Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Elizabeth Karina Leonita
Abstrak :
Tesis ini membahas konsep hukum mengenai perlindungan dan kepastian hukum bagi pembeli lelang yang beritikad baik. Perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi pembeli lelang di sini, berarti bahwa barang yang dibelinya melalui lelang itu seharusnya bebas dari tuntutan pihak ketiga, pembeli lelang mempunyai hak penuh atau hak absolut atau hak kebendaan atas barang lelang terkait, seperti hak milik atau hak kebendaan lainnya yang dapat dipertahankan terhadap gugatan dari siapapun. Penelitian ini difokuskan kepada perlindungan hukum bagi PT. Bumijawa Sentosa sebagai pembeli lelang yang beritikad baik dalam sengketa lelang Gedung Aspac dengan PT. Mitra Bangun Griya (sebagai pihak yang merasa berhak atas Gedung Aspac yang dilelang BPPN). Adapun tindakan BPPN yang melakukan penawaran umum (lelang) secara langsung tanpa meminta bantuan Kantor Lelang bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia dan apabila dipermasalahkan secara hukum maka penjualan Gedung Aspac dapat dibatalkan karena penjualan tersebut tidak sah dan cacat hukum. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif normatif dengan tipologi penelitian preskriptif. Hasil penelitian adalah perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi PT. Bumijawa Sentosa dalam memperoleh Gedung Aspac yang telah dibelinya ditunjukkan dengan telah dilaksanakannya eksekusi Gedung Aspac oleh PT. Bumijawa Sentosa berdasarkan putusan Hakim Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung baik dalam tingkat Kasasi maupun pada saat Peninjauan Kembali yang semua putusannya telah memenangkan PT. Bumijawa Sentosa dan mengesahkan pelaksanaan lelang yang dilakukan oleh BPPN. This thesis discusses about the legal concept of the legal protection and legal certainty for the good faith purchaser in the auction. Legal protection and legal certainty for the purchaser here, mean that goods which was bought through such auction was supposed to be free from any claims of third parties, purchaser has the full rights or absolute rights or rights over auction-related goods, such as property rights or rights of other material that can be defended against a claim from anyone. This research is focused on the legal protection for PT. Bumijawa Sentosa as the good faith pruchaser in auction disputes of Aspac Building with PT. Mitra Bangun Griya as the party who feels entitled over Aspac Building which has been auctioned by BPPN. BBPN?s action which conduct direct public offering (auction) of Gedung Aspac without asking assistance of the Auction Office is against the prevailing laws and regulations in Indonesia and should this action is disputed from the legal side then such sale may be annuled since such sale is not valid and legally flawed. This research uses normative qualitative research with prescriptive typology research. The result of this research is legal protection and legal certainty for PT. Bumijawa Sentosa in obtaining Aspac Building which has already been bought as indicated from the executions that have been done by PT. Bumijawa Sentosa based on the decrees that have been rendered by the Panel of Judges in District Court, High Court and Supreme Court both in the Cassation level as well as on the Civil Review, whereby all of the said decrees have been rendered in a favor of PT. Bumijawa Sentosa and ratifying the auction process which has been conducted by BPPN.
Depok: Universitas Indonesia, 2010
T27321
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Luluk Arnawati Kusiana
Abstrak :
ABSTRAK
Masyarakat perkoperasian harus terus menerus memperoleh pembinaan dari Pemerintah agar koperasi yang didirikan tidak sekedar menjadi organisasi sekumpulan orang-orang tetapi benarbenar merupakan badan hukum yang kegiatannya berdasarkan prinsip ekonomi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat atas dasar kekeluargaan. Salah satu upaya untuk mewujudkannya adalah penandatanganan naskah kesepakatan dan kerjasama antara Kementerian Negara Koperasi dan UKM dengan Ikatan Notaris Indonesia yang menghasilkan keputusan bahwa Akta Pendirian Koperasi harus dibuat oleh/dihadapan Notaris Pembuat Akta Koperasi (NPAK). Permasalahan hukum dalam hal hubungan diantara anggota koperasi dan mekanisme organisasinya yang diatur dan dituangkan dalam Anggaran Dasar yang dimuat dalam Akta Pendirian Koperasi, seperti diwajibkan oleh Undang-Undang No. 25 Tahun 1992, yang dibuat oleh para Pendiri serta kekuatan dan kepastian hukumnya jika dibandingkan antara Akta Pendirian yang dibuat dibawah* tangan dengan jika dibuat dengan Akta Notariil. Kepastian hukum itu sangat diperlukan dalam koperasi akan tetapi Undang-Undang Nomor 25 tidak mengharuskan pembuatan Akta Pendirian di hadapan Notaris seperti halnya pendirian badan hukum perseroan terbatas yang diwajibkan oleh undang-undang. Penelitian dilakukan melalui metode penelitian kepustakaan dengan cara menganalisa bahan-bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan yang mengatur Perkoperasian dan bahan hukum sekunder serta didukung oleh penelitian lapangan dengan cara observasi dan wawancara pada Dinas Koperasi dan UKM Wilayah DKI Jakarta. Kesimpulan yang diperoleh adalah bahwa' setiap anggota memiliki hak yang suara yang sama dalam pengambilan keputusan terlepas dari besar kecilnya kontribusi yang diberikan terhadap organiasi dan usaha koperasi. Akta Pendirian Koperasi yang dibuat di hadapan Notaris Pembuat Akta Koperasi (NPAK) memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna dan sejak diberlakukannya SK Menteri Negara Koperasi dan UKM No. 98/KEP/M.KUKM/IX/2004 tanggal 24 September 2004, Akta pendirian Koperasi wajib dibuat oleh/di hadapan NPAK.
2007
T36888
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Richard Pardomuan Parulian
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang praktik-praktik thin capitalization yang dilakukan Wajib Pajak di Indonesia dan perbandingan ketentuan thin capitalization di Indonesia dengan negara Amerika Serikat, Inggris, Luxembourg, Cina, Perancis, Belgia, Canada, Spanyol, Rusia dan Jerman serta menganalisa upaya-upaya yang dilakukan Direktorat Jenderal Pajak dalam menangani praktik-praktik thin capitalization. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan positivism. Hasil penelitian menyatakan bahwa kebijakan Pajak Penghasilan atas praktik-praktik thin capitalization masih belum memenuhi asas kepastian hukum sehingga disarankan agar pemerintah melakukan evaluasi terhadap ketentuan perbandingan utang terhadap modal agar mampu memenuhi asas kepastian hukum tersebut. This thesis describes the practices of thin capitalization by Indonesian taxpayer and comparison on thin capitalization tax policy to United States, United Kingdom, Luxembourg, China, France, Belgium, Canada, Spain, Russia dan Germany also analysis on Directorate General of Taxation action to deal with thin capitalization practices. The research approach used shall be a qualitative research with positivism approach. The research results indicates that tax policy of Thin Capitalization Practice have not met certainty principle. It is recommended that government perform an evaluation on debt to equity ratio to meet the certainty principle.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
T28140
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
I Nyoman Putu Budiartha, 1959-
Malang: Setara Press, 2016
344.01 INY h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Irawan Soerodjo
Jakarta: Arkola,
346.04 IRA k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Citta Kartika
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2009
S10471
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Irfan Falah
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2009
S10474
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Taufiq Akbar Kadir
Abstrak :
Penawaran umum koin kripto yang dikenal dengan Intial Coin Offering yang disingkat ICO adalah mekanisme baru untuk penggalangan modal usaha yang dilakukan oleh perusahaanprusahaan startup. Mekanisme transaksi koin kripto pada ICO ini melibatkan pelaku usaha (founder atau developper) yang menerbitkan koin atau token sebagai koin kripto baru, kemudian koin kripto tersebut ditawarkan kepada masyarakat secara umum disertai dengan dokumen Whitepaper. Mekanisme transaksi koin kripto melalui ICO di beberapa negara menimbulkan banyak masalah seperti praktek-praktek ICO schame atau ICO bodong yang terjadi di Cina dan Vietnam yang mengakibatkan kerugian hingga ratusan miliar, namun sampai saat ini masyarakat tidak bisa menuntut ganti rugi tersebut. Pokok persoalannya adalah tidak adanya regulasi yang mengatur atau melarang praktek ICO, di Indonesia Bappebti membuat Peraturan Bappebti Nomor 9 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Peraturan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Ketentuan Teknis Penyelenggaraan Pasar Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka akan tetapi peraturan tersebut tidak mengatur tentang transaksi koin kripto saat ICO. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian juridis normatif dengan dukungan penelitian empiris, maka metode pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan empiris terkait praktek transaksi jual beli koin kripto pada ICO. Hasil analisis adalah terdapat permasalahan perlindungan konsumen dalam tahapan ICO seperti masalah pelanggaran hak atas informasi dan pelanggaran hak konsumen mendapat ganti rugi. Untuk mencegah terjadinya permalasahan konsumen tersebut di Indonesia, perlu adanya regulasi yang dibuat terkait transaksi koin kripto pada ICO. Regulasi ICO dapat dibuat dengan melakukan pendekatan dan penyesuaian dari peraturan-peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang menagatur tentang Initial Public Offering (IPO). ......The public offering of crypto assets known as the Initial Coin Offering, abbreviated as ICO. The mechanism for crypto asset transactions in this ICO involves business actors (founders or developers) issuing coins as new crypto assets, then these crypto assets are offered to the general public by a Whitepaper. ICOs in several countries has caused many problems, such as ICO schame. The main problem is that there are no regulations that regulate ICO practices, in Indonesia Bappebti issued Regulation Number 9 of 2019 concerning Amendments to Commodity Futures Trading Regulatory Agency Regulation Number 5 of 2019 concerning Technical Provisions for Organizing the Physical Crypto Asset Market on the Futures Exchange, but it does not regulate the ICO. To answer these problems a normative juridical research method is used with statutory approach. The result is that there are consumer protection problems during the ICO stage, such as violations of the right to information and violations of consumer rights to compensation. To prevent this consumer problem, it is necessary to have regulations. ICO regulations can be made by approaching and adjusting to the regulations of the Financial Services Authority (POJK) which regulate Initial Public Offering (IPO).
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzie Kamal Ismail
Abstrak :
Secara normatif perluasan kewenangan baru Notaris dalam membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan sudah jelas pengaturannya dan dapat diimplementasikan, namun dalam prakteknya di lapangan kewenangan untuk membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan sesuai dengan Pasal 15 ayat (2) butir f Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris tidak dapat dilaksanakan pendaftarannya pada Badan Pertanahan Nasional, dengan tidak dapat didaftarnya akta tersebut pada Badan Pertanahan Nasional maka timbul permasalahan, yaitu Bagaimana kepastian hukum terhadap akta yang berkaitan dengan pertanahan yang seharusnya dibuat oleh atau dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) tetapi dibuat oleh atau dihadapan notaris? dan Bagaimana kepastian hukum akta Notaris yang berkaitan dengan pertanahan berdasarkan hukum tanah nasional?. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah studi kepustakaan yang bersifat yuridis normatif, yaitu untuk menggambarkan atau memberikan data mengenai akta yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris yang berkaitan dengan pertanahan. Kepastian hukum terhadap akta Notaris yang berkaitan dengan pertanahan harus dikaji berdasarkan tiga aspek hukum, yaitu aspek hukum privat, aspek hukum publik dan aspek hukum tanah nasional. Berdasarkan hukum privat akta tersebut dapat memberikan kepastian hukum terhadap para pihak karena hukum privat mengatur kepentingan perorangan (bij zondere belangen), dikehendaki oleh para pihak yang berkepentingan dan mempunyai hubungan hukum antara orang yang satu dengan yang lain dimana kedua-duanya sebagai anggota masyarakat. Dari aspek hukum publik maka akta notaris yang berkaitan dengan pertanahan tidak dapat memberikan kepastian hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah apabila tidak didaftarkan dalam daftar-daftar umum yang diselenggarakan oleh Lembaga/Badan/Instansi publik untuk dapat dipublikasikan kepada masyarakat umum (publik) guna terpenuhinya asas publisitas sehingga dapat memberikan kesempatan kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengajukan keberatan mengenai data fisik atau data yuridis yang diumumkan. Pembuatan akta yang berkaitan dengan pertanahan dalam hukum tanah nasional hanya memberikan kewenangan kepada PPAT bukan Notaris karena PPAT adalah pejabat umum yang merupakan kebutuhan mendasar dalam sistem administrasi hukum pertanahan/ keagrariaan Indonesia yang bersumber pada filosofi, teori-teori, ajaran serta asas-asas hukum pertanahan adat, sedangkan Notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat alat bukti perbuatan hukum atas tanah yang bersumber pada filosofi, teoriteori, ajaran serta asas-asas hukum pertanahan barat (BW). ......Normatively extention of the new authority in composing or creating the Notary deed relating to land is clear the settings and can be implemented, but in practice in the field the authority to make a deed relating to land in accordance with Article 15 paragraph (2) point f of Law Number 30 Year 2004 about the Notary can not be implemented for registration on the National Land Agency, the deed can not be registered at the National Land Agency then raised the question, namely How legal certainty to the deed relating to land should be made by or before the official maker of Deed Land (PPAT) but made by or before a notary? How about legal certainty and the Notary deed relating to land under the national law of the land?. The research method used in this paper is the study of juridical normative literature, which is to describe or provide data on the deed made by or before a Notary related to land. Legal certainty to the Notary deed relating to land should be assessed according to three aspects of the law, the legal aspects of private, public and legal aspects of the legal aspects of national land. Under the deed of private law can give legal certainty to the parties because the private law to set the interests of individuals (bij zondere belangen), desired by the interested parties and have a legal relationship between people with each other where both as members of society. From the aspect of public law the deed relating to land can not give legal certainty to holders of rights on a land parcel if it is not registered in the lists of commonly held by the Institution/Agency/Public Agency to be published to the general public (public) to fulfillment of the principle of publicity so as to provide an opportunity for interested parties to claim objections both physical and juridical data are announced. Deed relating to land in the national land law only authorizes the PPAT is not a Notary, because they public officials which is a fundamental requirement in the administrative system of land law/agraria Indonesia which is based on the philosophy, theories, teachings and principles of land law customary land law, while the Notary is a public official authorized to make the evidence in legal acts on land which is based on the philosophy, theories, teachings and principles of Anglo Saxon Law (BW).
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28849
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Adityo Ramadhan
Abstrak :
Perjanjian secara lisan banyak terjadi dalam pergaulan masyarakat sederhana, serta merta sering tidak disadari namun sudah terjadi kesepakatan, misalnya dalam kegiatan berbelanja di toko, di pasar-pasar untuk kebutuhan sehari-hari. Perjanjian lisan menjadi selesai dengan dilakukan penyerahan dan penerimaan suatu barang. Permasalahan timbul ketika usaha bersama (joint venture) ini dilakukan melalui perjanjian secara lisan yang dikemudian hari dapat menimbulkan permasalahan hukum dikarenakan tidak ada hukum secara mengikat tentang usaha bersama (joint venture) tersebut. Hal ini terjadi dalam kasus usaha bersama (joint venture) antara Junaidi S.T dengan Drs. Sukamto Handoko yang dilakukan dengan cara perjanjian lisan. Permasalahan dalam penelitian ini adalah Bagaimana ketentuan perundang-undangan di Indonesia mengatur mengenai perjanjian lisan sebagai sumber perikatan? Bagaimana penerapan teori keadilan sebagai perlindungan hukum bagi pihak yang dirugikan dalam kerjasama bisnis secara lisan berdasarkan Putusan Nomor 1347 K/Pdt/2013? Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder serta dianalisis secara analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menyatakan ketentuan perundang-undangan di Indonesia mengatur mengenai perjanjian lisan sebagai sumber perikatan diatur dalam Pasal 1313 KUHPerdata yang dalam pelaksanaannya wajib memenuhi ketentuan dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Penerapan teori keadilan sebagai perlindungan hukum bagi pihak yang dirugikan dalam kerjasama bisnis secara lisan berdasarkan Putusan Nomor 1347 K/Pdt/2013 tidak tercapai. Hal tersebut dikarenakan Hakim Pengadilan Tinggi Palembang dan Hakim Mahkamah Agung justru menyatakan bahwa perjanjian lisan antara Junaidi, ST dengan Drs. Sukamto Handoko tidak sah atau batal demi hukum oleh karena tidak tercipta adanya kesepakatan. Pertimbangan tersebut bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata, yang menekankan bahwa masyarakat diperbolehkannya membuat perjanjian apa saja (sepanjang perjanjian tersebut memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata) dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu undang-undang.
Oral agreements occur in many simple societies, and are often unconscious but there has been an agreement, for example in shopping at the store, in the markets for daily necessities. Oral agreements become completed with the delivery and acceptance of a good. Problems arise when joint ventures are made through oral agreements which in the future may cause legal problems because there is no law binding on the joint venture. This occurs in the case of a joint venture between Junaidi S.T and Drs. Sukamto Handoko conducted by way of oral agreement. The problem in this research is how the provisions of legislation in Indonesia govern the oral agreement as the source of engagement? How is the application of the theory of justice as legal protection for the injured party in business cooperation orally based on Decision Number 1347 K / Pdt / 2013? The research method used is normative juridical using secondary data and analyzed by qualitative descriptive analysis. The result of the study states that the provisions of legislation in Indonesia govern the oral agreement as the source of engagement stipulated in Article 1313 of the Civil Code which in its implementation shall comply with the provisions of Article 1320 of the Civil Code. The application of the theory of justice as legal protection for the injured party in business cooperation orally based on Decision Number 1347 K / Pdt / 2013 is not achieved. This is because the High Court Judge of Palembang and Supreme Court Justices stated that the oral agreement between Junaidi, ST and Drs. Sukamto Handoko is invalid or null and void because there is no agreement. This consideration is contrary to the principle of freedom of contract as regulated in Article 1338 of the Civil Code, which emphasizes that the public is permitted to enter into any agreement (as long as the agreement complies with Article 1320 of the Civil Code) and the treaty shall bind those who make it as a law.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>