Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sri Ayu Vernawati
Abstrak :
Latar Belakang: Masalah infeksi HIV meningkat berkaitan dengan perilaku seks tidak aman dan penggunaan NAPZA suntik. Estimasi jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia sekitar 90.000 sampai 130.000. Sejak 1 Desember 2003 WHO mencanangkan program 3 by 5 dengan tujuan akses terapi untuk semua dan sejak 1 September 2004 pemerintah menyediakan ARV secara cuma-cuma. Dalam mengakses terapi ARV, konseling dan tes sukarela (Voluntary Counseling and Testing atau VCT) merupakan jalur yang esensial dan layanan di Puskesmas diharapkan menjadi tulang punggung pelayanan. Adanya akses ARV ini diharapkan meningkatkan VCT. Tujuan: Mengetahui jumlah layanan VCT, tes CD4 dan penggunaan ARV di Puskesmas Kampung Bali pasca kebijakan ARV cuma-cuma, karakteristik serta alasan-alasan yang dapat menghambat VCT selain biaya obat. Metodologi: Dilakukan pengamatan pelayanan program VCT, tes CD4 dan akses ARV dalam 5 bulan pertama pasca kebijakan serta pencatatan data sekunder sebelum kebijakan. Seluruh yang telah melakukan VCT di Puskesmas Kampung Bali dan 100 orang berisiko tinggi berusia >15 tahun yang belum VCT dipilih dengan sistem cluster dan dilakukan wawancara terpimpin. Penelitian dilakukan sejak November 2004 -Maret 2005. Hasil: Dalam 8 bulan sebelum kebijakan, jumlah VCT sebanyak 18 orang,dalam 5 bulan pasca kebijakan jumlah VCT sebanyak 27 orang. Tampak adanya peningkatan pada penggunaan ARV. Mayoritas responden adalah laki-laki berusia 20-30 tahun, berpendidikan menengah, bekerja tidak tetap dan berpenghasilan rendah. Pada 100 responden yang belum VCT 64% memiliki tingkat pengetahuan sedang, 89% masih aktif suntik dan 34% berperilaku seksual tidak aman. Alasan tidak VCT karena merasa sehat, takut diketahui HIV dan rahasia tidak terjamin. Pada 13 responden yang VCT, 12 orang memiliki tingkat pengetahun sedang, 7 orang masih aktif suntik dan 10 orang berperilaku seks tidak aman. Alasan VCT terutama karena merasa berisiko dan adanya rasa ingin tahu. Simpulan: VCT pada 8 bulan sebelum dan 5 bulan sesudah kebijakan masing-masing adalah 18 dan 27 orang. Penggunaan ARV tampak ada peningkatan. Mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan yang cukup namun masih aktif suntik dan berperilaku seks tidak aman. Kurangnya kesadaran dan motivasi serta kekhawatiran akan dampak sosial HIV/AIDS menghambat pemanfaatan layanan VCT.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58444
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyuni Khaulah
Abstrak :
Sejak 5 tahun terakhir terjadi fenomena baru penyebaran HIV/AIDS yang sangat cepat di kalangan pengguna NAPZA suntik. Infeksi HIV di Indonesia cenderung akan tetap meningkat pada masa 5 tahun mendatang. Hal ini berhubungan dengan bertambah banyaknya penularan virus HIV melalui jarum suntik yang tercemar pada pengguna NAPZA suntik akibat praktek penggunaan jarum suntik secara bersama/bergantian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan praktek mencegah penularan HIV/AIDS di kalangan pengguna NAPZA suntik di Kampung Bali, Jakarta tahun 2004. Dalam menilai praktek mencegah penularan HIV/AIDS di kalangan pengguna NAPZA suntik ini, aspek penting yang menjadi perhatian meliputi adanya praktek splitting dan loading, yakni berbagi NAPZA yang telah dicampur pada satu semprit untuk dibagi dengan sesama teman pemakai, penggunaan jasa juru suntik illegal, pemakaian jarum suntik maupun peralatan secara bergantian, dan cara membersihkan jarum dan semprit. Rancangan penelitian yang digunakan adalah cross sectional, pengumpulan data primer dilakukan di wilayah Kampung Bali, Jakarta pada bulan Juni 2004, dengan jumlah sampel sebanyak 111 responden. Analisis data meliputi analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Hasil penelitian ini menyimpulkan, proporsi pengguna NAPZA suntik yang melakukan praktek mencegah yang baik terhadap penularan HIV/AIDS sebesar 23,4%, sedangkan yang buruk sebesar 76,6%. Proporsi pengguna NAPZA suntik yang melakukan praktek penggunaan jarum secara bersama/bergantian masih cukup tinggi yakni sebesar 82,9%. Hasil uji bivariat menunjukkan faktor-faktor yang berhubungan secara bermakna dengan praktek mencegah penularan HIV/AIDS di kalangan pengguna NAPZA suntik di wilayah Kampung Bali, Jakarta adalah: pendidikan, pengetahuan, sikap, dukungan kelompok sebaya, dan dukungan keluarga. Dari hasil uji analisis multivariat terdapat 2 variabel yang berhubungan bermakna dengan praktek mencegah penularan HTV/AIDS yaitu sikap (OR=4,67), dan dukungan kelompok sebaya (OR=4,91). Dari kedua variabel tersebut dapat disimpulkan bahwa variabel yang paling dominan adalah dukungan kelompok sebaya. Mengingat masih besar proporsi pengguna NAPZA suntik yang melakukan praktek mencegah yang buruk terhadap penularan HIV/AIDS, maka disarankan perlunya penerapan dan pengembangan program lain yang lebih efektif seperti program methadone untuk mengurangi praktek berbagi jarum di kalangan pengguna NAPZA suntik. Selain itu, perlunya membangun sikap positif pengguna NAPZA suntik dengan melibatkan peran pendidik kelompok sebaya maupun petugas kesehatan/lapangan. Daftar bacaan : 55 (1990 - 2004).
Factors Related to Prevent HIV/AIDS Infections Practice Among Injecting Drug Users in Kampung Bali, Jakarta, Year of 2004In last five years has occurred a new phenomenon of HIV/AIDS transmission which happens so fast among injecting drug users. HIV infection in Indonesia trends to increase for next five years. This is related to the increasing of using sharing injection needle. This study objective is to find out description ang factors which related to prevent HIV/AIDS infection practice among Injecting Drug Users in Kampung Bali, Jakarta, year of 2004. In assessing this practice, the important aspects which paying attention are splitting practice and loading practice, which are sharing NAPZA which has been mixed in one container and then shared to fellow user, illegal medical aide service for injection, injection needles or tools usage by turns, and method of cleansing injection and container. Design if this study is cross sectional, primary data collecting carried out in Kampung Bali region in June 2004, with number of sample is 111 respondents. Data has been analyzed using univariate analysis, bivariate analysis, and multivariate analysis. Result of this study concluding, injecting drug users proportion who done good preventing to HIV/AIDS infection practice is 23,4%, while those who practice bad preventing in 76,6%. Injecting drug users who practice sharing injection needle still high which is 82,9%. Result from bivariate analysis shows factors which related significantly to HIV/AIDS infection preventing practice among injecting drug users which are, education, knowledge, attitude, peer group support, and family support. There are two variables in multivariate analysis which significantly related to HIV/AIDS infection preventing practice among injecting drug users, which are attitude (OR=4,67) and peer group support (OR=4,91). Among these variables, peer group support is the most dominant factor. Consider there is still high proportion of injecting drug users who does bad prevention practice to the infection of HIV/AIDS, it is recommend the need of development and implementation effective program as methadone program to decrease needle sharing among injecting drug users. Also need to develop positive attitude of injecting drug users by involving peer group educator or health workers. References : 55 (1990-2004)
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13180
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Ayu Vernazvati
Abstrak :
Latar Belakang: Masalah infeksi HIV meningkat berkaitan dengan perilaku seks tidak aman dan penggunaan NAPZA suntik. Estimasi jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia sekitar 90.000 sampai 130.000. Sejak 1 Desember 2003 WHO mencanangkan program 3 by 5 dengan tujuan akses terapi untuk semua dan sejak 1 September 2004 pemerintah menyediakan ARV secara cuma-cuma. Dalam mengakses terapi ARV, konseling dan tes HIV sukarela (Voluntary Counseling and Testing atau VCT) merupakan jalur yang esensial dan layanan di Puskesmas diharapkan menjadi tulang punggung pelayanan. Adanya akses ARV ini diharapkan meningkatkan VCT. Tujuan. Mengetahui jumlah layanan VCT, tes CD4 dan penggunaan ARV di Puskesmas Kampung Bali pasca kebijakan ARV cuma-cuma, karakteristik serta alasan-alasan yang dapat menghambat VCT selain biaya obat. Metodologi. Dilakukan pengamatan pelayanan program VCT, tes CD4 dan akses ARV dalam 5 bulan pertama pasca kebijakan serta pencatatan data sekunder sebelum kebijakan. Seluruh yang telah melakukan VCT di Puskesmas Kampung Bali dan 100 orang berisiko tinggi berusia > 15 tahun yang belum VCT dipilih dengan sistem cluster dan dilakukan wawancara terpimpin Penelitian dilakukan sejak November 2004 - Maret 2005. Hasil. Dalam 8 bulan sebelum kebijakan, jumlah VCT sebanyak 18 orang,dalam 5 bulan pasca kebijakan jumlah VCT sebanyak 27 orang. Tampak adanya peningkatan pada penggunaan ARV. Mayoritas responden adalah laki-laki berusia 20-30 tahun, berpendidi3ran menengah, bekerja tidak tetap dan berpenghasilan rendah. Pada 100 responden yang belurn VCT 64% memiliki tingkat pengetahuan sedang, 89% masih aktif suntik dan 34% berperilaku seksual tidak aman. Alasan tidak VCT karena merasa sehat, takut diketahui HIV dan rahasia tidak terjamin. Pada 13 responden yang VCT, 12 orang memiliki tingkat pengetahun sedang, 7 orang masifi aktif suntik dan 10 orang berperilaku seks tidak aman. Alasan VCT terutama karena merasa berisiko dan adanya rasa ingin tahu. Simpulan. VCT pada 8 bulan sebelum dan 5 bulan sesudah kebijakan masing-masing adalah 18 dan 27 orang. Penggunaan ARV tampak ada peningkatan. Mayoritas responden memiliki tingkat pengetahuan yang cukup namun masih aktif suntik dan berperilaku seks tidak aman. Kurangnya kesadaran dan motivasi serta kekhawatiran akan dampak sosial HIV/AIDS menghambat pemanfaatan layanan VCT.
Background. Problem of HIV infection is increased related to unsafe sex behavior and usage of NAPZA injection. Estimation of HIV/AIDS cases in Indonesia was around 90.000 to 130.000. Since December 01, 2003 WHO has implemented the 3 by 5 program with the purpose of therapy access for all and since September 01, 2004 government has provided ARV for free. In accessing ARV therapy, Voluntary Counseling and HIV Testing (VCT) is an essential way and service in basic level (e.g. Society Health Center/Puskesmas) has to be the backbone of the service. It is hoped that numbers of VCT will increase in line with the guarantee of ARV access. Objective. To know numbers of VCT services, CD4 and usage of ARV in Puskesmas Kampung Bali after the implementation of free ARV policy, characteristics and reasons that could hinder the high risk group for VCT beside dugs cost Methodology. Research on VCT program services, test CD4 and ARV access was conducted for 5 months. All people who have done VCT in Puskesmas Kampung Bali and 100 high-risk people aged > 15 years who haven't done VCT , chosen with cluster system and met the inclusion criteria, were participated in the research conducted on November 2004 - Maret 2005 and went through guided interview. Result. In 8 months before the implementation of the policy, there were 18 peoples and then in 5 months after the policy implementation there were 27 peoples have done VCT. There's increase of ARV usage. Majority of respondent who haven't and have done VCT, are male aged 20-30 years, mid level education, no permanent job and low income. Out of 100 respondents who haven't done VCT, 64% has mid level knowledge, 48% knows the availability of free ARV, 89% has routine injection and 34% practice unsafe sex behavior. The reason for not having VCT is feeling healthy, afraid of being known to have HIV and unsafe secret show the lack of awareness and motivation. Reason of cost of treatment 1 transportation in general was not ensured yet. Out of 13 respondents who has done VCT, 12 people has mid level of knowledge, 7 has still routine injection and 10 has unsafe sex behavior. Reason for having VCT is knowing the risk. Summary. Numbers of VCT 8 month prior and 5 month after the implementation of the policy were 18 and 27 peoples.The ARV usage is also increases. Knowledge on HIV/AIDS and availability of free ARV is enough but majority has still active having injection and practice unsafe sex behavior. Lack of awareness, motivation and afraid of HIV/AIDS social consequences are reasons that could hinder VCT.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21442
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library