Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Teguh Supriyadi
Abstrak :
ABSTRAK
Kepolisian Negara Republik Indonesia telah mencapai usia ke-58, dimana pada usia ini adalah usia yang bisa dikatakan dewasa dalam suatu perkembangan sebuah organisasi. Dalam usia yang sudah semakin dewasa ini, Polri semakin berusaha membenahi diri dalam segala bidang, baik dalam segi kuantitas maupun kualitas. Masyarakat yang semakin kritis dan maju, menginginkan aparat Polri-nya untuk menjadi Polri yang mandiri dan profesional. Semenjak Polri berpisah dari ABRI, Polri semakin berusaha untuk meningkatkan profesionalisme anggotanya. Telah banyak cara dan usaha yang dilakukan untuk itu. Walaupun demikian, banyak faktor yang harus diperhatikan pada individu itu sendiri. Selain penguasaan pengetahuan tentang kepolisian dan masyarakat, harus diperhatikan juga masalah kesejahteraan anggota Polri. Masalah ini merupakan masalah yang sangat penting dan fundamental bagi setiap orang di dunia timur seperti Indonesia. Sebagai aparat negara penegak hukum, akan sangat berbahaya bila kesejahteraan mereka tidak diperhatikan atau dalam tingkat rendah karena bukan tidak mungkin mereka akan menggunakan hukum itu sendiri untuk tujuan yang tidak kita kehendaki bersama (Korry, dalam Kunarto, 1995). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang tingkat kesejahteraan subyektif anggota Polri, terutama yang masih melajang pada masa dewasa muda di Jakarta. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan tehnik incidental sampling. Sampel berjumlah 108 orang yang bertugas di wilayah hukum Jakarta dan berpangkat Tamtama, Bintara dan Perwira. Alat ukur yang digunakan berbentuk kuesioner yang peneliti susun berdasarkan dimensi-dimensi yang membentuk kesejahteraan subyektif. Untuk melihat gambaran umum dari tingkat kesejahteraan subyektif anggota Polri ini, dilakukan tehnik perhitungan nilai rata-rata dari seluruh kuesioner. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan anggota Polri yang melajang pada masa dewasa muda di Jakarta berada pada tingkat yang agak tinggi. Banyak sekali faktor yang menyebabkan hal ini terjadi. Diantaranya yaitu kurangnya perilaku asertif dari anggota Polri dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari, aktivitas yang cenderung monoton, neflected appraisal dari lingkungan sekitar atau masyarakat yang sudah melabel Polri bahwa Polri bukan untuk masyarakat, kurangnya dukungan sosial untuk Polri guna merubah dirinya serta kurangnya sumber daya yang ada dalam tubuh Polri dan anggotanya. Terutama untuk sumber daya materi, harus diberi perhatian lebih karena gaji polisi kita hanya 26 % dari gaji pegawai keuangan negara, padahal standar PBB, gaji anggota polisi harus di atas gaji pegawai bank atau keuangan negara untuk menciptakan polisi yang professional (Tabah, 2002). Dengan meningkatkan kesejahteraan subyektif anggota Polri, merupakan salah satu dari sekian banyak hal yang harus dilakukan oleh Polri untuk dapat mencapai Polri yang mandiri, Polri professional yang diidam-idamkan masyarakat Indonesia selama ini.
2003
S3221
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sean
Abstrak :
Kebahagiaan seharusnya menjadi tujuan akhir dari seluruh aktivitas manusia, termasuk didalamnya aktivitas ekonomi. Namun, dalam banyak kasus, seringkali pertumbuhan tingkat pendapatan tidak serta-merta disertai dengan peningkatan kebahagiaan, sebagaimana termaktub dalam Paradoks Easterlin. Studi ini dilakukan untuk menganalisis hubungan antara tingkat pendapatan dan kebahagiaan pada ranah analisis perilaku behavioral. Sesuai dengan tujuan tersebut, studi ini menggunakan metode eksperimental sebagai metode pengumpulan data, lalu menggunakan uji-t dan regresi ordered logit sebagai metode analisis data. Hasil studi ini menemukan bahwa tingkat pendapatan absolut merupakan determinan penting dari tingkat kepuasan seseorang akan pendapatannya. Hasil regresi pada studi ini juga mengonfirmasi adanya peranan pendapatan di masa lalu, serta ekspektasi pendapatan di masa sekarang dalam menentukan tingkat kepuasan seseorang akan pendapatannya. Adanya informasi mengenai pendapatan orang lain, baik pendapatan rata-rata maupun pendapatan maksimum, menurunkan kepuasan subyek akan tingkat pendapatannya sendiri. Sementara itu, beberapa karakteristik sosio-ekonomi individu ditemukan signifikan mempengaruhi kepuasan seseorang akan pendapatannya, diantaranya asal fakultas, jenis kelamin, etnis, agama, asal daerah Jabodetabek, latar belakang keluarga, kepedulian seorang individu terhadap pendapat orang lain akan dirinya dan terhadap posisi tingkat pendapatannya, serta jurusan. ......Happiness is what ought to be the purpose of all human activities, including economic activities. However, in many cases, growth in income is not accompanied by growth in happiness levels, as pointed out by Easterlin Paradox. This study was conducted to further analyze existing links between income and happiness in the domain of behavioral analysis. In accordance with that purpose, this study uses experimental method as a method in collecting data. Furthermore, this study uses t test and ordered logit regression as data analysis method. The result of this study finds that absolute income is an important determinant of one rsquo s income satisfaction. Regression results also confirm the role of past income and expectation of current income in determining one rsquo s satisfaction of his her income. Any information on others rsquo income, either their average income or maximum income, is known to decrease ones satisfaction of his her income. In addition, some socio economic characteristics are found to significantly affect ones satisfaction. Those socio economic characteristics include faculty, gender, ethnic, religion, Jabodetabek origins, family economic backgrounds, ones concern for others opinion towards him her and for his relative income standing, and ones major.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isdar Andre Marwan
Abstrak :

ABSTRAK
Kebahagiaan adalah sesuatu yang didambakan manusia sejak zaman dahulu kala. Banyak cabang ilmu yang mempelajari kebahagiaan, salah satunya adalah psikologi. Para ahli psikologi lalu menggunakan konstruk kesejahteraan subyektif (subjective well-being), karena istilah kebahagiaan memiliki makna yang rancu.

Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku asertif, pengaruh perbedaan budaya, penghasilan, dukungan sosial, tujuan pribadi, aktivitas, kepribadian, kognisi, dan kejadian-kejadian yang dialami seorang dalam hidup dengan kesejahteraan subyektif (Diener, 1996; Alberti & Emmons, 1995; Zika & Chamberlain, 1987). Pengaruh perbedaan budaya yang dimaksud dalam penelitian ini adalah idiosentrisme, karena obyek penelitian ini adalah individu. Perilaku asertif membuat seseorang mampu mengekspresikan diri sekaligus menghormati hak-hak orang lain. Hal ini meningkatkan kualitas hubungan dengan orang lain, meningkatkan self-esteem, mengurangi kecemasan dan mengurangi tingkat depresi. Idiosentrisme berhubungan dengan kesejahteraan subyektif karena orang yang idiosentris punya kebebasan untuk menetapkan tujuan dan tingkah lakunya sendiri. Idiosentrisme juga berhubungan dengan self-esteem yang berkaitan erat dengan kesejahteraan subyektif.

Penelitian-penelitian mengenai hubungan antara perilaku asertif dan kesejahteraan subyektif masih sangat jarang dilakukan, demikian pula dengan idiosentrisme. Oleh sebab itu peneliti tertarik untuk meneliti hubungan antara perilaku asertif dan idiosentrisme dengan kesejahteraan subyektif. Apalagi penelitian-penelitian yang selama ini dilakukan lebih banyak dilakukan dalam budaya yang individualis, masih sangat jarang dilakukan di Indonesia yang memiliki budaya yang kolektif dan kekhasan tersendiri.

Budaya Indonesia terlalu luas untuk dibicarakan, maka peneliti memilih budaya Jawa dan budaya Batak sebagai kelompok budaya yang menjadi obyek penelitian ini. Kedua kelompok budaya ini djpilih karena hasil penelitian Najelaa (1996) menunjukkan budaya Batak dipersepsikan sebagai budaya yang paling asertif sedangkan budaya Jawa sebagai budaya yang paling tidak asertif.

Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara perilaku asertif dan idiosentrisme dengan kesejahteraan subyektif pada orang Jawa dan orang Batak. Penelitian ini bertujuan pula untuk melihat sumbangan perilaku asertif dan idiosentrisme terhadap kesejahteraan subyektif orang Jawa dan orang Barak.

Berkaitan denga tujuan di atas, maka penelitian ini melibatkan 277 mahasiswa dari perguruan tinggi dan swasta yang ada di Jabotabek. Kepada mereka diberikan beberapa alat ukur, yang masing-masing mengukur : kepuasan hidup, afek menyenangkan dan afek tidak menyenangkan, perilaku asertif dan idiosentrisme. Hubungan antara perilaku asertif dan idiosentrisme secara bersama-sama terhadap kesejahteraan subyektif orang Jawa dan orang Batak diukur dengan mengontrol variabel-variabel yang mungkin berpengaruh dengan kontrol statistik. Sumbangan masing-masing faktor tersebut terhadap kesejahteraan subyektif diperoleh dengan menggunakan analisis regresi majemuk.

Penelitian ini membuktikan adanya hubungan antara perilaku asertif dan idiosentrisme secara bersama-sama terhadap kesejahteraan subyektif baik pada orang Jawa maupun orang Batak. Perilaku asertif memiliki sumbangan positif yang bermakna tarhadap kesejahteraan subyektif baik pada orang Jawa maupun orang Batak. Variabel idiosentrisme memiliki sumbangan negatif yang bermakna terhadap kesejahteraan subyektif orang Batak, sedangkan pada orang Jawa, sumbangan variabel ini tidak bermakna. Variabel pengeluaran setiap bulan memberikan sumbangan positif yang bermakna terhadap kesejahteraan subyektif orang Batak. Temuan ini sejalan dengan sumbangan negatif yang bermakna dari variabel jumlah saudara terhadap kesejahteraan subyektif orang Batak.

Hasil tambahan dari penelitian ini menunjukkan bahwa orang Batak lebih asertif dibandingkan orang Jawa. Hasil lain adalah budaya Jawa lebih cenderung mengarah ke arah kolektivisme vertikal dibanding budaya Batak. Didapati pula hasil yang menunjukkan bahwa perilaku asertif dihambat oleh budaya yang mengarah pada kolektivisme vertikal dan cenderung muncul dalam budaya yang individualisme horizontal.

Penelitian Ianjutan kiranya dapat dilakukan dengan menggunakan alat ukur yang lebih baik untuk masing-masing variabel penelitian ini. Topiknya dapat diperluas dengan hal-hal Iain seperti dukungan sosial dan self-esteem, yang diharapkan dapat lebih menjelaskan perbedaan budaya individualis dan budaya kolektif. Sampelnya pun dapat diperluas, bukan hanya usia dewasa muda dan bukan hanya mahasiswa yang tinggal di Jakarta. Dengan demikian dapat diperoleh masukan yang berguna untuk meningkatkan kesejahteraan subyektif masyarakat Indonesia.
1997
S2553
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitha Yuliani Puspita
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai kesejahteraan subyektif ibu rumah tangga dan ibu bekerja di Jakarta serta untuk mengetahui perbedaannya antara kedua kelompok subyek penelitian tersebut. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh pandangan yang mengatakan bahwa banyak konflik yang timbul terhadap ibu yang berperan ganda. Namun, hasil-hasil penelitian terdahulu justru mengungkapkan bahwa peran sebagai ibu rumah tangga penuh dapat menimbulkan gangguan psikologis (Steil & Turetsky,, Bernard; Baruch, Bamett & Rivers dalam linger & Crawford, 1992). Untuk itu, penulis ingin melihat bagaimana kesejahteraan subyektif ibu rumah tangga dan ibu bekerja di kota Jakarta. Mat ukur yang dipergunakan dalara penelitian ini adalah Satisfaction With Life Scale dari Pavot & Diener (1993) untuk mengukur kepuasan hidup dan alat ukur Positive Affect Negative Affect Schedule dari Watson, et al. (1988) untuk mengukur afek menyenangkan dan afek tidak menyenangkan. Jumlah subyek dalam peneiitian ini adalah 80 orang, terdiri dari 40 orang ibu nimah tangga dan 40 orang ibu bekerja. Perhitungan statistik yang dipergunakan adalah t-test untuk sampel yang tidak berhubungan. Hasil dari peneiitian menerima hipotesa altematif yaitu ada perbedaan kesejahteraan subyektif yang signifikan antara kelompok subyek ibu mraah tangga dengan kelompok subyek ibu bekerja di Jakarta dimana kesejahteraan subyektif kelompok subyek ibu bekerja lebih tinggi dari kelompok subyek ibu rumah tangga. Untuk hasil tambahan, pada subyek peneiitian tidak ada perbedaan kesejahteraan subyektif yang signifikan berdasarkan usia subyek, usia pernikahan dan jumlah anak. Kesimpulan yang diperoleh dari peneiitian ini yaitu peran sebagai ibu bekerja dengan berbagai aktivitas yang memiliki tantangan dan membutuhkan ketrampilan yang cukup banyak serta kompleks adalah lebih baik dari pada peran sebagai ibu rumah tangga yang cenderung menjalankan kegiatan yang rutin serta membosankan. Saran yang diberikan peneliti adalah agar melihat pula variabel atau aspek lain untuk dikaitkan dalam variabel kesejahteraan subyektif, Jadi tidak hanya meneliti dari peran ibu saja. Selain itu, sebaiknya teknik pada alat ukur yang digunakan tidak hanya self-report, tetapi juga ditambah dengan teknik lain seperti wawancara agar tidak terjadi faking good. Peneiitian kesejahteraan subyektif ini juga sebaiknya tidak dilakukan pada kondisi krisis ekonomi yang berat seperti sekarang ini karena dapat menirabulkan bias pada data yang diperoleh.
1998
S2784
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saurma Imelda Christina
Abstrak :
Penelitian yang dilakukan beranjak dari pengamatan dan kajian literatur yang dilakukan oleh peneliti terhadap kelompok gay di Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap penerimaan lingkungan (orang tua, rekan kerja, dan lingkungan sosial secara umum) dengan kesejahteraan subjektif pada kelompok gay. Seperti diketahui, lingkungan sosial pada umumnya masih bersikap negatif dan menolak keberadaan kelompok homoseksual, khususnya kelompok gay. Kelompok ini dikatakan sebagai kelompok minoritas yang sering mendapatkan sikap dan perlakuan negatif dari masyarakat di sekitarnya. Pada umumnya, setiap manusia mendambakan hidup bahagia. Bahkan menurut Aristoteles, pada dasarnya ‘kebahagiaan’ merupakan tujuan hidup dari setiap manusia (Aristoteles, dalam Waterman, 1993). Lebih jauh Diener dkk (Pavot & Diener, 1993; Diener, Suh, Oishi, 1997; Diener & Diener, 2000) mengatakan bahwa konsep kesejahteraan subjektif merupakan konsep yang paling tepat untuk mengukur ‘kebahagiaan` seseorang. Kesejahteraan subjektif itu sendiri terdiri dari aspek kepuasan hidup, afek positif afek negatif dan penerimaan diri. Berkaitan dengan kondisi kesejahteraan subjektif pada kelompok gay, Rotblum(1994) serta Gasiorek & Weinrich (1991) berpendapat bahwa kelompok tersebut tampaknya kurang bahagia dan sering merasa tertekan dalam hidupnya. Lebih jauh beberapa peneliti mengatakan perlunya penelitian tentang kesejahteraan subjektif pada kelompok. Topik penelitian tentang kesejahteraan subjektif itu sendiri merupakan topik yang masih jarang diteliti pada kelompok gay (Dew) Berdasarkan fenomena tersebut, penelitian ini dilakukan untuk melihat kaitan antara persepsi terhadap penerimaan orang tua, rekan kerja, dan lingkungan sosial secara umum, dengan kesejahteraan subjektif pada kelompok gay. Masalah dalam penelitian ini adalah untuk melihat apakah terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap penerimaan orang tua., rekan kerja, dan lingkungan sosial secara umum, dengan kesejahteraan subjektif pada kelompok gay. Secara khusus, penelitian ini hendak melihat apakah terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap penerimaan orang tua, rekan kerja, dan lingkungan sosial secara umum, dengan aspek-aspek dalam kesejahteraan subjektif yaitu: kepuasan hidup,afek positif afek negatif dan penerimaan diri. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif-kuantitatif dan merupakan penelitian yang bersifat non-eksperimental dengan tingkat kepercayaan 95%. Responden dalam penelitian ini berjumlah 100 orang, yaitu kaum gay yang berusia 20-40 tahun, berpendidikan minimal tamat SMP dan telah bekerja. Alat ukur yang digunakan adalah: Satisfaction with The Life Scale yang disusun oleh Diener dkk (dalam Pavot & Diener, 1993), Positive Affect and Negative Affect Scale yang disusun oleh Diener, Smith & Fujita (1995), serta Self-Acceptance Scale yang disusun oleh Ryff dkk (Ryff 1989; Ryff & Keyes, 1995)- Sedangkan analisis statistik yang digunakan untuk menjawab masalah penelitian adalah uji korelasi antara variabel-variabel bebas dan variabel-variabel terikat dalam penelitian. Hasil uji korelasi menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap penerimaan orang tua dengan kesejahteraan subjektif pada kelompok gay. Namun, hasil uji korelasi menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap penerimaan rekan kerja dan lingkungan sosial secara umum, dengan kesejahteraan subjektif pada kelompok gay tersebut. Peneliti berasumsi bahwa hubungan yang signifikan antara persepsi terhadap penerimaan lingkungan dengan kesejahteraan subjektif pada kelompok gay, hanya akan terjadi pada lingkungan yang memiliki interaksi secara langsung dengan kelompok gay (dalam hal ini adalah rekan kerja dan lingkungan sosial secara umum). Persepsi terhadap penerimaan orang tua tidak berhubungan secara signifikan dengan kesejahteraan subjektif pada kelompok gay, sebab (berdasarkan data penelitian) pada umumnya para responden tidak lagi tinggal bersama dengan orang tua mereka. Berdasarkan asumsi ini, peneliti berpendapat bahwa persepsi terhadap penerimaan kelompok (yaitu kelompok gay) tentunya juga akan berhubungan secara signifikan dengan kesejahteraan subjektif kelompok gay tersebut. Penelitian ini hanya membatasi pengukuran pada persepsi kaum gay terhadap penerimaan lingkungan. Menurut peneliti, akan lebih baik jika juga dilakukan pengukuran penerimaan dari lingkungan secara obyektif (orang tua, rekan kerja,dan lingkungan sosial secara umum) terhadap kelompok gay tersebut. Dari hal ini diharapkan akan diperoleh data penelitian mengenai persepsi lingkungan terhadap kaum gay serta persepsi kaum gay terhadap lingkungan tersebut, dan dengan demikian diperoleh deskripsi yang lebih akurat mengenai sikap lingkungan terhadap kelompok gay serta sikap kelompok gay terhadap lingkungan, khususnya kelompok gay di Jakarta. Akan lebih baik jika juga dilakukan penelitian yang mengukur kondisi kesejahteraan subjektif pada kelompok gay yang telah coming out dan kelompok gay yang masih tertutup. Kendala dalam penelitian ini adalah minimnya data penelitian mengenai sikap lingkungan terhadap kelompok gay, Serta gambaran kondisi kesejahteraan subjektif pada kelompok gay di Jakarta. Menurut peneliti, akan lebih baik jika dilakukan penelitian-penelitian yang bersifat kualitatif tentang hal tersebut, agar diperoleh gambaran yang lebih mendalam mengenai sikap lingkungan dan kondisi kesejahteraan subjektif pada kelompok gay di Jakarta.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library