Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1994
S7930
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dedi Nuryana Firdaus
Abstrak :
ABSTRAK
Rules Origin dalam ATIGA merupakan ketentuan asal barang yang digunakan untuk tujuan mendapatkan preferensi tarif bea-masuk dalam perdagangan internasional, khususnya berlaku bagi negara-negara anggota ASEAN. Tesis ini membahas tinjauan yuridis ketentuan rules of origin ATIGA terkait dengan konflik pelaksanaannya dengan kebijakan/regulasi domestik Indonesia terutama yang terjadi di kawasan perdagangan bebas (FTZ) BATAM. Pemerintah Indonesia menganggap Form-D back-to-back yang dikeluarkan otoritas Singapura sebagai bentuk lain dari pengeluaran produk Batam ke pasar domestik Indonesia. Tidak ada ketentuan rules of origin ATIGA yang dilanggar dalam kasus tersebut, sehingga Pengadilan Sengketa Pajak memenangkan pihak pengguna Form-D back-to-back, sebaliknya kebijakan pemerintah di kawasan perdagangan bebas Batam yang menerapkan pengembalian pajak menjadi terkesan restriktif bagi produk Batam untuk memasuki pasar domestik Indonesia. Untuk mendapatkan nilai keadilan dalam ATIGA, Indonesia dapat mengajukan review atas Operating Certification Procedure ? OCP rules of origin ATIGA atau mengkaji ulang kebijakan domestik di kawasan perdagangan bebas agar produk Indonesia bisa lebih kompetitif di pasar domestiknya
ABSTRACT
ATIGA rules of origin is origin criterion provided for enjoying tariff preference offer in international agreement, particularly implemented in ASEAN Member States. This thesis discuss on implementing rules of origin of ATIGA, which related to its conflicted with Indonesia domestic regulations/policies, especially imposed in free trade zone (FTZ) of Batam. Indonesian Government has a perpective that Form-D back-to-back from Singapore, which the goods originating from Batam is another form of sent the manufacture?s goods from Batam to Indonesia?s domestic market and in accordance with fiscal policy in free trade zone of Batam had caused to potential loose of fiscal tax revenue. No violation encountered to the rules of origin of ATIGA in accordance with the decision of the tax court, therefore the tax court had decided the Form-D back-toback won the case. On the contrary Government policy in free trade zone of Batam that imposed the suspended tax on importation of raw materials seems restrictive to their own goods produce in Batam to enter the Indonesia domestic market. Indonesia may request for review of ATIGA rules of origin for its justice from ATIGA or review its policy in free trade zone to make Indonesia's goods be more competitive in their domestic market.
2016
T45923
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adi Tiara Putri
Abstrak :
ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) merupakan kawasan bebas yang dibentuk antara negara-negara anggota ASEAN dengan China. ACFTA merupakan salah satu bentuk perdagangan bebas yang dilakukan Indonesia. ACFTA merupakan kawasan perdagangan bebas antara negara-negara anggota ASEAN dan China yang telah disepakati sejak tahun 2001. Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA) terbentuk berdasarkan atas dasar hukum internasional yaitu Framework Agreement on Comprehensive Economic Co- Operation between ASEAN and the People?s Republic of China yang ditandatangani pada 4 November 2002 di Phnom Penh, Kamboja oleh para kepala pemerintahan negara-negara ASEAN dengan kepala Pemerintahan Republik Rakyat China (RRC). Indonesia merupakan negara yang besar, dan juga merupakan pelopor pendirian ASEAN yang juga mendukung terbentuknya kawasan perdagangan bebas ASEAN-China. Indonesia haruslah mengimplementasi ACFTA ke dalam hukum nasional Indonesia. Walaupun, ada pro dan kontra terhadap pemberlakuan kawasan perdagangan bebas ASEANChina. Penelitian yang dilaksanakan dalam penulisan tesis ini adalah penelitian yuridis normatif. Di dalam tesis ini dibahas mengenai kawasan perdagangan bebas ASEAN-China, keuntungan dan kerugian dari perjanjian ACFTA bagi Indonesia baik sebagai negara maupun sebagai anggota ASEAN, dan sejauh mana implementasi ACFTA dalam hukum nasional Indonesia.
ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) is a free area which is formed between the member countries of ASEAN with China. ACFTA is one of the free trade area that has been agreed since 2001, and are formed based on the basic of international law, namely the Framework Agreement and Comprehensive Economic Co-Operation between ASEAN and the People?s Republic of China, which is signed on 4 November 2002 in Phnom Penh, Cambodia, by the heads of government from ASEAN countries and the People?s Republic of China. Indonesia is a big country and also one of the pioneers of the establishment of ASEAN region which also supports the establishment of ASEAN-China free trade. That is why Indonesia must implement ACFTA into the national law of Indonesia, although there will be pros and cons of the implementation of the free trade area. Research conducted in this thesis is a normative juridical research. In this thesis author will review the advantages and disadvantages of ACFTA agreement for Indonesia not only as a nation, but also as one of the ASEAN?s member. The extent of implementation of the ACFTA in national law of Indonesia will be discussed as well.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28173
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nurasni
Abstrak :
ABSTRAK
Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia telah dibagi ke dalam daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota yang bersifat otonom. Berdasarkan Undang-Undang tersebut maka seluruh wilayah Indonesia telah terbagi habis ke dalam wilayah-wilayah dengan memiliki kewenangan-kewenangan tertentu. Sebagai bentuk pelaksanaan otonomi daerah, Pulau Batam ditetapkan menjadi Kota Batam sesuai Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999. Pembentukan Kota Batam menuai polemik karena sebelum lahir sebagai daerah otonom, segala urusan pemerintahan yang ada dilaksanakan oleh Otorita Batam. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 Batam ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam untuk jangka waktu 70 (tujuh puluh) tahun. Namun peralihan dari Otorita Batam menjadi BP Batam terkesan hanya sekedar mengganti baju karena Pemerintah tidak secara tegas membagi kewenangan antara kedua lembaga tersebut. Bahkan Pemerintah mencampuradukkan praktek penyelenggaraan pemerintahan desentralisasi teritorial, desentralisasi fungsional, dan dekonsentrasi dalam satu wilayah Kota Batam. Penelitian ini menggunakan data sekunder berdasarkan peraturan perundang-undangan (yuridis normatif). Dari hasil penelitian diketahui bahwa penyelenggaraan tata kelola Pemerintah Kota Batam dengan BP Batam, Pemerintah Pusat menerapkan dekonsentrasi dan desentralisasi fungsional secara bersamaan. BP Batam dengan dekonsentrasi memiliki kewenangan yang lebih dominan dalam mengelola urusan strategis di Kota Batam daripada Pemerintah Kota Batam selaku daerah otonom.
ABSTRACT
ABSTRAK
Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia telah dibagi ke dalam daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota yang bersifat otonom. Berdasarkan Undang-Undang tersebut maka seluruh wilayah Indonesia telah terbagi habis ke dalam wilayah-wilayah dengan memiliki kewenangan-kewenangan tertentu. Sebagai bentuk pelaksanaan otonomi daerah, Pulau Batam ditetapkan menjadi Kota Batam sesuai Undang-Undang Nomor 53 Tahun 1999. Pembentukan Kota Batam menuai polemik karena sebelum lahir sebagai daerah otonom, segala urusan pemerintahan yang ada dilaksanakan oleh Otorita Batam. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2007 Batam ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam untuk jangka waktu 70 (tujuh puluh) tahun. Namun peralihan dari Otorita Batam menjadi BP Batam terkesan hanya sekedar mengganti baju karena Pemerintah tidak secara tegas membagi kewenangan antara kedua lembaga tersebut. Bahkan Pemerintah mencampuradukkan praktek penyelenggaraan pemerintahan desentralisasi teritorial, desentralisasi fungsional, dan dekonsentrasi dalam satu wilayah Kota Batam. Penelitian ini menggunakan data sekunder berdasarkan peraturan perundang-undangan (yuridis normatif). Dari hasil penelitian diketahui bahwa penyelenggaraan tata kelola Pemerintah Kota Batam dengan BP Batam, Pemerintah Pusat menerapkan dekonsentrasi dan desentralisasi fungsional secara bersamaan. BP Batam dengan dekonsentrasi memiliki kewenangan yang lebih dominan dalam mengelola urusan strategis di Kota Batam daripada Pemerintah Kota Batam selaku daerah otonom.
ABSTRACT
The enactment of Law Number 22 Year 1999 concerning Regional Government, the territory of the Unitary State of the Republic of Indonesia has been divided into autonomous provincial, district, and urban areas. Based on the Act, all regions of Indonesia have been divided into regions by having certain authorities. As a form of implementation of regional autonomy, Batam Island was established as Batam City according to Law Number 53 of 1999. The establishment of Batam City was polemic because before it was born as an autonomous region, all existing government affairs were carried out by the Batam Authority Agency. Through Government Regulation Number 46 of 2007 Batam is designated as a Free Trade and Free Port Zone for a period of 70 (seventy) years. But the transition from the Batam Authority to BP Batam seemed to be merely changing clothes because the Government did not expressly divide the authority between the two institutions. Even the Government confuses the practice of administering territorial decentralization, functional decentralization, and deconcentration in one area of Batam City. This study uses secondary data based on legislation (normative juridical). Conclusion of the research has known that the Central Government implements deconcentration and functional decentralization simultaneously in terms of governancing Batam. BP Batam with deconcentration has more dominant authority in managing strategic affairs in Batam City than the Batam City Government as an autonomous region.
2019
T53770
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nasution, Ahmad Iskandar
Abstrak :
Pengelolaan kawasan khusus di Indonesia, terutama pada Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dapat dikelola oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Dalam pelaksanaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, Pemerintah menetapkan Kepala Daerah sebagai Ex-Officio Kepala Badan Pengusahaan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas di Kota Batam. Penetapan ini dimaksudkan agar dualisme kewenangan pemerintahan di Kota Batam dapat teratasi. Penelitian ini mencoba untuk mengetahui tentang legalitas penetapan kepada daerah sebagai Ex-Officio dan pengaruhnya terhadap pelaksanaan pemerintahan dari segi good corporate governance dan asas-asas umum pemerintahan yang baik. ......The management of special areas in Indonesia, especially in the Free Trade Zone and Free Port, can be managed by the Central Government and Regional Governments. In implementing the Free Trade Zone and Free Port, the government appointed the Head of the Ex-Officio Region as the Head of the Free Trade and Free Port area in Batam City. This stipulation is intended so that the dualism of governmental authority in Batam City can be resolved. This study tries to find out about the legality of designating a region as an Ex-Officio and its influence on the implementation of government in terms of good corporate governance and good governance.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tina Murti Agustini
Abstrak :
Semenjak ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, Batam masih belum mampu menarik investasi asing yang memiliki nilai besar, sementara dana yang diinvestasikan oleh pemerintah untuk pengembangan kawasan ini telah cukup tinggi. Salah satu faktor yang melatar-belakanginya adalah belum adanya strategi pemasaran KPBPB Batam yang jelas. Tesis ini menganalisis faktor-faktor yang menjadi Ancaman, Peluang, Kelemahan, dan Kekuatan KPBPB Batam dan menjadikannya dasar dari strategi pemasaran yang meliputi segmentasi pasar (segmenting), menetapkan target pasar (targeting), dan membuat posisi yang unik (positioning) dalam persepsi pasar yang ditarget, juga taktik pemasaran yang meliputi diferensiasi, bauran pemasaran dan penjualan. Dengan segmen investor yang disasar adalah Singapura, Jepang, Amerika, dan China, dan didukung sumber daya berkualitas yang berasal dari universitas terkemuka di Indonesia, maka posisi yang bisa ditawarkan oleh KPBPB Batam adalah "Menjadi kawasan tujuan investasi yang berdaya saing dan inovatif di bidang perkapalan, kelautan, IT dan industri manufaktur elektronika".
After its fulfillment as Kawasan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas, Batam still unable to attract high value foreign investment yet, while government placement asset for developing this area have been high enough. One factor that became a background of this condition is unavailability of clear marketing strategy of KPBPB Batam. This thesis analyzed factors that became Threats, Opportunities, Weakness, and Strengths of KPBPB Batam, and put these factors as a base line of marketing strategy, which is covering market segmentation (segmenting), pointing a market target (targeting), and creating a unique position (positioning) in market targeted perception, also marketing tactic which is covering differentiation, marketing mix, and selling. By targeting Singapore, Japan, United State of America, and China, and supported by talent from qualified university in Indonesia, possible offered positioning of KPBPB Batam is "Become a competitive and innovative investment destination in a matter of shipment, sea, IT and electronics manufacturing industries"
Depok: Fakultas Eknonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2010
T28285
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library