU). HGU ini adalah salah satu dari hak yang tidak berdasarkan sistematik hukum adat disamping Hak guna Bangunan (HGB), namun menurut penjelasannya, hak ini diadakan untuk memenuhi keperluan masyarakat modern saat ini Sesuai dengan pasal 28 ayat (1) UUPA, HGU merupakan hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara.Sungguh pun begitu, UUPA member peluang untuk memberikan Tanah Ulayat sebagai obyekdari HGU tersebut. Sementara, UUPA juga memberikan pengakuan kepada Tanah Ulayat sebagai hak dari masyarakat hukum adat, dengan persyaratan sepanjang masih ada dan sesuai dengan kepentingan nasional. Persyaratan tersebut membuat posisi Tanah Ulayat menjadi dilematis, dimana pada satu sisi diakui keberadaannya, dan di sisi lain, harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu terhadap pengakuannya. Oleh karena itu, dalam prakteknya, justru “Tanah Ulayat” sangat banyak menjadi obyek HGU dan tidak jarang menimbulkan konflik. Cara-cara penyerahan Tanah Ulayat menjadi obyek HGU ada tiga macam yaitu: 1) Diserahkan secara sukarela, 2) Pengebirian UUPA oleh undang-undang lain, dan 3) Alasan kepentingan umum. Ketiga bentuk penyerahan tersebut sama-sama berpotensi menimbulkan konflik baik konflik vertical maupun konflik horizontal. Penyerahan Tanah Ulayat sebagai obyek HGU, telah menyebabkan terjadinya penguasaan tidak terkendali terhadap tanah masyarakat adat tersebut, meskipun pada kenyataannya, Indonesia menjadi negara yang memilki perkebunan kelapa sawit terluas di dunia, yang mencapai 9 juta hektar.Namun di balik itu, suatu hal yang ironis, keadilan dan kemakmuran sebagaimana yang menjadi tujuan UUPA tidak terwujud, bahkan sebaliknya ketidakadilan dan kemiskinan telah menjadi langganan yang abadi bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Hal tersebut dikarenakan terkosentrasinya penguasaan tanah kepada segelintir orang yang mempunyai modal, sementara program “landreform” yang merupakan salah satu asas dari UUPA dan yang diharapkan akan membawa keadilan dan kemakmuran tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya. Hasil penelitian lapangan yang peneliti lakukan menujukan bahwa, penguasaan tanah ulayat oleh pemegang HGU, hanya menguntungkan pemegang HGU tersebut, sementara penghasilan yang diperoleh petani yang berstatus petani plasma tidak lebih dari penghasilan buruh tani. Meskipun diakui, penghasilan tersebut bersifat tetap dan menjamin kelangsungan hidup petani tersebut. Namun, secara hakikat, jauh dari apa yang disebut "Sejahtera". ......The aim of this research is to examine and find answer whether a given leasehold on communal lands meet the concept of the justice and the greatest prosperity for the people. The technique used is a qualitative approach by conducting a depth interview with some respondents in place of research. The method used in this research is a normative- empirical by analyzing the rules and the regulation that exist, then test it with empirical practice that researcher has found in the research. The result of this research can be described as follow : One of the purposes of the Act No.5 of 1960( herein after refer to as UUPA) is lying the groundwork for the preparation of National Agrarian Law would be an instrument to bring prosperity, the happiness, and justice for the people and nation mainly peasant society in the framework a fair and prosperous society. To achieve the goals, UUPA has made the points rule concerning the earth, water and air space are grouped into eight principles that researchers refer to as the eight principles of UUPA namely: 1) The principle of Nationality, 2) The principle of State authority, 3) The principle of recognition of customary right, 4) The principle of social functions, 5) The principle of citizenship, 6) The principle of equality and protection, 7) The principle of land reform, 8) The principle of general plan. Base on the principle of State authority, set the right on land namely as set in the article 16 of UUPA. One of the rights is “ leasehold” (herein after refer to as HGU). It is one of right on land which is not based on customary law. Another is building rights. But in the general explanation of UUPA, this right is made to meet the requirement of today’s modern society. In accordance with article 28 paragraph 1 of UUPA, HGU is the right to manage the land owned directly by the state. Even though so, UUPA provide an opportunity to give Customary Land as the object of HGU. While UUPA also give recognition to Customary Land as the right of the indigenous community with conditions as long as still there and in accordance with national interest. The requirement has made the right to cultivate in a dilemma as on the one hand UUPA acknowledge its existence but in the other hand it must fulfill a certain requirement to be recognized. In practice, even the most communal lands become the object of HGU and often cause conflict with indigenous people. There are three kinds of hand over the customary land to HGU applicant. 1) Voluntary surrender, 2) Castration of UUPA by other Law, 3) The reason public interest. The third form submission have the same potential for conflict both vertical and horizontal conflict. Submission of communal lands as an object of HGU has resulted in uncontrolled possession of the lands of the indigenous people. Even in fact, Indonesia become the largest palm oil production countries in the world achieving 9 billion hectare. However, an ironic thing, justice and prosperity as the main goal of UUPA is not realized. On the contrary, injustice and poverty have become immortal subscription to the people and the nation of Indonesia. It because the concentration of land ownership to a handful of people who have capital. While landrefom program as one of the principles in the UUPA and expected to bring justice and prosperity not working properly. The result of research indicate that the lease hold on communal land will only benefit that concession holder of HGU. Meanwhile the income of small holder farmaer as nothing more than a hodge income. Although admittedly, the income is fixed and ensure the survival of the farmers. But in nature, away from the so-called prosperous.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39031
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library