Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sulastriyono
Abstrak :
Pada awalnya, tanah timbul di muara sungai Progo terjadi karena proses alam yaitu akibat banjir yang membawa lumpur dan pasir yang mengendap kemudian muncul di pinggiran dan di tengah aliran muara sungai. Pada tahap berikutnya, dengan dilakukannya pembangunan tanggul pengaman banjir dan krep di sepanjang sisi timur muara sungai Progo mengakibatkan bentuk dan luas tanah timbul semakin bertambah (tahun 1985= 48 Ha. dan tahun 1996= 229,5360 Ha). Keberadaan tanah timbul di muara sungai, Progo sebagai tanah komunal desa (tanah desa) memberikan harapan yang baik bagi para petani dan aparat pemerintah desa Poncosari. Bagi para petani, keberadaan tanah timbul secara ekonomis potensial untuk usaha pertanian dan penambangan pasir. Di lain pihak, bagi aparat pemerintah desa Poncosari, keberadaan tanah timbul sebagai tanah komunal desa (tanah desa) merupakan salah satu asset/ kekayaan desa. Upaya penertiban penguasan tanah timbul oleh aparat pemerintah desa Poncosari didukung oleh para pejabat BPN kabupaten Bantul dengan Proyek Peningkatan Penguasaan hak Atas Tanah (PPPHT) yang dituangkan dalam keputusan desa nomor 4 tahun 1992. Upaya penertiban penguasaan tanah timbul tersebut mendapatkan reaksi atau tanggapan dari para petani penggarap sehingga mengakibatkan permasalahan yaitu konflik atau sengketa antara para petani penggarap dengan aparat pemerintah desa Poncosari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya penertiban penguasaan tanah timbul yang dilakukan oleh aparat pemerintah desa Poncosari menyebabkan konflik atau sengketa antara para petani penggarap dan aparat pemerintah desa Poncosari dan berdampak negatif bagi kehidupan para petani. Masing-masing pihak menggunakan caranya sendiri-sendiri dalam upaya menyelesaikan sengketanya. Konflik atau sengketa tersebut disebabkan oleh: Pertama, perbedaan persepsi kedua belah pihak mengenai penguasaan tanah timbul. Secara historis faktual, para petani penggarap telah terbukti sebagai pemegang hak garap atas tanah timbul yang berlangsung secara turun temurun tanpa ada gangguan dari pihak lain, konsekuensinya mereka tidak mau ditarik retribusi baik oleh aparat pemerintah desa atau negara. Di lain pihak, aparat pemerintah desa Poncosari sebagai pemegang kekuasaan desa merasa berhak merealisir hak ulayat desa untuk mengatur dan menertibkan penguasaan tanah komunal desa yang berupa tanah timbul dengan konsekuensi bahwa para petani yang menerima lahan wajib membayar retribusi kepada aparat pemerintah desa guna mendukung pembangunan desa. Kedua, para petani penggarap tanah timbul dan aparat pemerintah desa Poncosari masing-masing mempunyai kepentingan yang berbeda dalam mempertahankan status sebagai pemegang hak tanah timbul. Ketiga, para petani dan aparat pemerintah desa Poncosari mempunyai persepsi yang berbeda mengenai aturan yang seharusnya berlaku dalam melaksanakan hak penguasaan tanah timbul. Kehidupan para petani di desa Poncosari yang teratur merupakan suatu lapangan sosial yang semi-otonom (semi-autonomous social field). Di lain pihak, lingkungan kerja para aparat pemerintah desa Poncosari juga merupakan salah satu wujud lapangan sosial yang semi otonom (semi-autonomous social field). Kedua lapangan sosial yang semi-otonom tersebut mampu menciptakan aturan-aturan sendiri dan dan ditaati.nya, tetapi keduanya juga dapat menggunakan aturan-aturan tertulis yang dibuat oleh negara yang berujud perundang-undangan. Dalam hal ini, kedua belah pihak tetap rentan terhadap kekuatan dari luar yang lebih besar. Bagi kedua belah pihak, penguasaan aturan-aturan tersebut tergantung kepada kepentingannya, dalam arti mereka akan menggunakan aturan yang lebih menguntungkannya. Konflik atau sengketa penguasaan tanah timbul di desa Poncosari berdampak negatif bagi kehidupan para petani karena konflik atau sengketa 'penguasaan tanah timbul di desa Poncosari antara lain megakibatkan terganggunya keserasian hubungan sosial dalam kehidupan sehari-hari, terutama di dusun Sambeng II. Berbagai strategi untuk menyelesaikan konflik atau sengketa telah dilakukan oleh para pihak yang bersengketa. Di satu pihak, para petani melakukan koalisi secara vertikal dengan para tokoh-tokoh politik, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) serta koalisi secara horizontal dengan membentuk Kelompok Petani Penggarap Tanah Timbul Pinggir Kali (KETALI). Di lain pihak, aparat pemerintah desa Poncosari juga melakukan koalisi secara vertikal dengan para pejabat atasannya seperti camat, aparat keamanan bupati dan gubernur.
Depok: Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wangke, Welson Marthen
Abstrak :
Pembangunan di Indonesia yang dilakukan tahap demi tahap berupaya merombak struktur ekonomi yang tidak seimbang yakni terlalu bercorak pertanian ke struktur ekonomi yang lebih kokoh dan seimbang antara pertanian dan industri.Setiap kegiatan pembangunan dapat memberi dampak, baik yang bersifat positif atau menguntungkan maupun yang bersifat negatif atau merugikan terhadap lingkungan hidup yang terdiri dari lingkungan hidup alam; lngkungan hidup buatan dan lingkungan hidup sosial. Pembangunan industri membutuhkan tanah yang cukup luas, sedangkan tanah yang cocok untuk industri umumnya telah dikuasai dan diusahakan oleh masyarakat terutama untuk pertanian. Pulau jawa yang terpadat penduduknya di Indonesia, telah cukup banyak dibangun industri sehingga banyak pula tanah pertanian yang dialihkan menjadi tanah untuk industri. Peralihan tanah tersebut dapat memberi dampak terhadap kehidupan masyarakat bekas pemilik tanah. Seluk-beluk kehidupan masyarakat bekas pemilik tanah tersebut hingga saat ini masih kurang diketahui, oleh sebab itu penelitian ini diadakan dengan mengevaluasi kualitas hidup masyarakat tersebut apakah baik atau buruk. Pertanyaan dalam penelitian ini adalah (1) Bagaimana kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah setelah tanah pertaniannya dialihkan menjadi tanah industri?; (2) Apakah ada perbedaan kualitas hidup antara masyarakat bekas pemilik tanah dengan masyarakat yang tidak mengalihkan tanahnya untuk industri (tetap sebagai petani)?; (3) Faktor--faktor apakah yang berpengaruh terhadap kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah? Penelitian bertujuan untuk mengetahui kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah dan faktor yang mempengaruhi kualitas hidup tersebut. Berdasarkan masalah penelitian, diajukan hipotesis sebagai berikut: (1) Ada perbedaan kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah dengan masyarakat yang tidak mengalihkan tanah pertaniannya untuk industri (tetap sebagai petani); (2) Ada perbedaan kualitas hidup antara masyarakat bekas pemilik tanah Kawasan Industri Pulo Gadung dengan di Kecamatan Tambun Kabupaten Bekasi atau dengan kata lain faktor lokasi (pedesaan dan perkotaan) berpengaruh terhadap kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah; (3) Luas tanah yang dialihkan berpengaruh terhadap kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah atau dengan kata lain semakin luas tanah yang dialihkan, semakin baik kualitas hidupnya; (4) Cara penggunaan uang ganti rugi pembebasan tanah berpengaruh terhadap kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah, atau dengan kata lain jika uang ganti rugi lebih banyak digunakan untuk tujuan produktif kualitas hidup cenderung lebih baik. Penelitian dilakukan di dua lokasi yaitu: (1) di Kawasan Industri Pulo Gadung dan sekitarnya yang bercirikan perkotaan; (2) di Kecamatan Tambun kabupaten Bekasi yang lebih bercirikan pedesaan. Pengambilan contoh responden dengan cara acak sistematik yaitu masing-masing sebesar 60 keluarga bekas pemilik tanah Kawasan Industri Pulo Gadung, 60 keluarga bekas pemilik tanah industri di Kecamatan Tambun Kabupaten Bekasi dan 80 keluarga petani di Kecamatan Tambun Kabupaten Bekasi sebagai kontrol. Data diperoleh dengan mengadakan wawancara yang berpedoman pada kuesioner terstruktur dan mengadakan pengamatan lapanoan. Data lain diperoleh dari berbagai instansi yang berkaitan dengan penelitian ini. Data kualitas hidup dianalisis secara deskripsi dan pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji Chi- Square. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah (1) Pembangunan industri telah memberi dampak positif atau menguntungkan bagi sebagian besar masyarakat bekas pemilik tanah. Kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah lebih banyak yang menjadi baik daripada menjadi buruk (2) Kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah lebih baik daripada masyarakat yang tidak mengalihkan tanah pertaniannya untuk industri (tetap sebagai petani); (3) Faktor lokasi peralihan tanah pertanian menjadi tanah industri tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah. Kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah baik yang berlokasi di perkotaan maupun yang di pedesaan tidak menunjukan perbedaan yang nyata; (4) Faktor luas tanah yang dialihkan berpengaruh nyata terhadap kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah. Semakin luas tanah yang dialihkan untuk industri, maka kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah cenderung makin baik; (5) Faktor cara penggunaan uang ganti rugi pembebasan tanah berpengaruh nyata terhadap kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah. Semakin besar penggunaan uang ganti rugi untuk tujuan produktif maka kualitas hidup makin baik. Implikasi dari hasil penelitian ini adalah jika dilihat kualitas hidup masyarakat bekas pemilik tanah, maka adanya peralihan tanah-tanah pertanian menjadi kawasan industri tidak perlu dikhawatirkan karena pada umumnya masyarakat bekas pemilik tanah tersebut dapat memperoleh manfaat dari pembangunan industri. Dalam membina masyarakat bekas pemilik tanah maka yang terutama adalah ditujukan kepada bekas pemilik tanah sempit agar dapat menggunakan uang ganti rugi pembebasan tanah untuk tujuan produktif. Dilihat dari indikator kualitas hidup, faktor pendidikan perlu mendapat perhatian untuk ditingkatkan.
The national development of the Republic of Indonesia has been implemented continuously in order to restore the imbalance economic structure. Indonesia is known as an agriculture country, thus automatically its economic system is characterized agriculture oriented. In other side of development, Indonesia has been starting to build up the industrial world. In general, activities of development always bring about antagonistic consequences, advantageous and disadvantageous impacts. These impacts will effect natural, man-made and social environment of the lands, which suitable for industries generally have been utilized and owned by people especially for farming. Java as the largest populated island becomes the center of industrial activities, therefore many industries built. It means that more lands are needed in such a dense island. The lands, which have utilized for agriculture purposes for many years, are transformed into industrial areas. Such a process affects the people's life, especially those who are quite dependent on the agriculture land. The effects can be evaluated either good or not. Questions arise in this research are: (1) how is the quality of life of ex landowners who?s their agriculture lands have been transformed into industrial land? ; (2) Is there any difference in quality of life between the community whose agriculture lands are transformed and are not transformed into industrial land? ; (3) What are factors affect the quality of life of ex landowners? The purpose of this research is to find out the community quality of life whose the agriculture lands have been transformed into industrial land, and to find out factors that effect its. The'-'hypotheses" put forward in this research, are (1) There is difference in quality of life between community ex land owners Pulo Gadung Industrial Estate and at Tambun Sub district Bekasi; (2) There is difference in the community quality of life of ex land owners and those whose agriculture lands are not transformed (remain as farmers) ; (3) Size of lands were transformed effect the community quality of life of ex land owners ; (4) The way to spend land compensation fund effects the quality of life of the ex land owners. The research was carried out in Pulo Gadung Industrial Estate and surroundings. The area is urban. The second place is in Tambun Sub district-Bekasi is more rural. The samples were taken with systematic sampling, consisting of 60 respondents in Pula Gadung Industrial Areas and 60 respondents in Tambun location. And then BO respondents are farmers or those whose agriculture land are not transformed into industrial land. Data were gathered by means of guided questionnaires and field observations. The data of the community quality of life were analyzed as by descriptive and the hypotheses were tested by Chi-Square Test (X2). The results of this research are (1) Development of industries have positive impact or beneficiary to most of ex landowners. The quality of life of ex landowners is improving rather: than decreasing. (2) The: quality of life of. Ex landowners are better than those whose lands are not transformed to industry (remain as farmers). (3) The location factor of land agriculture transform to industrial land has not significant effect to the quality of life of ex landowners. The quality of life ex urban and rural landowners are not significant different. (4) The size of land transform has significant effect to the quality of life of ex landowners. The wider size of agriculture land transformed to industrial land, the quality of life has a better trend. (5) The way to spend land compensation fund has significant effect to the community quality, quality of life. Spending for productive goods has better impact to quality of life, than for consumptive goods. The implication of these results is: If we are concerned with the quality of life of ex landowners, transform of agriculture land to industry mostly has beneficiary. To those who have small size land, it is appropriate to guide them to utilize their money productively. The education factor as an indicator of quality of life must be taken into consideration to improve.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hasan Halim
Abstrak :
Salah satu pilar pembangunan nasional yang mendapat prioritas utama adalah pembangunan bidang hukum; satu diantara sub bidang yang perlu mendapat prioritas utama adalah bidang pertanahan. Pembatalan akta pelepasan hak atas tanah, merupakan satu di antara permasalahan hukum di bidang pertanahan. Dikatakan demikian, karena dampak hukum atas pembatalan akta pelepasan hak dapat menimbulkan kompleksitas permasalahan hukum yang baru. Dibatalkannya Akta Pelepasan Hak berarti membawa konsekuensi bahwa kepemilikan bidang tanah tersebut secara hukum kembali menjadi milik yang melepaskan hak; dengan demikian secara hukum, segala hal yang berhubungan dengan dibatalkannya akta pelepasan hak atas tanah tersebut, seperti penerbitan sertipikat hak atas tanah tersebut dan hak-hak yang membebaninya, seperti Hak Tanggungan juga tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Dalam rangka perlindungan hukum bagi pemegang hak atas tanah yang baru, dapat diterapkan doktrin promissory estopel untuk memberikan perlindungan hukum kepada pihak yang dirugikan karena telah percaya dan menaruh pengharapan (reasonably relied) terhadap janji-janji yang diberikan pihak lawannya dalam tahap pra kontrak (preliminiary negotiation); Terkait dengan pembatalan Akta Pelepasan Hak, Penerima hak dapat mengajukan tuntutan ganti kerugian sebagai akibat dari putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap tersebut dan akan lebih bijaksana apabila hakim dalam memutuskan pembatalan Akta Pelepasan Hak dapat menerapkan doktrin promissory estopel. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif; sumber data kepustakaan; tipe penelitian evaluatif karena merupakan suatu kajian studi analisis; dan alat pengumpul data yang dipakai adalah studi dokumenter (data sekunder). Berdasarkan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa dibatalkannya Akta Pelepasan Hak membawa konsekuensi semua kembali seperti keadaan semula dan hal-hal yang berhubungan dengan atau terlahir dari akta tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16438
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library