Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: direktorat jendral informasi dan komunikasi publik kementerian komunikasi dan informasi, 2016
384 KOM
Majalah, Jurnal, Buletin  Universitas Indonesia Library
cover
M. Mertania Lestari
Abstrak :
Pemerintah dalam rangka mendorong tumbuhnya industri telekomunikasi di Indonesia, telah menetapkan kebijakan penyelenggaraan telekomunikasi dari yang sebelumnya bersifat monopoli menjadi mengarah kepada iklim kompetisi yang fair dan sehat, melalui restrukturisasi di sektor telekomunikasi berdasarkan Undang- Undang nomor 36 tahun1999 dan Peraturan Pemerintah nomor 52 tahun 2000 serta Keputusan Menteri nomor 21 tahun 2001 mengenai penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang diperbaharui dengan Keputusan Menteri nomor 28 tahun 2004, dengan demikian sehingga dimungkinkannya hubungan yang tidak lagi sebatas satu jaringan akan tetapi mengarah kepada hubungan dengan pengguna jaringan penyelenggara yang berbeda atau any to any. Untuk mendorong tumbuhnya penyelenggaraan telekomunikasi yang lebih kompetitif, pemerintah melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika menetapkan PerMen KOMINFO no. 08/Per/M.KOMINFO/02/2006 tentang Interkoneksi, yang diberlakukan efektif per 1 Januari 2007 dimana salah satu hal yang penting dalam pengaturan interkoneksi tersebut adalah penetapan biaya interkoneksi yang dipergunakan acuan bagi penyelenggara dalam melakukan interkoneksi, dimana pemerintah mengatur perhitungan biaya interkoneksi tidak lagi berbasis Revenue Sharing atau bagi hasil melainkan secara Cost Based atau berbasis biaya per stream produk layanan dimana efek dari implementasinya adalah mempersempit peluang TELKOM sebagai incumbent dan sebagai pemilik jaringan terbesar di Indonesia , sehingga untuk memberi daya saing bagi Telkom agar dapat berkompetisi maka dilakukan re-engineering terhadap tarif Cost Based dimaksud.
Government in order to encourage the growth of the telecommunications industry in Indonesia, has been set administration policy from the previous telecommunications monopoly is to lead to a climate of fair competition and healthy, through restructuring the telecommunications sector, according to Law number 36 year 1999 and Government Regulation number 52 of 2000 and Ministerial Decree number 21 year 2001 regarding the conduct of telecommunications services which was renewed with the Ministerial Decree number 28 in 2004, with the possibility that such relationships are no longer limited to one network but leads to a relationship with users to different networks or any to any. To encourage the growth of telecommunications operation more competitive, the government through the Regulation of the Minister of Communications and Information KOMINFO set no. 08/Per/M.KOMINFO/02/2006 on Interconnection, which came into force effective as of January 1, 2007 where one of the things that are important in setting interconnection is interconnection costing used in reference to providers interconnect, where the government set up the calculation of interconnection fees no longer based on Revenue Sharing, or for the results but the cost-based or cost-per-stream-based service products where the effect of the implementation is narrowing opportunities for the incumbent Telkom and the owner of the biggest networks in Indonesia, so as to provide for Telkom's competitiveness in order to compete then be re -engineering of the Cost Based tariffs meant.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
T 27608
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hendrawan Agusta
Abstrak :
ABSTRAK
Inovasi di bidang teknologi informasi melahirkan model bisnis baru yang pada gilirannya mampu menghasilkan efisiensi bagi masyarakat. Revolusi teknologi informasi tersebut terus berkembang dan sekarang memasuki bidang keuangan yang regulasinya ketat. Kolaborasi antara teknologi informasi dengan bidang keuangan melahirkan Teknologi Finansial atau Financial Technology (Fintech), salah satunya pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi (Peer to Peer Lending/P2P Lending). Masyarakat menjadi lebih mudah mengakses kebutuhan keuangannya melalui P2P Lending. Di sisi lain, muncul tantangan dalam P2P Lending mengenai perlindungan Data Pribadi bagi pemilik Data Pribadi dan banyaknya aplikasi P2P Lending Illegal yang beroperasi di Indonesia. Pemilik Data Pribadi memiliki hak-hak sehubungan dengan datanya, salah satunya hak untuk meminta penghapusan Data Pribadi. Tesis ini membahas mengenai penghapusan Data Pribadi Pengguna Aplikasi dalam Penyelenggaraan P2P Lending yang tidak terdaftar. Di dalamnya juga membahas bagaimana tanggungjawab Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap penghapusan Data Pribadi dalam Penyelenggaraan P2P Lending yang tidak terdaftar.
ABSTRACT
Innovations in information technology bring in to new business models which in turn can produce efficiency for the community. The information technology revolution continues to grow and now entering the financial sector which is highly regulated. Collaboration between information technology and finance bring in to Financial Technology (Fintech), which is information technology-based money-lending (Peer to Peer Lending/P2P Lending). It is easier for people to access their financial needs through P2P Lending. On the other hand, challenges arise in P2P Lending regarding the protection of personal data for Data Subject and Illegal P2P Applications in Indonesia. Data Subject have rights related to Personal Data, one of them is the Right to Erasure. This thesis discusses the Right to Erasure in the Unregistered P2P Lending. It also discusses the responsibilities of the Ministry of Communication and Information Technology (MoCI) and the Financial Service Authority (FSA) for the Right to Erasure in the Unregistered P2P Lending.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Mertania Lestari
Abstrak :
Pemerintah dalam rangka mendorong tumbuhnya industri telekomunikasi di Indonesia, telah menetapkan kebijakan penyelenggaraan telekomunikasi dari yang sebelumnya bersifat monopoli menjadi mengarah kepada iklim kompetisi yang fair dan sehat, melalui restrukturisasi di sektor telekomunikasi berdasarkan Undang-Undang nomor 36 tahun1999 dan Peraturan Pemerintah nomor 52 tahun 2000 serta Keputusan Menteri nomor 21 tahun 2001 mengenai penyelenggaraan jasa telekomunikasi yang diperbaharui dengan Keputusan Menteri nomor 28 tahun 2004, dengan demikian sehingga dimungkinkannya hubungan yang tidak lagi sebatas satu jaringan akan tetapi mengarah kepada hubungan dengan pengguna jaringan penyelenggara yang berbeda atau any to any. Untuk mendorong tumbuhnya penyelenggaraan telekomunikasi yang lebih kompetitif, pemerintah melalui Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika menetapkan PerMen KOMINFO no. 08/Per/M.KOMINFO/02/2006 tentang Interkoneksi, yang diberlakukan efektif per 1 Januari 2007 dimana salah satu hal yang penting dalam pengaturan interkoneksi tersebut adalah penetapan biaya interkoneksi yang dipergunakan acuan bagi penyelenggara dalam melakukan interkoneksi, dimana pemerintah mengatur perhitungan biaya interkoneksi tidak lagi berbasis Revenue Sharing atau bagi hasil melainkan secara Cost Based atau berbasis biaya per stream produk layanan dimana efek dari implementasinya adalah mempersempit peluang TELKOM sebagai incumbent dan sebagai pemilik jaringan terbesar di Indonesia , sehingga untuk memberi daya saing bagi Telkom agar dapat berkompetisi maka dilakukan re-engineering terhadap tarif Cost Based dimaksud. ......Government in order to encourage the growth of the telecommunications industry in Indonesia, has been set administration policy from the previous telecommunications monopoly is to lead to a climate of fair competition and healthy, through restructuring the telecommunications sector, according to Law number 36 year 1999 and Government Regulation number 52 of 2000 and Ministerial Decree number 21 year 2001 regarding the conduct of telecommunications services which was renewed with the Ministerial Decree number 28 in 2004, with the possibility that such relationships are no longer limited to one network but leads to a relationship with users to different networks or any to any. To encourage the growth of telecommunications operation more competitive, the government through the Regulation of the Minister of Communications and Information KOMINFO set no. 08/Per/M.KOMINFO/02/2006 on Interconnection, which came into force effective as of January 1, 2007 where one of the things that are important in setting interconnection is interconnection costing used in reference to providers interconnect, where the government set up the calculation of interconnection fees no longer based on Revenue Sharing, or for the results but the cost-based or cost-per-stream-based service products where the effect of the implementation is narrowing opportunities for the incumbent Telkom and the owner of the biggest networks in Indonesia, so as to provide for Telkom's competitiveness in order to compete then be re -engineering of the Cost Based tariffs meant.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
T40904
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ghina Raihanah
Abstrak :
Skripsi ini membahas hak kebebasan berekspresi pengguna sistem elektronik di internet setelah berlakunya PM Kominfo 5/2020. Landasan penelitian ini ialah pemutusan akses terhadap beberapa situs dan aplikasi PSE Lingkup Privat oleh Kemenkominfo, kondisi kebebasan menggunakan internet di Indonesia yang bebas setengah, dan pembatasan hak kebebasan berekspresi di internet yang marak dilakukan, baik oleh pemerintah ataupun individu. Perlindungan atas hak kebebasan berekspresi pengguna sistem elektronik di internet merupakan amanat UUD NRI 1945, kemudian dijelaskan lebih lanjut di dalam UU HAM dan UU Kemerdekaan Berpendapat. Tidak hanya di skala nasional, hak kebebasan berekspresi pengguna sistem elektronik di internet juga dilindungi oleh instrumen HAM internasional, baik yang sudah diratifikasi oleh Indonesia seperti ICCPR maupun yang berbentuk rekomendasi dari para pakar hukum. Meski hak ini sudah diatur secara tegas, pasal – pasal di PM Kominfo 5/2020 terkait moderasi dan pemutusan akses terhadap informasi dan dokumen elektronik yang tidak memiliki standar jelas dan subjektif berpotensi melanggar hak kebebasan berekspesi pengguna sistem elektronik di internet. Dengan demikian, rumusan masalah yang diangkat di dalam penelitian ini ialah lingkup pengaturan dan konsep hak kebebasan berekspresi pengguna sistem elektronik di internet menurut instrumen hukum secara internasional serta nasional, dan implikasi hak kebebasan berekspresi pengguna sistem elektronik di internet setelah berlakunya PM Kominfo 5/2020. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Penelitian ini menemukan bahwa PM Kominfo 5/2020 melanggar hak kebebasan berekspresi pengguna sistem elektronik di internet. ......This thesis discusses the right to freedom of expression of electronic system users on the internet after the enactment of PM Kominfo 5/2020. The research's basis is access termination to several Electronic System Providers in the Private Sector by the Ministry of Communication and Informatics, freedom to use the internet in Indonesia, and restrictions on the right to freedom of expression on the internet which are widely practiced, both by the government and individuals. Protection of the right to freedom of expression for users of electronic systems on the internet is a mandate of the 1945 Constitution, which is further explained in the Human Rights and the Freedom of Opinion Law. Not only on a national scale, the rights to freedom of expression of electronic systems users on the internet are also protected by international human rights instruments that Indonesia has ratified, such as the ICCPR and recommendations from legal experts. Albeit this right has been strictly regulated, articles in PM Kominfo 5/2020 regarding moderation and terminating access to electronic information and/or documents that do not have clear and subjective standards potentially violate the right to freedom of expression of electronic systems users on the internet. Thus, the problem raised in this study is the regulation and the concept of the right to freedom of expression of electronic systems users on the internet according to international as well as national legal instruments and the implications of it after the enactment of PM Kominfo 5/2020. This research is qualitative, using a descriptive method. This research found that PM Kominfo 5/2020 violated the right to freedom of expression of electronic system users on the internet.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Vidyantina Heppy Anandhita
Abstrak :
ABSTRAK
Manajemen data penelitian perlu dilakukan oleh setiap lembaga penelitia nuntuk menjamin integritas dan keberadaan data penelitian serta mengorganisasikan data sepanjang siklus penelitian hingga penggunaan kembali. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun rancangan prosedur manajemen data penelitian di Badan Litbang SDM Kementerian Kominfo sebagai pedoman melaksanakan aktivitas manajemen data penelitian. Berdasarkan hasil perbandingan framework manajemen data yang dilakukan, konsep data life cycle yang digunakan penelitian ini terdiri dari 7 fase yaitu planning and discovery atau perencanaan dan penemuan data, collecting atau pengumpulan data, processing atau pemrosesan data, analyzing atau analisis data, preserving atau preservasi data, publishing and sharing atau publikasi dan berbagi data, dan fase terakhir data reuse atau penggunaan ulang data, dengan aktivitas crosscutting yang dilakukan sepanjang fase. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif dengan pengumpulan data melalui wawancara, sedangkan analisis data dilakukan dengan metode thematic analysis. Rancangan prosedur manajemen data penelitian ini disusun berdasarkan proses atau aktivitas yang sudah dilakukan maupun aktivitas yang idealnya dilaksanakan dalam prosedur manajemen data penelitian. Validasi analisis data dilakukan secara berjenjang dalam 3 iterasi. Hasil dari penelitian ini adalah rancangan standar operasional prosedur SOP manajemen data penelitian yang sesuai dengan kondisi organisasi Badan Litbang SDM. Rancangan prosedur yang disusun diharapkan dapat memberikan pedoman bagi peneliti Badan Litbang SDM Kominfo untuk melakukan aktivitas manajemen data penelitian.
Research data management need to be done by each research institution to ensure the integrity and availability of data research and organizes the data throughout the research cycle. This study aims to design research data management procedures in ICT Research and HR Development Agency Ministry of Communication and Information Technology MCIT as guidelines for carrying out activities of research data management. Based on the comparison results of framework data management, the concept of data life cycle used in this study consists of seven phases planning and discovery of data, collecting the data, processing the data, analyzing the data, preserving the data, publishing and sharing of data and last phase was data reuse, with a crosscutting activity conducted throughout the phase. This research was conducted with a qualitative approach to collecting data through interviews, while data analysis was conducted using thematic analysis. The design of this research data management procedures prepared by the process or activity that has been performed as well as activities that would ideally be undertaken in research data management procedures. Validation of data analysis is performed gradually in three iterations. Result from this study is a design of standard operating procedures SOP for research data management which is appropriate for ICT Research and HR Development Agency organizational conditions. The design of procedures was expected to provide guidance for researchers in ICT Research and HR Development Agency ndash MCIT to conduct research data management activities.
2017
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Arif Wahyudi
Abstrak :
Digitalisasi telah menjadi bagian integral dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), baik untuk mendukung sistem layanan administrasi internal maupun untuk memberikan layanan publik secara digital. Namun seiring dengan masifnya pemanfaatan TIK menimbulkan berbagai permasalahan, diantaranya adalah terjadinya insiden keamanan informasi. Meskipun telah dilakukan upaya teknis dan prosedural untuk menjaga dan meningkatkan keamanan sistem yang dikelola, masih ditemukan isu dari sisi sumber daya manusia, khususnya terkait kesadaran keamanan informasi pegawai. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengukur tingkat kesadaran keamanan informasi pegawai Kominfo serta merumuskan rekomendasi berdasarkan hasil pengukuran. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan model Knowledge, Attitude, Behavior (KAB) dan Human Aspects of Information Security Questionnaire (HAIS-Q) pada dimensi pengetahuan, sikap, dan perilaku dengan 9 fokus area. Selain itu, dilakukan pembobotan derajat kepentingan dari setiap dimensi dan fokus area menggunakan Analytic Hierarchy Process (AHP). Pengambilan data dilakukan melalui penyebaran kuesioner daring kepada pegawai Kominfo dengan random sampling dan dianalisis dengan pendekatan statistik deskriptif untuk menghitung nilai kesadaran keamanan informasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesadaran keamanan informasi pegawai Kominfo secara keseluruhan berada kategori cukup. Masih terdapat fokus area yang masuk dalam kategori buruk, yaitu terkait manajemen password dan penggunaan internet pada dimensi perilaku. Berdasarkan hasil pengukuran, dilakukan pendalaman hasil kuesioner dan perumusan rekomendasi melalui wawancara. Penelitian ini merekomendasikan untuk melakukan langkah peningkatan kesadaran keamanan informasi pada perilaku pegawai terkait manajemen password dan penggunaan internet. Selain itu, diberikan juga rekomendasi fokus area kesadaran keamanan informasi yang perlu menjadi perhatian pada setiap unit kerja dan rekomendasi secara umum. ......Digitalization has become an integral part of the tasks and functions of the Ministry of Communication and Informatics (Kominfo), both to support internal administrative service systems and to provide digital public services. However, the widespread use of Information and Communication Technology (ICT) has brought about various issues, including information security incidents. Despite technical and procedural efforts to maintain and enhance the security of the managed systems, issues related to human aspect, particularly the awareness of information security among employees, are still prevalent. This research aims to identify and measure the level of information security awareness among Kominfo employees and formulate recommendations based on the measurement results. The measurement is conducted using the Knowledge, Attitude, Behavior (KAB) model and the Human Aspects of Information Security Questionnaire (HAIS-Q) across dimensions of knowledge, attitude, and behavior with nine focus areas. Furthermore, the importance weighting of each dimension and focus area is determined using the Analytic Hierarchy Process (AHP). Data collection is done through online questionnaires distributed to Kominfo employees using random sampling, and it is analyzed using descriptive statistical approaches to calculate the information security awareness scores. The research results indicate that the overall level of information security awareness among Kominfo employees falls within the moderate category. However, there are still focus areas that fall into the poor category, particularly concerning password management and internet usage in the behavior dimension. Based on the measurement results, the analysis are conducted and recommendations are formulated through interviews. This study recommends to focus on the improvement of employees in the password management and internet usage behaviour. Additionally, recommendations are given to improve information security awareness for each work unit as well as general recommendations.
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Rahardhian Ray Nursangkamara
Abstrak :
Pemilihan umum atau pemilu di tahun 2019, khususnya pemilihan presiden oleh nomor urut 1 dan 2 merupakan pesta demokrasi untuk masyarakat Indonesia. Informasi seputar politik tentunya ramai di kehidupan nyata dan di ranah cyberspace. Perkembangan zaman yang maju mendukung segala penyebaran pesan kampanye politik melalui cyberspace dengan media sosial sebagai wadah berbagi informasi. Namun, pesan kampanye politik yang tersebar tidak sedikit mengandung suku, agama, ras (SARA) dan politik identitas yang tujuannya membuat konflik satu sama lain. Informasi seputar kampanye politik di ranah cyberspace yang memuat infromasi berita palsu atau hoaks. Fenomena ini kemudian, menghadirkan upaya-upaya literasi digital oleh lembaga Kepolisian RI dan Kominfo melalui cyberspace. Tulisan ini berfokus pada konten visual yang diunggah pada platform media sosial, situs resmi, dan situs berita oleh kedua instansi tersebut, sebagai upaya literasi digital. Kerangka pemikiran dan analisis pada tulisan ini dilandasi oleh tiga konsep yaitu post truth, pengendalian sosial di ranah cyberspace yang memuat legal measures, informal request, outsourcing, just-in-time blocking, patriotic hacking, targeted surveillance and social – malware attacks, dan kriminologi visual yang memuat visuality dan remaking. Hasilnya, pengendalian sosial di ruang siber pada masa pemilu 2019 oleh Kepolisian RI dan Kominfo dengan visualisasi konten yang diunggah, dapat membantu kedua instansi tersebut dalam memberikan literasi digital terkait konten hoaks ke masyarakat. ......The general eletions in 2019, spesifically the presidential election number 1 and 2, is a democratic party for the people of Indonesia. Information about politics is certainly spread in real life and in the realm of cyberspace. The development of the modern era bolsters all the deployment of political campaign messages through cyberspace with social media as a platform for sharing information. Nevertheless, the political campaign messages that were spread contain a lot of ethnicity, religion, race (SARA) and identity politics with the aim of creating conflicts with each other. This phenomenon presents digital literacy efforts by the Indonesian Police and Ministry of Communication and Informatics institutions through cyberspace. This paper focuses on visual content uploaded on social media platforms, official websites and news sites by the two agencies, as a digital literacy effort. The framework and analysis are based on three concepts, namely post truth, social control in the realm of cyberspace which includes legal measures, informal requests, outsourcing, just-in-time blocking, patriotic hacking, targeted surveillance and social - malware attacks, and visual criminology that include visuality and remaking. As a result, social control in cyberspace during the election of 2019 by the Indonesian Police and Ministry of Communication and Informatics institutions with the visualization of uploaded content, it can help the two agencies in providing digital literacy related to hoax content to the society.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library