Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 44 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tresye Utari
Abstrak :
ABSTRAK Alumina anhidrat terdapat dalam bentuk alumina metastabil (÷ -, ç -, ã-, ê-, ä- dan è-alumina) dan alumina stabil (á-alumina). Beberapa bentuk alumina mempunyai struktur berpori dan tuas permukaan besar, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai adsorben. Umumnya adsorben alumina dibuat dari bauksit dengan proses Bayer. Penelitian ini bertujuan membuat adsorben alumina dari kaolin. Percobaan dilakukan dengan pemanasan campuran kaolin dan amonium sulfat pada suhu tertentu untuk menghasilkan amonium alum sebagai basil antara. Dekomposisi amonium alum untuk menghasilkan alumina dilakukan pada suhu tertentu. Suhu pembentukkan amonium alum dan suhu pembentukkan alumina ditentukan berdasarkan basil analisis DTA-TGA. Amonium alum dan alumina yang diperoleh dibuktikan dengan analisis difraksi sinar-X. Perbandingan dan waktu pemanasan campuran kaolin dengan amonium sulfat divariasikan untuk memperoleh jumlah amonium alum optimum. Untuk memperoleh alumina dengan daya adsorpsi terbesar, dilakukan variasi waktu pemanasan amonium alum. Data adsorpsi alumina yang dihasilkan ditunjang oleh pengukuran kehilangan berat, luas permukaan dan struktur kristal. Dari penelitian ini, jumlah optimum amonium alum dihasilkan dari pemanasan campuran kaolin dan amonium sulfat dengan perbandingan berat 1:4 pada suhu 363°C selama 10 jam. Adsorben alumina dengan daya adsorpsi terbesar dihasilkan dari pemanasan amonium alum pada suhu 900°C selama 3 jam. Adsorben alumina tersebut mempunyai struktur kristal yang terdiri dari campuran ÷-, ç- dan ã-Al203 dengan struktur dominan ÷-Al203, luas permukaan 139,83 m2/g dan kapasitas adsorpsi ortofosfat 0,391 mek/g. Perolehan adsorben alumina dad kaolin sebesar 14,68%.
Anhydrate alumina, M203, consist of a stable- (á -alumina) and a metastable (÷ -, ç -, ã-, ê-, ä- dan è-alumina) forms. Some of the metastable form of alumina has a high porosity and very high surface area; these properties are commonly exploited as an adsorbent. The most commonly process for a preparation of alumina adsorbent is the "Bayer process", which employees of bauxite as a raw materials. The purpose of this research is to prepared adsorbent alumina from kaolin. It is well that when the mixture kaolin and ammonium sulphate are heated at certain temperature, intermediate compound of ammonium alum will be produced. Later, this intermediate compound decomposes to form alumina. The forming temperature ammonium alum and alumina determined by using the DTA-TGA analysis. X-Ray Diffraction (XRD) analizes ammonium alum and alumina produced at the observed temperature. To obtain the maximum amount of ammonium alum, the ratio of kaolin and ammonium sulphate mixture and the heated time at certain temperature is varied. To obtained the alumina with the maximum adsorption, the heated time of the decomposition ammonium alum also varied. Measuring the reduced weight, surface area and structural analysis supports the adsorption data. This research showed that the maximum amount of ammonium alum could be produced when the mixture kaolin and ammonium sulphate 1: 4 was heated at 363°C for 10 hours period. Alumina with maximum adsorption capacity could be produced when ammonium alum decomposed at 900°C for 3 hours period. Alumina produced from this method are dominantly composed of the -Al2O3 xstructure, with a measured surface area is 39,83 m21g and the phosphate adsorption capacity is 30,43 meg/g. The yield of alumina from kaolin is 14,68%.
Depok: Universitas Indonesia, 1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firman Firdaus
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2001
S29687
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Banjarnahor, Irwin Marlundu
Abstrak :
Metakaolin telah berhasil dibuat menggunakan kaolin Pulau Bangka dengan proses kalsinasi. Pada penelitian ini proses kalsinasi menggunakan lima variabel temperatur: 600, 650, 700, 750, dan 800°C selama 4 jam. Pada penelitian ini, kaolin juga diberikan perlakuan mekanik berupa milling untuk mempelajari pengaruh perlakuan milling terhadap produk hasil kalsinasi. Kaolin di-milling menggunakan planetary ball mill selama 15 menit dengan kecepatan milling sebesar 20rad/min dan kemudian dikalsinasi dengan masing-masing variabel temperatur. Sebagai material pembanding, metakaolin komersial dengan produk dagang MetaStar digunakan untuk dibandingkan karakteristiknya dengan metakaolin yang dihasilkan pada setiap temperatur. Hasil perlakuan milling kaolin, beserta kaolin dan MetaStar dikarakterisasi distribusi ukuran partikelnya menggunakan instrumen Particle Size Distribution. Kemudian, setiap metakaolin dan juga MetaStar akan dikarakterisasi menggunakan instrumen X-Ray Diffraction XRD dan Scanning Electron Microscope SEM . Pengujian Simultaneous Thermal Analysis STA juga dilakukan untuk mempelajari perilaku pemanasan kaolin dan kaolin dengan perlakuan milling. Hasil karakterisasi XRD menunjukkan kemiripan antara metakaolin Bangka dengan MetaStar, pengecualian untuk metakaolin MK800-MT. Hasil pengujian STA menunjukkan adanya pergeseran temperatur dimana kaolin mengalami dehidroksilasi dan rekonstruksi setelah kaolin diberi perlakuan milling. Dan kemudian, hasil pengujian SEM menunjukkan keberadaan struktur kaolinite berbentuk lapisan lamelar-laminate. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada perubahan struktur yang terlihat setelah kaolin dikalsinasi. ......Metakaolin has been successfully made using Pulau Bangka rsquo s kaolin through calcination process. In this study, the calcination process used five temperature variables 600, 650, 700, 750, and 800°C for 4 hours. In this study, kaolin is subjected to mechanical treatment to study the effect of the treatment on the product of calcination. Kaolin is milled using a planetary ball mill for 15 minutes at a milling speed of 20rad min and then calcined with each temperature variable. As a comparison material, commercial metakaolin MetaStar products is used to compare its characteristic to the metakaolin produced at each temperature. The results of milling treatment, along with kaolin and MetaStar is characterized using the particle size distribution instrument to determine the particle size. Then, each metakaolin and MetaStar will be characterized using X Ray Diffraction XRD and Scanning Electron Microscope SEM instruments. Simultaneous Thermal Analysis STA was also conducted to study the heating behavior of kaolin and kaolin after milling treatment. The results of XRD characterization show similarities between metakaolin Bangka and MetaStar, except to MK800 MT metakaolin. The STA test results showed a temperature shift in which the kaolin was dehydroxylated and reconstructed after kaolin was treated with milling. And then, the SEM test results show the existence of kaolinite structures in the form of lamellar laminate layers. It can be concluded that there is no structural changes happened after the kaolin is calcined.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Abdulsalam
Verlag: Lap Lambert Academic , 2011
549.68 KOV k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ritonga, Muhammad Hisyam
Abstrak :
Kaolin merupakan mineral dengan kandungan silika dan alumina yang tinggi. Indonesia memiliki sumber daya alam berupa kaolin yang melimpah, salah satunya di Badau Belitung. Kaolin sebagai sumber silika dan alumina harus diubah menjadi metakaolin dengan rangkaian proses yaitu aktivasi dan kalsinasi sebelum bisa digunakan sebagai bahan dalam sintesis zeolit. Pada penelitian ini dilakukan aktivasi kaolin dengan menggunakan media pertukaran kation berupa larutan asam sulfat dengan konsentrasi yang berbeda, yaitu 3M dan 4M. Pencampuran dilakukan secara mekanik menggunakan magnetic stirrer selama 24 jam pada suhu 50oC. Kalsinasi dilakukan dengan furnace pada temperatur 500oC dan 700oC. Karakterisasi infra merah (FTIR) dilakukan untuk membuktikan bahwa gugus fungsi O-H hilang pada suhu kalsinasi tersebut, dengan melakukan analisis perbandingan terhadap kaolin tanpa perlakuan apapun. Sampel kaolin mengalami peristiwa dehidroksilasi, vibrasi ulur, dan vibrasi tekuk pada beberapa daerah serapan yaitu 3692 cm-1, 3653 cm-1, 3620 cm-1, 1114 cm-1, 1029 cm-1, 911 cm-1, 527 cm-1, dan 460 cm-1. Karakterisasi dengan metode mikroskop elektron yang dilengkapi dispersi energi sinar-X (SEM-EDX) dilakukan untuk mengetahui morfologi dan komposisi secara semi kuantitatif dari kaolin yang telah melalui proses aktivasi dan kalsinasi. Hasil SEM memperlihatkan bahwa morfologi Kaolin Badau Belitung berupa lembaran yang berlapis, hal ini masih terlihat pada temperatur kalsinasi 500oC, sedangkan pada temperatur kalsinasi 700oC sudah tidak ditemukan lagi. Sementara EDX memperlihatkan bahwa larutan H2SO4 3M sebagai media pertukaran kation dapat mengurangi kadar pengotor pada Kaolin Badau Belitung berupa Kalium, Besi dan Zinc masing-masing sebanyak 17,5%, 56,7%, dan 54% pada temperatur kalsinasi 500oC. Sedangkan pada temperatur kalsinasi 700oC, kadar pengotor tersebut berkurang masing-masing sebanyak 56%, 9%, dan 29,2%. Sedangkan pada penggunaan larutan H2SO4 4M berdasarkan hasil karakterisasi EDX, kadar pengotor Besi naik 18%, Kalium berkurang 12% dan tidak ditemukannya lagi Zinc pada temperatur kalsinasi 500oC. Sedangkan pada temperatur kalsinasi 700oC, kadar pengotor Besi naik 30%, Kalium berkurang 15%, dan tidak ditemukannya lagi Zinc. Karakterisasi Brunauer-Emmett-Teller (BET) dilakukan untuk mengetahui pengaruh temperatur kalsinasi terhadap luas permukaan dari kaolin yang telah melalui proses aktivasi dan kalsinasi. Volume pori dan luas permukaan spesifik meningkat seiring dengan peningkatan temperatur kalsinasi masing-masing 311,36% dan 350% pada temperatur kalsinasi 500oC, sedangkan pada temperatur kalsinasi 700oC masing-masing menjadi 445% dan 515,62%. Sebaliknya diameter pori mengalami penurunan 26% dan 42%, masing-masing pada temperatur kalsinasi 500oC dan 700oC. Karakterisasi difraksi sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui perubahan kristalinitas dari kaolin, dimana grafik XRD menunjukkan hilangnya peak kaolinit. ......Kaolin is a mineral with a high content of silica and alumina. Indonesia has abundant natural resources in the form of kaolin, one of which is in Badau Belitung. Kaolin as a source of silica and alumina must be converted into metakaolin by a series of processes, namely activation and calcination before it can be used as an ingredient in zeolite synthesis. In this study, kaolin activation was carried out using cation exchange media in the form of sulfuric acid solution with different concentrations, namely 3M and 4M. The mixing was done mechanically using a magnetic stirrer for 24 hours at a temperature of 50oC. Calcination was carried out in a furnace at temperatures of 500oC and 700oC. Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) characterization was carried out to prove that the O-H functional group is lost at the calcination temperature, by performing a comparative analysis of kaolin without any treatment. Kaolin samples experienced dehydroxylation, stretching vibrations, and bending vibrations in several absorption areas, namely 3692 cm-1, 3653 cm-1, 3620 cm-1, 1114 cm-1, 1029 cm-1, 911 cm-1, 527 cm-1, and 460 cm-1. Characterization using Scanning Electron Microscopy with Energy Dispersive X-Ray (SEM-EDX) was carried out to determine the morphology and composition of kaolin which had gone through the activation and calcination processes. SEM results showed that the morphology of Kaolin Badau Belitung form is layered sheets, this is still visible at the calcination temperature of 500oC, but at the calcination temperature of 700oC the layered sheets are no longer found. Meanwhile, EDX showed that the H2SO4 3M solution as a cation exchange can reduce the impurities levels in Badau Belitung Kaolin such as Potassium, Iron and Zinc, respectively 17.5%, 56.7%, and 54% at calcination temperature of 500oC. Whereas, at calcination temperature of 700oC, the levels of those impurities were reduced 56%, 9% and 29.2%, respectively. Whereas in the use of H2SO4 4M solution based on the results of EDX characterization, showed that impurities content of Iron increased by 18%, but potassium was reduced by 12% and zinc was not found at the calcination temperature of 500oC. Meanwhile, the calcination temperature of 700oC, iron impurities levels increased by 30%, but potassium was reduced by 15%, and zinc was no longer found. Brunauer-Emmett-Teller (BET) characterization was carried out to determine the effect of calcination temperature on the surface area of kaolin which had gone through the activation and calcination processes. The pore volume and specific surface area increased with increasing the calcination temperature, respectively 311.36% and 350% at 500oC, while at the calcination temperature 700oC became 445% and 515.62%, respectively. In contrast, the pore diameter decreased 26% and 42%, respectively at the calcination temperature of 500oC and 700oC. X-ray Diffraction (XRD) characterization was carried out to determine the change in crystallinity of kaolin, where the XRD graph showed the loss of kaolinite peaks.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Dicky Hans Setiawan
Abstrak :
ABSTRAK
Sintesis zeolit A telah dilakukan dalam upaya untuk memanfaatkan kaolin asal Bangka Belitung menggunakan metode hidrotermal. Kaolin diaktivasi menjadi metakaolin pada variasi suhu kalsinasi 650, 700, 750, dan 800°C sebab metakaolin lebih reaktif dalam proses sintesis zeolit A. Sintesis zeolit A dapat dilakukan melalui proses hidrotermal dengan variasi konsentrasi NaOH 2.5, 2.7, 3M sebagai zat pengarah serta waktu kristalisasi 5, 6, 7 jam yang akan mempengaruhi kristalinitas zeolit A yang terbentuk. Zeolit A yang sudah disintesis diaplikasikan sebagai desiccant pada proses pengering jagung dalam bentuk pellet berdiameter 5mm. Pada tahap aplikasi ini dilakukan pada suhu awal 50°C selama 2 jam pengujian pengaruh kecepatan udara masuk pengering yaitu 0.2, 0.4, 0.6 m/s serta perbandingan antara massa jagung:zeolit A sebesar 1:1, 1:2, 1:3 terhadap kemampuannya dalam mengurangi waktu pengeringan jagung. Hasil data selanjutnya dibandingkan terhadap model matematika pengeringan yaitu Model Newton, Henderson-Pabis, dan Page agar dapat menentukan waktu pengeringan optimal seluruh variasi. Menggunakan suhu kalsinasi optimal sebesar 750°C, dihasilkan kristalinitas zeolit A terbesar yaitu 99.73 % yang didapat ketika menggunakan konsentrasi NaOH 3 M, dan dan waktu kristalisasi 7 jam. Hasil pada tahap aplikasi pengeringan jagung telah didapatkan bahwa Model matematika Henderson-Pabis adalah model terbaik untuk merepresentasikan perilaku pengeringan jagung. Waktu tercepat, yaitu sekitar 9.4 jam, untuk mendapatkan kadar air jagung 14% (w.b.) dari kadar air jagung awal 78.76% (w.b.) didapatkan ketika menggunakan perbandingan massa jagung:zeolit A 1:1, dan kecepatan udara inlet 0.4 m/s.
ABSTRACT

Synthesis of Zeolite A was carried out in an effort to utilize kaolin from Bangka Belitung using the hydrothermal method. Kaolin was activated into metakaolin at various calcination temperatures of 650, 700, 750 and 800 ° C because metakaolin is more reactive in the synthesis of zeolite A. Synthesis of zeolite A had been carried out through hydrothermal processes with variations in the concentration of NaOH 2.5, 2.7, 3M as the lead and time crystallization 5, 6, 7 hours which will affect the crystallinity of zeolite A formed. Synthesized Zeolite A is applied as desiccant in the corn drying process in the form of a 5mm diameter pellet. The application was carried out at an initial temperature of 50 ° C for 2 hours for testing the effect of the dryer air intake speed is 0.2, 0.4, 0.6 m / s and the ratio between the mass of corn: zeolite A is 1: 1, 1: 2, 1: 3 against its ability to reduce corn drying time. The results of the data were then compared to the mathematical drying models namely Newton, Henderson-Pabis Model, and Page in order to determine the optimal drying time of all variations. Using optimal calcination temperature of 750 ° C, the highest yield of zeolite A crystallinity was 99.73% obtained when using 3 M NaOH concentration, and 7 hours crystallization time. The results of the application stage of corn drying have been found that the Henderson-Pabis mathematical model is the best model to represent the drying behavior of corn. The fastest time, which is around 9.4 hours, to obtain a corn water content of 14% (w.b.) from the initial corn moisture content of 78.76% (w.b.) was obtained when using the mass ratio of corn: zeolite A 1:1, and air inlet velocity 0.4 m/s.

2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bunga Natasya
Abstrak :
Penelitian telah selesai dilakukan untuk mengetahui pembentukan metakaolin menggunakan kaolin Badau, Bangka Belitung, sebagai bahan baku zeolit. Untuk dapat dimanfaatkan dalam sintesis zeolit, kaolin harus diubah terlebih dahulu menjadi metakaolin agar reaktivitasnya dapat meningkat. Dalam penelitian ini, kaolin diaktivasi menggunakan larutan kimia HNO3 3M dan 4M, lalu diagitasi selama 24 jam dengan kecepatan 300 rpm pada suhu 50°C. Kemudian, kaolin dinetralkan dan dikeringkan pada suhu 110°C. Sampel yang sudah kering dikalsinasi pada suhu 550°C dan 650°C selama 5 jam. Sampel dikarakterisasi luas permukaan dan porinya menggunakan Brunauer-Emmett-Teller ( BET), gugus fungsi dengan inframerah (FTIR), topografi permukaan dengan elektron mikroskop yang dilengkap dengan sinar-X dispersi energi (SEM-EDS), dan kristal struktur dengan sinar-X (XRD). Hasil FTIR menunjukkan hilangnya gugus hidroksil saat kaolin dikalsinasi pada suhu 550°C dan 650°C, diperkuat oleh hasil SEM yang menunjukkan perbedaan morfologi antara raw kaolin dan kaolin dengan kalsinasi. Luas permukaan dan diameter pori paling besar, yakni 21.261 m2/g dan 3,4826 nm, terjadi pada kaolin yang dikalsinasi pada suhu 650°C. Hasil EDS menunjukkan perbedaan kandungan pengotor berupa K, Fe, dan Zn antara raw kaolin dan kaolin dengan aktivasi asam HNO3 3M . Hasil XRD menunjukkan perubahan dari kaolinit menjadi kuarsa pada sampel yang diberikan perlakuan. ......Research has been performed to determine the formation of metakaolin using Badau kaolin, Bangka Belitung, as a zeolite raw material. To be used in zeolite synthesis, kaolin must be converted into metakaolin to increase its reactivity. In this research, kaolin was activated using HNO3 3M and 4M chemical solutions, agitated for 24 hours at a speed of 300 rpm at temperature 50°C. Kaolin was then neutralized and dried at 110°C. The dry samples were calcined at 550°C and 650° C for 5 hours. The samples were characterized for surface area and pore using Brunauer-Emmett-Teller (BET), functional groups using infrared (FTIR), surface morphology using scanning electron microscope equipped with energy dispersive X-ray spectroscopy (SEM-EDS), and crystal structure using X-ray diffraction (XRD). FTIR results showed the loss of hydroxyl groups when kaolin was calcined at 550°C and 650°C, SEM results showed morphological differences between raw kaolin and kaolin with calcination. The largest surface area and pore diameter of 21,261 m2/g dan 3.4826 nm occurred in kaolin calcined at 650°C. The EDS results showed differences in the impurity content including K, Fe, and Zn between raw kaolin and kaolin with 3M HNO3 acid activation. The XRD results showed a change from kaolinite to quartz in the treated samples.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jackson Muliawan
Abstrak :
Phosphate Sludge (PS) waste has been a problem in metal surface finishing industry. The waste cannot be dumped in landfill due to the metal content. Valorisation of the waste will be beneficial in a way that it conserves natural reserves and reduces energy consumption. This paper describes the attempt of utilization of PS by mixing it in kaolin in preparation of ceramic bricks. A series of experiments showed that mixtures containing between 25–50 mass % PS sintered at 1200oC attained the highest compressive strength of >25 MPa. X-ray diffractions (XRD) showed that the presence of PS hindered the formation of mullite, the phase that contribute to strength in Al2O3–SiO2 kaolin system. In the mixture of 1:1 kaolin: PS fired at 1200oC, cristobalite was formed, instead of mullite, as observed in the XRD patterns.
Depok: Faculty of Engineering, Universitas Indonesia, 2018
UI-IJTECH 9:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Simanjuntak, Agustina A.Y.
Abstrak :
Provinsi Bangka Belitung memiliki potensi endapan kaolin yang cukup tinggi yaitu 13.781.446 ton. Pemanfaatan kaolin digunakan untuk berbagai industri seperti industri keramik, kertas, pelapis (coaster), pengisi (filler), isolator, dan industri lainnya. Selain itu, kaolin dapat diproduksi menjadi zeolite A sintetis. Proses kaolin menjadi zeolite A melalui tahapan metakaolinization dan zeolitization. Proses kaolin menjadi metakaolin pada suhu 750 ˚C selama 3 jam dan proses metakaolin menjadi zeolite A melalui pemanasan pada suhu 90 ˚C selama 8 jam dengan konsentrasi 3M. Untuk memproduksi zeolite A berbasis kaolin perlu dilakukan penilaian uji kelayakan untuk pengembangan produksi zeolite A dengan menggunakan beberapa aspek seperti aspek non finansial dan aspek finansial. Uji kelayakan menggunakan 4 skenario produksi yaitu 12 ton/hari, 16 ton/hari, 20 ton/hari, dan 24 ton hari. Berdasarkan hasil analisis skenario produksi zeolite A yang paling optimum adalah 24 ton/hari dengan kriteria aspek finansial dengan nilai Payback Period (PP) adalah 2 tahun 7 bulan, Net Present Value (NPV) bernilai Rp 2.944.741.357, dan Internal Rate of Return (IRR) sebesar 22% dengan nilai investasi sebesar Rp 17.524.623.494, Demikian juga hasil analisis non finansial terhadap aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, sosial dan ekonomi, serta lingkungan menunjukkan layak untuk dilaksanakan. Sehingga produksi zeolite A berbasis kaolin ini layak untuk dilaksanakan dengan umur produksi 20 tahun. ......Bangka Belitung Province has a high potential for kaolin deposits, which is 13,781,446 tons. The use of kaolin is used for various industries such as ceramics, paper, coatings (fillers), and other industries. In addition, kaolin can be produced into synthetic zeolite A. The process of kaolin becomes zeolite A through the stages of metakaolinization and zeolitization. The process of kaolin becomes metakaolin at temperature of 750 ˚C for 3 hours and the process of metakaolin becomes zeolite A by heating at temperature of 90 ˚C for 8 hours with NaOH 3M concentration. To produce zeolite A kaolin-based, it is necessary to evaluate the feasibility of developing zeolite A production using several aspects such as nonfinancial aspects and financial aspects. The feasibility test uses 4 production scenarios such as 12 tons/day, 16 tons/day, 20 tons/day, and 24 tons/day. Based on the most optimal scenario analysis zeolite A production is 24 tons/day with criteria of financial aspects, payback period (PP) is 2 years 7 months, net present value (NPV) of IDR 2,944,741,357, and the internal rate of return (IRR) of 22% with an investment value IDR 17,524,623,494, The results of non-financial aspects of the market, technical, management, legal, social and economic, and environmental shows are feasible. So that the production of zeolite A based on kaolin is feasible with production period of 20 years.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2018
T52378
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Revita Saragi
Abstrak :
ABSTRAK
Sintesis Zeolit NaY menggunakan sumber alam alumina dan silika memiliki banyak tantangan. Berfokus pada pengurangan bahan sintetis, dalam penelitian ini, sintesis telah dilakukan menggunakan kaolin alam Bangka Belitung sebagai sumber silika dan alumina. Pre-treatment pada kaolin diperlukan melalui proses aktivasi, pemurnian, dan kalsinasi. Selanjutnya, zeolit NaY juga disintesis menggunakan kaolin alami sebagai sumber silika dan alumina dengan beberapa jenis benih yang dibuat dari sumber silika yang berbeda, yaitu Ludox HS40, Na-silikat, dan NaY komersil dari Wako. Semua material kemudian dikarakterisasi menggunakan XRD, FTIR, dan SEM-EDX. Dapat dilihat bahwa seed dari Ludox HS40 memberikan NaY terbaik. Tapi, zeolite NaP menjadi pengotor utama. Rasio Si/Al NaY zeolit adalah ~1.78 dengan bentuk pola difraksi mirip dengan yang ada dalam literatur. Sehingga disimpulkan, sintesis NaY menggunakan aluminasilika alam sebagai sumber silika dan alumina cukup berhasil. Hasil uji perengkahan memperlihatkan jika katalis dengan material sintetik (HY sintetik) memiliki persen konversi, yield dan selektivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan katalis dengan campuran bahan alam (HY MKSE dan HY SE). Namun, setiap katalis memiliki persen yield dan selektivitas lebih tinggi terhadap produk C5 dibandingkan dengan produk lainnya.
ABSTRACT
Synthesis of sodium Y zeolite (NaY Zeolite) using natural sources of alumina and silica is interesting yet challenging. Focused on reducing synthetic material, in this research, synthesis has been carried out using Bangka natural Kaolin as silica and alumina sources. Pretreatment on kaolin was needed through the process of activation, purification, and calcination. The purpose of activation process is to remove the polar impurities, free oxides in the surface that cover up the pores, and release the water that trapped in the pores of the materials. The purification was conducted using Na-acetate buffer solution with ratio 1:3 (w/v). The calcination process was required because Si-O and Al-O structures in Kaolin are inactive and inert. Synthesis of NaY zeolite was conducted with the addition seed gel using hydrothermal method with 24 hours at the temperature 100 oC for crystallization. Furthermore, NaY zeolites were also synthesized using natural kaolin as silica and alumina sources with several types of seeds made from different silica sources, i.e Ludox HS40, Na-silicate, and NaY zeolite from Wako . All materials then were characterized using XRD, FTIR, and SEM-EDX. It can be seen that seed from Ludox HS40 gives the best NaY. But, NaP zeolite becomes the main impurities. The Si/Al ratio of NaY zeolite is ~1.78 but the shape of the crystals is similar to that in literature. To conclude, synthesis of NaY using natural aluminasilicates as source is considerably successful. The cracking test results show if the catalyst with synthetic material (HY synthetic) has a higher percent conversion, yield and selectivity compared to a catalyst with a mixture of natural materials (HY MKSE and HY SE). However, each catalyst has a higher percent yield and selectivity for C5 products compared to other products.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T51691
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>