Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Briggs, Gerald G
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 1998
R 618.32 BRI d
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Briggs, Gerald G.
Philadelphia: Wolters Kluwer, 2008
R 618.920 1 REF d
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Sandra Fikawati
"Situasi dan Permasalahan Asupan Energi Ibu Laktasi. Berbagai rekomendasi menunjukkan angka kecukupan gizi yang lebih tinggi untuk ibu laktasi dibandingkan ibu hamil. Kebutuhan gizi yang tinggi diperlukan untuk pemulihan kesehatan ibu setelah melahirkan, memproduksi ASI, menjaga kuantitas dan kualitas ASI agar pertumbuhan bayi optimal, dan menjaga tubuh ibu dari kekurangan gizi. Namun, penelitian menunjukkan bahwa asupan energi ibu saat laktasi justru signifikan lebih rendah dibandingkan saat hamil. Studi kualitatif ini bertujuan untuk menggali faktor yang berhubungan dengan penurunan asupan energi ibu laktasi. Penelitian dilakukan pada Maret-April 2013 terhadap informan ibu yang mempunyai bayi berusia >6 bulan dan dipilih secara purposif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab rendahnya asupan energi ibu laktasi adalah kurangnya pengetahuan dan sikap mengenai tingginya kebutuhan gizi saat laktasi, kesibukan ibu mengurus bayi sehingga membuat ibu merasa terlalu letih untuk masak dan makan, berkurangnya konsumsi susu dan suplemen, adanya pantangan makan, serta kurangnya informasi dari tenaga kesehatan mengenai jumlah kebutuhan gizi ibu laktasi. Diharapkan agar tenaga kesehatan bisa lebih optimal memberikan nasihat akan pentingnya konsumsi zat gizi yang cukup (jenis maupun jumlah), dan tidak adanya pantangan makan selama menyusui sejak kunjungan antenatal. Nasihat agar disampaikan juga kepada keluarga ibu agar mereka dapat membantu memfasilitasi ibu untuk menyusui.

Recommendations on the adequacy of nutrient intake indicate that lactating mothers have higher nutritional needs than do pregnant mothers. High nutrient intake is necessary to help mothers recover after childbirth, produce milk, and maintain the quantity and quality of breast milk. It also prevents maternal malnutrition. Research has shown, however, that the dietary energy consumption of mothers during lactation was significantly lower than that during pregnancy. The current study explored the factors associated with decreased nutritional intake during maternal lactation. The study was conducted in March?April 2013, and the subjects were mothers with infants aged >6 months. Results revealed that the factors causing low dietary energy consumption among breastfeeding mothers were poor nutritional knowledge and attitude toward high energy intake requirements during lactation, lack of time to cook and eat because of infant care, reduced consumption of milk and supplements, dietary restrictions and prohibitions, and suboptimal advice from midwives/health personnel. Beginning from the antenatal care visit, health personnel should conduct effective counseling on the importance of nutrient intake during lactation. Advice should be provided not only to mothers, but also to their families to enable them to thoroughly support the mothers as they breastfeed their infants."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Lauwers, Judith
Massachusetts: Jones and Bartlett, 2005
649.33 LAU c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Regintha Yasmeen Burju Bachtum
"[ABSTRAK
Latar Belakang: Mempromosikan IMD pada satu jam pertama kelahiran bayi, merupakan strategi penting dalam mengurangi kecacatan dan kematian perinatal dan anak dibawah 2 tahun, juga terbukti mendukung keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Proporsi ibu yang menjalankan IMD di Indonesia sebanyak 39% termasuk rendah. Rendahnya pelaksanaan IMD salah satunya disebabkan rendahnya pengetahuan ibu mengenai IMD. Dari berbagai penelitian dibuktikan metode intervensi edukasi laktasi pranatal adalah metode paling efektif dan lebih mampu laksana sehingga penelitian ini diharapkan dapat membuktikan dengan adanya intervensi edukasi laktasi pranatal dapat meningkatkan efektivitas praktik IMD. Serta dapat diketahui faktor-faktor prognostik yang dapat mempengaruhi efektivitas IMD. Tujuan: Diketahuinya efektivitas praktik IMD, hubungan antara pemberian edukasi laktasi pranatal dengan efektivitas IMD serta faktor-faktor ibu yang berhubungan dengan efektivitas IMD. Metode: Uji klinis dilanjutkan dengan desain prognostik selama periode Oktober 2014 hingga Maret 2015 di Poliklinik Kebidanan dan Kamar Bersalin, Departemen Obstetri dan Ginekologi RSCM Jakarta. Hasil: Dilakukan analisa pada 220 subyek, didapatkan 160 subjek (72.7%) mengalami IMD yang efektif. Pada kelompok intervensi 80% subyek mengalami efektivitas IMD. Terdapat hubungan yang bermakna antara kelas edukasi pranatal dengan efektivitas IMD, dengan nilai p 0.006 dan RR 1.25. Pada analisa bivariat faktor ibu berhubungan bermakna dengan efektivitas IMD adalah edukasi laktasi pranatal (p 0.006), cara bersalin (p 0.006), durasi persalinan (p 0.000) dan status gizi normal (p 0.020). Pada analisa multivariat didapatkan faktor ibu berhubungan bermakna dengan efektivitas IMD adalah edukasi laktasi pranatal, durasi persalinan, umur 25-34 tahun dan ≥ 35 tahun, status gizi overweight dan normal. Persamaan yang dihasilkan: y = -3.477 + 0.976*edukasi laktasi pranatal + 0.958*umur 25-34 tahun + 1.859*umur ≥ 35 tahun + 1.621*durasi persalinan + 1.584*status nutrisi overweight + 2.405*status nutrisi normal. Dengan hasil uji kualitas regresi memiliki kalibrasi baik (p 0.87), dengan diskriminasi sedang (AUC 0.75). Kesimpulan: Adanya intervensi edukasi laktasi pranatal dapat meningkatkan efektivitas praktik IMD.ABSTRACT Background: Promoting Early Breastfeeding Initiation (EBI) within the first hour birth is an important strategy in reducing morbidity and mortality of neonatal and children under 2 years, also proved to support the success of exclusive breastfeeding. The proportion of women who practice EBI in Indonesia as much as 39%, remaining low. The low implementation of EBI is due to lack of knowledge of mothers about EBI. From various studies demonstrated Antenatal Lactation Education Intervention methods is the most effective methods. This research is expected to prove Antenatal Lactation Education Intervention can improve effectiveness of EBI practice. And can be known prognostic factors that can affect the effectiveness of EBI practice. Objective: To obtain EBI effectiveness, Antenatal Lactation Education Intervention and EBI effectiveness association, as well maternal factors and EBI effectiveness association. Method: This was a clinical trial continued with prognostic design conducted at Obstetric Clinic and Delivery Room, RSCM, Jakarta during a period of October 2014 until March 2015. Result: Analysis conducted on 220 subjects, showed 160 subjects (72.7%) experienced EBI effectiveness. In the intervention group 80% of the subjects experienced the effectiveness of EBI. There is a significant association between antenatal lactation education intervention and the effectiveness of EBI with the p value 0.006 and RR 1.25. The bivariate analysis showed maternal factors that significantly associated with EBI effectiveness were the Antenatal Lactation Education Intervention (p 0.006), delivery mode (p 0.006), duration of labor (p 0.000) and normal nutritional status (p 0.020). In the multivariate analysis found maternal factors that significantly associated with EBI effectiveness were antenatal lactation education intervention, duration of labor, age 25-34 years and ≥ 35 years old, overweight and normal nutritional status. The equation result: y = -3477 + 0976 * antenatal lactation education intervention + 0958 * aged 25-34 years + 1859 * ≥ 35 years of age + 1,621 * 1,584 * + delivery duration nutritional status overweight + 2405 * normal nutritional status. With the regression quality test results was a good calibration (p 0.87),with a medium level of discrimination (AUC 0.75). Conclusion: Antenatal lactation education intervention can improve the effectiveness of EBI practice.;Background: Promoting Early Breastfeeding Initiation (EBI) within the first hour birth is an important strategy in reducing morbidity and mortality of neonatal and children under 2 years, also proved to support the success of exclusive breastfeeding. The proportion of women who practice EBI in Indonesia as much as 39%, remaining low. The low implementation of EBI is due to lack of knowledge of mothers about EBI. From various studies demonstrated Antenatal Lactation Education Intervention methods is the most effective methods. This research is expected to prove Antenatal Lactation Education Intervention can improve effectiveness of EBI practice. And can be known prognostic factors that can affect the effectiveness of EBI practice. Objective: To obtain EBI effectiveness, Antenatal Lactation Education Intervention and EBI effectiveness association, as well maternal factors and EBI effectiveness association. Method: This was a clinical trial continued with prognostic design conducted at Obstetric Clinic and Delivery Room, RSCM, Jakarta during a period of October 2014 until March 2015. Result: Analysis conducted on 220 subjects, showed 160 subjects (72.7%) experienced EBI effectiveness. In the intervention group 80% of the subjects experienced the effectiveness of EBI. There is a significant association between antenatal lactation education intervention and the effectiveness of EBI with the p value 0.006 and RR 1.25. The bivariate analysis showed maternal factors that significantly associated with EBI effectiveness were the Antenatal Lactation Education Intervention (p 0.006), delivery mode (p 0.006), duration of labor (p 0.000) and normal nutritional status (p 0.020). In the multivariate analysis found maternal factors that significantly associated with EBI effectiveness were antenatal lactation education intervention, duration of labor, age 25-34 years and ≥ 35 years old, overweight and normal nutritional status. The equation result: y = -3477 + 0976 * antenatal lactation education intervention + 0958 * aged 25-34 years + 1859 * ≥ 35 years of age + 1,621 * 1,584 * + delivery duration nutritional status overweight + 2405 * normal nutritional status. With the regression quality test results was a good calibration (p 0.87),with a medium level of discrimination (AUC 0.75). Conclusion: Antenatal lactation education intervention can improve the effectiveness of EBI practice., Background: Promoting Early Breastfeeding Initiation (EBI) within the first hour birth is an important strategy in reducing morbidity and mortality of neonatal and children under 2 years, also proved to support the success of exclusive breastfeeding. The proportion of women who practice EBI in Indonesia as much as 39%, remaining low. The low implementation of EBI is due to lack of knowledge of mothers about EBI. From various studies demonstrated Antenatal Lactation Education Intervention methods is the most effective methods. This research is expected to prove Antenatal Lactation Education Intervention can improve effectiveness of EBI practice. And can be known prognostic factors that can affect the effectiveness of EBI practice. Objective: To obtain EBI effectiveness, Antenatal Lactation Education Intervention and EBI effectiveness association, as well maternal factors and EBI effectiveness association. Method: This was a clinical trial continued with prognostic design conducted at Obstetric Clinic and Delivery Room, RSCM, Jakarta during a period of October 2014 until March 2015. Result: Analysis conducted on 220 subjects, showed 160 subjects (72.7%) experienced EBI effectiveness. In the intervention group 80% of the subjects experienced the effectiveness of EBI. There is a significant association between antenatal lactation education intervention and the effectiveness of EBI with the p value 0.006 and RR 1.25. The bivariate analysis showed maternal factors that significantly associated with EBI effectiveness were the Antenatal Lactation Education Intervention (p 0.006), delivery mode (p 0.006), duration of labor (p 0.000) and normal nutritional status (p 0.020). In the multivariate analysis found maternal factors that significantly associated with EBI effectiveness were antenatal lactation education intervention, duration of labor, age 25-34 years and ≥ 35 years old, overweight and normal nutritional status. The equation result: y = -3477 + 0976 * antenatal lactation education intervention + 0958 * aged 25-34 years + 1859 * ≥ 35 years of age + 1,621 * 1,584 * + delivery duration nutritional status overweight + 2405 * normal nutritional status. With the regression quality test results was a good calibration (p 0.87),with a medium level of discrimination (AUC 0.75). Conclusion: Antenatal lactation education intervention can improve the effectiveness of EBI practice.]"
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
"Recommendations on the adequacy of nutrient intake indicate that lactating mothers have higher nutritional needs than
do pregnant mothers. High nutrient intake is necessary to help mothers recover after childbirth, produce milk, and
maintain the quantity and quality of breast milk. It also prevents maternal malnutrition. Research has shown, however,
that the dietary energy consumption of mothers during lactation was significantly lower than that during pregnancy. The
current study explored the factors associated with decreased nutritional intake during maternal lactation. The study was
conducted in March–April 2013, and the subjects were mothers with infants aged >6 months. Results revealed that the
factors causing low dietary energy consumption among breastfeeding mothers were poor nutritional knowledge and
attitude toward high energy intake requirements during lactation, lack of time to cook and eat because of infant care,
reduced consumption of milk and supplements, dietary restrictions and prohibitions, and suboptimal advice from
midwives/health personnel. Beginning from the antenatal care visit, health personnel should conduct effective
counseling on the importance of nutrient intake during lactation. Advice should be provided not only to mothers, but
also to their families to enable them to thoroughly support the mothers as they breastfeed their infants.
Situasi dan Permasalahan Asupan Energi Ibu Laktasi. Berbagai rekomendasi menunjukkan angka kecukupan gizi
yang lebih tinggi untuk ibu laktasi dibandingkan ibu hamil. Kebutuhan gizi yang tinggi diperlukan untuk pemulihan
kesehatan ibu setelah melahirkan, memproduksi ASI, menjaga kuantitas dan kualitas ASI agar pertumbuhan bayi
optimal, dan menjaga tubuh ibu dari kekurangan gizi. Namun, penelitian menunjukkan bahwa asupan energi ibu saat
laktasi justru signifikan lebih rendah dibandingkan saat hamil. Studi kualitatif ini bertujuan untuk menggali faktor yang
berhubungan dengan penurunan asupan energi ibu laktasi. Penelitian dilakukan pada Maret-April 2013 terhadap
informan ibu yang mempunyai bayi berusia >6 bulan dan dipilih secara purposif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
faktor penyebab rendahnya asupan energi ibu laktasi adalah kurangnya pengetahuan dan sikap mengenai tingginya
kebutuhan gizi saat laktasi, kesibukan ibu mengurus bayi sehingga membuat ibu merasa terlalu letih untuk masak dan
makan, berkurangnya konsumsi susu dan suplemen, adanya pantangan makan, serta kurangnya informasi dari tenaga
kesehatan mengenai jumlah kebutuhan gizi ibu laktasi. Diharapkan agar tenaga kesehatan bisa lebih optimal
memberikan nasihat akan pentingnya konsumsi zat gizi yang cukup (jenis maupun jumlah), dan tidak adanya pantangan
makan selama menyusui sejak kunjungan antenatal. Nasihat agar disampaikan juga kepada keluarga ibu agar mereka
dapat membantu memfasilitasi ibu untuk menyusui."
Universitas Indonesia, 2014
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fransisca Olivia
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dislipidemia pada ibu menyusui dan hubungannya dengan status seng. Dislipidemia, yaitu abnormalitas pada kadar profil lipid, merupakan salah satu faktor risiko dari penyakit tidak menular, khususnya penyakit jantung koroner. Keadaan dislipidemia pada perempuan dapat diakibatkan oleh perubahan metabolisme lipid saat kehamilan yang dapat terus menetap hingga masa menyusui. Seng merupakan salah satu mikronutrien yang dapat mempengaruhi kadar profil lipid dan kadarnya ditemukan rendah pada ibu menyusui. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang yang dilakukan di Puskesmas Cilincing dan Grogol Petamburan, Jakarta pada bulan Februari-April 2019. Sebanyak 75 subjek ibu menyusui 3-6 bulan postpartum berusi 20-35 tahun direkrut menggunakan metode sampel konsekutif. Data karakteristik dasar dan asupan nutrien diambil melalui wawancara. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui kadar profil lipid dan seng serum. Kriteria dislipidemia menggunakan acuan NCEP ATP III. Hasil penelitian didapatkan prevalensi dislipidemia 69,3% (n=52) dengan 36,5% (n=19) nya akibat kadar HDL yang rendah. Sebanyak 77,3% (n=58) subjek tidak mendapatkan asupan seng yang cukup dan berdasarkan kadar seng serum ditemukan 78,7% (n=59) subjek mengalami defisiensi seng. Tidak didapatkan hubungan bermakna antara status seng dengan dislipidemia, baik berdasarkan status asupan seng maupun status seng serum.
This study was conducted to determine the prevalence of dyslipidemia in lactating mother and its relationship with zinc status. Dyslipidemia, an abnormality in lipid profile, is one of major risk factor for non communicable disease, such as coronary heart disease. Physiologic condition, such as pregnancy, may caused physiologic changes, including alterations in lipid profile on healthy, pregnant women which may persist after delivery. Zinc may influence serum lipid profil and its level was found to be low in lactating mothers. This was a cross sectional study conducted in Puskesmas Kecamatan Cilincing, North Jakarta and Puskesmas Kecamatan Grogol Petamburan, West Jakarta between February and April 2019. Seventy five lactating mothers at 3-6 months postpartum aged 20-35 years old were recruited using consecutive sampling method. Interview were performed to collect basic characteristic and evaluate nutrient intake. Weight and height were measured to calculate body mass index (BMI). Blood sample was obtained after 10-12 hour overnight fast to analyze serum lipid profile and zinc serum. Dyslipidemia was diagnosed using NCEP ATP III criteria. The prevalence of dyslipidemia was 69.3% (n=52) with 38.5% (n=19) of them due to low HDL level. Approximately 77.3% (n=58) subjects had low zinc intake and zinc deficiency was found 78.7% (n=59) subjects. Zinc status, both based on intake and serum, showed no significant relationship with dyslipidemia."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Firmansyah
"ABSTRAK
Saluran Cerna Berkembang Pesat Selama Masa Pranatal Dan Masa Laktasi
Saluran cerna berkembang amat pesat selama kehidupan intrauterin. Tetapi perkembangan saluran cerna belum lengkap pada saat lahir; perkembangan fungsi saluran cerna masih akan berlanjut pascanatal terutama pada masa laktasi. Oleh karena itu, masa pranatal dan masa laktasi merupakan tenggang waktu yang amat kritis dalam perkembangan saluran cerna. Cekaman yang terjadi pada masa ini akan berakibat buruk bagi perkembangan saluran cerna. Di lain pihak, perkembangan saluran cerna merupakan hasil interaksi dari 4 faktor, yaitu bakat genetik, tahapan biologis, mekanisme pengaturan endogen (hormonal), dan pengaruh lingkungan. Bakat genetik menyediakan potensi untuk perkembangan, tetapi penjelmaan penuhnya membutuhkan tersedianya lingkungan yang optimal. Malnutrisi merupakan faktor lingkungan penting yang dapat menghambat perkembangan saluran cerna (Lebenthal dan Leung, 1987).
2.Malnutrisi Sebagai Faktor Risiko Terjadinya Diare
Hubungan timbal balik antara diare dan malnutrisi telah lama dikenal. Di satu pihak, diare dapat menyebabkan/mencetuskan terjadinya malnutrisi (Rowland dkk, 1977; Martorell dkk, 1980). Beberapa faktor penting yang menyebabkan terjadinya malnutrisi adalah anoreksia, malabsorpsi, masukan makanan yang kurang dan meningkatnya proses katabolik (Molla dkk, 1983). Di lain pihak malnutrisi dapat menyebabkan diare melalui beberapa mekanisme, seperti atrofi vilus usus halus dan atrofi pankreas (Firmansyah, 1989).
World Health Organization (1989) berdasarkan penelitian yang dilakukan di beberapa negara berkembang menyatakan bahwa 2 di antara 6 faktor risiko untuk terjadinya diare persisten adalah umur dan status nutrisi. Angka kejadian diare persisten terbanyak pada tahun pertama kehidupan anak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa malnutrisi mempengaruhi lamanya diare; rata-rata lama episod diare lebih lama dan terdapat angka kejadian diare persisten lebih banyak. Keempat faktor lainnya adalah status imunologik, infeksi terdahulu, susu hewan, dan bakteri enteropatogen.
3. Diare Persisten Dan Malnutrisi Masih Merupakan Masalah Kesehatan Di Indonesia Karena Angka Kejadiannya Yang Cukup Tinggi Dan Akibatnya Terhadap Tumbuh Kembang Anak
Diare persisten dan malnutrisi merupakan masalah kesehatan di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia. Sebagian besar penderita diare akut akan sembuh spontan bila ditangani secara memadai, terutama pencegahan terhadap dehidrasi yang merupakan penyebab utama kematian. Oleh karena beberapa hal, diare akut melanjut 14 hari atau lebih dan disebut sebagai diare persisten. Penelitian di beberapa negara menunjukkan bahwa 3-20% diare akut pada anak di bawah lima tahun melanjut menjadi diare persisten (World Health Organization, 1989). Di Indonesia angka kejadian diare persisten berkisar 1-9% dari kasus diare akut (Munir dkk, 1981; Soeparto dkk, 1982; Suharyono dkk, 1982; Sutanto dkk, 1984).
Malnutrisi, walaupun telah menunjukkan penurunan angka kejadian, jumlahnya masih cukup banyak. Menurut Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1980 jumlah anak di bawah usia 3 tahun yang menderita gizi kurang adalah 30%, dan 3% di antaranya dengan gizi buruk. Angka tersebut menurut SKRT 1986 telah mengalami penurunan yang bermakna ialah 12% untuk gizi kurang dan 1,2% untuk gizi buruk. Namun, bila angka tersebut dikalikan dengan jumlah anak balita yang jumlahnya sekitar 23 juta orang maka jumlah anak yang menderita gizi kurang masih sebanyak 2,76 juts jiwa (33.000 di antaranya gizi buruk).
Hasil Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukkan bahwa proporsi kematian bayi oleh penyakit diare adalah 15,5% dan angka tersebut pada anak balita ialah 26,4%. Berdasarkan survai kesehatan diprakirakan pada awal Repelita V masih terdapat sekitar 125.000 kematian oleh diare pada bayi dan anak balita (Hartono, 1989). Angka kematian diare akut telah dapat ditekan serendah-rendahnya dan mendekati 0%, tetapi angka kematian diare persisten masih tinggi, yaitu 20,3% (Suharyono, 1982).
4. Penelitian Mengenai Malnutrisi Dan Diare Persisten Yang Telah Dilakukan Di Indonesia Menitikberatkan Perhatian Pada Usus Halus
Selama 20 tahun terakhir ini telah dilakukan beberapa penelitian di Indonesia mengenai malnutrisi dan diare kronik. Hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut : Angka kejadian intoleransi laktosa dan malabsorpsi lemak pada anak dengan malnutrisi dan diare kronik ternyata sangat tinggi (Sunoto dkk, 1971; Sunoto dkk, 1971; Sunoto dkk, 1973).
Pemeriksaan biopsi usus pada anak dengan malnutrisi memperlihatkan atrofi mukosa usus halus. Tetapi sayangnya pada saat itu tidak dilakukan pengukuran aktivitas disakaridase (Suharyono dkk, 1971; Darmawan, 1974;Gracey dkk, 1977).
Pertumbuhan bakteri (overgrowth) di dalam usus halus secara bermakna ditemukan pada anak dengan malnutrisi (Gracey dkk, 1973; Gracey dkk, 1977; Gracey dick, 1977).
Kadar imunoglobulin serum dan imunoglogulin usus ternyata tidak berkurang pada anak malnutrisi (yang mencerminkan adanya infeksi berulang pada usus); tetapi imunitas selular secara bermakna menurun (Casazza dkk, 1972; Bell dkk, 1976).
Pengobatan dengan formula rendah laktosa yang mengandung asam lemak tidak jenuh atau trigliserida rantai sedang memberikan hasil baik (Suharyono dkk, 1977).
Sejauh ini, hampir semua penelitian tersebut memberi perhatian pada usus halus, lambung, dan orofarings. Kolon kurang mendapat perhatian. Alasannya mudah dimengerti, karena selama ini...
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1992
D131
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yenny Makasudede
"Inisiasi menyusu dini atau permulaan menyusu dini adalah bayi mulai menyusu sendiri segera setelah lahir. Waktu yang disarankan adalah tepat setelah persalinan (masih di ruang bersalin), sampai satu jam setelah persalinan. Menyusui pada satu jam pertama menyelamatkan satu juta nyawa bayi, merupakan suatu pernyataan berdasarkan bukti ilmiah yang mengandung pesan moral sangat besar untuk semua orang demi kelangsungan hidup dan kesehatan bayi. Sebagai bagian manajemen laktasi yang relatif baru, inisiasi menyusu dini harus disosialisasikan secara benar dan luas, tidak hanya kepada kalangan tenaga medis tetapi juga masyarakat, terutama kepada masyarakat yang merupakan sasaran dari kebijakan tersebut dalam hal ini ibu yang akan melakukan persalinan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran sikap ibu yang melakukan dan tidak melakukan inisiasi menyusu dini terhadap pelaksanaan inisiasi menyusu dini di puskesmas kecamatan pasar minggu. Desain penelitian ini menggunakan Rapid Assessment Procedures (RAP). Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara mendalam sebagai sumber data primer. Sedangkan teknik melihat isi dokumen yang berkaitan sebagai sumber data sekunder. Penyajian data dalam penelitian ini berbentuk teks naratif. Hal-hal yang berhubungan dengan pembentukan atau perubahan sikap baik yang terdapat di luar diri ibu (ekstern) yaitu keterpaparan ibu dengan informasi melalui komunikasi massa dan interaksi kelompok maupun hal-hal yang terdapat didalam diri ibu (intern) yaitu asosiasi, penguatan atau peneguhan kembali, imitasi atau peniruan yang menentukan sikap seorang ibu untuk mau atau tidak mau melakukan inisiasi menyusu dini. Ibu yang sebelum proses persalinan telah mendapatkan informasi mengenai inisiasi menyusu dini cenderung untuk melakukan tindakan atau perilaku yang sesuai dengan apa yang diterima sebelumnya. Dalam penelitian ini terdapat 4 (empat) informan yang mempunyai sikap ini, meskipun salah seorang diantaranya tidak sampai melakukan dalam proses persalinan. Sedangkan pada ibu yang sebelum proses persalinan tidak pernah mendapatkan informasi mengenai inisiasi menyusu dini, tidak terjadi pembentukan sikap dengan tahapan yang sama dengan keempat informan di atas. Dalam penelitian ini ada 2 (dua) informan yang dimaksud. Komunikasi massa dalam penelitian ini hanya berhubungan dengan pembentukan atau perubahan sikap pada informan dengan tingkat pendidikan yang tinggi, sedangkan pada informan dengan tingkat pendidikan rendah tidak berhubungan (yang melakukan dan tidak melakukan inisiasi menyusu dini). Interaksi kelompok sosial pada informan terjadi dalam lingkup hubungan informan dengan keluarga, teman, tetangga dan dalam penyuluhan kelompok oleh pihak Puskesmas (pada informan yang melakukan dan tidak melakukan inisiasi menyusu dini). Asosiasi, peneguhan atau penguatan kembali dan imitasi atau peniruan sikap terjadi pada informan yang melakukan inisiasi menyusu dini maupun yang tidak melakukan inisiasi menyusu dini dalam proses persalinan, dengan proses yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan supaya alangkah lebih baiknya jika inisiasi menyusu dini dituangkan dalam kebijakan puskesmas, penyuluhan kelompok lebih sering lagi dilakukan, pendidikan dan atau promosi kesehatan untuk individu seperti : konseling dan atau konsultasi perlu diterapkan oleh tenaga kesehatan (dokter dan bidan) pada setiap kesempatan periksa pasien, metode pendidikan dan atau promosi seperti penyuluhan dengan games yang melibatkan sasaran akan lebih sesuai dengan sasaran tingkat pendidikan yang rendah, pelaksanaan promosi untuk inisiasi menyusu dini perlu ditunjang oleh semua unit pelayanan di puskesmas, selain unit pelayanan kesehatan ibu dan anak serta rumah bersalin puskesmas sehingga pelaksanaan inisiasi menyusu dini dapat berjalan dengan baik. "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>