Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indramawan Cynammetra Ekaseputra
Abstrak :
ABSTRAK Beberapa tahun terakhir ini, Jakarta telah berkembang sangat cepat di mana salah satu konsekuensinya adalah pertumbuhan penduduk yang memerlukan suatu sistem pendukung yang seimbang untuk memenuhi kebutuhannya. Salah satu kebutuhannya adalah suatu sistem transportasi yang handal untuk memungkinkan tingkat mobilitas yang tinggi, di samping tersedianya fasilitas yang memadai. Salah satu pemecahan masalah yang selama ini dilaksanakan adalah pengemba.ngan prasarana jalan baru yang mencapai kurang dari 4% per tahun dibandingkan dengan laj u pertumbuhan kendaraan antara 14-15% per tahun. Sementara itu perkembangan daerah Perumahan/pemukiman yang kurang terkendali dan makin jauh dari pusat kegiatan kota, akan meningkatkan pula kebutuhan akan sarana dan prasarana transportasi untuk memungkinkan terjadinya mobilitas yang dapat mendukung kegiatan penduduk Kota. Kegiatan transportasi tersebut, telah menjadi sebab utama pencemaran udara dan sumber bising di wilayah-wilayah tertentu di Jakarta, begitu pula, kerapatan kendaraan di Jakarta dikuatirkan telah melampaui daya dukung jalan-jalan, yang ada, yang mana telah menambah tingkat pencemaran udara dan kebisingan di sa.mping menimbulkan kemacetan lalu lintas yang menyebabkan waktu per.jalanan menjadi lebih panjang. Hal-hal tersebut telah menyebabkan timbulnya masalah eksternalitas berupa beban sosial yang harus ditanggung oleh warga kota terutama masyarakat sepanjang koridor jalan dan pemakai jalan. Eksternalitas akibat transpartasi darat yang penting sehubungan dengan: - menurunnya kualitas udara - tingkat kebisingan- - kemacetan lalulintas - kecelakaan. Di pihak lain, masyarakat sepertinya belum memperhatikan masalah eksternalitas ini serta belum menyadari. dampak kegiatan transportasi ini. Kajian ini berusaha untuk mengetahui : 1. Apa anggapan masyarakat terhadap dampak pencemaran dan eksternalitas oleh kegiatan transportasi darat 2. Gambaran tentang eksternalitas tersebut Lokasi penelitian dipilih koridor jalan di daerah Senin, mewakili daerah kegiatan campuran. Tebet, mewakili daerah perumahan. Bunderan Hotel Indonesia-Sudirman. Dipilihnya daerah tersebut, karena daerah-daerah tersebut merupakan daerah padat penduduk dan merupakan pusat kegiatan masyarakat di samping sebagai moda tranportasi berlalulalang. Data primer dikumpulkan dengan menggunanan cara pengambilan sampel acak sederhana. Untuk permasalahan tanggapan masyarakat terhadap dampak dan eksternalitas, data dikumpulkan dari responden melalui wawancara yang berpedoman pada daftar pertanyaan yang terstrutur, sedangkan data lain sehubungan dengan kualtas lingkungan serta tataruang, diperoleh melalui pengamatan dan pengukuran di lapangan, maupun mengumpulkan data sekunder. Data kemudian dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan statistik. Beberapa pendekatan digunakan untuk memperhitugnakn eksternalitas. Kesimpulan yang didapat melalui penelitian ini: a. Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap masalah eksternalitas masih rendah sehingga dalam beberapa hal sulit menentukan besarnya biaya sosial. b. Biaya sosial (eksternalitas) yang ditimbulkan oleh kegiatan transportasi adalah cukup besar. Manfaat dari penelitian ini, adalah untuk memahami tingkah laku masyarakat sehubungan dengan masalah pencemaran kegiatan transportasi dan mengetahui besarnya eksternalitas yang ditimbulkan oleh kegiatan transportasi.
ABSTRACT Jakarta has been recently developed in rapid speed that consequently the increased population requires a. balance support system to fulfill the human need. One of the need is a transportation system to enable a high mobility beside a feasible residence. An alternative has been performed so far led to the transportation infrastructure development at ± 4% growth rate per annum compared with the growth of the motorized vehicles at 14%-15% per annum. Meanwhile, the residential area were uncontrolled developed being far from public activity center which will generate demand of transportation system to accommodate the arisen need of mobility supporting the residents activity. The transportation activity has been a major source of air pollution and noise in the certain region of Jakarta. The motorized vehicles density was said had been exceed the existing road capacity which increase the degree of noise and air pollution, beside the occurrence of traffic jam else where that caused a travelers losing times due to the longer travel time. Those condition, arisen a problem called externality in which the citizen especially people who stay along the highway corridor and the road users suffer and share the social cost due to exposing to the polluted environment. It is said that the essential externalities due to the land transportation are of: - degradation of air quality - noise level - traffic jam - traffic accidents On the other hand, it seems the public do not really concern with the externalities, they might: do not realize that is the impact of the transportation activities. This study is trying to understand 1. The public reaction or conception against the pollution impacts and the externalities born by the land transportation activity 2. What the figure of the externalities is The study took place along the highway corridor at around Senen which represent the mix--used area., Tebet represent residential area and Bunderan Hotel I ndones i a, Sudirman. Such the location were chosen for the reasons of they were a public activities central, besides, various transportation modes passing through. The primary data were collected by mean of drawing simple random sample. I n case for the issue of public response against the pollution and its externalities, the data were collected by inter-viewing the people based on a list of structured questionnaire while .the others related with the environmental quality such as the air quality and the spatial plan such as the land use configuration, were provided by measurement, observation at site and collecting secondary data. The data were statistically analyzed adopting description method, some approach applied in calculating the externalities. The study concluded : 1. The public knowlwdge on externalities is still at a low level that makes difficulties to predict what the social cost of certain impact is. 3. Externatilities arises from the land transportation activity are financially significat in amount.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Boedi Prihandono
Abstrak :
Berbagai gejolak di bidang politik, ekonomi, dan sosial kemasyarakatan yang terjadi dalam kurun waktu terakhir ini telah menimbulkan berbagai permasalahan termasuk gejolak perubahan di bidang transportasi darat khususnya angkutan Kereta Api. Dalam pelayanan jasa yang diselenggarakannya, PT. Kereta Api (Persero) dituntut untuk meningkatkan efisiensi dalam usahanya. Oleh karena itu, dibutuhkan kajian mendalam mengenai strategi yang akan diterapkan.

Penelitian ini mengambil latar belakang kondisi angkutan Kereta Api yang semakin menjadi tumpuan bagi transportasi darat. Dengan menggunakan pendekatan SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threats) yang meliputi analisis lingkungan internal dan eksternal akan diperoleh posisi bisnis PT. Kereta Api (Persero) yang selanjutnya diketahui strategi yang harus ditempuh. Diharapkan dengan strategi tersebut, PT. Kereta Api (Persero) akan lebih mampu meningkatkan kualitas pelayanan jasa, peningkatan daya saing, kemampuan memupuk laba, juga lebih mampu menjalankan misi pelayanan umum.

Dengan pendekatan kuantitatif melalui penghitungan program expert choice version 8 akan diperoleh posisi bisnis PT. Kereta Api (Persero). Sementara itu pendekatan kualitatif digunakan untuk mengetahui lebih mendalam mengenai strategi dan kebijakannya yang akan dilakukan. Dalam penelitian ini, data primer diperoleh melalui teknik wawancara dan kuesioner, sedangkan untuk data sekunder digunakan pengumpulan data dan informasi dari berbagai macam sumber dokumen.

Berdasarkan matriks I-E posisi perusahaan terletak pada kuadran I yaitu strategi pertumbuhan stabil dengan skor nilai faktor lingkungan internal 0.561 dan skor nilai faktor lingkungan eksternal 0.8107. Posisi ini memberikan pilihan kepada PT. Kereta Api (Persero) untuk melakukan strategi integrasi vertikal, integrasi horizontal, diversifikasi, serta mergers dan joint venture. Guna melakukan strategi, maka perusahaan dapat bekerjasama dengan pihak lain atau swasta dalam bentuk kerjasama penanaman modal, merger dan joint venture, kerja sama operasi (KSO), kerja sama manajemen (KSM) dengan kepemilikin saham mayoritas tetap di tangan pemerintah. Selanjutnya Departemen Perhubungan diharapkan masih berperan dalam kesuksesan program privatisasi PT. Kereta Api (persero) untuk membuat pedoman pelaksanaan privatisasi yang menguntungkan dari sisi bisnis dan harus pula memperhatikan kepentingan publik. Kebijakan tersebut antara lain diarahkan untuk melaksanakan program swastanisasi dengan melalui berbagai tahap yaitu masa konsolidasi, era pra persaingan dan era persaingan sehat dengan perkiraan waktu kurang lebih 10 tahun (2000-2010).
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T5710
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prihanto Rudiono
Abstrak :
Cerita masalah transportasi di Jakarta adalah cerita tentang kesemrawutan angkutan umum yang sepertinya tidak pernah berakhir. Sebagian besar masyarakat menganggap bahwa permasalahan itu hanyalah menyangkut ketidakdisiplinan sopir untuk mematuhi peraturan lalu lintas dan rendahnya pelayanan pada penumpang. Salah satu jenis angkutan umum darat yang dianggap sebagai penyebab utama kemacetan lalu lintas adalah sopir mikrolet. Tanpa mau tahu permasalahan yang sebenarnya terjadi, masyarakat enggan untuk mencoba mengerti tentang kesulitan yang sebenarnya dialami oleh sopir mikrolet dan mengapa mereka sampai melakukan pelanggaran lalu-lintas dan tidak melayani penumpang dengan baik. Celakanya, pemerintah pun akhirnya hanya menganggap sopir sebagai obyek yang harus mematuhi peraturan lalu-lintas yang secara dominan diproduksi oleh pemerintah.

Melihat fenomena di atas, tesis ini berusaha untuk menjembatani kesenjangan yang ada. Rendahnya data dan informasi yang berasal dari kehidupan sopir secara mendalam, serta minimnya literatur yang tidak meletakkan sopir sebagai objek yang hanya dianalisis dengan melupakan konteks sesungguhnya dari kehidupan sopir, mendorong penulis untuk mengadakan penelitian mendalam mengenai kehidupan sopir. Penulisan tesis ini akan menggali pertanyaan-pertanyaan seputar kehidupan sopir, baik pada saat ia menjalankan profesinya maupun pada saat sopir menjalani kehidupan sosialnya sebagaimana manusia normal lainnya, agar masyarakat bisa memberikan pemahaman tentang sopir yang berimbang dan mendalam. Untuk lebih memfokuskan pembahasan, penulis akan berusaha mendalami kehidupan sopir mikrolet M-20 Purimas Jaya. Jenis angkutan dan lokasi trayek ini dianggap memiliki beberapa karakter-karakter khas yang sangat menarik untuk diteliti, misalnya waktu trayek mereka bisa mencapai 24 jam, lokasi jalan yang strategis karena melewati Bumi Marinir Cilandak dan Jalan sekitar rumah Presiden, serta struktur organisasi koperasi yang dianggap cukup melindungi kepentingan sopir.

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan kualitatif dan metode etnografi sebagai metode yang dianggap terbaik untuk memahami dan menafsirkan "kebudayaan khas" yang diciptakan oleh satu komunitas tertentu. Metode ini juga ditunjang oleh beberapa tinjauan literatur untuk memperkuat kerangka penafsiran atas tindakan budaya masyarakat, serta beberapa data tertulis yang terkait berikut pendataan awal terhadap subyek penelitian untuk mengetahui data dasar/primer.

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan, ditemukan beberapa halpokok berkaitan dengan beberapa persoalan penulisan sebagai berikut:
1. Profesi sopir angkutan umum menjadi sangat penting dalam proses penciptaan kamtibcarlantas karena mereka menjadi ujung tombak dari mekanisme yang berjalan. Tidak adanya konsep mass rapid transport (sistem angkutan umum massal) yang terpadu dan sempurna di Jakarta, membuat posisi angkutan umum menjadi sangat signifikan sebagai alternatif utama sarana transportasi. Karena itu, secara umum dapat dikatakan bahwa masyarakat kota Jakarta sangat mendambakan keberadaan sopir yang taat pada peraturan lalu-lintas dan mampu memberikan pelayanan yang optimal pada para penumpang agar sistem transportasi tersebut dapat berjalan dengan baik.
2. Dalam menjalankan profesinya, ternyata sopir lebih banyak dirugikan oleh kondisi-kondisi yang tidak menguntungkan dirinya. Beban yang menghimpit sopir datang dari aspek internal dan eksternal. Secara internal, mereka dihadapkan pada tuntutan pemenuhan kebutuhan rumah tangga dan pribadi yang kurang dapat terpenuhi lewat penghasilan mereka dari menyupir. Sedangkan tekanan eksternal dapat dibagi dua yaitu secara struktural dan personal. Secara struktural mereka dirugikan oleh implementasi kebijakan yang tidak mendukung mereka. Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah (dari pemerintah pusat sampai pemda), DLLAJ, Kepolisian, dan pihak terminal, melalui penelitian ini terbukti sangat merugikan posisi sopir. Belum lagi tekanan yang berasal dari tindakan-tindakan personal yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu, seperti aksi pungli yang dilakukan oleh calo, timer, petugas terminal, dan pak ogah yang semakin mereduksi penghasilan mereka. Aksi penyelewengan yang dilakukan oleh oknum tertentu seperti pihak kepolisian dan pihak DLLAJ dalam bentuk uang damai, uang jago, dan korupsi, semakin menambah penderitaan para sopir. Tindakan-tindakan tersebut belum lagi ditambah oleh beban-beban setoran yang diberikan oleh pemilik kendaraan serta retribusi dan tambahan beban retribusi yang dilakukan oleh pihak koperasi. Pada akhirnya, semua tekanan itu berimplikasi pada pelayanan sopir terhadap penumpang yang sangat buruk.
3. Untuk mengatasi atau paling tidak menyiasati tekanan-tekanan yang ada, sopir mengembangkan strategi adaptasi yang akhirnya membentuk budaya baru yang khas. Strategi adaptasi tersebut dikembangkan untuk dapat mempertahankan kehidupannya, walaupun pada batas subsistem (paling dasar). Sopir berusaha untuk mengurangi dampak buruk tekanan-tekanan tersebut agar tidak terlalu berpengaruh pada penghasilannya. Selain itu, para sopir berusaha untuk dapat hidup dalam tekanan, dan malah menyiasati agar tekanan tersebut bisa bermanfaat bagi dirinya. Contohnya, tekanan yang dilakukan oleh Pak Ogah dalam bentuk pungli "cepek" setiap saat, dituruti oleh sopir, namun sopir pun berusaha untuk mengambil keuntungan dari pihak pak ogah dengan cara bekerjasama untuk mengawasi polisi saat sopir melanggar peraturan lalu-lintas.
4. Secara internal, sopir mengembangkan strategi menghemat, menghutang dan bersabar untuk dapat memenuhi kebutuhan keluarga dan pribadinya. Secara eksternal, mereka mengembangkan pola-pola hubungan pertemanan, perantaraan dan patron-klien. Bentuk-bentuk adaptasi yang dilakukan sopir dapat dibagi dalam empat tipe yaitu akomodasi, kerjasama, persaingan dan konflik. Keseluruhan hal tersebut membentuk pola-pola hubungan baru yang khas, yaitu pola hubungan yang didasarkan atas usaha untuk bertahan dari tekanan-tekanan agar dapat tetap memenuhi kebutuhan pribadi dan rumah tangganya. Sejauh ini, jenis pola hubungan konflik berada dalam titik minimal, artinya tekanan-tekanan tersebut dapat diserap ataupun diatasi dengan baik karena tidak terlalu memberatkan kehidupan sopir. Meskipun ada konflik-konflik yang terjadi saat ini, namun ekskalasinya (penyebarannya) serta intensitas konflik tergolong rendah. Hal ini berbeda pada masa-masa awal ketika hubungan yang tercipta lebih menonjolkan sisi konflik akibat tekanan yang dirasakan tidak lagi pada batas toleransi sopir. Artinya keteraturan sosial yang terbentuk berjalan baik, meskipun tidak terlalu sesuai dengan peraturan baku yang sudah digariskan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, implikasi terhadap Polri dalam penciptaan kamtibcarlantas adalah kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa banyaknya pelanggaran lalu lintas oleh sopir angkutan umum serta rendahnya pelayanan pada penumpang lebih banyak disebabkan oleh faktor-faktor eksternal yang tidak mendukung profesi mereka dan tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, proses penciptaan kamtibcarlantas harus beranjak dari usaha pembebasan sopir dari beban-beban yang menghimpit mereka serta upaya untuk terus meningkatkan kesejahteraan sopir. Hal itu bisa terwujud dengan meninggalkan paradigma lama yang menempatkan sopir hanya sebagai obyek peraturan lalu-lintas, dan beralih pada paradigma baru yang menempatkan sopir sebagai faktor penting untuk menciptakan kamtibcarlantas. Salah satu langkah kongkrit yang dapat diwujudkan adalah dengan menghilangkan peraturan-peraturan yang menjadi beban buat mereka dan menggantikannya dengan peraturan-peraturan baru yang mendukung profesi sopir. Untuk lebih mengefektivitaskan keberhasilan perbaikan nasib sopir, maka segala penyelewengan (KKN) dalam implementasi kebijakan harus ditindak dengan tegas.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T6579
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hamidi
Abstrak :
Polusi debu particulate matter 10 mikron (PM10) di Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan menunjukkan peningkatan. Meningkatnya kadar PM10 merupakan isu signifikan yang menimbulkan gangguan pernafasan. Pada tahun 2000 prevalensinya sebesar 36,9 %, sedangkan 2001 menjadi 40,92 %. Studi cross sectional ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kadar debu PMI0 rumah dan PM10 ambien dengan kejadian gangguan pernafasan pada bayi dan balita. Pengukuran PM10 dilakukan di dalam rumah yaitu ruang dapur, ruang tidur, dan ruang tamu, sedangkan di luar rumah pengukurannya dilakukan sejauh lima meter dan pintu depan. Dari 384 responden ditemukan 202 rumah dengan kadar debu PM10 lebih dari 70 µg/m3 dan 182 rumah kurang dari 70 µg/m3. Terhadap rumah yang kadar debu PMI0 lebih dari 70 µg/m3, ditemukan 111 bayi dan balita (55%) mengalami gangguan pernafasan. Sedangkan terhadap rumah yang kandungan PM10 kurang dari 70 µg/m3 hanya ditemukan 51 bayi dan balita (28%) mengalami gangguan pemafasan. Bayi dan balita tinggal di dalam rumah dengan kadar debu PM10 nya lebih dari 70 µg/m3(OR = 4,75; p value = 0,0005) mempunyai risiko mengalami gangguan pernafasan sebesar 4,75 kali dibandingkan dengan kadar debu PM10 rumah kurang dari 70µg/m3 setelah dikontrol oleh kadar debu PM10 ambien dan kelembaban? (abstrak tidak lengkap ter-scan).
Dust Exposure in Relation with Respiratory Health Effects (Study on Baby And Children Aged Less Than Five Years Inhabiting The Coal Transportation Lane at Subdistrict Mataraman in District Banjar, South Borneo)Dust pollution of Particulate Matter 10 micron (PM10) in Banjar District, South Borneo increases. This is a significant issue causing respiratory health effects. Its prevalence is 36,9 % in 2000 and 40,92 % in 2001. This cross sectional study is aimed at finding the relationship between indoor dust consentration PM,() and PM10 ambient and the respiratory effects on baby and children aged less than five years. PMto measurement is done indoors such as in kitchen, bedroom and visiting room. On the other hand, outdoor measurement is conducted on space as far as 5 metres of the front door. From 384 respondents, it is found that there are 202 households with consentration PM10 more than 70 Mg/m3 and 182 households with concentration less than 70 Mg/m3. To the household with consentration PMI0 more than 70 Mg/m3, it is found that 111 (55%) baby and children aged less than five years infected by respiratory health effects. On the other hand, to the household with consentration PM10 less than 70 Mg/m3, it is found that only 51 babies and children aged less than five years (28 %). Baby and children aged less than five years inhabiting the home under consentration PM10 more than 70 Mg/m3(OR = 4,75; p value = 0,0005) is mostly probable to be infected by respiratory health effects as much as 4,75 times compared with consentration PM10 less than 70 Mg/m3 after being controlled by dust consentration PM1O ambient and indoor humidity and the interaction between dust consentration PMio home and dust consentration PMio ambient, and the interaction between home ventilation and dust consentration PMIO ambient. Dust consentration PMI0 indoor is related with respiratory health effects to baby and children aged less than five years. PMio home is influenced by PM1o ambient. The more PMio ambient is, the more dust consentration PMIO home will be. The influentian variables in this research are ventilation, humidity and PMIO ambient. To reduce dust consentration PMIO ambient influence to dust consentration PMlo home in coal transportation lane, it is suggested that inhabitant plant many trees beside the lane or their yards.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T2743
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rika Venita
Abstrak :
Dalam kehidupan masyarakat, transportasi mempunyai peranan yang sangat penting dan berfungsi sebagai pendorong bagi proses pembangunan di barbagai bidang seperti politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Tersedianya pelayanan jasa transportasi juga merupakan salah satu syarat bagi perkembangan daerah perkotaan dan berfungsi sebagai urat nadi tata kehidupan nasional nasional, seperti yang tertera di dalam Undang-Undang Perkeretaapian No. 13 tahun 1992, pasal 3 yaitu : "Perkeretaapian diselenggarakan dengan tujuan untuk memperlancar perpindahan orang dan/atau barang secara masal, menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas serta sebagai pendorong dan penggerak pembangunan nasional ". Selain itu sebagai moda transportasi yang hemat energi, hemat lahan, sangat bersahabat dengan lingkungan, tingkat keselamatan tinggi dan mampu mengangkut dalam jumlah besar dan massal, kereta api juga merupakan angkutan umum massal perkotaan, yang sangat penting dan dibutuhkan sebagai alternatif moda transportasi darat Iainnya selain bus dan kendaraan pribadi, yang sangat diharapkan dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan perekonomian di kota-kota besar seperti halnya Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi (Jabotabek); dimana mobilitas penduduknya sangat tinggi dan pada akhirnya kereta api justru sangat diharapkan dapat menjadi tulang punggung sistem angkutan penumpang di wilayah tersebut. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi mengenai kereta api terutama dalam hal tarif, yang sangat berkaitan erat dengan masyarakat dan kebutuhannya untuk menggunakan moda ini, mengingat sejak tahun 80-an, menetapkan tarif angkutan yang pas untuk semua pihak sangatlah sulit dilakukan apalagi ditambah keragu-raguan pemerintah sebagai regulator untuk mengambil keputusan terakhir. Pemerintah hingga saat ini masih menetapkan tarif angkutan kereta api kelas ekonomi lebih rendah dari biaya yang dikeluarkan, dan secara prinsip bila ditinjau dari prinsip cost accounting, hal itu tentunya sangat merugikan perusahaan, terutama dalam hal pendapatan dan kesinambungan moda transportasi kereta api ini di masa-masa yang akan datang, namun sekali lagi menyeimbangkan antara kepentingan pengelola (operator), masyarakat dan juga pemerintah bukanlah hal yang mudah mengingat kebijakan yang diterapkan justru paling tidak harus dapat menjembatani kepentingan semua fihak agar tidak ada yang merasa terlalu diuntungkan ataupun merasa dirugikan. Karena itu menghitung tarif yang tepat berdasarkan biaya pasokan rata-rata di masa depan, biaya kapasitas dan tingkat subsidi yang dibutuhkan untuk angkutan umum perkeretaapian - terutama untuk kereta api ekonomi Jabotabek, diherapkan dapat menjadi salah satu masukan untuk pengambilan keputusan dan kebijakan yang tepat mengenai perkeretaapian khususnya kereta api Jabotabek di masa-masa yang akan datang.
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T15292
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amy Yayuk Sri Rahayu
Abstrak :
Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) merupakan salah satu dari Badan Usaha Malik Negara (BUMN) yang secara khusus menangani pelayanan transportasi darat melalui kereta api. Sebagaimana diketengahkan dalam Pelita VI, dimana diproyeksikan bahwa pertumbuhan angkutan penumpang dalam negeri akan meningkat rata-rata 11,20 % pertahun, dan angkutan barang meningkat rata-rata 9,21% pertahun. Sementara untuk keseluruhan angkutan dalam dan luar negeri, diproyeksikan akan meningkat rata-rata 11,29% untuk penumpang dan 9,45% untuk barang pertahun (Ditjen Perhubungan Darat : 1997). Dewasa ini peranan Kereta Api sebagai transportasi darat sangat kecil yaitu 4% dari keseluruhan land transportation. Secara keseluruhan peranan transportasi penumpang di Indonesia adalah 91% land transportation yang terdiri dari 27% cars 1 motorcycles, 59% buses I trycycles, 4% rail transportation, dan 1% ferry I river transportation. Sementara trasportasi udara dan taut berturut-turut, sebesar 8% dan 1% (Ditjen Perhubungan Darat : 1997). Peran swasta dibidang transportasi darat, laut dan udara tidak disangsikan lagi, hanya transportasi kereta api-lah yang hingga sekarang masih di pegang secara monopoli oleh Perumka. Hal ini tidak lain karena menyangkut pada biaya exploitasi yang tinggi dan rate of return yang rendah. Dalam kondisi operasi yang demikian, maka dapat dipahami bahwa swasta sangat tidak tertarik untuk meuangani bisnis ini. Menyadari peran Perumka dalam pelayanan jasa transportasi darat maka peningkatan kinerja khususnya dalam memberikan pelayanan umum kepada penumpang dipandang sangat perlu. Walaupun-bisnis ini tidak memiliki pesaing, namun tidak berarti bahwa kualitas pelayanan menjadi diabaikan. Berdasarkan pada asumsi diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana kualitas pelayanan Perumka dalam hat ini mengambil sampel pelayanan KA Jabotabek di wilayah Jakarta - Depok - Bogor, terutama dengan mengukur skor -- gap antara "Persepsi Pelanggan" dengan "Harapan-harapan Pelanggan" yang selama ini dirasakan. Dari hasil pengukuran -gap atau kesenjangan kedua variabel tersebut, maka dapat dianalisis temuan-temuan yang menyangkut kualitas pelayanan Perumka, dan hal ini dapat menjadi masukan bagi Perumka sendiri. Adapun metode penggunaan pengukuran pada prinsipnya mengadopsi cara-cara yang lazim dilakukan oleh Zeithaml - Parasuraman - Berry dalam bukunya "Service Quality" (1990). Prinsip-prinsip dari pengukuran kepuasan pelanggan ini didasarkan atas perhitungan score gap antara "Harapan Pelanggan" dengan score "Persepsi Pelanggan". Dalam temuan yang akan dilaporkan nanti, dapat terjadi kemungkinan-kemungkinan dari penghitungan score tersebut, yaitu score "Persepsi" akan lebih besar nilainya dari score "Harapan", artinya pelanggan merasa puas terhadap layanan Perumka. Yang kedua score "Persepsi" nilainya lebih kecil daripada score "Harapan" ini berarti pelanggan belum merasakan adanya kepuasan dari pelayanan Perumka. Temuan yang terakhir kemungkinan akan memiliki nilai score yang sama antara "Persepsi" dan "Harapan". Mengacu pada temuan-temuan tersebut, maka usulan perbaikan pelayanan maupun peningkatannya akan disampaikan pada Perumka, dengan harapan usaha-usaha Perumka untuk menuju pada era Service Quality dapat lebih mengenai sasaran dan mampu meningkatkan kinerja Perumka sendiri.
Depok: Universitas Indonesia, 1999
LP 1999 123
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Elitha Martharina Utari
Abstrak :
Dewasa ini pola penyakit cenderung mengalami perubahan. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh perubahan gaya hidup misalnya trauma semakin meningkat. Sedangkan di Indonesia trauma merupakan penyebab kematian tertinggi pada usia 15-45 tahun dan kematian yang disebabkan kecelakaan menempati urutan keempat tertinggi. Propinsi Lampung, terletak pada daerah yang merupakan perlintasan arus transportasi darat dari dan menuju Pulau Jawa dan Sumatera, daerah ini memiliki tingkat resiko kecelakaan lalu lintas yang tinggi, dan ini terlihat dan banyaknya kasus trauma yang ditangani di IGD RSAM lebih dan 4000 kasus pertahun. Sebagai rumah sakit rujukan tertinggi di propinsi ini maka RSAM berkeinginan untuk mengembangkan IGD nya menjadi pusat pelayanan trauma di Propinsi Lampung. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan gambaran situasi Instalasi Gawat Darurat RSUD Dr. H. Abdul Moeloek untuk menjadi pusat pelayanan trauma di Propinsi Lampung. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif informasi yang didapat berupa data primer melalui observasi dan wawancara mendalam dan data sekunder melalui telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemda Propinsi Lampung memberikan dukungan sepenuhnya baik (dari segi anggaran maupun politis guna mewujudkan pusat pelayanan trauma ini, dengan jumlah total penderita trauma yang dilayani di IGD RSAM mencapai diatas 4100 pertahun, sekitar 1500(37%) penderita pertahun merupakan kasus trauma yang membutuhkan perawatan dari suatu pusat pelayanan trauma, dan dan jumlah tersebut I044 (69%) adalah penderita trauma serius/trauma parah. Dengan jumlah seperti ini menurut informan maka RSUD Dr. H. Abdul Moeloek sudah memerlukan tersebut 1044 (69%) adalah penderita trauma serius/ trauma parah. Dengan jumlah seperti ini menurut informan maka RSUD Dr. H. Abdul Moeloek sudah memerlukan penanganan oleh Tim Trauma dan dengan 460 tempat tidur dan BOR 85% memenuhi kriteria pusat pelayanan trauma tingkat dua. Sumber Daya Manusia yang dimiliki dari kompetensi dokter spesialis sudah memenuhi standar jumlah dan tenaga pendukung nonmedis masih kurang. Untuk dokter umum dan tenaga paramedik jumlahnya sudah memenuhi standar tetapi kompetensi yang dimiliki belum memenuhi standar. Untuk fasilitas fisik sudah memenuhi standar, kecuali kemiringan ramp lebih dari 20°, tidak memiliki pintu khusus untuk pasien dengan alat pengangkut, untuk fasilitas alat medik sudah memenuhi standar pusat pelayanan trauma, hanya belum memiliki alat torakosintesis, dan pada ruang resusistasi belum memiliki kotak pemanas cairan infus, gantungan infus dari langit-langit serta alat komunikasi khusus, sedangkan fasilitas layanan intensif belum memenuhi standar karena belum memiliki HCU, depo penyediaan darah dan untuk layanan CT Scan pada radiologi belum memenuhi standar karena hanya melayani pada pagi hari. Kesimpulan secara umum dengan memperhatikan komponen penderita dan komponen umum berdasarkan kondisi saat ini maka pusat pelayanan trauma RSUD Dr. H. Abdul Moeloek berada pada tingkat tiga menuju dua, dan pada tahun 2006 ini dapat di realisasikan. Saran kepada Pemda Propinsi Lampung, selain anggaran untuk investasi juga dialokasikan anggaran khusus untuk operasional pusat pelayanan trauma tersebut. Dinas Kesehatan Propinsi harus melakukan sosialisasi kepada rumah sakit-rumah sakit kabupaten/ kota tentang penanganan penderita trauma dan kriteria kasus trauma yang perlu dirujuk ke Pusat PeIayanan Trauma RSUD Dr. H. Abdul Moeloek. Kepada RSUD Dr. H. Abdul Moeloek, dilakukan penambahan dokter spesialis dan penambahan tenaga non medik, pelatihan khusus trauma untuk dokter umum dan paramedik, memperbaiki kekurangan pada fasilitas fisik dan melengkapi fasilitas alat medik serta untuk fasilitas layanan pendukung layanan CT Scan diberikan dalam 24 jam, melengkapi sarana prasarana HCU dan menyiapkan depo penyediaan darah.
In recent days, the pattern of the disease or illness is tending to change. Diseases caused by the changing of lifestyle, such as trauma, are likely to increase. in Indonesia, trauma has been a highest leading cause of death among people age 15 to 45, and death cause by accident is the forth highest. Province of Lampung is located on the area of cross-land transportation from and to the island of Java and Sumatera, and having a very high risk of road accident. It can be seen from the high number of trauma cases handled in the Emergency Room (ER) of District General Hospital of Dr. H. Abdoel Moeloek (DGHAM), which are as high as 4,000 cases per-year. Therefore, as the highest referral hospital in the province, DGHAM need to develop its ER and shifted to be a Trauma Service Center (TSC) for the province of Lampung. The aim of the study is to find out the description of situation on the ER of DGHAM that will shift to be a TSC. The study using a qualitative approach, and the information obtained are a primary data from observation and in-depth interview, and secondary data from documents review. The study found that District Authority (Pemda) of Lampuitg Province is giving fully supports both on budgeting and politically, in order to develop the TSC to become a reality. With the total cases handled at the ER of DGHAM are more than 4,100, about 1,500 (37%) of those are patients of trauma that need advance and intensive care form a trauma service center, and from those numbers, about 1,044 (69%) are having serious and severe trauma_ Informant from the DGHAM stated, with a figure as explained above the DGHAM is suppose to be have its own Trauma Team, and with 460 beds and BOR as high as 85% that makes DGHAM have a criterion for the level two of TSC. Regarding to the human resources, DGHAM has reach the standard of competency for its specialist doctors, but still have a lack on number of non-medic supporting staffs. It also has an adequate number on GPs and paramedic personnel, but they have not yet reach their standard of competency. DGHAM also has reached the standard for facilities, physically, but still have some exception, such as: the slope of the building is more than 20°, and there is no special entrance for patient that carried by cart. The facility on medical instruments and utensils has fulfilled the standard for TSC, but there is no instruments for thoracosinthesys, and at the resuscitation room, there is not yet have a warmer box for warming liquid infuse, infuse hanger at the ceiling, and a communication device. However, facilities for the intensive service has not fulfill the standard for an intensive services because there is no HCU instrument, blood reserve depot, and CT Scan services at the radiology department is only gave services in the morning. In general conclusion, with regard to the components on the situation of patients and condition of ER at DGHAM, it can be said that DGHAM have status for being a TSC level three to become a TSC level two, and it is hoped that in this year of 2006 can be brought into reality. Suggestion for Pemda of Lampung Province, beside the budget for investment, it is also needed to have special budget for the operational of the TSC. For DGHAM, there is a need to increase the number of specialist doctors and non medic supporting staffs, special trauma training for the GP and paramedic personnel, to improve the facilities on the building, and to complete the medical instruments, to provide 24 hours service for CT Scan, and also to supply the HCL' instrument and to have the blood reserve depot.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19347
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Izzu Farhan Fajri
Abstrak :
ABSTRAK
Pertumbuhan kendaraan meningkat signifikan hingga empat kali lipat membuat penggunaan bahan bakar meningkat drastis, termasuk subsidi bahan bakar di sektor transportasi darat. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh proyeksi jumlah moda transportasi darat, kebutuhan energi, emisi CO2 yang dihasilkan dan alternatif kebijakan yang efektif untuk mengurangi konsumsi energi dan emisi CO2 di tahun 2035. Melihat perubahan penggunaan energi dunia berubah drastis dalam 20 tahun, maka proyeksi dilakukan sampai dengan tahun 2035 dengan asumsi bahwa seluruh variabel dinilai masih berlaku. Dengan melihat kondisi data yang tersedia, keragaman moda transportasi, jenis kendaraan, efisiensi dan faktor penggerak lainnya maka proyeksi kebutuhan dilakukan dengan pendekatan engineeringeconomic sehingga proyeksi dapat dilakukan dengan mempertimbangkan seluruh faktor dan pengaruh atas simulasi skenario kebijakan dapat terlihat dengan jelas. Dengan melakukan pemodelan energi maka diperoleh proyeksi pertumbuhan kendaraan di tahun 2035 meningkat sebesar 158% dibandingkan tahun 2012 menjadi 149,2 juta kendaraan dengan kebutuhan energi final sebesar 180,3 juta kilo liter dan emisi CO2 sebesar 423,79 juta ton. Skenario 4 yaitu peralihan moda transportasi pribadi menjadi transportasi masal memberikan penghematan energi dan reduksi emisi terbesar dalam periode tahun 2013-2035 yaitu 5,32% dan 5,83%.
ABSTRACT
Vehicle growth increased significantly up to fourfold causing the fuel consumption increased dramatically including fuel subsidies in the land transportation sector. This study aims to obtain projected number of land transport modes, energy demand, CO2 emissions and effective policy alternative to reduce energy consumption and CO2 emissions in the year 2035. Because of worldwide energy use changed dramatically in the past 20 years, the projection is done up to year 2035 with assumption that all variables are still considered valid. Considering data availability, diversity of transportion modes, type of vehicle, efficiency and other driving factors, energy projection is calculated using engineering-economic approach as the projection can be made by considering all the factors and the impact of the simulated policy scenarios can be seen clearly. The results of energy modeling are as follows: the projected growth of vehicles in year 2035 increased by 158% over year 2012 to 149.2 million vehicles with the final energy consumption of 180.3 million kilo liters and CO2 emissions amounted to 423.79 million tons. The Scenario 4 which is the switching from personal transportation into mass transportation policy give the bigest energy savings and emission reductions in period of 2013-2035 by 5.32% and 5.83%.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
T42051
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elfraim Dunov Rumabutar
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris seberapa besar Pengaruh Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak terhadap Ongkos Transportasi Darat serta seberapa besar Pengaruh moderasi Angkutan Bus Trans-Jakarta terhadap hubungan antara Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak dan Ongkos Transportasi Darat. Penelitian ini dalam pengujiannya juga mengukur keeratan hubungan yang terjadi antara Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak dan Ongkos Transportasi Darat serta keeratan hubungan yang terjadi antara Angkutan Bus Trans-Jakarta dan Ongkos Transportasi Darat. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui survei intersep (intersept survey) terhadap pengguna alat transportasi umum yang dilakukan pada lima terminal di daerah DKI Jakarta yakni, Terminal Kampung Rambutan, Terminal Senen, Terminal Glodok, Terminal Lebak Bulus, dan Terminal Tanjung Priok dengan mengunakan instrumen pengukuran kuesioner melalui metode Purpose Sampling. Total kuesioner yang diberikan untuk diisi oleh para responden di lima terminal tersebut adalah sebanyak 204 kuesioner dan diisi dengan lengkap dan benar. data yang telah terkumpul tersebut dianalisis menggunakan Metode Analisis Regresi Sederhana dan Berganda yang dibantu dengan software SPSS 2.1. Hasil analisis dalam penelitian ini menunjukan bahwa Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak berpengaruh terhadap Ongkos Transportasi Darat dan Ongkos Transportasi Bus Trans-Jakarta. sedangkan Variabel Angkutan Bus Trans-Jakarta hanya sebagai variabel bebas saja dan tidak memoderasi Kenaikan Harga Bahan Bakar Minyak terhadap Ongkos Transportasi Darat.
ABSTRAK
The purpose of this study is to test empirically how much the raise of fuel price affected the raise of land transportation fare and also how much the moderation of Trans-Jakarta Bus Transportation affected on the relation between the raise of fuel price and the raise of land transport fare. This study also designed to measure the close relation between the raise of fuel price and land transport fare and also to measure the close relation between Trans-Jakarta Bus Transportation and land transportation fare. The data in this study collected by using intercept survey to public transportation users at five terminals in Central Jakarta, Kampung Rambutan, Senen Terminal, Grogol Terminal, Lebak Bulus Terminal and Tanjung Priok Terminal with questionnaire as measurement instrument through purpose sampling. The total questionnaire provided for respondents at those five terminals are 204 questionnaire and the respondents should fill it correctly and completely. The data collected was analyzed by using simple and double regression analysis method which assisted by using SPSS 2.1 software. The result of analysis in this study showed that the raise of fuel price affected land transportation fare and Trans-Jakarta Bus Transportation fare while Trans-Jakarta Bus variable was only free variable and it did not moderate the raise of fuel price to land transportation fare.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library