Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Budi Setiawan
Abstrak :
Program-program pembangunan nasional jangka panjang dua puluh lima tahun pertama telah berlalu dan kini mulai memasuki dua puluh lima tahun kedua, telah membawa dampak perubahan masyarakat dan kebudayaan yang cukup berarti. Perubahan tersebut dapat dibedakan antara wilayah perkotaan dan pedesaan , hal ini terjadi karena dalam hal penerimaan dan tanggapan masyarakat dan kebudayaan setempat. Untuk masyarakat dan kebudayaan di pedesaan yang masih berciri tradisi onal, dorongan untuk berubah lebih dikarenakan oleh faktor dari luar dari pada dorongan yang berasal dari dalam masyarakat dan kebudayaan setempat. Akibatnya perrnasalahan yang berlangsung akan lebih merupakan kekacauan atau disorganisasi pada sistem sosial dan sistem budayanya. Hal ini meru pakan suatu adaptasi sistem untuk mencapai keseirnbangan baru. Sebagaimana komuniti Islam di desa Pegayaman , Kecarnatan Sukasada, kabupaten Buleleng, Dati I -Bali . Disamping dorongan kuat dari p rogram-program pernbangunan melalui pemerintahan desa, dorongan perubahan yang berasal dari dalam kumuniti itu sendiri mendesakkan adanya suatu perubahan adaptif dari bertambahnya komposisi dan jumlah penduduk yang berakibat terjadinya perubahan struktur pemilikkan atas lahan perkebunan dan sawah-ladang mereka. Keadaan tersebut terjadi karena tradisi waris yang masih tetap berlangsung, sementara luas lahan tidak pernah bertambah. Kombinasi dorongan perubahan dari luar maupun dari dalam tersebut berdampak secara lebih jauh dalam kehidupan politik lokalnya, sebagai sub--sistem politik nasional yang berkaitan dengan kehidupan ekonomi subsisten. Sehingga setiap akses ke arah perbaikan mutu kehidupan menjadi peluarig-peluang yang kompetitif. Selanjutnya kelompok-kelornpok kepentingan diantara bilarga, komuniti terbentuk dalarn upayanya memperebutkan sumber-sumber daya alarn dan sosial-budaya yang terbatas. Keberadaan setting komuniti Islam di desa Pegayarnan sebagai minonitas dari mayonitas komuniti-komuniti Hindu memang berkaitan erat dengan sejarah masuknya agama Islam di Buleleng khususnya dan Bali pada umumnya. Aspek kesejarahan ini mempengaruhi cmi kebudayan yang berlaku dalam komuniti Islam di desa Pegayaman tersebut, yaitu agama (Islam) sebagai cetak bi ru hagi kehidupan meraka, sebagaimana yang terwujud melalui pranata--pranata sosialnya, tradisi dan upacara-upacara keagamaannya - Secara tersamar tetapi mantab sistem keyakinarinya itu menyelimuti etos dan pandangari hidup mereka, sebagaimana yang diperlihatkan dalam kehidupan sosial mereka sehani-hari. Akhirnya hila ditil:ik dalam kehidupan .sosial mereka seharihari melaiui data empirik yang dikumpulkan dari penelitian ini, perrnasalahan disorganisasi sistem sosial dan sistem budaya mewarnai corak interaksi sosialnya (konflik dan integrasi). Semua hal itu ber1angsung tidak lain dalam rangka sebagai upaya-upaya atau strategi strategi untuk memenuhi kebutuhan-kebUtUhan hidup mereka, melalui berbagai perebutan akses pemenuhan kebutuhan-kebutuhan kehidupannya.
Depok: Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1991
307.72 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990
307.72 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan RI, 1990
307.72 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Jafar Hafsah
Abstrak :
Pangan adalah kebutuhan pokok, pangan adalah hidup dan kehidupan pangan merupakan mata pencaharian, sumber pendapatan, penyedia bahan baku industri, merupakan basis perekonomian regional dan nasional, sehingga membangun sektor pangan adalah keniscayaan, wajib hukumnya. Sebagai negara besar, berpenduduk 250 juta jiwa memerlukan bahan pangan yang cukup besar dengan kualitas yang baik pula, sehingga kita harus swasembada pangan, mandiri pangan bahkan berdaulat dalam pangan, sehingga kita mewujudkan kedaulatan pangan. Pasal 33, UUD NRI Tahun 1945 telah mengamanatkan bagaimana penting dan strategisnya pangan sebagai komoditi ekonomi, yang harus diusahakan secara bersama, kekeluargaan dan merupakan cabang produksi penting, menyangkut hajat orang banyak dan pemenuhan pangan setiap rakyat dijamin oleh HAM, Pasal 28A, UUD NRI 1945. Oleh karena itu diperlukan kebijakan strategis dan komprehensif untuk membangun sektor pangan menuju kedaulatan pangan.
Jakarta: Lembaga Pangkajian MPR RI, 2017
342 JKTN 006 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Pakan, Priyanti Suryadarma
Abstrak :
Karya tulis ini merupakan suatu kajian etnografi berwawasan perspektif wanita mengenai wanita Toraja yang bekerja sebagai peadeta Tujuannya adalah untuk menjelaskan perubahan yang terjadi pada para wanita Toraja khususnya dalam kehidupan keagamaan, dari semula yang dipandang tinggi dalam religi Aluk To Dolo, agama religi suku bangsa Toraja yang kemudian mengalami ketersisihan dalum kehidupan Gereja Kristen Toraja. Tulisan ini diawali dengan suatu deskripsi etnografi dari kehidupan dan aktivitas wanita Toraja secara umuum, yang merupakan bagian dari masyarakat dengan struktur yang bilateral serta menampilkan adanya unsur-unsur matrifokal pula. Timbulnya perubahan dalam hal status dan peranan dari pendeta wanita Toraja bersumber dari aturan Tata Gereja Toraja yang semula menerima Tata Gereja yang berasal dari suatu aliran dalam Gereja Protestan Belanda yang kemudian mempedomi kehidupan gereja Toraja Dalam aturan tersebut terkandung unsur-unsur patriarki yang pada hakekatnya menyisihkan dan mendiskriminasi aktivitas wanita berkenaan dengan status dan perannya dalam kehidupan gereja. Kontak budaya atau akulturasi dengan budaya asing menimbulkan beberapa alternatif-alternatif dalam hal penerimaan masyarakat bersangkutan. Dalam hubungan tersebut nampak bahwa konteks budaya Toraja yang memiliki nilai-nilai ogaliter dan pada hakekatnya tidak mengenal adanya pandangan diskriminatif terhadap wanita dalam hubungan-huhungan sosial pria - wanita kembali tampil bermakna Melalui rentangan waktu, dalam kehidupan lenibaga Gereja Toraja kemudian terjadi upaya-upaya penyisihan terhadap nilai-nilai budaya asing yang tidak kondusip bagi kaum wanita dalam upaya pencapaian kesetaraan status dan peranan dengan pria yang sementara ini masih sedang berlangsung.
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Mansjur
Abstrak :
Masalah Penelitian Ada banyak studi antropologi meagenai kehidupan ekonomi masyarakat nelayanl) di berbagai tempat di dunia yang dengan pendekatan ekologi menghasilkan pandangan-pandangan yang memperkuat hipotesa-hipotesa yang dibangun dan dipertahankan oleh sebagian ahli antropologi ekologi tentang hubungan-hubungan yang selalu seimbang antara populasi-populasi dengan lingkungan dan sumber-sumber daya alam di sekelilingnya' (equilibria) dan 'sistem-sistem hubungan timbal balik di antara kedua komponen itu yang dapat mengatur dirinya sendiri' (self-regulating systems). Mereka yang dalam studinya memperkuat hipotesa-hipotesa seperti itu antara lain adalah Gersuny den Poggie, Epple, Smith, Suttles, dan Piddocks (dalam McCay, 1978). Di samping itu, penelitian mereka mengutamakan kelompok-kelompok atau komuniti dan sebaliknya mengabaikan individu-individu. Hipotesa-hipotesa tersebut dinilai ternyata lebih banyak tidak sesuai dengan realitas seperti yang diungkapkan oleh Vayda dan McGay (1975), bahwa manusia hidup secara bersama-sama dalam suatu ruang den menjadi subjek untuk berbagai macam situasi lingkungan dan kendala-kendala eksternal. Mereka (lihat bal. 294) menyebutkan gangguan-gangguan alam seperti banjir, pembekuan salju, angin topan, kekeringan (mengutip para ahli geografi), keadaan iklim, metereologi dan geologi yang ganas (mengutip Bruton dan Hewitt), dan yang mereka kategorikan sendiri seperti keganasan perang, perampasan atau penggerebekan, pemerasan dengan penyerahan upeti dan pajak, aksi-aksi penyiksaan yang berlatarbelakang agama, dan lain-lain. Adalah menjadi realitas juga bahwa manusia, baik sebagai individu-individu ataupun sebagai kelompok-kelompok adalah pembuat keputusan yang rasional dan penyusun strategi-strategi dalam rangka pemecahan masalah-masalah atau kendala-kendala yang dihadapinya. Dalam kehidupan ekonomi nelayan, masalah-masalah yang ditimbulkan oleh kondisi-kondisi lingkungan merupakan fakta umum. Para ahli antropologi (antara lain yang terpenting adalah Acheson, 1981) menemukan bahwa meskipun laut menyediakan sumber ekonomi yang potensil bagi keberlangsungan hidup manusia, seperti ikan dan biotik laut lainnya yang mempunyai nilai ekonomi (dapat dikonsumsi atau dipertukarkan), namun pekerjaan untuk memperolehnya berlangsung dalam suatu lingkungan yang berbahaya dan penuh ketidakmenentuan. Bahaya dan ketidakmenentuan ini menurut mereka, bukan hanya disebabkan oleh kondisi-kondisi alam den biotik laut serta terjadinya perubahan-perubahan lingkungan fisik tersebut, tetapi juga oleh kondisi-kondiai lingkungan sosial-ekonomi di mana aktivitas penangkapan berlangsung. Masalah-masalah tersebut adalah sebagai berikut: Pertama, laut penuh risiko bahaya dan ketidakmenentuan. Acheson (cf. Smith, 1977: 2) menggambarkan laut sebagai suatu lingkungan yang sulit dimasuki orang untuk survival karena penuh dengan pukulan badai don ombak yang tak henti-hentinya. Untuk memasuki laut dan memperoleh sumber yang dikandungnya, orang hanya dapat menggunakan perlengkapan buatan seperti kapal2) dan perahu3) dan dengan alat-alat penangkapan ikan seperti net atau jaring, pancing dan lain-lain. Ternyata menurut Acheson, bahwa memasuki laut dengan perlengkapaa dan alat-alat seperti itu hanya dapat dilakukan ketika kondisi-kondisi cuaca di laut mengizinkan. Hilangnya jiwa manusia, perahu dan alat-alat perlengkapan merupakan risiko-risiko aktusl yang ditimbulkan oleh kondisi-kondisi lingkungan fisik laut tersebut. Di daerah-daerah perikanan laut dalam sekitar Massachusetts dan Gloucester (lihat Smith, hat. 8) telah tercatat beribu-ribu nelayan hilang di laut, sedang di Noordzee korban jiwa nelayan Urk (dari Belanda) saja tidak kurang dari 200 orang.4). Kedua, adanya berbagai macam jenis den pola kebiasaan ikan dan biotik laut lainnya. Laut yang dengan berbagai macam keadaan air dan dasarnya mengandung banyak jenis biotik laut tetapi yang bukan hanya ada hanya secara musiman karena mempunyai pola kebiasaan migraai, tetapi juga ada populasi-populasi ikan yang meningkat atau merosot secara tiba-tiba yang sulit diramalkan oleh nelayan. Kondisi-kondisi sumber laut yang demikian menyebabkan para nelayan sulit mengontrol binatang buruanya di laut seperti halnya para pemburu di darat yang secara relatif bisa mengontrol binatang--binatang buruannya karena mereka tahu dengan pasti kebiasaan-kebiasaan dan atau ke mana bergerak binatang-binatang buruannya itu. Itulah sebabnya menurut Acheson sehingga perlengkapan dan alat-alat yang digunakan oleh para nelayan haruslah sesuai dengan kondisi-kondisi alam dan biotik laut, dan bukannya perlengkapan dan alat-alat yang begitu saja diambil dari darat seperti yang digunakan oleh para pemburu binatang darat. Ketiga, lingkungan laut yang tampaknya homogen tetapi sebetulnya bersifat mendua. Salah satu aifat laut yang mempersulit operasi para nelayan adalah karena aeluruh bagian permukaannya tampakaya sama saja, tetapi yang sebetulnya menurut Smith (bal. 7) mempunyai si?.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library