Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 123 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hani Sudarmanto
Abstrak :
ABSTRAK Penetapan Zona Industri Gresik di Kabupaten Gresik selain memberi manfaat juga menimbulkan risiko terhadap lingkungan. Berbagai aktivitas di Zona Industri Gresik (ZIG) telah terbukti menghasilkan lepasan antara lain berupa gas polutan S02, yang berfluktuasi konsentrasinya dari melebihi nilai ambang batas (1989-1990) menjadi di bawah nilai ambang batas (1991--1992). Polutan S02 merupakan faktor risiko karena dapat memungkinkan terjadinya akibat yang tidak diinginkan terhadap lingkungan hidup. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah paparan konsentrasi S02 ambien telah menimbulkan akibat terhadap tanaman jambu air yang tersebar di pekarangan dalam wilayah Kabupaten Gresik, dan untuk mengetahui apakah terdapat korelasi antara konsentrasi S02 ambien dengan tingkat kerusakan daun jambu air di ZIG. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan penelitian lapangan dengan pendekatan epidemiologi dengan Rancangan Kasus ? Kontrol. Dalam penelitian ini ditetapkan dua kawasan pengambilan sampel, yaitu ZIG dan Daerah Tak Terpapar (DTT). ZIG mencakup wilayah Kecamatan Gresift, Kebomas, dan Manyar, sedangkan DTT mencakup wilayah Kecamatan Duduk Sampean dan Cerme. Masing-masing lokasi, ZIG dan DTT, diwakili oleh 47 titik pengambilan sample. Jumlah dan letak titik pengambilan sampel daun di ZIG sama dengan jumlah dan letak titik pengambilan sampel udara yang telah ditetapkan oleh Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Pos Surabaya dalam pemantauan kualitas udara. Jumlah titik pengambilan sampel di DTT disamakan dengan jumlah titik pengambilan sampel di ZIG dan diletakkan secara sistematik, yaitu pada jarak yang sama sepanjang jalan desa. Pada masing-masing titik dilakukan pengambilan sampel daun pada tanggal 3 Desember 1992. Sampel-sampel daun tersebut diidentifikasi adanya kerusakan secara makroskopis baik kerusakan akut (pemucatan tepi atau antar tulang daun) maupun kerusakan kronis (klorosis). Kerusakan daun merusakan tolok ukur kerusakan tanaman jambu air. Hasil identifikasi menunjukkan adanya 9 kerusakan tanaman jambu air yang mewakili 9 titik pengambilan sampel, terdiri atas 5 kerusakan kronis dan 4 kerusakan akut di ZIG dan satu kerusakan akut di OTT. Hasil analisis data dengan Odds Ratio (OR) menunjukkan bahwa tanaman-tanaman jambu air yang tersebar diZIG mempunyai risiko terkena efek merusak paparan konsentrasi SO2 ambien 10,90 kali lebih besar dibandingkan tanaman-tanaman jambu air yang tersebar di OTT. Hasil analisis juga menunjukkan bahwa tingkat kerusakan kronis daun tanaman jambu air yang tersebar di ZIG mempunyai korelasi positif rendah (36,64%) dengan konsentrasi S02 ambien kumulatif, sedangkan tingkat kerusakan akut daun jambu air berkorelasi cukup tinggi (43,02%) dengan konsentrasi S02 ambien, Konsentrasi SO2 ambien kumulatif hanya menentukan 13,43% variasi tingkat kerusakan kronis daun jambu air, sedangkan konsentrasi SO2 ambien menentukan 18,50% variasi tingkat kerusakan akut daun jambu air. Dari hasil penelitian ini dapat dikemukakan bahwa tanaman jambu air (SyzygiumAqeum) mempunyai, potensi untuk dikembangkan sebagai tanaman bioindikator kualitas udara khususnya SO2 untuk daerah tropis.
ABSTRACT Gresik Industrial Zone (GIZ) development have created the environmental benefits and risks. Environmental risks could be resulted from air pollution especially from SO2. The research objectives are to identify consequence of ambient SO2 concentration on the leaf injury of trees especially watery rose apples, and to identify the correlation between ambient S02 concentration and the index of the leaf injury on watery rose apples. These plants are native and dispersed widely in the area of Kabupaten Gresik. To achieve those objectives, we conduct the field study through epidemiological approach in GIZ and unexposed area. Each area are represented by 47 sampling points. Leaf samples are taken on December 3, 1992. These leaf samples are identified for the acute injury (marginal or interveinal bleaching) and chronic injury (chlorosis). In addition it also is measured the index of leaf injury. The result show that in GIZ is found 9 leaves injury and one leaf injury in unexposed area witch represent each sampling points. Risk analysis with Odds Ratio or Estimated Relative Risk showed that watery rose apples witch dispersed widely in GIZ have the chance 10.90 times more to experience the leaf injury than those unexposed area. The Pearson's Correlation Coefficient (rxy) is 0,3664 and 0,4302 each for the chronic and acute leaf injury. Determination Coefficient (d) is 0,1343 and 0,1850 each for the chronic and acute leaf injury. These does mean that there is a low positive correlation between cumulative ambient S02 concentration and chronic leaf injury of watery rose apples. These does mean also that there is a moderately positive correlation between ambient S02 concentration and acute leaf injury of watery rose apples. Cumulative ambient SO2 concentration determine only 12,43% of the variation of chronic leaf injury of watery rose apples in GIZ. Ambient S02 concentration determine only 18,50% of the variation of acute leaf injury of watery rose apples in GIZ . From these result can be concluded that ambient S02 concentration have result a harmful effect on sensitive trees especially watery rose apples in GlZ. This plant species have a potential chance as S02 pollution bioindicator in tropical region.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heni Supriyatin
Abstrak :
Makin meningkatnya juinlah penduduk serta kebutuhnnnya menyebabkan kebutuhan akan tempat atau tanah yang tersedia adalah relatif tetap, sehingga tanah sebagai ruang kegiatan manusia tersebut path saat mi telah atau sedang mengalaini tekanan-tekanan kerusakan ataupun pencemaran karena sektor usaha, kepadatan penduduk serta angkatan keija telah menjadi suatu problema. Sehubungan dengan itu, di Indonesia pada sant mi telah dijumpai perkembangan penggunann tanah yang berbeda-beda tingicatannya. Ada layah-1ayah yang penggrn5%n tanahnya sudah melampaui batas-batas kemampuannya (over used), ada 1ayah-1ayah yang belum berkembang. Di daerah yang penggunaan tanahnya sudah melampaui batas banyak dijumpai kerusakan-kerusakan tanab, baikitu dijumpai di daerah pegunungan yang berlereng teijal maupun di tepi pantai. Dari uraian tersebut di atas penulis ingin mengetahui apakah ada kaitan antara perubahan penggunaan tanah dengan timbulnya kerusakan tanah. Masalah yang diajukan ada dua, yaitu 1. Bagaimana penibahan penggunaan tanah dan tahapan perkembangan penggunnan tanah di Kabupaten Gunungkidul ? 2.Apakah ada kaitan antara penibahan penggunaan tanah dengan timbulnya kenisakan tanah, serta dimana persebarannya? Daii data berupa angka dan peta (tahun 1984 dan 1994) yang dikumpulkan dari berbagai instansi pemenintah dan basil study literatur serta pengamatan lapang, kemudian diolah dan disajikan dalam bentuk tabel dan peta, serta dianalisis dengan analisis ikonik dengan teknik super imposed, diperoleh basil sebagai benikut: 1.Perubaban penggunaan tanah terbesar path jenis penggunaan tanah perkampungan. 2.Tahapan penggunaan tanah. yang telah dicapai adalah path tahap skema I, artinya penggunaan tanah path wilayah penelitian telah melampaui batas kemampuannya (over used), akibatnya banyak dijumpai areal tanah rusak. Path umunmya areal tannh nisak tersebut dijumpai path penggunaan tanah tegalan (sebagian besar), kebun campuran dan hutan (belukar). 3.Areal tanah rusak sebagian besar merupakan penggunaan tanah tegalan, sebigian kecil kebun campuran dan hutan (belukar). 4. Persebaran tanah rusak sebagian besar terletak di wilayah dengan ketinggian 100 - 500 meter
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1996
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernard, Leonardo
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
S26038
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Niken Rahardina
Abstrak :
Kota Semarang pada masa kini mengalami perkembangan yang sangat pesat. Berawal dari dataran lumpur yang kemudian berkembang menjadi suatu lingkungan yang maju. Pada tahun 1992 wilayah Kota Semarang mulai mengalami penataan. Dengan dasar Peraturan Pemerintah RI No. 50 tahun 1992 tentang penentuan Kecamatan-kecamatan, maka Semarang terbagi menjadi 16 kecamatan. Dengan adanya penataan ini maka pertumbuhan unsur wilayah Semarang semakin maju dan relatif merata. Sarana dan prasarana seperti jalan-jalan baru yang menghubungkan pusat-pusat kota dengan daerah yang terisolir mulai dibangun. Sektor formal dan informal sama-sama berkembang dan saling menunjang. Investor berdatangan baik dari dalam maupun dari luar negeri. Seiring dengan pesatnya perkembangan tersebut, muncullah masalah-masalah yang harus cepat ditangani seperti kerusakan lingkungan, banjir dan rob, serta pertumbuhan penduduk akibat urbanisasi dan kelahiran. Kerusakan lingkungan terjadi karena kurang terkendalinya eksploitasi lahan di daerah atas sehingga banyak terjadi lahan kritis dan ancaman penurunan permukaan tanah. Pemkot Semarang telah melakukan upaya-upaya pengendalian banjir diantaranya yaitu normalisasi banjirkanal, pembangunan polder, penambahan pompa air, dan lain sebagainya, namun upaya-upaya tersebut belum mampu mengatasi banjir dan rob secara maksimal. Penelitian Kebijakan Pemerintah Kota Semarang Dalam Menangani Bencana Alam di Kota Semarang (Studi Kasus: Bencana Banjir di Kota Semarang) ini menggunakan metode penelitian kualitatif, dengan narasumber staf Dinas Pekerjaan Umum Kota Semarang, Badan Kesbang dan Linmas Kota Semarang, staf Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Semarang, serta masyarakat yang tempat tinggalnya sering dilanda banjir dan rob. Dengan menggunakan analisis data yang bersumber pada hasil wawancara, data sekunder serta dokumentasi maka diperoleh simpulan bahwa pelaksanaan kebijakan pengendalian banjir di Kota Semarang oleh Pemkot Semarang belum benar. Pemkot Semarang hanya mengutamakan pembangunan fisik pengendalian banjir tanpa disertai peran masyarakat dan stakeholder, Pemkot Semarang juga belum memaksimalkan fungsi gorong-gorong sebagai resapan air. Pemkot Semarang tidak tegas dalam menindak masyarakat yang mendirikan bangunan-bangunan di atas tanah yang sebenarnya digunakan untuk resapan air. Hal-hal tersebut mencerminkan bahwa Pemkot Semarang tidak memprioritaskan permasalahan banjir di Semarang. ......City of Semarang today have tremendous development. Back then, it was a swamp area before it became a modem town, as it is now. In 1992, many area in Semarang city started to be arranged. Based on Government Regulation No. 50 of 1992 on districts establishment, Semarang divided into 16 districts. The effect of this division make the regional growth became higher and relatively equal. Inftastructure, like new roads which connected city centers and isolated region started to be built. Formal and informal sectors escalate equally and complete each other. Many investors come ftom domestic and abroad. As the growth of the city escalate, problems like environmental destruction, flood, rapid increase of population due to migration and birth came into surface that need to cope with. Environmental destruction happened because there is a lack of control on soil exploitation in the upper area therefore many critical lands are formed and there is thread on land surface become lower then sea level. Semarang City authority have conducted many effort to anticipate flood for examples cleaning the canals ftom wastes, building polder (reservoir), are among those efforts. Nonetheless, those efforts still unable to resolve flood in Semarang. This research on Semarang City’s Executive Poiicies in Handling Natural Disaster in Semarang (Case Study: Flood in Semarang) use a positivist approach. The data of this research are based on in-depth interview with The City of Semarang General Affairs Agency, The City of Semarang National Guard and Public Safety Board, The City of Semarang Garden and Cemetery Agency and also local people who live in in the nearby neighbourhood which often had flood. Using data analysis based on the interviews, secondary data and documentation, it is concluded that the implementation of flood control poiicies in Semarang by the authority is inappropriate. The city authority is only focus on creating inftastructure and not taking into account the participation of public and stakeholder, and also have not make the gutter to be in fully function. It also has not put a strict law on people who build semi-detached house upon the area that are meant to be a reservoir. Those factors indicate that the city authority is not put the programme to handle flood as it main priority.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
T26363
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1999
S41014
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsurizal
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1982
S33226
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tandian, David
London: Butterworth, 1978
341.762.3 ABE l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Abstrak :
Indonesia terdiri atas pulau-pulau yang membentang dari Sabang sampai Merauke . Indonesia memiliki berpuluh ribu kilometer panjang pantai di mana di sepanjang pantai inilah dan di muara sungai yang melengkapinya.....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>