Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 30 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nainggolan, Rufinus
Abstrak :
ABSTRAK
Konduktivitas termal k adalah harga konstanta proporsionalitas dari suatu zat atau material padat, dimana jika k berharga nol maka material tidak dapat menghantar panas, kemudian semakin tinggi harga k kemampuannya semakin tinggi menghantar panas. Dari hasil pengujian diperoleh bahwa lagging efficiency untuk fibreglass besarnya 64, 69% dan untuk asbestos besarnya 38, 36%, jadi bisa disimpulkan fibreglass lebih baik dari asbestos sebagai isolasi. Kemudian hasil lainnya yaitu hasil analisis diperoleh untuk perubahan tekanan dan temperatur uap sebagai media penghantar panas yang dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi perubahan signifikan untuk harga konduktivitas termal k. Untuk fibreglass harga k= 0,170-0,298 W/mk dan untuk asbestos harga k= 0,268-0,762 W/mK. Jadi disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh tekanan dan temperatur uap. Pemakaian bahan yang tepat untuk perpindahan panas atau mengisolasi panas akan dapat menghemat kerugian-kerugian terjadi.
Medan: Politeknik Negeri Medan, 2017
338 PLMD 20:4 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Alfieri Widyatmoko
Abstrak :
Limbah elektronik merupakan sebuah masalah yang timbul dalam skala nasional dan internasional. Diperlukan upaya untuk membantu mengatasi permasalahan tersebut agar pengolahan limbah dapat memiliki manfaat jangka panjang untuk berbagai sektor. Nanofluida adalah fluida penghantar panas yang mengandung partikel berukuran nano (1-100 nm). Penelitian yang dilakukan membahas karakterisasi nanofluida yang menggunakan micro-dispersed partikel nonlogam yang didominasi oleh kandungan SiO2. Karakterisasi berfokus kepada pengaruh konsentrasi partikel (0; 0,1; 0,3; dan 0,5%) dan surfaktan SDBS (0, 3, 5, dan 7%) terhadap viskositas, zeta potensial, dan konduktivitas termal nanofluida. Hasil pengujian Particle Size Analyzer (PSA) pada partikel menunjukkan terjadinya peningkatan ukuran partikel dari 268,7 d.nm menjadi 1035,6 d.nm (milling 10 jam) dan 572,6 d.nm (milling 20 jam), sehingga partikel tidak mencapai ukuran nano dan tergolong kedalam thermal fluid. Nilai viskositas mengalami peningkatan linear seiring meningkatnya konsentrasi partikel dan surfaktan dengan nilai tertinggi pada sampel D4 sebesar 2,34 mPa.s. Nilai zeta potensial mengalami penurunan seiring meningkatnya konsentrasi partikel dan surfaktan setelah melewati titik optimum konsentrasi. Nilai konduktivitas termal mengalami penurunan seiring meningkatnya konsentrasi partikel dan surfaktan setelah melewati titik optimum konsentrasi pada sampel C4 sebesar 0,82 W/mK. ......Electronic waste is a problem that arises on a national and international scale. Nanofluids are heat transfer fluids that contain nanoparticles ranging in size from 1 to 100 nm. Nanofluids are developed because they have superior capabilities compared to conventional fluids due to their larger surface area and suitability for use as a quenching medium in heat treatment. This research discusses the characterization of nanofluids using micro-dispersed non-metallic particles dominated by SiO2 content. The characterization focuses on the influence of particle concentration (0, 0.1, 0.3, and 0.5%) and SDBS surfactant (0, 3, 5, and 7%) on the viscosity, zeta potential, and thermal conductivity of the nanofluid. Particle Size Analyzer (PSA) testing results showed an increase in particle size from 268.7 d.nm to 1035.6 d.nm (10 hours of milling) and 572.6 d.nm (20 hours of milling), indicating that the particles did not reach the nano size range and were classified as thermal fluid. The viscosity value linearly increased with increasing particle and surfactant concentrations, with the highest value in sample D4 being 2.34 mPa.s. The zeta potential value decreased with increasing particle and surfactant concentrations after passing the optimum concentration point. The thermal conductivity value decreased with increasing particle and surfactant concentrations after passing the optimum concentration point, with a value of 0.82 W/mK in sample C4.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eddie Susanto
Abstrak :
Peningkatan kekerasan pada material baja karbon dapat dilakukan dengan perlakuan panas quenching, pada baja karbon menengah hanya sedikit waktu yang diizinkan untuk mencapai fasa martensit sehingga medium quench dengan konduktivitas termal tinggi dibutuhkan. Multi wall carbon nanotube (MWCNT) memiliki konduktivitas termal yang sangat tinggi dikarakterisasi menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM) dan Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDAX), lalu disintesis menjadi nanofluida dengan penambahan surfaktan Polyethylene Glycol (PEG) dan dilarutkan dalam air distilasi. Nanofluida di ultrasonikasi selama 15 menit untuk mencegah aglomerasi dan dilakukan pengujian konduktivitas termal serta zeta potensial yang bertujuan untuk mengukur kestabilan nanofluida. Variasi konsentrasi nanopartikel sebesar 0.1%, 0.3%, dan 0.5% dan untuk surfaktan sebesar 0%, 3%, 5%, dan 7%. Setelahnya, nanofluida digunakan sebagai medium quench dengan waktu pencelupan 4 menit dan sampel pada baja S45C dilakukan pengujian mikrostruktur dan kekerasan. Pada hasil didapatkan data bahwa penambahan nanopartikel tidak berpengaruh secara signifikan terhadap konduktivitas termal dan surfaktan PEG cenderung menurunkan nilai konduktivitas termal. Pada semua sampel yang telah dilakukan perlakuan panas diikuti dengan quench terbentuk martensite, tetapi nilai konduktivitas termal juga tidak berbanding lurus dengan kemampuan medium quench untuk meningkatkan kekerasan. Konsentrasi MWCNT 0,3% dengan surfaktan 0% menunjukan nilai konduktivitas tertinggi, sedangkan untuk hasil kekerasan tertinggi dicapai oleh media quench air. ......Hardening on carbon steel material can be achieved with heat treatment quenching, for medium carbon steel only a little time is allowed to attain martensite phase therefore high thermal conductivity quench medium is needed. Multi wall carbon nanotube (MWCNT) has very high thermal conductivity was characterized with Scanning Electron Microscope (SEM) and Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDAX), then it synthesized as nanofluids by adding some polyethylene glycol (PEG) surfactant and dissolved in distilled water. Nanofluids were ultrasonicated for 15 minutes to prevent agglomeration and tested for thermal conductivity also for zeta potential to measure nanofluids stability. Nanoparticle concentration varies from 0.1%, 0.3%, and 0.5% and for surfactants varies from 0.0%, 3%, 5%, and 7%. Afterward, nanofluids were used as a quench medium with immersion time of 4 minutes and for S45C steel samples were tested for its microstructure and hardness. The results show nanoparticle addition not significantly affecting the thermal conductivity and PEG as surfactant tends to decrease thermal conductivity. On all heat-treated samples followed by quench martensite phase are obtained, however thermal conductivity values are also not directly proportional to quench medium ability to increase the hardness. 0,3% MWCNT along with 0% PEG concentration give the highest thermal conductivity result, while for hardness achieved by using water quench medium.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farah Fadila
Abstrak :
ABSTRAK Nanopartikel digunakan untuk menghasilkan nanofluida yang mempunyai stabilitas dan dispersi yang baik sehingga menghasilkan konduktivitas termal yang maksimal. Telah dilakukan penelitian pengaruh Polyethylene Glycol (PEG) terhadap transfer panas nanofluida berbasis karbon arang tempurung kelapa dan tempurung kelapa sawit. Karbon dari arang tempurung kelapa dan tempurung kelapa sawit melalui pemrosesan tertentu menjadi partikel karbon aktif. Partikel karbon aktif ditumbuk halus dan direduksi kembali agar dapat mencapai ukuran nano dengan menggunakan alat planetary ball mill dengan metode top-down selama 15 jam dengan kecepetan putaran 500 rpm. Sintesis nanofluida dilakukan dengan mendispersikan nanopartikel karbon dari arang tempurung kelapa dan tempurung kelapa sawit ke dalam fluida air distilasi. Pada penelitian ini dikaji pengaruh penambahan PEG terhadap karakteristik nanofluida berbasis karbon dari arang tempurung kelapa dan tempurung kelapa sawit. Karakterisasi nanopartikel karbon dari arang tempurung kelapa dan tempurung kelapa sawit yang dilakukan adalah menggunakan Field-Emission Scanning Electron Microscope (FE-SEM), dan Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) untuk mengamati komposisi dan unsur partikel, morfologi partikel dan ukuran partikel agar dapat dibandingkan. Hasil EDS menunjukan partikel karbon dari arang tempurung kelapa memiliki 60,77 wt% karbon sedangkan partikel karbon dari arang tempurung kelapa sawit mengandung 78,08 wt% karbon dan terdapat banyak unsur pengotor pada kedua nya. Karakterisasi FE-SEM menunjukan partikel karbon membentuk aglomerasi. Karakterisasi nanofluida yang dilakukan adalah pengukuran Particle Size Analyzer (PSA), zeta potensial dan konduktivitas termal. Variabel yang digunakan adalah konsentrasi partikel karbon dari arang tempurung kelapa dan tempurung kelapa sawit masing-masing adalah 0%, 0,1%, dan 0,3% lalu dengan penambahan surfaktan PEG dengan konsentrasi 0%, 10% dan 20%.
ABSTRACT Nanoparticles are used to produce nanofluids which have a good stability and good dispersion resulting in maximum thermal conductivity. This research study conduct the effect of Polyethylene Glycol (PEG) on heat transfer carbon-based nanofluids based on coconut shell ash particles and palm shell ash particles. Coconut shell carbon and palm shell ash carbon through certain process to become activated carbon particles. The activated carbon particles are finely ground and reduced again to reach nano size by using a planetary ball mill with a top-down method for 15 hours with a speed of 500 rpm rotation. Synthesis of nanofluids was carried out by dispersing carbon shells and coconut shell nanoparticles into distilled water fluid. In this study the effect of PEG on the characteristics of carbon-based nanofluids based on coconut shell and palm shell ash. Characterization of carbon nanoparticles of coconut shell and palm shell is done using Field-Emission Scanning Electron Microscope (FE-SEM), and Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) to use materials and particles, morphology and particle size to be used. The EDS results showed that the coconut shell carbon particles had 60.77% carbon while the coconut shell carbon particles contained 78.08% by weight of carbon and both contained many impurities. The FE-SEM characterization shows carbon particles to form agglomeration. The nanofluid characterization carried out was the measurement of Particle Size Analyzer (PSA), zeta potential and thermal conductivity. The variables used are the composition of carbon particles of coconut shell and oil palm shell are 0%, 0.1%, and 0.3%, then the composition of surfactant PEG with concentrations of 0%, 10% and 20%.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Rizqullah Akbar
Abstrak :
Konduktivitas termal adalah suatu besaran yang menunjukan kemampuan suatu zat dalam menghantarkan energi panas. Konduktivitas termal merupakan suatu fenomena transport yang diakibatkan akibat adanya perbedaan temperatur sehingga menyebabkan tranfer energi dari bagian yang panas ke bagian dengan temperatur lebih rendah. Salah satu metode untuk mengukur konduktivitas termal dapat menggunakan metode komparatif. Kelebihan dari metode komparatif ini dibandingkan dengan metode lainnya ialah dia dapat mengukur nilai konduktivitas termal dari material berfasa cair. Dalam keadaan yang sekarang ini, alat ukur nilai konduktivitas termal material berfasa cair sangat dibutuhkan di berbagai bidang. Mesin pengukur nilai konduktivitas termal material berfasa cair biasanya memiliki harga yang tidak ekonomis, oleh sebab itu dilakukanlah percobaan untuk membuat mesin pengukuran nilai konduktivitas termal material berfasa cair yang ekonomis. Dasar pengujian ini dilakukan dengan menggunakan termelektrik dengan menggunakan material referensi tembaga. Termoelektrik adalah suatu perangkat yang dapat mengubah energi panas menjadi energi listrik dan juga sebaliknya, dimana terdapat dua fenomena pada termoelektrik yaitu efek seebeck dan efek peltier. Tembaga merupakan suatu unsur yang memiliki nomor atom 29 dan berlambang Cu pada tabel periodik. Unsur ini ketika dalam keadaan murni memiliki warna jingga kemerahan dengan sifat yang halus dan lunak. ......Thermal conductivity is a quantity that shows the ability of a substance to conduct heat energy. Thermal conductivity is a transport phenomenon caused by temperature differences that cause energy transfer from hot parts to parts with lower temperatures. One method to measure thermal conductivity can be to use the comparative method. The advantage of this comparative method compared to other methods is that it can measure the value of thermal conductivity of a liquid-based material. In the current state, measuring devices for the thermal conductivity of liquid-based materials are needed in various fields. Measuring machines for the thermal conductivity of liquid-based materials usually have an uneconomic price, so an experiment was made to make a machine for measuring the thermal conductivity values of liquid-phase materials. The basis of this test is carried out using thermelectric using copper reference material. Thermoelectric is a device that can convert heat energy into electrical energy and vice versa, where there are two phenomena in the thermoelectric namely the seebeck effect and the peltier effect. Copper is an element that has an atomic number of 29 and has the symbol Cu on the periodic table. This element when in pure state has a reddish orange color with a smooth and soft nature.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricko Setiawan
Abstrak :
Green composite merupakan salah satu jenis komposit dengan unsur penyusunnya merupakan bahan alam. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan keragaman sumber daya alam yang menghasilkan berbagai jenis serat alam salah satunya serat daun nanas dari perkebunan Subang Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh model konduktivitas termal komposit sandwich dengan core poliuretan/nanoselulosa berbasis serat daun nanas Subang Jawa Barat dan skin epoksi berpenguat variasi serat alam. Pemodelan konduktivitas termal komposit sandwich dibuat menggunakan komputasi Microsoft Excel sederhana. Pemodelan dilakukan berdasarkan persamaan Rule of Mixture dari core dan skin berpenguat variasi serat alam berupa pineapple leaves (PALF), serat tandan kosong kelapa sawit (STKKS), coconut husk (CH), papyrus (PPR), dan corn cob (CC) dengan susunan seri skin-core-skin. Berdasarkan kajian literatur konduktivitas termal penguat dipilih menurut komposisi berat atau volume yang menghasilkan sifat mekanik terbaik yakni 1 wt% core filler dan 40 wt% skin fiber. Hasil terbaik konduktivitas termal komposit sandwich sebesar 17,53 x 10-2 pada model komposit sandwich dengan skin epoksi berpenguat serat papyrus (PPR) dan core poliuretan berpenguat nanoselulosa (CNF) berbasis serat daun nanas Subang, Jawa Barat. Konduktivitas termal komposit sandwich meningkat 84,89 % dari poliuretan murni dan menurun 11,86 % dari epoksi murni.
Green composite is one type of composites in which one of the elements is natural resource. Indonesia is a tropical country that rich in diversity of natural resources which produces various types of natural fibres, one of which is pineapple leaf fibre from Subang, West Java. This study aimed to obtain the thermal conductivity of sandwich composites model with polyurethane/nanocellulose based on Subang pineapple leaf fiber in West Java as core and epoxy reinforced with natural fiber variations as skins. The thermal conductivity of sandwich composite model was calculated using a simple computation of Microsoft Excel. Modelling was done by reviewing the equation of the Rule of Mixture of core and skins with the variety of natural fibers in the form of pineapple leaves (PALF), oil palm empty fruit bunches (OPEFB), coconut husk (CH), papyrus (PPR), and corn cob (CC) with a series layer of skin-core-skin. Based on the literature study, the thermal conductivity of the reinforcement was chosen according to the composition of the weight or volume that produces the best mechanical properties i.e 1 wt% core filler and 40 wt% skin fiber. The best result of the thermal conductivity of sandwich composites was 17.53 x 10-2 W/mK on the composite sandwich model with epoxy reinforced 40 wt% papyrus (PPR) as skin and polyurethane reinforced Subang pineapple leaf nanocellulose as core. The thermal conductivity of sandwich composites increased by 84.89% compared to pristine polyurethane and decreased by 11.86% compared to pristine epoxy.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhri Rafi Rosyidi
Abstrak :
Limbah elektronik yang dibiarkan secara terus menerus akan menjadi sebuah masalah jika tidak dilakukan tindakan. Permasalahan ini perlu dicari solusinya agar limbah elektronik memiliki manfaat. Nanofluida adalah fluida yang dapat menghantarkan panas yang didalamnya dari partikel nano berukuran sekitar 1 hingga 100 nanometer. Nanofluida  terus menerus mengalami perkembangan karena nanofluida memiliki kelebihan yang lebih baik jika dibandingkan dengan fluida lain dengan partikel ukuran tidak nano. Luas area permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan partikel dengan ukuran yang lebih besar dapat lebih baik menghantarkan panas sehingga nanofluida sangat cocok jika digunakan sebagai media quenching dalam perlakuan panas. Penelitian ini membahas karakterisasi nanofluida yang menggunakan micro-dispersed partikel non-logam yang didominasi oleh kandungan SiO2. Pada penelitian ini, karakterisasi dilakukan pada pengaruh konsentrasi partikel (0; 0,1; 0,3; dan 0,5%) dan konsentrasi surfaktan PEG (0, 3, 5, dan 7%) terhadap viskositas, zeta potensial, dan konduktivitas termal nanofluida. Hasil dari pengujian Particle Size Analysis (PSA) pada partikel menunjukkan terjadinya peningkatan ukuran partikel dari 268,7 d.nm menjadi 1035,6 d.nm (milling 10 jam) dan 572,6 d.nm (milling 20 jam). Dari hasil pengujian, partikel tidak mencapai ukuran nano sehingga partikel tergolong kedalam thermal fluid. Hasil pengujian viskositas pada thermal fluid mengalami peningkatan linier seiring dengan penambahan konsentrasi surfaktan dengan nilai tertinggi pada konsentrasi partikel 0,5% dan konsentrasi surfaktan 5% sebesar 1,29 mPa.s. Hasil pengujian zeta potensial pengalami peningkatan seiring meningkatnya konsentrasi surfaktan dengan nilai tertinggi pada konsentrasi surfaktan sebesar 7% sebesar  39,6 mV.  Hasil pengujian konduktivitas  thermal pengalami penurunan seiring meningkatnya konsentrasi partikel dan konsentrasi surfaktan melewati titik optimum pada konsentrasi partikel 0,5% dan konsentrasi surfaktan 7% sebesar 0,652 W/mK. ......Electronic waste that is left unattended continuously will become a problem if no action is taken. This issue needs to be addressed in order for electronic waste to have a beneficial purpose. Nanofluids are fluids that can conduct heat due to the presence of nano-sized particles, typically ranging from 1 to 100 nanometers. Nanofluids continue to undergo development because they offer superior advantages compared to non-nano-sized particle fluids. The larger surface area of the nanoparticles allows for better heat conduction, making nanofluids suitable as quenching media in heat treatment processes. This study focuses on the characterization of nanofluids that utilize micro-dispersed non-metallic particles predominantly composed of SiO2. In this research, characterization was conducted to analyze the influence of particle concentration (0, 0.1, 0.3, and 0.5%) and PEG SDBS surfactant concentration (0, 3, 5, and 7%) on the viscosity, zeta potential, and thermal conductivity of the nanofluids. The Particle Size Analysis (PSA) test results indicate an increase in particle size from 268.7 d.nm to 1035.6 d.nm (after 10 hours of milling) and 572.6 d.nm (after 20 hours of milling). Based on these test results, the particles did not reach the nano size range and are classified as thermal fluids. The viscosity test results for the thermal fluid showed a linear increase with the addition of surfactant concentration, reaching the highest value at a particle concentration of 0.5% and a surfactant concentration of 7%, which was 0.627 mPa.s. The zeta potential test results exhibited an increase with the increasing surfactant concentration, reaching the highest value at a surfactant concentration of 7%, which was 39.6 mV. The thermal conductivity test results showed a decrease with the increasing particle and surfactant concentrations, reaching an optimum point at a particle concentration of 0.5% and a surfactant concentration of 7%, which was 0.652 W/mK.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dania Haidi Ramdhony
Abstrak :
Pada penelitian nanofluida yang dilakukan akhir-akhir ini molekul Carbon Nanotube (CNT) merupakan salah satu molekul nano yang sering digunakan, hal ini karena CNT memiliki nilai konduktivitas termal yang tinggi dan memiliki karakterisasi yang unggul, CNT sendiri dibagi menjadi dua jenis berlapisan tunggal atau single-walled CNT (SWCNT) dan multi-walled (MWCNT). Dalam penelitian ini menggunakan MWCNT as-received yang dikarakterisasi dengan menggunakan Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) dan Scanning Electron Microscope (SEM). Nanofluida berbasis CNT disintesis dengan menambahkan konsentrasi CNT sebesar 0,1%, 0,3%, dan 0,5% serta surfaktan sodium dodecylbenzenesulfonate (SDBS) sebanyak 10%, 20%, dan 30% pada fluida dasar yaitu air distilasi yang kemudian didispersikan menggunakann alat ultrasonikasi selama 15 menit. Kemudian nanofluida akan dikarakterisasi nilai zeta potensial dan konduktivitas termalnya di suhu ruang (25oC). nanofluida sebanyak 100ml yang sudah dikarakterisasi kemudian akan digunakan untuk proses quenching atau perlakuan panas pada baja S45C, sebelumnya baja S45C sudah diaustenisasi di suhu 900oC. Baja S45C hasil perlakuan panas akan dikarakterisasi menggunakan mikroskop optik dan rockwell hardness C. Penambahan konsentrasi CNT tanpa surfaktan pada nanofluida menaikan konduktivitas termal nanofluida, namun penambahan surfaktan konsentrasi tinggi (10%, 20%, dan 30%) pada nanofluida menurunkan konduktivtas termal nanofluida. Nilai zeta potensial dari nanofluida meningkat seiring dengan bertambahnya konsentrasi surfaktan, zeta potensial dapat mengukur stabilitas nanofluida. Hubungan konduktivitas termal dan kekerasan baja S45C hasil perlakuan panas menggunakan nanofluida tidak dapat dihubungkan secara linier walaupun terlihat tren semakin tinggi konduktivitas termal, maka nilai kekerasan akan semakin tinggi. Hal tersebut terjadi karena proses perlakuan panas dilakukan di temperatur tinggi yang dapat mempengaruhi stabilitas nanofluida. Mikrostruktur Baja S45C hasil perlakuan panas dengan media quench dengan konsentrasi SDBS 0% hingga 10% memiliki mikrostruktur yang didominasi martensite, sedangkan untuk konsentrasi SDBS 20-30% mikrostruktur baja didominasi dengan pearlite, ferrite dan sedikit widmanstätten ferrite. ......In recent nanofluid research, Carbon Nanotube (CNT) are one of the nano-molecules that are often used in studies, this is because CNT’s have a high thermal conductivity value and have superior characterization. There are two kinds of CNT, Single-walled CNT (SWCNT) and multi-walled (MWCNT). In this study, the as-received MWCNT is characterized by using Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) and Scanning Electron Microscope (SEM). CNT-based nanofluids were synthesized by adding 0.1%, 0.3%, and 0.5% CNT and as much as 10%, 20%, and 30% surfactant sodium dodecylbenzenesulfonate (SDBS) in the base fluid, namely distilled water which was then dispersed. using ultrasonication tool for 15 minutes. Then the nanofluid will be characterized by its zeta potential value and thermal conductivity at room temperature (25oC). 100ml of nanofluid that has been characterized will then be used for the quenching process or heat treatment on S45C steel, previously S45C steel has been austenized at 900oC. Heat treated S45C steel will be characterized using an optical microscope and rockwell hardness C. The addition of CNT concentrations without surfactants in nanofluids increased the thermal conductivity of nanofluids, but the addition of high concentrations of surfactants (10%, 20%, and 30%) in nanofluids decreased the thermal conductivity of nanofluids. The zeta potential value of nanofluids increases with increasing surfactant concentration, the zeta potential can measure the stability of nanofluids. The relationship between thermal conductivity and hardness of the heat treated S45C steel cannot be linearly related, although the trend is that the higher the thermal conductivity, the higher the hardness value. This happens because the heat treatment process is carried out at high temperatures which can affect the stability of the nanofluid. The microstructure of the heat treated S45C steel with nanofluids quenchant with a concentration of 0% to 10% SDBS has a predominantly martensite microstructure, while for an SDBS 20-30% concentration the steel microstructure is dominated by pearlite, ferrite and a little widmanstätten ferrite.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elia Tugimin
Abstrak :
Graphene oxide (GO) adalah graphene teroksidasi yang memiliki ikatan dan gugus fungsi. GO memiliki konduktivitas termal yang baik sehingga dapat digunakan dalam aplikasi perpindahan panas, salah satunya nanofluida. Gugus fungsi O pada graphene oxide membuat sifatnya menjadi hidrofilik untuk dispersi terhadap media larutan cair, sehingga dapat diaplikasikan sebagai media quenching. Dalam penelitian ini graphene oxide dikarakterisasi menggunakan Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) dan Scanning Electron Microscope (SEM) untuk mengetahui kandungan unsur dan morfologi dari GO. Nanofluida berbasis GO disintesis dengan konsentrasi GO sebesar 0,01%, 0,03% dan 0,05% dengan menambahkan surfaktan Sodium Dodecyl Benzene Sulfonate (SDBS) sebanyak 0%, 3%, 5% dan 7% pada fluida dasar air distilasi. Nanofluida yang diperoleh diultrasonifikasikan selama 15 menit kemudian dilakukan pengujian konduktivitas termal dan zeta potensial. Setelah itu dilakukan proses quenching menggunakan baja S45C dengan nanofluida sebagai media quench dengan suhu austenisasi 900oC dengan waktu tahan selama 1 jam, kemudian dilakukan pengujian metalografi dan kekerasan. Hasil karakterisasi GO menunjukan terdapat gugus O dan hasil pengujian konduktivitas termal menunjukan bahwa nilai konduktivitas termal menurun seiring dengan peningkatan kadar GO dan surfaktan SDBS dan kekerasan optmal baja S45C hasil quenching terdapat pada konsentrasi nanofluida GO 0.05% dan SDBS 5% dengan nilai kekerasan sebesar 48 HRC. ......Graphene oxide (GO) is a graphene that has been oxidized and has bonds and functional groups. GO has a high thermal conductivity so that it can be used in heat transfer applications, one of which is nanofluids. The O functional group in graphene oxide makes it hydrophilic for dispersion on liquid solution media, so it can be applied as a quenching medium. In this study, graphene oxide was characterized using Energy Dispersive Spectroscopy (EDS) and Scanning Electron Microscope (SEM) to determine the elemental content and morphology of GO. GO-based nanofluids were synthesized with GO concentrations of 0.01%, 0.03% and 0.05% by adding the surfactant Sodium Dodecyl Benzene Sulfonate (SDBS) as much as 0%, 3%, 5% and 7% in distilled water base fluid. The obtained nanofluids was ultrasonified for 15 minutes and then tested for thermal conductivity and zeta potential. After that, the quenching process was carried out using S45C steel with nanofluids as the quenching medium with an austenizing temperature of 900oC with a holding time of 1 hour, then metallographic and hardness tests were performed. The results of GO characterization showed that there was an O group and the results of the thermal conductivity test showed that the value of the thermal conductivity decreased with increasing levels of GO and SDBS surfactant and optmal hardness value of S45C steel as a result of quenching is found in nanofluids concentration of 0.05% GO and 5% SDBS with a hardness value of 48 HRC.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Almas Afnany
Abstrak :
Kekerasan yang tinggi pada sebuah material dapat dicapai dengan melakukan proses perlakuan panas menggunakan media quench yang memiliki nilai konduktivitas termal yang tinggi, seperti nanofluida. Pada penelitian ini, nanofluida berbasis CNT disintesis menggunakan metode 2 tahap, yaitu dengan mendispersikan CNT dengan konsentrasi sebesar 0,1%, 0,3%, dan 0,5% ke dalam fluida dasar berupa air distilasi yang kemudian ditambahkan surfaktan Cetyl Trimethylammonium Bromide (CTAB) sebanyak 0%, 3%, 5%, dan 7% untuk meningkatkan stabilitasnya, lalu dilakukan ultrasonikasi. Nanofluida tersebut kemudian digunakan sebagai media quench pada sampel baja S45C. Proses perlakuan panas dilakukan dengan memanaskan baja hingga suhu 900ºC kemudian di quenching. Baja hasil quenching diamati mikrostrukturnya dan dihitung nilai kekerasannya. Konduktivitas termal nanofluida mengalami penurunan saat digunakan surfaktan CTAB 3%, lalu mengalami peningkatan saat digunakan surfaktan CTAB 5%, dan menurun kembali saat digunakan surfaktan CTAB 7% dengan nilai konduktivitas termal tertinggi diperoleh oleh sampel nanofluida pada konsentrasi CNT 0,3% dengan surfaktan CTAB 5%, yaitu sebesar 0,72 W/mK. Sementara nilai kekerasan tertinggi untuk baja yang di quenching dengan nanofluida adalah sebesar 39 HRC, yaitu ketika digunakan konsentrasi 0,1% CNT tanpa penambahan surfaktan. ......High hardness of a material can be achieved by doing heat treatment using a quench medium that has a high thermal conductivity value, such as nanofluids. In this study, CNT-based nanofluids were synthesized using a 2-step method, which by dispersing CNT with concentrations of 0.1%, 0.3%, and 0.5% into the base fluid in the form of distilled water which was then added with surfactant Cetyl Trimethylammonium Bromide (CTAB) as much as 0%, 3%, 5%, and 7% to increase their stability, then ultrasonication was performed. The nanofluid was then used as a quench medium for the S45C steel sample. The heat treatment process is carried out by heating the steel to a temperature of 900ºC then quench it. The quenched steel was observed for its microstructure and the hardness was calculated. The thermal conductivity of nanofluids decreased when 3% CTAB surfactant was used, increased when 5% CTAB surfactant was used, and decreased when 7% CTAB surfactant was used with the highest thermal conductivity value obtained by nanofluid samples at 0.3% CNT concentration with 5% CTAB surfactant, which the value is 0.72 W/mK. Meanwhile, the highest hardness value for steel quenched with nanofluids was 39 HRC, when 0.1% CNT was used without the addition of surfactants.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>