Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tri Ramadhan
Abstrak :
Kabupaten Kulonprogo adalah salah satu daerah dengan masalah leptospirosis penyakit zoonosis yang dapat menginfeksi spesies hewan dan manusia. Studi ini bertujuan untuk mengetahui reservoir dan distribusi kasus leptospirosis pasca-kejadian luar biasa di Kabupaten Kulonprogo. Metode yang digunakan adalah inkriminasi bakteri Leptospira sp. pada tikus dan penegakan diagnosis pada manusia dengan rapid test dan MAT. Sumber data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer dengan melakukan screening di Rumah Sakit dan Puskesmas. Penelitian observasional ini menggunakan rancangan studi cross sectional dengan metode analisis data secara distribusi frekuensi dalam bentuk gambar, grafik, dan tabel. Penelitian menemukan jumlah penderita leptospirosis di Kabupaten Kulonprogo tahun 2011 adalah 273 kasus dengan angka fatalitas 6,59%. Kasus leptospirosis paling banyak terjadi di Kecamatan Nanggulan (20,5%), pada laki-laki (76,6%) dan kelompok umur 40 - 60 tahun (43,2%). Uji serologi (MAT) penderita suspek leptospirosis menemukan 41(22,5%) penderita positif mengandung bakteri Leptospira sp. Serovar yang paling banyak ditemukan adalah Harjo, Semaranga, Icterohaemorhagie, Bataviae, Patoc dengan titer 1 : 40 ~ 1 : 1.600. Spesies tikus yang menjadi reservoir Leptospira sp. yang ditemukan meliputi Rattus tanezumi, Rattus tiomanicus, Mus musculus, N fluvescens, juga ditemukan insektivora jenis Suncus murinus. Trap success ditemukan sekitar 6,9% di luar rumah dan sekitar 5,5% di dalam rumah.
Kulonprogo regency is one region with leptopsirosis problem. This study aims to determine the reservoir and the case distribution of leptospirosis outbreaks in the Kulonprogo regency post. The method used is inkriminasi Leptospira sp. bacteria in mice and human with rapid test and MAT diagnosis. Leptospirosis case data taken from secondary data and primary data by conducting screening at the hospital and puskesmas. Observational research using cross-sectional study design. Data analyzing was performed using frequency distribution with pictures, graphics and tables. The results showed leptospirosis cases in the Kulonprogo regency in 2011 as much 273 cases with CFR 6.59%. The biggest number of distribution of leptospirosis cases were in District Nanggulan (20.5%), in men (76.6%), and 40 - 60 years age group (43.2%). Serological test (MAT) patients with suspected leptospirosis from 182 serum showed that 41 (22.5%) patients leptospires bacteria positive. Serovar most commonly found in patients with leptospirosis is Harjo, Semaranga, Icterohaemorhagie, Bataviae, Patoc with a titer of 1: 40 ~ 1: 1600. Species of mice that become Leptospira sp. reservoir found were Rattus tanezumi, Tiomanicus rattus, Mus musculus, N fluvescens, insectivores Suncus murinus type was also found. Trap success by 6.9% outside home and 5.5% in house.
Banjarnegara: Balai Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Penyakit Berbasis Binatang Banjarnegara, 2012
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Agus Setia Budi
Abstrak :
ABSTRAK
Campak atau kerumut dalam bahasa Banjar adalah salah satu penyakit infeksi yang dapat di cegah dengan imunisasi dan masih masalah kesehatan di Indonesia. Penyakit ini secara umum menyerang anak usia dibawah lima tahun (balita) yang di sebabkan oleh virus morbili. Di Kota Banjarmasin meskipun keberhasilan cakupan imunisasi campak telah mencapai lebih dari 90%, dan kelurahan yang telah mencapai UCI sebanyak 51 kelurahan, namun demikian berdasarkan laporan surveilans dinas kesehatan kota Banjarmasin selama 2011 dilaporkan telah terjadi kejadian luar biasa kasus campak sebanyak 5 kali, dengan 147 kasus. Penelitian bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian campak pada anak usia 0?59 bulan di Kota Banjarmasin Tahun 2011. Untuk itu digunakan pendekatan desain kasus kontrol. Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor utama yang berpengaruh terhadap kejadian campak pada anak usia (0?59 bln) adalah pendidikan Ibu (OR= 13,88), pendidikan bapak (OR =6,33), status imunisasi campak (OR= 4,64), umur anak (OR=2,46), sedangkan faktor yang bersifat protektif adalah vitamin A (OR=0,34), dan penghasilan keluarga (OR=0,18). Penelitian ini menyimpulkan bahwa anak yang di imunisasi campak mempunyai orang tua yang berpendidikan baik, berpenghasilan cukup dan mendapat vitamin A dua kali dalam setahun dapat mengurangi angka kejadian campak. Dari hasil penelitian ini disarankan untuk memperbaiki kebenaran cakupan imunisasi, memberikan pelatihan safe injection dan cold chain bagi petugas pelaksana di puskesmas, penyuluhan kesehatan dengan bahasa daerah, pemberian vitamin A dan memberikan prioritas peningkatan program pada daerah dengan tingkat pendidikan Ibu dan Bapak yang rendah, serta berpenghasilan kurang sebagai sasaran di Kota Banjarmasin untuk menurunkan angka kejadian campak pada anak (0-59 bulan).
ABSTRACT
Measles or kerumut in Banjar is one of the infectious diseases that can be prevented by immunization and health in Indonesia is still a problem. This disease generally attacks children under five years of age (infants) which is caused by a virus morbili. In the city of Banjarmasin despite the success of measles immunization coverage has reached more than 90%, and the village which has reached as many as 51 villages UCI, however, based on surveillance reports Banjarmasin city health department is reported to have occurred during the 2011 outbreak of measles cases as much as 5 times, with 147 case. The study aims to determine the factors associated with the incidence of measles in children aged 0-59 months in the city of Banjarmasin in 2011. For that use case-control design approach. The results showed that the main factors that influence the incidence of measles in children aged (0-59 months) is the mother of education (OR = 13.88), the father of education (OR = 6.33), measles immunization status (OR = 4.64 ), age of child (OR = 2.46), whereas protective factors are vitamin A (OR = 0.34), and family income (OR = 0.18). This study concluded that children who have measles immunization in the elderly are well educated, and have income sufficient vitamin A twice a year can reduce the incidence of measles. From these results it is advisable to fix the truth of immunization coverage, providing safe injection training and cold chain for executive officers at the health center, health education in local languages, provision of vitamin A and gives priority to improve the program in areas with high levels of education are low mother and father, as well as earn less as a target in the city of Banjarmasin to reduce the incidence of measles in children (0-59 months).
2012
T30631
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Januar Tree Kencana
Abstrak :
Penyakit difteri disebabkan oleh infeksi corynebacteritum diphteriae merupakan salah satu penyakit menular yang dapat dicegah dengan imunisasi, penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan yang serius karena seringkali menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) di berbagai negara maupun belahan dunia. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan pada tahun 2017 telah terjadi KLB difteri di 20 propinsi dan 95 kabupaten / kota di Indonesia, termasuk Propinsi Banten dan salah satunya adalah di Kabupaten Serang. Di kabupaten Serang Status imunisasi dan statu gizi masyarakat masih menjadi masalah kesehatan, Cakupan imunisasi yang masih rendah di beberapa Desa dalam kecamatan dan status gizi buruk masih ditemukan, oleh karenanya penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan status imunisasi dan status gizi dengan kejadian difter! pada KLB di kabupaten Serang Propinsi Banten Tahun 2017-2018. Desain penelitian yang digunakan adalah kasus kontrol dimana variabel penelitiannya adalah status imunisasi dan status gizi serta variabel kovariat yaitu lingkungan fisik tempat tinggal, pengetahuan dan riwayat bepergian. Berdasarkan hasil penelitian secara multivariat dengan menggunakan regresi logistik di dapatkan hasil bahwa status imunisasi mempunyai OR : 3,777 95% CI = 1.48 -9.60 P Value 0.005 sedangkan Status Gizi memiliki OR : 1,23 90% CI = 0.44 — 3,41 P Value 0,680 setelah dikontrol dengan Variabel Umur, Jenis Kelamin, Pengetahuan, Riwayat Bepergian, lingkungan fisik Rumah, pencahayaan alami, Kelembaban dan kepadatan Hunian. ......Background: Diphtheria as a one of the most contagious diseases that can be prevented by immunization (VPD) is still a serious health problem because it often causes outbreak in various countries including Indonesia. Based on data from the Ministry of Health of the Republic of Indonesia, during 2017 there have been diphtheria outbreaks in 20 provinces and 95 regency/cities including Serang Regency.This study aims to determine the relationship between immunization and nutritional status with the diphtheria outbreaks in Serang Regency of Banten Province in 2017-2018. Methods: This study was an analytic study using case control design with 172 respondents consisting of 43 cases and 129 controls. Logistic regression analysis was performed to obtain an estimate of the relationship between immunization and nutritional status with diphtheria after controlled covariate variables. Result: Proportion of immunization and good nutrition in the case is lower than in control. Immunization and nutrition in both cases were 51.2% and 76.7% while in controls were 77.5% and 81.4%. The association (OR) between immunization status and diphtheria was 3.78 (95% CI: 1.48-9.60) after controlling to age, room density and natural house lighting while the association (OR) between nutritional status and diphtheria was 1.23 (95% CI: 0.44-3.41) after controlling to age, knowledge, humidity, and immunization status. Conclusions: The proportion of immunization in diphtheria cases is still low. Nonimmunization status are at risk for diphtheria 3.78 times. The Health Office is expected to conduct routine monitoring and evaluation of basic immunization programs, especially in areas with low coverage and provide information to the community about diphtheria, including factors such as immunization, nutrition, and the physical environment of the house.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T49934
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Olivia Esrana
Abstrak :
Penyakit campak sangat menular terutama menyerang anak-anak yang tidak mempunyai kekebalan terhadap penyakit campak. Penyakit campak merupakan masalah kesehatan yang cukup serius baik di negara maju maupun negara berkembang, walaupun dapat dicegah dengan imunisasi namun KLB masih sering terjadi. Di Indonesia imunisasi campak dimulai tahun 1983 dan cakupan campak 80 % telah dicapai pada tahun 1990 dan dapat dipertahankan sampai sekarang. Namun cakupan tinggi belum terdistribusi merata sampai ke desa, sehingga masih terjadi KLB (Kejadian Luar Biasa) campak yang sering mengakibatkan kematian khususnya pada anak dengan gizi buruk. Cakupan tinggi menyebabkan terjadinya pergeseran umur penderita campak, bukan hanya pada balita tetapi mulai tinggi pada anak sekolah. Perubahan pola epidemi campak merubah strategi program. Serta mengacu kepada sidang WHA untuk menurunkan angka insidens campak sebesar 90% dan angka kematian campak sebesar 95%, dan sidang WHO 1996 yang menyatakan kemungkinan penyakit campak dapat dieradikasi karena pejamu hanya manusia. WHO membuat target global eradikasi campak pada tahun 2005 - 2010 dan menilai kinerja setiap negara terhadap upaya pengendalian campak. Berdasarkan kriteria WHO, maka Indonesia saat ini masuk dalam phase reduksi kasus dan pencegahan KLB campak. Namun strategi pencapaian diserahkan pada kemampuan keuangan masing-masing negara. Untuk mengantisipasi hal tersebut selain irunisasi rutin bayi, pada tahun 2000 telah diberikan imunisasi campak tambahan pada anak sekolah kelas 1 - 6 SD (catch up) di 2 propinsi (DKI Jakarta & Jawa Barat), serta crash program campak anak balita di desa rawan campak (resiko tinggi) di 13 propinsi di Indonesia. Sebelum mengadop kegiatan catch up ke propinsi lain serta mengingat keterbatasan keuangan negara, maka diperlukan evaluasi ekonomi analisis biaya hasil (cost effectiveness analysis) dari kegiatan campak tambahan tersebut. Sesuai dengan tujuan penelitian yaitu untuk mendapatkan gambaran tentang model kegiatan imunisasi campak yang paling "cost effective" dalam upaya pengendalian campak, mengetahui biaya satuan per kegiatan serta komponen biaya terbesar, juga untuk mengetahui kecenderungan penurunan kasus setelah imunisasi campak tambahan dilaksanakan. Penelitian dilakukan di Kabupaten Bogor di 56 puskesmas yang terdiri dari 28 Puskesmas Desa UCI yang melaksanakan imunisasi rutin dan catch up (model-2) dan 28 Puskesmas Desa Non-UCI yang melaksanakan imunisasi rutin, catch up dan crash program (model-3) pada tahun 2000 dan sebagai pembanding adalah puskesmas yang soma (tahun 1999) yang hanya melaksanakan imunisasi rutin (model-1). Rancangan penelitian studi operasional (OR) evaluasi ekonomi analisis biaya efektif (CEA). Berdasarkan jenis data retrospektif dengan analisa deskriptif. Hasilnya adalah biaya satuan: rutin Rp.8.141, catch up Rp.3.275, crash program Rp. 3.552. Biaya satuan yang paling cost effective adalah pada kegiatan masal catch up yaitu 40% dari biaya satuan rutin. Komponen biaya yang terbesar dari 3 kegiatan dan model imunisasi adalah pada biaya operasional (96,50% - 99,96%). Sedang jenis biaya terbesar pada biaya operasional imunisasi rutin adalah biaya vaksin, gaji, alat suntik dan transport lapangan. Hanya pada daerah sulit, transport lapangan lebih tinggi dart biaya alat suntik. Untuk kegiatan catch up dan crash program biaya operasional terbesar adalah biaya vaksin, alat suntik dan gaji. Terjadi penurunan kasus campak yang bermakna pada puskesmas yang sama, dengan membandingkan kegiatan imunisasi model-2 dan model-3 (tahun 2000) terhadap model-1 (1999). Penurunan kasus di puskesmas model-2 sebesar 49,5% dan di puskesmas model-3 sebesar 59,4%, sedangkan di Kabupaten Bogor penurunan kasus campak sebesar 65,3%. Pada tahun 2000 dikedua kelompok model penelitian dan di Kabupaten Bogor tidak terjadi KLB campak, dimana selama 9 tahun (1991-1999) selalu terjadi KLB campak. Proporsi penurunan kasus terbesar terjadi pada kelompok umur balita yaitu di puskesmas model-2: umur < 1 tahun (66,2%), dan umur l - 4 tahun (68,3%). Di puskesmasmodel-3: umurcl tahun (50%) dan 1 - 4 tahun (75,1%). Soma dengan di,Kabupaten Bogor penurunan kasus campak terbesar pada kelompok umur balita yaitu < 1 tahun (72,5%) dan umur 1 - 4 tahun (76,2%). Berdasarkan hasil CE-ratio dart kedua model imunisasi campak tambahan, model yang paling cost effective adalah model-2 yaitu imunisasi rutin bayi dan catch up anak SD. Model-2 ini efektif untuk menurunkan kasus dan mencegah terjadinya KLB berarti dapat memutuskan transmisi virus dari anak sekolah kepada anak balita dirumah, namun demikian untuk menghilangkan desa rawan campak kegiatan crash program harus tetap dilakukan di desa-desa dengan cakupan rendah 2-3 tahun.
Measles is a serious infectious disease afflicted predominantly children under five who are susceptible to the disease. In most developing countries, measles is still one of the leading causes of children morbidity and mortality. Instead of significant achievement of EPI Program, outbreaks of measles are still frequently occurred. Measles vaccine was introduced and included into routine EPI in 1983 and UCI coverage (> 80 %) was achieved in 1990, and has been sustained until now. The problem that we are facing is the UCI coverage is not equally distributed which leads to the occurrence of measles outbreaks in pocket villages. The outbreaks claim many deaths among malnourished children. High coverage of measles vaccination has shifted the age of the cases to the right, where older children are affected and not only children under five. The changes of this disease pattern calls for revision of the EPI program strategy. The changes of the strategy is also revered to WHA resolution which has set the target of measles disease reduction by 90% and mortality reduction by 95%. Due to the natural history of disease, with potent vaccine measles could be eradicated like smallpox and polio. WHO has set the global target for measles eradication in 2005 - 2010 and plays a great roles in evaluating the performance of it's member countries towards measles eradication. WHO has conducted external evaluation and considered Indonesia is now at the stage of measles reduction and prevention of measles outbreaks occurrence. WHO member countries implemented different strategies in achieving their measles reduction target, it is very much depend on the available resources of each country. Indonesia, beside routine basic immunization program to infant has also in the year 2000 introduced additional measles vaccination to school children year 1 -- 6 elementary school in DKI Jakarta and West Java which is known as catch-up activities. Crash program for children under five was also introduced in measles high risk areas in 13 provinces. The introduction of catch-up campaign and crash program was based on epidemiological evidence. Cost effectiveness analysis need to be undertaken before deciding to adopt catch-up campaign and crash program approaches as national policy. The objectives of the cost effectiveness analysis study are to get better picture and better understanding of the most cost effective model of measles vaccination, unit cost for each activity, the biggest budget component, trend of measles reduction after additional measles vaccination been implemented. The study was conducted in Bogor Regency involved 56 health centres, consists of 28 health centres have achieved village UCI coverage in 2000, which are implementing routine immunization and catch-up campaign (model-2) and 28 health centres who have not achieved village UCI coverage in 2000 which are implementing routine immunization, catch-up as well as crash program (model-3) control health centres were the same health centres who in 1999 implemented routine immunization (model-1) only. The study design was operational research (OR), economic evaluation cost effectiveness analysis (CEA). Using retrospective data with descriptive analysis. From data analysis it is evidence that the unit cost for different approaches are the following: - Routine immunization Rp. 8141 - Catch-up campaign Rp. 3275 - Crash program Rp. 3552 The most cost effective is catch-up campaign which is only 40% of the cost of routine immunization. The biggest component of those three different approaches comes from the operational cost which is 96,5% - 99,96% of the total cost. In routine, the biggest cost of the operational cost is for vaccine, salaries, syringes and transportation. Only in remote different areas cost for transportation is bigger than cost for syringes. In catch-up campaign and crash program the biggest operational cost are for vaccines, syringes, salaries. It is evidence that there has been significance reduction of measles cases in model-2 and model-3 approaches (2000) as compare to model-1 (1999). Measles reduction in health centres for model-2 approach 49,5%, model-3 approach 59,4%, while for the whole Bogor Regency the measles reduction was 65,3%. It is also found that in 2000, measles outbreaks was not occurred in the study areas and in the Bogor Regency where in the last 9 years (1991-1999) measles outbreaks has always been occurred. If we look at the age distribution the significant reduction was found in underfive group. Health centres model-2: < 1 year (66,2%), 1 - 4 years (68,3%). In health centres model-3: < 1 year (50%), I - 4 years (75,1%). Similar figure is also found in Bogor Regency where significant measles reduction was in underfive age group; < 1 year (72,5%), 1 - 4 years (76,2%). Finally, based on CE-Ratio calculation, model-2 was the most cost effective which include routine immunization and catch-up campaign for elementary school children. In conclusion model-2 is effective to reduce cases and to prevent measles outbreaks and is capable to cut the viral transmission from school children to children under five in their respective households. Hence, to reduce the number of high risk villages, crash program should be implemented continuously in low coverage villages at least for
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Selpi Pratiwi
Abstrak :
Campak adalah salah satu penyebab utama kematian di kalangan anak-anak meskipun vaksin yang aman dan hemat biaya tersedia. Pada tahun 2015, ada 134 200 kematian akibat campak global dan sekitar 367 kematian setiap hari atau 15 kematian setiap jam. Vaksinasi Campak mengakibatkan penurunan 79 kematian akibat campak antara tahun 2000 sampai dengan 2015 di seluruh dunia. Meskipun sudah mencapai target lebih dari 90 cakupan imunisasi campak di wilayah desa Cigudeg dan Ciampea namun masih ada kejadian luar biasa campak di Desa tersebut pada tahun 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian campak pada kejadian luar biasa campak di desa Cigudeg dan Ciampea Kabupaten Bogor tahun 2016. Desain penelitian menggunakan studi kasus kontrol dengan perbandingan 1:3 menghasilkan sampel terdiri dari 36 kasus dan 108 kontrol dengan kekuatan uji 80 memiliki derajat kepercayaan 95. Hasil analisis dengan menggunakan regresi logistik di dapatkan bahwa faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian campak pada kejadian luar biasa campak di Desa Cigudeg dan Ciampea Kabupaten Bogor tahun 2016 secara signifikan adalah imunisasi OR= 3,44; 95 CI : 1,09 ndash; 10,65; Nilai P= 0,034 , luas ventilasi udara OR=4,7; 95 CI: 1,47 ndash; 15,39: Nilai P= 0,009 dan riwayat kontak OR= 28,6; 95 CI 9,06 ndash; 90,42; Nilai P=0,000 . Cakupan imunisasi campak di desa Cigudeg dan Ciampea sudah mencapai lebih dari 90 , namun belum bisa menjadikan desa tersebut memiliki kekebalan kelompok terhadap campak, sehingga perlu adanya kajian atau penelitian lanjutan terhadap hal tersebut. ......Measles is one of the leading causes of death among children although safe and cost effective vaccines are available. By 2015, there are 134 200 deaths from global measles and about 367 deaths every day or 15 deaths every hour. Measles Vaccination resulted in a 79 reduction in measles deaths between 2000 and 2015 worldwide. Despite reaching the target of more than 90 coverage of measles immunization in Cigudeg and Ciampea villages, there is still an extraordinary incidence of measles in these two villages by 2016. This study aims to determine the risk factors associated with measles incidence in the extraordinary incidence of measles in villages of Cigudeg and Ciampea Bogor Regency in 2016. The study design using case control study with a ratio of 1 3 resulted in a sample consisting of 36 cases and 108 controls with a strength of 80 test having 95 confidence degree. The result of the analysis by using logistic regression was found that the risk factors associated with measles incidence in measles outbreaks in Villages Cigudeg and Ciampea Bogor Regency in 2016 were significantly immunized OR 3.44 95 CI 1.09 P 0,034 , air ventilation area OR 4,7 95 CI 1.47 15.39 P value 0.009 and contact history OR 28.6 95 CI 9.06 90.42 P value 0.000 . Measles immunization coverage in villages Cigudeg and Ciampea has reached more than 90 , but not yet able to make the village has a group immunity against measles, so the need for further studies or research on it.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2017
T47625
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuning Kurniasih
Abstrak :
Pendahuluan, penanggulangan KLB penyakit meliputi surveilans, deteksi dini melalui sistem kewaspadaan dini dan respon cepat, jika dilakukan dengan cara efektif, efisien akan berdampak terhadap penurunan jumlah korban yang signifikan, informasi KLB yang tepat, akurat, dan cepat dapat diperoleh jika dirancang suatu sistem informasi berbasis web dan real time, dimana setiap ada kejadian KLB dapat diinformasikan langsung dari lokasi KLB melalui jaringan internet Metode Penelitian, kualitatif dengan kuasi eksperimental menggunakan post lest only tanpa kontrol, karena belum terdapat sistem pembanding yang serupa dengan sistem yang dirancang saat ini Hasil Penelitian, sistem dikembangkan dari format input dalam laporan W1 yang dilaporkan dalam kurun waktu 24 jam setiap terjadi KLB kemudian dirancang sebuah Sistem Informasi Geografis (SIG) yang dapat menampilkan data spasial wilayah dan puskesmas serta data tabular informasi KLB dalam tampilan peta digital, legenda peta, tool navigasi dan informasi query pada halaman web, sehingga dapat bekerja sebagai suatu sistem informasi geografis yang dapat diakses secara interaktif melalui internet Kesimpulan, secara umum prototype perangkat lunak SIG berbasis web SIMPB-KLB dapat dimanfaatkan untuk monitoring penyakit berpotensi KLB; secara khusus meningkatkan kecepatan penyampaian informasi secara interaktif dan real time karena berbasis web, mengetahui secara langsung lokasi terjadinya KLB atau wabah penyakit, membuat sistem monitoring penyakit berpotensi KLB, membuat model sistem informasi kewaspadaan dini yang berbasis wilayah. ......Introduction, prevention of disease outbreaks including surveillance, early detection through a system of early warning and rapid response, if done effectively, efficiently will have an impact on reducing the significant number of victims. Outbreaks Information would be right, accurate, fast that can be obtained if designed a web-based information Systems, where every event of outbreak can be informed immediately from outbreak locations through the Internet, Research Methods, qualitative quasi-experimental post test using only without control, because there is not a comparison system similar to systems designed up to now, Research Results, developed a system based on input formats in the report WI which reported within 24 hours of any outbreak' occurs and then designed a Geographic Information System (GIS) that can display spatial data and the region health tabular data outbreak information in a digital map display, map legend, navigation tools and information queries on the web page, so it can work as a geographic information system that can be accessed interactively via the internet, Conclusion, in general, Software prototype of web-based GIS (SIMPB-KLB) can be used to monitor potential disease outbreaks; specifically speeding up the delivery of Interactive information and real time as a web-based, direct knowledgc of the location of outbreaks or epidemics, making the monitoring system for the potential disease outbreaks, to model early warning information system based on region.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26841
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ghotama Airlangga
Abstrak :
Tahun 1998 dikembangkan Early Warning Outbreak Recognition System (EWORS) guna memantau penyakit menular berpotensi KLB/wabah secara dini, khususnya penyakit menular baru. Informasi yang disajikan oleh EWORS berupa kombinasi beberapa gejala penyakit yang harus dianalisis secara manual, serta belum dapat membandingkan kondisi dengan standar untuk menentukan terjadinya KLB, khususnya untuk penyakit-penyakit menular lama, seperti demam berdarah dengue (DBD) dan diarc, sehingga sistem belum dapat memberikan peringatan dini. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model sistem informasi kewaspadaan dini KLB penyakit DBD) dan diare dengan (uji coba pada pendekatan diagnosis sebagai supplement EWORS). Desain penelitian ini adalah riset aksi dan dibatasi hanya sampai pada tahap uji coba prototype. Penelitian berhasil mengembangkan Sistem Informasi Kewaspadaan Dini KLB Pcnyakit DBD dan Diare (Uji Coba dengan Pendekatan Diagnosis sebagai Supplement EWORS), dengan keluaran berupa diagnosa dan jumlah kasus berdasarkan jenis penyakit, trn perjenis penyakit, prediksi kewaspadaan dini KLB, rekomendasi sebagai tindak lanjut dari prediksi, serta prediksi dapat dihasilkan sesuai kebutuhan (real time). Hasil studi kelayakan menunjukkan bahwa sistem informasi ini berpeluang untuk dikembangkan, baik dari segi operasional, teknis, dan ekonomi. Agar sistem inforrmasi ini dapat dioperasikan secara optimal dan berkelanjutan, aplikasi dapat digunakan bersamaan dengan penggunaan EWORS dan perlu dukungan aspek legal berupa Surat Keputusan Menteri Kesehatan, sehingga kerja sama lintas program maupun lintas sektor dapat terlaksana. ......In 1998 Early Warning Outbreak Recognition Sysrem (EWORS) started to develop in order to look over the outbreak potential diseases earlier, specially newly communicable diseases. Initially, EWORS only provided the information through the combination of several diseases that must be analyzed manually and did not compare standardized conditions to determine whether the disease was classified into outbreak, specially the old type communicable such as dengue hemorrhagic fever (Dl-IF) and diarrhea as well. Therefor the sysem could not send early warning. The research objective is to develop early warning information system for DHF and diarrhea outbreak by diagnosis approaching trial as EWORS supplement. Research design is action research and limited on prototype trial level only. The research has successfully developed by providing the diagnosis and number of cases based on diseases type, trend of each disease, the outbreak early warning prediction and recommendation following from the prediction as the result. The tit of study shows that the information system has an opportunity to develop both in operational, technique and economy side as well. For optimal operation, the application of the system could be applied together with EWORS and requires legal aspect such as The Letter of Ministry of Health, therefore both program and sector coordination could be carried out.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
T32342
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Aulia Fitrah
Abstrak :
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyakit dengan angka kesakitan dan angka kematian pada balita yang cukup tinggi. Menurut Depkes RI 2001, ISPA selalu menempati urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita di Indonesia. Dalam tugas akhir ini diselidiki faktor-faktor yang beresiko terhadap terjadinya ISPA pada balita di propinsi yang merupakan daerah Kejadian Luar Biasa (KLB) ISPA pada balita di pulau Jawa. Penelitian menggunakan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2007 yang dilakukan pada Juni hingga Desember 2007. Populasi penelitian tugas akhir ini adalah seluruh balita di pulau Jawa. Sampel diambil dengan cara sampling dua tahap, yaitu dengan menggunakan metode sampling probability proportional to size dan sistematic sampling. Untuk mencari propinsi di pulau Jawa yang merupakan daerah KLB kasus ISPA pada balita digunakan metode spatial scan statistics. Diperoleh bahwa daerah KLB utama adalah propinsi Jawa Timur. Kemudian analisis regresi logistik biner dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor resiko terjadinya ISPA pada balita di Jawa Timur. Diperoleh bahwa balita dengan jenis kelamin perempuan, balita yang mendapat imunisasi DPT maupun campak, balita yang tinggal di kota, balita yang memiliki status ekonomi menengah dan menengah ke bawah, dan umur balita yang masih muda lebih cenderung untuk menderita ISPA.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S27807
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library