Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mahendra Primajati
Abstrak :
Deforestasi merupakan masalah konservasi global, khususnya di hutan tropis. Analisis spasial dan temporal diperlukan untuk menentukan pola dan penyebab deforestasi serta memandu intervensi yang efektif. Pulau Sumatera di Indonesia telah mengalami laju deforestasi tinggi, dan bentang alam Kerinci Seblat menjadi salah satu kawasan hutan terpenting yang tersisa. Penelitian ini menggunakan data pemantauan hutan spasial dan temporal dari dataset European Commission's Tropical Moist Forest, dan data validasi lapangan untuk mengkarakterisasi deforestasi menggunakan sembilan variable prediktor: zonasi di Taman Nasional Kerinci Seblat, deforestasi sekitar, konsesi kehutanan, ketinggian tempat, rute patroli, perhutanan sosial, titik api, jarak dari pemukiman, dan konsesi pertambangan. Data deforestasi historis digunakan pada tahun 1986-2015, dan deforestasi pada tahun 2016-2020 digunakan sebagai variabel respon. Studi ini menggunakan kerangka pemodelan GLM di R dalam menemukan model terbaik untuk proyeksi deforestasi di Lanskap Kerinci Seblat dari tahun 2020 hingga 2045. Hasil penelitian menunjukkan bahwa deforestasi semakin cenderung menurun dan terjadi di dekat aktivitas manusia dan pemukiman. Efektivitas kegiatan patroli dalam mencegah deforestasi menunjukkan perlunya pengerahan sumber daya yang lebih strategis. Perhutanan Sosial, konsesi pertambangan dan kehutanan di sekitar kawasan lindung Taman Nasional Kerinci Seblat berkontribusi signifikan terhadap deforestasi, sehingga menekankan pentingnya praktik berkelanjutan dan intervensi konservasi alam yang lebih luas. ......Deforestation is a worldwide conservation problem in tropical forests. Conducting spatial and temporal analysis is necessary to identify the trends and causes of deforestation. Sumatra, an island in Indonesia, experienced significant deforestation, with the Kerinci Seblat landscape being one of the few crucial forests. This study utilizes spatial and temporal forest monitoring data from the Tropical Moist Forest dataset, along with field validation data, to analyze and describe deforestation. The analysis is based on nine predictor variables, namely Kerinci Seblat National Park zonation, deforestation neighbourhood, forestry concessions, altitude, patrol routes, social forestry, fire hotspots, distance from settlements, and mining concessions. The study utilized historical deforestation data from 1986 to 2015, with deforestation from 2016 to 2020 being analyzed as the response variable. This study employs the Generalized Linear Modeling framework in the R programming language to identify the optimal model for predicting deforestation in the Kerinci Seblat Landscape between the years 2020 until 2045. The study findings indicate that deforestation tends to decline and mostly transpires near human activities and communities. The efficacy of patrol operations in forestalling deforestation highlights the necessity for a more strategic allocation of resources. The presence of social forestry, mining, and forestry concessions in the vicinity of Kerinci Seblat National Park has a substantial impact on deforestation. This emphasizes the need for sustainable practices and more comprehensive interventions for environment protection.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutasoit, Donal
Abstrak :
Pembangunan di Indonesia selama dasawarsa 60-an sampai 90-an merupakan babak penting dalam sejarah pengelolaan sumberdaya alam, karena sumber daya alam dijadikan lokomotif penghela pembangunan dengan komoditi primadona yaitu minyak dan gas, hasil hutan (terutama kayu), serta hasil tambang.

Menurut laporan misi teknis International Topical Timber Organization (1TO) tahun 2001, disebutkan bahwa pada tahun 1967, produksi log dilaporkan sekitar 3.3 juta m3, telah meningkat pesat menjadi 32 m3 diproduksi pada tahun 1988, di mana 96% produksi log berasal dari hutan alam. Pada tahun 2000 dengan meningkatnya industri kehutanan, telah terjadi kesenjangan antara kapasitas terpasang dengan kemampuan pasokan kayu sekitar 50 juta m3/tahun di mana total kebutuhan industri kayu diperkirakan mencapai 72 juta m3.

Pada tahun 2004 kesenjangan kapasitas terpasang dengan pasokan kayu legal dari hutan alam semakin meningkat. Menurut Dirjen PHKA (2004) kapasitas terpasang industri olahan kayu sebesar 74 juta m3 sedangkan penetapan jatah tebangan untuk tahun 2004 hanya 7 juta m3.

Adanya kesenjangan kapasitas terpasang industri dan kegiatan ekspor illegal produk kayu ke luar negeri menyebabkan tekanan terhadap sumberdaya alam hutan semakin meningkat. Kerusakan hutan tropis Indonesia diperkirakan antara 0,6-1,3 juts ha/tahun (Abdullah, 1999), bahkan oleh banyak pihak angka tersebut ditengarai telah mencapai 2,5-3 juta ha/tahun sekarang ini.

Eksploitasi besar-besaran terhadap kawasan hutan bukan hanya terjadi pada hutan produksi tetapi sudah memasuki kawasan suaka alam maupun kawasan pelestarian alam termasuk di dalamnya kawasan taman nasional.

Perubahan dinamika politik juga turut berpengaruh terhadap percepatan kerusakan kawasan hutan dimana tuntutan peningkatan PAD menyebabkan Pemda turut melirik potensi SDA hutan untuk dijadikan sumber dana dengan mengeluarkan perda ataupun perizinan yang sering bermasalah. Salah satu contohnya adalah pemberian izin lokasi pemanfaatan kayu di areal yang tidak potensial untuk diambil kayunya sehingga penebangan terjadi di luar izin yang diberikan, di sisi lain pengawasan masih sangat minim. Angin reformasi yang bertiup kencang sering diidentikkan dengan kebebasan yang sebebas-bebasnya dan dijadikan alasan untuk melakukan perambahan hutan. Kondisi pendapatan masyarakat yang masih rendah dan jumlah penduduk yang semakin bertambah turut memberi andil dalam memperparah kerusakan hutan. Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) seluas 1.375.349 ha, terletak pada bagian tengah rangkaian pengunungan bukit barisan dengan topografi yang didominasi oleh kelas kelerengan > 60% pada sebagian besar kawasannya (± 70%) dari luas kawasan. Pada kawasan ini terdapat hulu-hulu sungai dari Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari (Jambi), DAS Musi (Sumatera Selatan), DAS Ketaun (Bengkulu) dan DAS Indrapura (Sumbar). Jenis tanah yang mendominasi adalah jenis tanah Podsolik dengan sifat fisik dan sifat tanah yang relatif kurang baik serta relatif mudah tererosi. Kondisi fisik kawasan TNKS yang demikian menyebabkan kawasan tersebut sangat vital bagi kelangsungan aktifitas ekonomi di daerah sekitar dan di bagian hilirnya yang mata pencaharian pokoknya adalah di sektor pertanian. Di samping itu, kawasan ini juga berperan memelihara fungsi ekologis seperti menjaga stabilitas iklim, mencegah erosi, mengendalikan banjir, melestarikan biodiversity sarana penelitian dan pendidikan, wisata dan fungsi lainnya. Dari hasil penafsiran citra satelit yang dilakukan ICDP dan Balai TNKS terlihat adanya pengurangan penutupan kawasan hutan dari tahun 1985 sampai tahun 2002 seluas 26.044 ha dan kerusakan tersebut sampai saat ini masih terus berlangsung. Kerusakan TNKS terutama disebabkan oleh aktifitas illegal logging dan perambahan hutan yang masih tinggi. Di samping itu, juga disebabkan oleh kebakaran hutan pencurian hasil hutan bukan kayu, perburuan liar, penambangan liar dll. Dampak dari kerusakan TNKS secara langsung mulai dirasakan dengan seringnya banjir dan longsor di sekitar kawasan yang menimbulkan kerugian material dan moril yang sangat besar terhadap masyarakat sekitar, terganggunya aktifitas ekonomi misalnya di sektor pertanian (sawah tergenang), transportasi (baik air maupun darat) dan sektor lainnya. Bertolak belakang dari kenyataan tersebut di atas maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut : 1. Menganalisa faktor-faktor yang berkaitan pengelolaan INKS baik dari sisi intern maupun ekstern berupa kekuatan, kelemahan, kesempatan dan ancaman yang dihadapi institusi pengelola yaitu Balai TNKS, Departemen Kehutanan dalam rangka mengurangi laju kerusakan hutan di INKS. 2. Merumuskan strategi-strategi kebijakan dalam rangka mengurangi laju kerusakan hutan di TNKS. 3. Memilih prioritas strategi yang ada berdasarkari kriteria-kriteria yang ditentukan. Dari hasil analisa SWOT terhadap faktor internal dan eksternal Balai INKS sebagai pengelola kawasan maka diperoleh alternatif strategi kebijakan dalam rangka mengurangi laju kerusakan hutan di INKS berupa strategi WT (Weakness-Threat) dengan bobot 4,78 kemudian strategi ST (Strength-Threat) dengan bobot 3,77 disusul strategi WO (Weakness opportunity) dengan bobot 3,16 dan selanjutnya strategi SO (Strength-Opportunity) dengan bobot 2,15. Hasil analisa altematif-alternatif kebijakan dari strategi terpilih yaitu Weakness-Threat (atasi kelemahan untuk menghadapi ancaman) adalah sebagai berikut : - Peningkatan organisasi/kelembagaan BTNKS, penyempurnaan sarana prasarana, perbaikan tata batas kawasan dalam rangka meningkatkan kemampuan menghadapi ancaman/gangguan kawasan serta melakukan pemantauan terhadap upaya peningkatan PAD secara tidak terkendaii. Mengupayakan penambahan jumlah SDM BTNKS dan peningkatan kemampuan petugas dalam mengantisipasi gangguan kawasan terhadap aktifitas pemenuhan bahan baku industri secara ilegal. Dukungan dana operasional yang memadai dan teratur dalam rangka mengantisipasi/menanggulangi gangguan kawasan dan meningkatkan partisipasi masyarakat dengan pengembangan masyarakat di daerah penyangga. Strategi kebijakan yang didapat dari hasil analisa SWOT tersebut belum tentu seluruhnya dapat dilaksanakan secara simultan karena keterbatasan sumber daya dan yang lainnya sehingga perlu dilakukan penentuan prioritas. Dengan menggunakan The Analityc Hierarchy Process (AHP), dilakukan pemilihan prioritas kebijakan dengan hasil sebagai berikut : 1. Peningkatan jumlah SDM BTNKS dan kemampuan petugas dalam mengantisipasi gangguan kawasan terhadap aktifitas pemenuhan bahan baku industri secara illegal dengan bobot 0,483 2. Dukungan dana operasional yang memadai dan teratur dalam rangka mengantisipasi/penanggulangan gangguan kawasan INKS dan meningkatkan partisipasi masyarakat dengan pengembangan masyarakat di daerah penyangga dengan bobot 0,309 3. Peningkatan organisasi/kelembagaan, penyempurnaan sarana prasarana BTNKS, perbaikan tata batas kawasan dalam rangka meningkatkan kemampuan menghadapi ancaman/gangguan kawasan serta melakukan pemantauan terhadap upaya peningkatan PAD secara tidak terkendali dengan bobot 0,208. Penentuan prioritas strategi kebijakan dalam rangka mengurangi laju kerusakan hutan TNKS, bukan berarti menyatakan bahwa yang pertama perlu dan yang lain tidak perlu tetapi penentuan prioritas ini hanya sebagai bantuan untuk menentukan kebijakan yang perlu didahulukan apabila untuk melakukan seluruh kebijakan secara simultan mengalami kendala. Pelaksanaan seluruh kebijakan secara simultan akan menghasilkan pencapaian tujuan yang lebih optimal. Berkurangnya laju kerusakan hutan di INKS merupakan langkah panting untuk mempertahankan fungsi kawasan baik yang tangible maupun intangible yang sangat dibutuhkan masyarakat sekitar untuk mempertahan-kan dan meningkatkan kesejahteraannya.
Depok: Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15299
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ardi
Abstrak :
ABSTRAK Deforestasi telah terjadi di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Apabila deforestasi terus terjadi di TNKS, maka akan berdampak negatif bagi kawasan TNKS sebagai ekosistem hutan dalam menjaga kestabilan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji laju deforestasi dan mengetahui faktor- faktor pendorong terjadinya deforestasi di TNKS selama jangka waktu duapuluh empat tahun yang terbagi menjadi empat priode pengamatan. Metode analisis penelitian menggunakan analisis spasial dan regresi logistik. Hasil penelitian menunjukan laju deforestasi yang terjadi di TNKS selama priode awal tahun sampai dengan priode ketiga mengalami penurunan, selanjutnya laju deforestasi kembali naik pada priode akhir. Sedangkan faktor pendorong secara bersama- sama berpangaruh terhadap deforestasi, namun terdapat beberapa faktor pendorong yang memiliki peranan penting terhadap kejadian deforestasi di TNKS, Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh.
ABSTRACT
Deforestation has occurred in the Kerinci National Park area (TNKS). If deforestation continues at TNKS, it will have a negative impact for the region TNKS as forest ecosystems in maintaining the stability of the environment. This study aims to assess the rate of deforestation and identify factors driving deforestation in TNKS for a period of twenty-four years, divided into four observation period. Research analysis method using spatial analysis and logistic regression. The results showed the rate of deforestation in TNKS during the period up to the beginning of the third period decreased, further deforestation rates go up at the end of the period. While driving factors together influential to deforestation, but there are several driving factors that have an important role on the incidence of deforestation in TNKS, Kerinci District and Sungai Penuh City.
2016
T45392
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
[Place of publication not identified]: Sajogyo Institute, 2009
R 363.5 ANA
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Reksa Kurnia Robi
Abstrak :
ABSTRAK
Studi pengaruh ketinggian terhadap keanekaragaman Insectivora dan Rodentia di Gunung Tujuh, Taman Nasional Kerinci Seblat dilakukan pada ketinggian 1500 mdpl dan 2000 mdpl. Survei dilakukan secara removal sampling menggunakan pitfall trap dan snap trap yang diletakkan mengikuti garis transek. Survei dilakukan selama 9 hari (17?26 Januari 2011) dengan trapping effort sebesar 1677 trap night dan trap success rate sebesar 6,8%. Sebanyak 10 spesies ditemukan pada ketinggian 1500 mdpl dan 9 spesies ditemukan pada ketinggian 2000 mdpl. Indeks keanekaragaman Shannon-Wienner menunjukkan penurunan seiring dengan bertambahnya ketinggian. Indeks kesamaan Sørensen (CCs = 0,42) menunjukkan adanya perbedaan komposisi spesies dari kedua lokasi yang diduga akibat perbedaan tipe habitat di kedua ketinggian.
ABSTRACT
Aims of this study is to investigate the effect of elevation on diversity of Insectivores and Rodents in Gunung Tujuh, Kerinci Seblat National Park. Surveys were conducted at 1500 masl and 2000 masl elevation by employing removal sampling technique from 17 to 26 January 2011. Specimens were collected using pitfall trap and snap trap arranged in a 100 m line transect. These nine days survey covering trapping effort of 1677 trapnight, and resulting in 6,8% trap succes rate. Ten species were recorded at 1500 masl elevation, slightly higher compared to only nine species recorded at 2000 masl elevation. Shannon-Wienner index shows a decreasing pattern with increasing elevation. In addition, Sørensen similarity index (CCs = 0,42) shows a differences in species composition from both locations. The difference might be due to different habitat types at both locations.
Universitas Indonesia, 2011
S695
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Asrizal Paiman
Abstrak :
ABSTRAK Peningkatan luas penanaman Kopi dan Kulit Manis di Kabupaten Kerinci selama 3 tahun terakhir sangat mengkhawatirkan. Seluas 50.000 ha lahan hutan telah digarap untuk perladangan kopi dan Kulit Manis, dengan ± 14.286 KK peladang Sementara keadaan fisik wilayah sangat rawan terhadap erosi, luas lahan yang memungkinkan untuk pertanian hanya 40% dari luas keseluruhan daerah Kecamatan Gunung Raya (14.560 ha), dan seluas 80.480 ha terdiri dari hutan lebat. Penelitian ini dilakukan dengan metode kasus, cara penetapan sampel ditetapkan secara purposive. Untuk analisis data dilakukan dengan regresi korelasi. Pengukuran erosi dilakukan pada perladangan kopi dan kulit marais milik petani setempat, sesuai dengan kondisi variabel yang ditetapkan dan ditemukan di lapangan. Studi ini bertujuan untuk mengkaji dampak dari perladangan kopi dan kulit marais terhadap intensitas erosi. Dalam studi ini diambil 90 kasus kejadian erosi, selama 30 kali pengamatan. Dari hasil pengamatan harian terlihat pada usia tanaman 1 tahun - 4 tahun intensitas erosi cukup besar (47,92 ton - 14,19 ton pertahun dengan besar lereng 42% - 92 %. Hal ini disebabkan karena sebahagian besar tanah terbuka, tajuk kopi dan kulit marais belum mampu untuk menahan pukulan air hujan, dan pemberaihan lahan intensif sekali. Kemudian pada umur 5 tahun - 6 tahun intensitas erosi mengalami penurunan menjadi (2,23 ton -1,92 ton) dengan keadaan lereng 56 % - 96 %. Hal ini disebabkan oleh tanaman kopi sedang berada pada kondisi pertumbuhan vegetatif yang baik, sehingga tajuk hampir menutupi semua permukaan tanah dan penyiangan tidak dilakukan. Setelah tanaman memasuki umur 7 tahun - 10 tahun intensitas erosi meningkat kembali (4,84 ton --5,27 ton) pada kondisi lereng 24 % - 37 % disisi lain, karena pada usia ini terjadi penyiangan, dan pemangkasan dahan kulit mania, den diikuti dengan melakukan penebangan kopi, sehingga tanah terbuka kembali. Setelah tanaman berumur diatas 10 tahun (20 tahun - 25 tahun) pada kondisi lereng 26% - 40% erosi menurun kembali, hal ini disebabkan tidak adanya penyiangan dan pemangkasan, sehingga mengarah pada pembentukan hutan. Keadaan ini dimakaudkan untuk menjadikan kulit mania sebagai investasi jangka panjang. Erosi yang terjadi hanya (2,59 ton -- 1,45 ton). Jadi tanaman yang berumur muda 1 tahun - 4 tahun dengan melakukan penyiangan mempunyai potensi yang besar dalam menyebabkan terjadinya erosi begitu juga tanaman yang telah berumur 5 tahun - 6 tahun serta berumur tua diatas 10 tahun dapat membantu, menurunkan intensitas erosi. Hasil analisis statistik menunjukkan pada kondisi sebenarnya, erosi yang terjadi cukup besar yaitu 6,7682 kg selama pengamatan. Rata-rata umur vegetasi 8.3167 tahun, rata-rata jumlah vegetasi 40,4889 bataog, rata-rata lereng 33,1667%, rata-rata curah hujan 84,9167 mm, rata-rata indeks pengolahan lahan 0,0963 dan rata-rata aliran permukaan 1300,3078 liter. Bila erosi lahan yang terjadi dikonversikan kedalam Batman ha, maka menjadi 13,77 ton/ha/th di atas erosi yang diperkenankan 13.45 ton/ha/th. Walaupun demikian perladangan kopi dan kulit marais seperti yang dilakukan masyarakat Gunung Raya Kerinci memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh demi kelestarian sumberdaya tanah dan air. Faktor-faktor korelasi (r) yang berpengaruh menimbulkan erosi adalah aliran permukaan 62%; indeks pengolahan lahan 43,5%; curah hujan 33,3%; umur tanaman 29X; jumlah vegetasi 22% dan lereng 12%. Faktor-faktor lain yang juga berperan dalam menimbulkan erosi adalah sosial budaya. Sebahagian besar masyarakat Gunung Raya berpenghasilan dari usaha perkebunan kulit marais. Tingginya harga dan permintaan kulit manis, mudahnya perawatan dan tingkat kesuburan tanah yang relatif tinggi menyebabkan mereka cenderung memperluas lahan. Di samping itu pertumbuhan penduduk yang terus meningkat dihadapkan dengan luas lahan yang terbatas hanya 40% dari luas daerah yang dapat diusahakan untuk pertanian, menyebabkan perladangan terus bertambah. Bila dilihat dari erosi yang ditimbulkan dan dampak lanjutannya berupa kerusakan lahan baik fisik, biologis maupun kimia, maka sistem pertanian seperti ini kurang menguntungkan. Untuk memperkecil erosi yang ditimbulkan serta meminimalkan dampak negatif yang terjadi, maka perlu dilakukan perencanaan penggunaan lahan dengan pertimbangan lingkungan. Jumlah halaman permulaan 18; Jumlah halaman peritems 87; Gambar 10; tabel 18 halaman
ABSTRACT The increasing of plantation area during the last three years in the district of Kerinci has occured in such a way that has a major caused concern. About 50,000 ha area of the forest have been cleared for coffee and Cassia vera Plantations, and approximately 14,286 families of farmers have moved in. The physical condition of the area is very susceptible to erosion, and only 40% of the total land area of the Gunung Raya subdistrict (141.560 ha) is arable, 80,845 ha consists of heavy forests, and 29,750 ha of the region produces cassia vera. The survey is done by case method; the sampling method is purposive random sau ling. Regression correlation is used for data analysis. Measuring erosion toward coffee and cassia vera plantations of the local farmers was in accordance with the variable, conditions established and found in the field. The study is intended to investigate the impact of coffee and cassia vera culture in regards to erosion intensity; that is, how much erosion occurred. when coffee and cassia vera were grown. This study observed 90 cases of erosion during 30'days. Out of daily observation it can be seen that in a plant 1 to 4 years old, the annual erosion intensity is quite high (47,92 ton-14,19 ton). This is due to the fact that most of the ground is open and the coffee and cassia vera. are not able to hold rainfall. Thus, cleansing of land is very rapid. Then, of the age of 5 to 6 years, the annual erosion intensity decreases (2,23 ton --1,92 ton). This is due to the vegetative growth of the crown of the coffee plant, which in turn protects more land surface. Also at 5 6 years, weeding is not done. At the age of 7 to 10 years the average annual erosion intensity increases again (4,84 ton.-5,27 ton), because at this age there is weeding activity, chopping of the cassia vera branches, and cutting of the coffee plants, so that the land is open again. After the plants are over 10 years old the erosion decreases again, and the formation of wood begins because there is no more weeding and cutting. The purpose of no more weeding and cutting after 10 years is to make cassis. vera a long term investment. The erosion that occurs after 10 years is only (2,59 ton- 1, 45 ton ). Thus, plants 1 to 4 years old as well as 7 to 10 years, because of weeding, have a great potential to cause erosion in the land. While plants at the age of 5 to 6 as well as over 10 years can help in decreasing erosion. The result of the statistical analysis indicates that in actuality condition the erosion occurring is quite large (approximately 6,7682 kg). The average age of the vegetation is 8.3167 years. The amount of vegetable stalks is 40,4889. Rainfall 84,9167 mm. Land cultivation is 0,0963 and the surface current is 1300,3078 liters. If the erosion .is converted into hectares, there is 13.171 tons/ha/year which is far above the amount of erosion allowed. Thus, the community of Gunung Raya Kerinci must give some real attention to its agricultural system, if they are to conserve their land and water resources. The factors which influence the erosion are: surface current 62%; land cultivation 43,5%; rainfall 33,3%; plant age 29%; amount of vegetation 22$; and slope 121. Other factors which also play certain roles in erosion are social and cultural. Most of the Gunung Raya community earn their income from cassiavera. The high demand and price of the cassiavera, the easy maintenance; and the relatively high soil fertility all cause the farmers to tend to increase their cultivation areas. Also the ever increasing population growth rate vis a vis limited land area (of which only 30% is erable) also contribute to the problem. In terms of the erosion and its sustaining impacts such as physical, biological, as well as chemical deteroration this type of agriculture is not advantageous. In order to decrease the erosion and its negative impact a land use plan is needed that considers the environment holistically. Number of initial pages 18 + number of thesis content 86; Pictures 10; Tables 18 pages.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suparno
Abstrak :
Kegiatan konservasi makin penting peranannya, dalam rangka untuk mengimbangi kegiatan eksploitasi ataupun pemanfaatan sumberdaya alam yang terus meningkat sesuai dengan laju pertumbuhan penduduk. Peningkatan penduduk di beberapa negara telah banyak mengancam kawasan konservasi, terutama dilakukan oleh para petani miskin yang sangat menggantungkan diri pada basis sumberdaya alam hutan. Demikian pula masalah yang dihadapi Pemerintah Indonesia dalam usaha konservasi alam, adanya tekanan Penduduk, rendahnya tingkat kesadaran, minimnya pendapatan selain majunya teknologi mengakibatkan eksploitasi sumberdaya alam berlebihan. Di Indonesia kebijaksanaan dan strategi perlindungan dan pelestarian hutan baik eksistensinya maupun peningkatan manfaatnya, dikembangkan melalui salah satu pola konservasi alam yaitu dalam bentuk taman nasional. Pembentukan taman nasional diarahkan kepada peningkatan manfaat kawasan baik segi konservasi maupun manfaat yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Dari 16 taman nasional, satu di antaranya Taman Nasional Kerinci Seblat, yang terletak di empat Propinsi meliputi Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Sumamtera Barat. Namun telaahan penulisan tesis ini difokuskan pada wilayah taman nasional yang berada di Propinsi Jambi khususnya di Kecamatan Gunung Kerinci Kabupaten Kerinci. Akan tetapi dalam pembinaan dan pengelolaannya taman nasional terdapat masalah dan kendala. Hal ini terjadi akibat adanya hubungan ketergantungan yang menonjol secara tradisional antara masyarakat yang ada di sekitarnya. Perlu diketahui bahwa sebagian besar luar wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat di Propinsi Jambi, keberadaannya mengelilingi satu Daerah Tingkat II yaitu Kabupaten Kerinci. Untuk mengatasi keadaan di atas, Departemen Kehutanan melalui Proyek Pembinaan Taman Nasional Kerinci Seblat direncanakan pengembangan zona penyangga dengan pola agro forestry. Penetapan zona penyangga ini merupakan rangkaian aktivitas pengelolaan sebuan taman nasional. Dengan penjalasan dan maksud tersebut, baik ketergantungan masyarakat terhadap taman nasional maupun rencana penetapan zona penyangga agar berhasil, seyogyanya harus dapat memberikan kepentingan bersama. Untuk itu tertariklah untuk melakukan penelitian yaitu tentang usaha tani masyarakat dibidang usaha peternakan sapi. Pertimbangan penelitian tentang usaha peternakan sapi ini dikarenakan adanya peningkatan populasi dari tahun ke tahun. Selain bahwa usaha peternakan dapat bermanfaat secara positif, bila dikelola secara baik dan benar. Sebaliknya dapat menjadi perusak atau menimbulkan dampak negatif, bila dikelola secara ceroboh. Dari ulasan di atas dapat dijabarkan masalah penelitian yaitu : 1. Apakah usaha peternakan sapi masyarakat di sekitar kawasan hutan taman nasional menunjang upaya konservasi melalui pemanfaatan zona penyangga atau tidak. 2. Apakah jalan pikir pejabat di lapang sejalan atau tidak dengan jalan pikir masyarakat terhadap pola pemanfaatan zona penyangga yang direncanakan. Sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian ini, diajukanlah hipotesis (1) pengelolaan usaha peternakan sapi menunjang upaya pola agroforestry pada zona penyangga; (2) pengembangan zona penyangga sangat bermanfaat di daerah padat guna pelestarian lingkungan, sehingga memperoleh tanggapan positif; (3) ada perbedaan pendapat antara pejabat di lapang dengan masyarakat tentang rencana lokasi zona penyangga. Adapun materi sebagai konsistensi penjabaran masalah dan hipotesis yang diajukan meliputi : a. Usaha peternakan sapi b. Daya dukung wilayah dalam sumber pakan hijauan ternak c. Ruang lingkup rencana pemanfaatan zona penyangga. Jumlah sampel responden sebanyak 85 petani ternak sapi yang dipilih berdasarkan strata luas lahan garapan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pengisian daftar pertanyaan, wawancara dan pengamatan langsung serta dibantu dengan data sekunder. Model analisis data yang digunakan adalah analisis diskriptif dengan frekuensi dan tabulasi silang serta analisis statistik uji x2 (khi kuadrat). Berdasarkan analisis yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut : (1) Usaha peternakan sapi yang dilakukan oleh para petani, menunjang upaya pola agroforestrv_ di rencana zona penyangga. Karena itu secara tidak langsung dapat menunjang usaha konservasi hutan Taman Nasional Kerinci Seblat. Keadaan ini dapat ditinjau dari : · Jumlah ternak yang dipelihara masih di bawah kesanggupan petani dari kemampuannya memelihara ternak sapi. · Tatalaksana pengelolaan sudah memperhatikan dalam mencegah kerusakan sumberdaya tanah dan vegetasi tanaman. · Fungsi ganda dari ternak sapi secara optimal telah dimanfaatkan dengan baik. (2) Penyediaan sumber pakan ternak dari perhitungan daya dukung wilayah, dapat diekivalensi dengan jumlah unit ternak yang dapat ditampung, masih di atas jumlah unit ternak yang ada saat ini. (3) Pengembangan pola agroforestry di rencana zona penyangga memperoleh respon positif dari petani ternak (responden). (4) Masih terdapat perbedaan pendapat (keinginan) dari petani, terhadap lokasi zona penyangga yang direncanakan oleh Departemen Kehutanan. Implikasi penelitian : (1) Usaha peternakan sapi di sekitar kawasan konservasi Taman Nasional Kerinci Seblat, khusus di Kecamatan Gunung Kerinci masih dapat dikembangkan sebagi alternatif usaha yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. (2) Ruang lingkup rencana zona penyangga yaitu pola agroforestry dapat diterapkan dan dikembangkan. Tetapi untuk lokasi zona penyangga yang akan ditetapkan perlu ditinjau kembali, serta dicari pemecahannya secara bersama sama yang lebih bijaksana. Daftar Kepustakaan 63 (1915 - 1989).
The role of Conservation activities becomes more important related to exploitation activities compensation or natural resources utilization which increase rapidly conforming with the population growth. The increase of population in some countries have threatened conservation area, especially which be done by poor farmers that much depend on forestry natural resources. So do. Indonesian government which faces to conservate its natural resources, population pressure, low in rate of consciousness to look after, low income besides high technology to exploitate more natural resources. In Indonesian, conservation policy and strategy and forestry lasting the existence as well as its utilization, developed through one of natural conservation pattern in the form of national park. The forming of national park is directed to the addition of the forestry utilization either its conservation or its utilization for the society. One of 16 national parks called Taman Nasional Kerinci Seblat, is situated in 4 provinces comprises Jambi, South Sumatra, Bengkulu and West Sumatra. The thesis is focused at national parks that lies in province of Jambi especially in Sub-district of Gunung Kerinci in the regency of Kerinci. There some problems and constraint in managing its national parks. That is due to the dependent relation is bumpy traditionally between the community and its environment. It is known that for the greater part the area of Taman Nasional Kerinci Seblat have planned to develop buffer zone by using agro forestry pattern design. The determination this buffer zone represents activities series of the management of national park. By this explanation, the dependency of community upon the national parks well as in order to plan becomes success-fully, it is ought to be mutual benefit. Based on the cases, the researcher is attracted to research pertaining farm management especially husbandry management. The argument to research this cases is due to the in-creasing of its population year by year. Beside the farm management becomes to utilize positively if the project is managed as good as possible. On the other hand it becomes to be "destroyer" that cause negatively if it has not been managed in good order. Based on the review, the research problems can be describe as follows : 1. Does the management of cattle husbandry in surrounding the forest of national park can support conservation efforts through the utilization of buffer zone or not; 2. Whether the idea of the functionary in the field in accordance or not to the idea of community against the utilization pattern buffer zone to be planned. As the temporary responds against the research problems, it has been proposed some hypothesis : 1. The management of cattle husbandry business supports agroforestry pattern at buffer zone; 2. Buffer zone determination planning by following agroforestry pattern supports cattle husbandry and get the positive respons; 3. There are difference idea between field functionary and the society regarding to determination of location plan of buffer zone. The items which there are any consistency in problems description and hypothesis to be proposed consists of : a. cattle husbandry bussiness; b. the supporting forces area as cattle fresh food; c. the planning coverage of buffer zone utilities. Respondent sample consists of 85 families cow cattle husbandry farmers to be selected based on strata of its cultivation area. Data to be collected by using questionnaire, interview and direct observation and aided by using secondary data. For analyzing used, descriptive analysis by using frequency and cross tabulation and statistical analyzing X2 (chi square). Based on the analysis conducted, the results are as follows: 1. Cattle husbandry conducted by farmers, support pattern of agroforestry efforts in buffer zone planning. Indirectly, threrefore, it can support forest conservation effort Taman Nasional Kerinci Seblat. The conditions can be paid attention from : · the number of cattle belong to the farmes are still below the farmer's potency in cultivation; · its management have paid attention in avoiding the damage of land resources and its vegetation; · The multipurpose functions of cattle have been optimally utilized in good manner. 2. The supply of cattle food based on area supporting capacity can be equivalence by number of cattle can be mended, its population are above cattle unit exists. 3. The development of agro forestry pattern in buffer zone planning has some positive response from farmer (respondent). 4. There are some differences of the willingness of farmer upon buffer zone location planned by Department of Forestry. Research Implication : 1. Cattle husbandry business surrounding conservation area Taman Nasional Kerinci Seblat especially in sub-district of Gunung Kerinci may be developed as the alternative efforts to increase society income. 2. The buffer zone plan coverage, the agro forestry pattern, can be done and developed. But for buffer zone location will be determined to review, and to look for some good problems solving simultaneously. Bibliography list : 63 (1915-1989)
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gigih Mazda Zakaria
Abstrak :
Kawasan konservasi merupakan kawasan khusus yang dilindungi untuk menjaga keanekaragaman hayati di dalamnya. Pada kenyataannya, terdapat banyak kasus perburuan liar di dalam kawasan konservasi yang mengancam keberadaan satwa langka. Perburuan harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) yang terjadi di Taman Nasional Kerinci Seblat di Sumatera adalah salah satu contohnya. Studi ini akan menjelaskan bahwa perburuan liar terhadap satwa langka yang terjadi di kawasan konservasi dapat dikategorikan sebagai bentuk kejahatan lingkungan. Perburuan satwa langka yang terjadi di dalam kawasan konservasi Taman Nasional Kerinci Seblat akan dianalisis dengan menggunakan teori dalam environmental criminology, yaitu teori aktivitas rutin yang melihat adanya pelaku potensial, keberadaan target, dan tempat.
Conservation area is specific protected area to maintain biodiversity inside it. But in fact, there are many cases of poaching inside conservation areas that threatened the endagered species. The poaching of sumatran tiger (Panthera tigris sumatrae) that happens in Kerinci Seblat National Park in Sumatera is one of the example. This study will explain that poaching can be categorized as environmental crime. Poaching in Kerinci Seblat National Park protected areas will be analyzed using environmental criminology, that is routine activity theory which see potential offender, suitable target, and places.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library