Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Setiawan Eko Nugroho
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai kepemimpinan pemerintahan daerah dala impiementasi kebijakan pembangunan. Adapun kasus yang diteliti adalah mengenai pembangunan Unit Pengolahan Sampah di Kota Depok di tahun 2008. Program pengadaan sarana dan prasarana di bidang persampahan ini dimaksudkan untuk menjawab pemmasalahan lingkungan hidup di Kota Depok, khususnya keterbatasan lahan pembuangan sampah. Sehingga pada skala kawasan, dibangunlah 20 unit pengolahan sampah (UPS). Selain itu juga, melihat bagaimana keterkaita kepemimpinan pemerintahanan daerah terhgdap resistensi warga terkait dengan impiementasi tersebut. Penelitian dengan pendekatan kualitatif ini menghasilkan kesimpulan bahwa kepemimpinan pemerintahan daerah di Kota Depok belum optimal dalam mengimplementasikan pembangunan UPS. Kemudian, kaitan antara kepemimpinan pemerintahan daerah dengan resistensi warga masyarakat terjad terutama dalam aspek politik.
The focus of this study is to explore the leadership in the implementation of government?s policy. The case being studied is the policy development in the Waste Processing Unit (UPS) in Depok Municipality year 2008. The waste program facilities are intended to address the problem of limited waste disposal area. This study is designed to find out the leadership of local government and also the regent legislative members play their role in the implementation of the policy that they have decided and legalized. In addition, it is also aimed to describe how the leadership?s role in the citizen resistance cases. By using qualitative research approach, it is concluded that the local government leadership in Depok municipality was not optimal in playing its role as well as in facing the citizen resistance.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T32905
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Donal Fariz
Abstrak :
Hasil kerja pemberantasan korupsi biasanya paralel dengan dukungan politik dari kekuasaan. Selama lima tahun belakangan ini, KPK mengalami berbagai serangan politik yang dimulai dari polemik pemilihan calon Kapolri, penggunaan Hak Angket oleh DPR hingga revisi UU KPK di akhir pemerintahan. Problem terbesar KPK juga muncul dari pasang-surutnya dukungan dari Presiden terhadap KPK. Pada awal pemerintahannya, Joko Widodo mampu mengelola relasi yang baik dengan KPK dan mendengarkan aspirasi publik yang luas saat menghadapi dinamika politik yang berkaitan dengan KPK. Namun pada akhir periode pertama ini, hubungan KPK dan Jokowi memburuk. Sinyal tersebut ditandai dengan hasil seleksi calon pimpinan KPK kontroversial dan puncaknya revisi Undang-Undang KPK disetujui oleh Pemerintah dan DPR. Tidak itu saja, dalam hal kebijakan antikorupsi pemerintahan Jokowi seolah berjalan dalam arus yang berbeda dengan KPK. Defisit dukungan politik dari Presiden serta menguatnya serangan politik kepada KPK membuat lembaga antikorupsi ini berada dalam kondisi darurat.
Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi, 2019
364 INTG 5:2 (2019)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dodi Mantra
Abstrak :
Krisis Asia yang menemukan aktualisasinya di Indonesia pada pertengahan tahun 1997 telah membawa perekonomian negeri ini di bawah kendali lembaga moneter internasional, IMF. Selama empat periode pemerintahan dari tahun 1997-2004, kebijakan-kebijakan ekonomi Indonesia dirumuskan atas dasar kondisionalitas yang ditekankan oleh lembaga tersebut. Di bawah skema program fasilitas pinjaman siaga (stand-by arrangement) yang kemudian bergeser menjadi fasilitas pinjaman yang diperluas (extended fund facilities), IMF melakukan tekanan terhadap pemerintah Indonesia dalam rangka penerimaan dan pengimplementasian kondisionalitas yang menjadi syarat pencairan pinjaman. Penelitian ini berupaya untuk memberikan sebuah eksplanasi mengenai faktorfaktor yang melatarbelakangi tekanan IMF terhadap pemerintah Indonesia selama periode 1997-2004 baik yang bersifat ekonomi ataupun politik, secara ekstemal maupun internal. Selain itu, penelitian ini juga ditujukan untuk mengidentifikasi kepentingan-kepentingan ekonomi politik internal dan eksternal di balik eksistensi tekanan IMF yang berlangsung selama periode tersebut. Analisis mengenai pengaruh tekanan IMF terhadap stabilitas ekonomi politik Indonesia juga menjadi salah satu tujuan di dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan sebuah model analisa yang dikembangkan berdasarkan beberapa studi yang telah dilakukan sebelumnya dalam rangka menjelaskan latar belakang terjadinya tekanan IMF terhadap pemerintah Indonesia selama periode 1997-2004 dalam konteks yang lebih bersifat mutidimensional Model analisa tersebut menjadi sebuah panduan untuk menemukan data-data yang menunjukkan eksistensi tekanan IMF beserta denganfakta. fakta yang menjelaskan fuktor-faktor yang melatarbelakangi tekanan lembaga tersebut terhadap pemerintah Indonesia selama periode 1997-2004. Dengan menggunakan pendekatan yang bersifat multidimensional penelitian ini mencermati dinamika-dinamika instrumental, struktural, atau jejaring individual dan gagasan beserta kepentingan dan nilai yang melekat di dalamnya, untuk memberikan gambaran eksplanatif atas latar belakang tekanan IMF terhadap pemerintah Indonesia. Berdasarkan temuan yang diperoleh dari beberapa sumber data, baik dokumen ataupun wawancara langsung dengan pengambil kebijakan di Indonesia, terdapat beberapa faktor yang menjadi latar belakang bagi tekanan IMF terhadap pemerintah Indonesia selama empat periode pemerintahan tersebut. Dari sisi ekstemaL terdapat empat faktor yang ditemukan di dalam penelitian ini. Pertama, upaya reformasi ekonomi politik Indonesia menuju proses liberalisasi lebih jauh. Kedua, pergeseran politik luar negeri Amerika Serikat terhadap pemerintahan Soeharto. Ketiga, upaya untuk memastikan pembayaran kembali utang luar negeri Indonesia terhadap negara-negara G-7 dan kreditor internasional. Keempat, eksistensi kepentingan komunitas finansial internasional. Sementara itu, terdapat tiga faktor internal ekonomi politik Indonesia yang secara efektif melatarbelakangi tekanan IMF pada periode Oktober 1997-September 2004. Pertama, monopoli oligarki Soeharto terhadap seluruh aset-aset strategis perekonomian Indonesia. Kedua, praktik: korupsi, kolusi dan nepotisme yang semakin merajalela. Ketiga, peranan komunitas epistemis liberal Indonesia. Analisis dalam penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut berkolaborasi satu sama lain sehingga membentuk sebuah kombinasi faktor yang secara efektif melatarbelakangi tekanan IMF terhadap pemerintah Indonesia selama periode 1997-2004. Analisis dalam penelitian juga ini menunjukkan bahwa koalisi kepentingan baik eksternal ataupun internal yang bekerja melalui tangan IMF secara langsung telah berhasil membawa perekonomian Indonesia ke arah sistem pasar liberal di mana tiga pilar neoliberalisme, fiscal austerity, privatisasi dan liberalisasi dapat berdiri dengan kokoh berkat tekanan IMF terhadap pemerintah Indonesia selama periode tersebut. Marginalisasi peranan pemerintah dalam perekonomian yang berimbas pada semakin terpuruknya kondisi perekonomian masyarakat kelas bawah juga menjadi bukti tersendiri eksistensi faktor-faktor yang bersifat multidimensional di balik tekanan IMF terhadap pemerintah dalam periode 1997-2004.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emil Radhiansyah
Abstrak :
Bolivia merupakan sebuah negara di Amerika Tengah. Secara geography negara ini berada di dataran tinggi Amerika Latin. Walaupun tidak memiliki akses ke daerah pantai, Bolivia merupakan salah satu penghasil minyak bumi dan gas alam terbesar setelah Venezuela di Amerika Latin. Penduduk Mayoritas Bolivia adalah suku indian Aymara dan Quecha dan juga keturunan campuran antara indian dan kulit putih (Spanyol). Sebagai sebuah negara berkembang, Bolivia memiliki ketergantungan terhadap bantuan finansial dari lembaga-lembaga keuangan intemasional dan masuknya investor asing. Namun kebijakan kontroversial dikeluarkan oleh Presiden terpilih pada Desember 2005, Evo Morales. Kebijakan yang dianggap tidak memihak atas jaminan kepemilikan dan keamanan berinvestasi terhadap investor asing, mendapat kecaman dan tanggapan negatif dari banyak pihak. Kebijakan nasionalisasi yang dikeluarkan oleh Evo Morales pada 1 Mei 2006, yang bertepatan dengan hari Buruh lntemasional tersebut, dianggap sebagai sebuah ancaman terhadap kebebasan berinvestasi di Bolivia, dan merugikan sekitar 20 perusahaan yang bergerak dalam penglolaan dan eksplorasi migas. Kebijakan ini dikeluarkan bukan karena keinginan Evo Morales, tetapi merujuk kepada terjadinya Gerakan Sosial yang telah terjadi di Bolivia pada periode waktu tahun 2000 sampai dengan 2005. Pemerintahan Bolivia terdahulu yang menerapkan kebijakan ekonomi dan politik neoliberal, telah menyebabkan terjadinya kecemburuan sosial dan kemiskinan dalam masyarakat Bolivia. Sebagaimana yang disebutkan oleh Amy Chua dalam bukunya World On Fire, bahwa dominasi minoritas atas mayoritas penduduk pribumi menyebabkan munculnya konflik. Dikaitkan dengan globalisasi dengan paradigma neoliberal, dimana peranan negara dalam pasar harus dikurangi. IMF dan Bank Dunia merupakan Jembaga keuangan intemasional yang menerapkan kebijakan mengenai Liberalisasi Perdagangan, Deregulasi, serta Privatisasi yang merupakan pilar-pilar dalam perekonomian neoliberal. Kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah Bolivia mengikuti saran-saran dari IMF serta Amerika Serikat, memang memiliki dampak terhadap pertumbuhan perekonomian Bangkitnya gerakan Boilivia, namun pertumbuhan tersebut hanya dirasakan oleh sekelompok kecil saja. Akibat dari privatisasi yaitu terjadinya efisiensi biaya perusahaan yang menyebabkan terjadinya pemutusan hubungan kerja, terutama pada Badan Usaha Milik Negara yang telah diswastanisasikan kepada investor asing. Sehingga dalam pembagian keuntungan Bolivia hanya menerima tidak lebih dari 20 persen saja. Kebijakan penghapusan pertanian koka, sebagai bagian dari kepentingan Amerika Serikat mengurangi peredaran kokain yang masuk ke wilayahnya, memaksa pemerintah Bolivia melakukan kebijakan penghapusan lahan pertanian koka, yang disertai dengan tindakan kekerasan oleh aparat keamanan Bolivia. Rakyat yang merasa ditindas terutama penduduk pribumi, melakukan perlawanan dengan melakukan aksi-aksi demonstrasi menuntut perubahan dalam pemerintahan. Aksi massa yang dikenal dengan Gerakan Soslal tersebut ternyata mampu menekan pemerintahan Bolivia, yang terbukti dengan terjadinya beberapa kali perubahan dalam kepersidenan. Gerakan Sosial yang terjadi di Bolivia merupakan Gerakan Sosial Baru. Dinamakan Baru dikarenakan unsur-unsur gerakan tersebut tidak hanya datang dari kelas pekerja, tapi dari berbagai kalangan. Tuntutan yang diajukan bukan berdasarkan atas hubungan antara pemilik modal dan pekerja, walaupun tuntutan masih bersifat adanya perubahan dalam kebijakan ekonomi namun Gerakan Sosial yang terjadi di Amerika Latin umumnya dan khususnya Bolivia adalah kembalinya peranan negara didalam pengaturan pasar. Oleh karenanya tuntutan untuk melakukan nasionalisasi di Bolivia bukan sebuah gerakan yang menolak paradigma neoliberal tetapi lebih kepada pembagian yang adil hasil-hasil antara investor dan Bolivia. Kemunculan Evo Morales sebagai Presiden mambawa wama baru dalam regional Amerika Latin. Bersama dengan Hugo Chavez, Fidel Castro, dan beberapa negara Amerika Latin lainnya menumbuhkan sebuah kekuatan regional baru. Kekuatan yang dimaksudkan untuk mengurangi pengaruh Amerika Serikat di kawasan ini, melalui pembentukan Bank Selatan yang dimaksudkan menggantikan peranan IMF dan Bank Dunia, tentunya dengan perumusan strategi yang lebih dapat diterima oleh kondisi negara-negara Amerika Latin. Pembentukan kerjasama ekonomi negara-negara Amerika Selatan yang mengedepankan kepada semangat pembangunan daripada eksploitasi.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitri Yuliama
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai bagaimana suatu kebijakan yang dibuat oleh Pejabat Administrasi Pemerintahan dapat dikenai sanksi pidana. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian menyarankan agar segera disahkannya Rancangan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan. Dengan disahkannya Rancangan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, jika pejabat administrasi pemerintahan melakukan suatu kesalahan atau pelanggaran, dapat dengan mudah dilihat apakah hal tersebut merupakan suatu pelanggaran administrasi atau pelanggaran hukum sehingga tidak ada lagi pejabat yang kebal hukum. Adanya sanksi pidana bagi pejabat administrasi pemerintahan yang menyalahgunakan wewenangnya dalam mengambil suatu kebijakan, diharapkan dapat membuat pejabat administrasi pemerintahan selalu menggunakan segenap kemampuan intelektual dan keahliannya serta mengedepankan prinsip kehati-hatian secara obyektif dan tanggung jawab dalam mengambil suatu kebijakan.
ABSTRACT
This thesis examines how a policy made by Governance Administration Official could be subject to criminal sanctions. This study is a qualitative research with normative juridical approach. The results of the study suggest that the Bill of Governance Administration should pass immediately. With the law, if the governance administration officials happen to make a mistake or violate the law, it is easy to define whether it is an administrative or law violation, so there will be no more officials are above the law. The criminal sanctions for governance administration officials, who abuse their authority in making a policy, is expected to make them always use all their intellectual abilities and expertise as well as to put forward prudential principle objectively and responsibly.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T36874
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library