Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1993
S6196
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Aisah
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2008
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Erzsalinda Ari
"Penulisan Tugas Karya Akhir ini bertujuan memberikan penggambaran tentang sejauh mana pengaruh kelompok teman sebaya atau peer group menyebabkan individu menjadi homoseksual. Gambaran diperoleh dengan mengetahui kehidupan individu melalui pembentukan diri dari masa kecil hingga dewasa. Dilihat juga kehidupan individu dalam keluarga dan pergaulan di dalam kelompok peer groupnya. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif terhadap dua orang informan yang memilih homoseksual sebagai jalan hidupnya. Penelitian dilakukan dengan wawancara mendalam dan disertai pengamatan langsung terhadap kehidupan informan. Penulis menemukan bahwa faktor penyebab seseorang menjadi homoseksual sebagian besar dipengaruhi oleh kelompok sebaya atau peer group. Peer group merupakan pemicu timbulnya perilaku homoseksual yang tersembunyi dalam diri seseorang dengan memberikan pengalaman homoseksual terlebih dahulu. Pengalaman pertama tersebut yang mengantarkan laki-laki normal untuk mencari pengalaman homoseksual berikutnya. Aturan-aturan dan nilai-nilai yang tercipta di dalam kelompok sebaya ini dapat mempengaruhi individu di dalamnya untuk berperilaku sesuai dengan nilai kelompoknya. Begitu pula lingkungan yang homoseksual dapat dijadikan model atau contoh dari individu untuk menjadi seorang homoseksual."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Faizin
"Tesis ini membahas penerapan model structured peer network sebagai alternatif penjangkauan peer education di kalangan siswa/i SMP dan SMA, dengan studi kasus Ripple Programme pada Program Jakarta Stop AIDS 2010. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif, yaitu menggambarkan pelaksanaan program di wilayah Jakarta Timur. Penelitian menemukan bahwa model stuctured peer network mengalami hambatan berupa kesulitan dalam melakukan penjangkauan secara individu, hambatan dalam membentuk second layer, hambatan lingkungan, kurang dukungan dari pihak sekolah, dan kurang kesiapan manajemen program.

The study analyzes the implementation of Structured Peer Network Model as peer education approach for junior and senior high school students to disseminate knowledge and information about drug and HIV/AIDS prevention. The project is managed under Ripple Program of Jakarta Stop AIDS 2010. The study is a descriptive-qualitative research. The research shows that Structured Peer Network Model faces some obstacles that hinder the implementation of programme; including the un-effective individual outreach, contrains in formation of second layer, peer resistance, lack of support from the school, and quality of programme?s planning and preparation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
T29284
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Allia Hani
"Pada masa remaja teman sebaya memegang peran penting, dimana pada masa ini ketergantungan anak pada keluarga menjadi berkurang dan kebutuhan akan rasa aman diperoleh melalui teman-teman kelompok sebaya (Tumer & Helms, 1995). Remaja umumnya tidak ingin dianggap beda dengan orang lain, akibatnya mereka cenderung melakukan konformitas dengan kelompok sebaya Konformitas itu sendiri adai ah suatu perubahan tingkah laku atau keyakinan sebagai hasil nyata dari tekanan yang diberikan kelompok Dengan keinginan untuk diterima secara sosial, remaja sangat memperhatikan karakteristikkarakteristik yang ditampilkan anggota kelompoknya seperti cara berpakaian, gaya rambut, selera musik, cara berbicara dan aktivitas waktu luang (Clasen & Brown, 1987 dalam Santrock, 2001). Konforaiitas terhadap kelompok sebaya kemudian dikaitkan juga dengan orientais tujuan akademik siswa.
Orientasi tujuan menurut Meece, Blumenfeld & Hoyle (1988). Orientasi tujuan siswa digambarkan sebagai suatu set perilaku yang bertujuan untuk menentukan bagaimana pendekatan dan keterlibatan siswa dalam belajar. Teori ini di bagi ke dalam 2 bagian besar yaitu : orientasi mastery dan orientasi performance (Henderson & Dweck, 1990; Dweck & Legget, 1988 dalam Santrock, 2001). Orientasi mastery mengacu kepada pencapaian kompetensi dengan jalan menambali atau meningkatkan pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan individu. Penekanan pada proses belajar. Sedangkan orientasi performance mengacu kepada acuan yang dicapai orang lain dalam mencapai kesuksesan selain untuk menghindari pandangan sosial yang rendah terhadap kompetensi yang dimilikinya Penekanan kepada hasil yang dicapai.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara tingkah laku konforaiitas, orientasi mastery, orientasi performance, dengan prestasi akademik remaja Penelitian ini dilakukan di SMA 43, diperoleh hasil penelitian: tingkah laku konformitas dan orientasi mastery berkorelasi negatif signifikan (r = -0,230 p<0,05), orientasi mastery dan prestasi akademik berkorelasi positif signifikan (r= 0,167 p<0,05), dan orientasi mastery memberikan sumbangan sebesar 4,4 % pada prestasi akademik.
Dari hasil perhitungan statistik maka dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin tinggi tingkah laku konformitas yang ditampilkan maka semakin rendah orientasi siswa ke arah mastery. Begitu pula jika orientasi mastery siswa rendah maka prestasi akademik yang dicapainya puri akan rendah. Hubungan yang semula dihipotesiskan dan ditolak adalah: adanya hubungan positif signifikan antara tingkah laku konformitas dengan orientasi performancey hubungan yang signifikan antara orientasi perfonnance dengan prestasi akademik dan hubungan yang signifikan antara konformitas dengan prestasi akademik. Penyebab ditolaknya hipotesis mungkin disebabkan sampel yang homogen (berasal dari satu sekolah saja), adanya variabel lain yang lebih dominan (intelligensi merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh pada prestasi akademik).
Saran-saran yang diberikan diantaranya melakukan pengambilan data pada berbagai sekolah, mempergunakan kecerdasan sebagai variabel yang dikontrol dalam mengukur prestasi akademik."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2001
S2925
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Willa Follona
"Remaja berisiko terhadap pernikahan usia dini namun informasi tentang pendewasaan usia perkawinan masih kurang. Pendidikan kelompok sebaya merupakan metode pendidikan kesehatan yang sesuai untuk remaja, namun belum terlaksana di lingkungan masyarakat baik perkotaan maupun perdesaan. Selain itu, belum terfokus pada pendewasaan usia perkawinan, sehingga perlu diketahui perbedaan pengetahuan dan sikap tentang pendewasaan usia perkawinan setelah pendidikan kelompok sebaya pada remaja di perkotaan dan perdesaan. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan pendidikan kelompok sebaya tentang pengetahuan dan sikap mengenai pendewasaan usia perkawinan antara remaja di wilayah perkotaan dan perdesaan. Penelitian ini merupakan eksperimen semu dengan desain pretest-posttest pada 60 remaja yang dipilih secara acak sederhana di Desa Cileungsi (perkotaan) dan Desa Mampir (perdesaan) Kecamatan Cileungsi pada bulan Maret 2014.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan kelompok sebaya dapat meningkatkan pengetahuan dan sikap remaja perkotaan serta perdesaan dengan p < 0,001. Namun tidak terdapat perbedaan bermakna pada peningkatan pengetahuan maupun sikap dengan p > 0,05. Pendidikan kelompok sebaya dapat dilaksanakan di berbagai wilayah sehingga diperlukan dukungan berbagai pihak untuk pelatihan pendidik sebaya bagi remaja dan pengembangan di lingkungan masyarakat.

Adolescents are at risk of having early marriage, but they still lack of information about maturation age of marriage. Peer education is a suitable method to provide adolescents with health education. However, health education given to adolescents both in urban society and rural society has never used this method, and has not been focused on maturation age of marriage. Therefore, it is necessary to find out the difference between knowledge and attitude of urban adolescents and those of rural adolescents about maturation age of marriage after peer education method is used. This study was aimed to analyze the difference impacts of peer education on maturation age of marriage among urban and rural adolescents. This is a quasi experimental study using pre-test and post-test design on 60 adolescents who are selected using a simple random sampling, from Cileungsi Village (urban area) and Mampir Village (rural area) in Cileungsi Sub-district in March 2014.
The results show that peer education is able to improve the knowledge and attitude about maturation age of marriage of adolescents with p < 0.001. However, it does not show any significant difference with p > 0.05 in both knowledge and attitude. Peer education can be implemented in all regions. Therefore, supports from all stakeholders is necessary to make some training for trainers in peer education for teenagers and its development in society."
Jakarta: Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Jakarta III, 2014
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rachmat
"Saat ini, perilaku merokok semakin merata, bukan hanya perilaku orang de-
wasa, tetapi juga telah menjadi gaya hidup para remaja. Penelitian ini ber-
tujuan menilai hubungan antara tingkat pengetahuan, interaksi kelompok
sebaya, interaksi keluarga, iklan rokok, dan sikap dengan perilaku merokok
remaja di kota Makassar. Penelitian ini menggunakan desain studi obser-
vasional cross sectional. Teknik sampling menggunakan multistage random
sampling dengan jumlah sampel 471 responden. Data dianalisis dengan uji
kai kuadrat, koefisien phi (f) dengan α = 0,05. Responden perokok sekitar
25,3%, sementara responden yang berpengetahuan rendah 16,6%, ber-
interaksi negatif dengan kelompok sebaya 24,2%, berinteraksi negatif de-
ngan keluarga 47,8%, respons negatif iklan rokok 4,9%, dan sikap negatif
3,4%. Uji kai kuadrat menunjukkan ada hubungan antara interaksi kelom-
pok sebaya (nilai p = 0,000), interaksi keluarga (nilai p = 0,010), iklan rokok
(nilai p = 0,000), dan sikap merokok (nilai p = 0,001) dengan perilaku
merokok remaja. Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan
perilaku merokok remaja (nilai p = 0,056). Kelompok sebaya dan iklan rokok
berpengaruh paling bermakna pada perilaku merokok remaja. Sekolah
perlu dilibatkan lebih intensif pada upaya pencegahan dan intervensi peri-
laku merokok pada anak dan remaja.
Nowadays, Smoking not only the behavior of adults, but it has become a
way of life for most of teenagers. The study aimed to analyze the correla-
tion between knowledge, peer group interaction, family interaction, cigarette
advertisement, and attitude of smoking between smoking behavior among
teenagers in Makassar city. Observational cross sectional study was per-
formed in this study. There were 471 respondents selected by applying
multistage random sampling. Data was analyzed with chi square test, phi
coefficient (f) with α = 0.05. Number of smokers were 25.3% of respon-
dents, meanwhile, low knowledge of respondents were 16.6%, a negative
interaction within a peer group of 24.2%, a negative interaction with family
47.8%, the negative response to cigarette advertising 4.9%, and a negative
attitude 3.4%. Chi square test showed there was a correlation between
peer group interaction (p value = 0.000), family interaction (p value = 0.010),
cigarette advertisement (p value = 0.000), and smoking attitude (p value =
0,001), and smoking behavior of the teenagers. However, no correlation
between the level of knowledge (p value = 0.056) and smoking behavior
among the teenagers. Peer group and cigarette advertisement most signif-
icant affect smoking behavior of teenagers. It is recommended that schools
need to be involved to provide prevention and intervention on smoking
behavior of teenagers are more intensive."
Universitas Hasanuddin, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Bagian Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, 2013
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Edianto
"Perilaku seksual beresiko pada lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki dengan HIV/AIDS ODHA LSL sangat penting diperhatikan, mengingat bahwa HIV/AIDS merupakan penyakit infeksi yang penularannya mudah terjadi pada orang dengan perilaku yang tidak sehat. Tingkat religi, penerimaan keluarga dan dukungan kelompok sebaya merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku beresiko. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat religi, penerimaan keluarga dan dukungan kelompok sebaya dengan perilaku seksual beresiko pada ODHA LSL. Penelitian ini menggunakan desain crossectional dengan sampel sebanyak 180 responden menggunakan teknik purposive sampling.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden 51,7 memiliki tingkat religi yang baik, 52,8 mendapatkan penerimaan keluarga yang baik, 56,1 mendapatkan dukungan kelompok sebaya yang baik dan 56,7 memiliki perilaku seksual beresiko yang tinggi. Pada uji chi-square didapatkan hubungan yang bermakna antara tingkat religi, penerimaan keluarga dan dukungan kelompok sebaya dengan perilaku seksual beresiko p=0,002, p=0,000 dan p=0,000; =0,05 . Analisis dengan regresi logistik didapatkan bahwa penerimaan keluarga merupakan faktor paling dominan yang berhubungan dengan perilaku seksual beresiko dengan nilai OR=5,337.
Rekomendasi penelitian ini adalah perlunya dilakukan intervensi keperawatan yang melibatkan anggota keluarga untuk selalu menerima kondisi pasien ODHA LSL agar mencegah perilaku seksual beresiko.

Sexual behavior risk in MSM LWHA is very important to be noticed, given that HIV AIDS is an infectious disease that is easily transmitted to people with unhealthy behavior. Religious level, family acceptance and peer support are the factors that influence sexual behavior risk. The purpose of this study was to determine the relationship of religious level, family acceptance and peer group support with sexual behavior risk in MSM LWHA. This study uses crossectional design with 180 respondents using purposive sampling technique.
The results showed that most respondents 51.7 had a good religious level, 52.8 received good family acceptance, 56.1 received good peer group support and 56.7 had high risk sexual behavior . The chi square test showed significant correlation between religious level, family acceptance and peer group support with risky sexual behavior p 0,002, p 0,000 and p 0,000 0,05 . Analysis with logistic regression was found that family acceptance was the most dominant factor related to risky sexual behavior with OR 5,337.
The recommendation of this study is the need for nursing interventions involving family members to always accept the condition of MSM patients in order to prevent sexual behavior risk.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
T51314
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library