Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hermawan Febriansyah
Abstrak :
Penggunaan minyak sawit sebagai bahan baku bahan bakar memiliki isu keberlanjutan. Studi keberlanjutan sebelumnya telah membahas isu lingkungan dari bahan bakar nabati berbasis kelapa sawit, tetapi belum memperhatikan aspek manusia. Secara konseptual, pendekatan keberlanjutan adalah keseimbangan antara aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis indikator keberlanjutan rantai pasok produksi bahan bakar nabati berbasis kelapa sawit campuran Fatty Acid Methyl Ester (FAME), Hydrotreated Vegetable Oil (HVO), dan Minyak Solar menggunakan Life Cycle Sustainability Assessment (LCSA). Emisi gas rumah kaca, ekosistem, dan kesehatan manusia diperhitungkan sebagai aspek lingkungan, kemudian biaya produksi, penghematan devisa, dan kerugian pungutan ekspor sebagai aspek ekonomi, dan penciptaan lapangan kerja dan pendapatan sebagai aspek sosial. Pembobotan ketiga aspek keberlanjutan diterapkan secara setara, kemudian dinilai berdasarkan peringkat indikator keberlanjutan. Campuran FAME, HVO, dan minyak solar diskenariokan berdasarkan standar kualitas EURO1, EURO2/3, EURO4, dan EURO5. Hasil LCSA menunjukkan EURO5 memiliki kinerja keberlanjutan tertinggi dengan skor 3,22, sedangkan EURO1 memiliki kinerja keberlanjutan terendah dengan skor 2,00. Penggunaan minyak kelapa sawit (CPO) memberikan kontribusi terhadap kinerja lingkungan dan ekonomi. Land-use change dan harga dari CPO adalah parameter yang paling signifikan mengurangi kinerja lingkungan dan ekonomi, di sisi lain juga menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan seiring semakin tingginya campuran bahan bakar nabati. Dari hasil LCSA disarankan untuk memenuhi spesifikasi kualitas bahan bakar serta pemilihan bahan baku yang berkelanjutan. ......The use of palm oil as a raw material for fuel has sustainability issues. Previous sustainability studies have addressed the environmental issues of palm oil-based biofuels, but have not considered the human aspect. Conceptually, the sustainability approach is a balance between social, economic, and environmental aspects. This study aims to analyze supply chain sustainability indicators for the production of palm oil-based biofuels with a mixture of Fatty Acid Methyl Ester (FAME), Hydrotreated Vegetable Oil (HVO), and Diesel Oil using the Life Cycle Sustainability Assessment (LCSA). Greenhouse gas emissions, ecosystems, and human health are taken into account as environmental aspects, then production costs, foreign exchange savings, and export levy losses as economic aspects, and job creation and income as social aspects. The weighting of the three sustainability aspects is applied equally, then assessed based on the ranking of sustainability indicators. The mixture of FAME, HVO, and diesel oil is screened based on the EURO1, EURO2/3, EURO4, and EURO5 quality standards. The LCSA results show that EURO5 has the highest sustainability performance with a score of 3.22, while EURO1 has the lowest sustainability performance with a score of 2.00. The use of palm oil (CPO) contributes to environmental and economic performance. Land-use change and the price of CPO are the parameters that most significantly reduce environmental and economic performance, while also creating jobs and increasing income as the biofuel mix increases. From the results of the LCSA, it is recommended to meet the fuel quality specifications as well as the selection of sustainable raw materials.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ellyna Chairani
Abstrak :
Kopi luwak dikenal sebagai kopi spesialti Indonesia karena aromanya yang lebih harum dan rasa yang unik. Produksinya menggunakan Coffea arabica yang membutuhkan syarat tumbuh ketinggian dan iklim tropis; serta luwak (Paradoxurus hermaphroditus) yang hidup di wilayah tropis. Mayoritas lahan kopi nasional adalah perkebunan rakyat yang produktivitasnya rendah karena kopi ditanam pada kelas kesesuaian lahan yang kurang tepat. Hal ini mengakibatkan petani sulit mencapai keberlanjutan produksi. Hal lain adalah dalam pengelolaan kopi luwak selama ini lebih fokus pada pendekatan sektoral dan kurang menyeluruh dalam memadukan kesepakatan stakeholders untuk pengelolaan produksi dengan konservasi lingkungan. Tujuan umum riset adalah melakukan sintesis keberlanjutan pengelolaan kopi luwak di lanskap riset. Sedangkan tujuan khusus meliputi  analisis kesesuaian lahan untuk kopi, habitat luwak dan pengelolaan kopi luwak Arabika; serta menilai dampak aspek lingkungan, sosial dan ekonomi untuk menentukan keberlanjutan dari 6 model pengelolaan kopi luwak di 3 kabupaten (Bandung, Bandung Barat dan Bangli). Metodologi riset meliputi analisis multi-kriteria dan pemetaan tumpang susun dengan sistem informasi geografis untuk menentukan sebaran kesesuaian lahan; serta metode Life Cycle Analysis (LCA), Life Cycle Costing (LCC), Social Life Cycle Analysis (SLCA) dan Life Cycle Sustainability Assessment (LCSA) untuk menilai keberlanjutannya. Hasil riset kesesuaian lahan kopi luwak Arabika tertinggi ditemukan di Bandung (75,24%), sedangkan terkecil di Bangli (40,39%). Pada permasalahan lingkungan berdasarkan kriteria pemanasan global, pengelolaan kopi luwak melalui penangkaran memberikan dampak yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengelolaan secara liar. Aspek keekonomian produksi kopi luwak liar lebih menguntungkan dibanding dengan pengelolaan secara kandang atau tangkar. Sedangkan hasil riset aspek sosial tidak dibedakan karena semuanya memberikan kontribusi terhadap masyarakat lokal dan konsumen. Secara umum tingkat keberlanjutan model luwak liar lebih baik dibandingkan dengan model luwak yang dikandangkan. Walaupun demikian, Model Kandang Bangli-3 memiliki tingkat keberlanjutan paling tinggi diantara 6 model pengelolaan yang diriset. ......Civet Arabica coffee (kopi luwak) is an Indonesian prominent specialty coffee for its aroma and unique taste. The coffee production involves Coffea arabica that requiring growing conditions of altitude and tropical climate; and civet (Paradoxurus hermaphroditus) that lives in the tropical belts. The majority of the Country coffee plantation is owned by smallholder farmers. The issue of low productivity leads to the difficulty in achieving coffee production sustainability. Moreover, the management of civet coffee has been more focused on sectoral approach and less comprehensive in integrating stakeholder agreements on productivity and environmental conservation. The research aims to synthesis the sustainability of civet coffee management in the landscape of research. Furthermore, the objectives include analyzing land suitability of Coffea Arabica, civet habitat, and civet Arabica coffee; and to assess its impact on environment, economic, and social/community. The research employed the methods of multi-criteria analysis, and combined with weighted overlaying techniques for mapping land suitability; and Life Cycle Assessment (LCA), Life Cycle Costing (LCC), Social Life Cycle (SLCA), and Life Cycle Sustainability Assessment (SLCA) of 6 management models in 3 districts (Bandung, West Bandung and Bangli). The research results reveal that Bandung area has the highest suitability for kopi luwak Arabica (75.24%) and the smallest is in Bangli (40.39%). On the environmental impact, caged models produce higher global warming than that of wild models. The economic aspect of wild models earned bigger profit than caged system. On the social impact, the entire models positively contribute to local community and consumer. It is, however, Model of caged Bangli-3 is the most sustainable among the others.
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2017
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library