Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 9 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kartika
"Nerium oleander Linn. telah banyak digunakan secara tradisional sebagai kardiotonik. Beberapa penelitian sebelumnya telah membuktikan adanya aktivitas antiinflamasi dan antibakteri pada ekstrak metanol dan etanol dari akar, daun dan bunga N. oleander Linn. terhadap beberapa bakteri secara umum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekstrak daun N. oleander Linn. yang memiliki khasiat antibakteri terhadap bakteri penyebab jerawat. Digunakan empat macam ekstrak untuk ditentukan aktivitas antibakterinya. Ekstrak-ekstrak tersebut adalah ekstrak n-heksana, ekstrak diklorometana, ekstrak etanol dan ekstrak air. Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode dilusi untuk menentukan Kadar Hambat Minimal secara penipisan lempeng agar dan metode difusi (Kirby-Bauer) dengan mengukur diameter zona hambatan di sekeliling silinder. Digunakan juga pembanding tetrasiklin HCl sebagai antibiotik standar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol dan air memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Propionibacterium acnes meskipun jauh lebih rendah dibandingkan dengan aktivitas antibakteri tetrasiklin HCl terhadap kedua bakteri tersebut."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2006
S32552
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Liza Noah Febriana
"Latar belakang: Temulawak memiliki efek antibakteri terhadap S.mutans dan P.gingivalis. Namun efektivitas pada biofilm butuh penelitian lanjutan.
Tujuan: Mengevaluasi efektivitas ekstrak etanol temulawak teridentifikasi (EETT) dalam menghambat pembentukan biofilm S.mutans dan P.gingivalis tunggal maupun kombinasi.
Metode: S.mutans ATCC 25175 dan P.gingivalis ATCC 33277 diuji untuk menetapkan KHM dan KBM menggunakan teknik microdilution. Efektivitas penghambatan biofilm diuji dengan crystal violet.
Hasil: Nilai KHM dan KBM EETT terhadap S.mutans adalah 5% dan 15%. Konsentrasi inhibisi biofilm minimum S.mutans 1%; P.gingivalis 15%; dan biofilm kombinasi 0,5%.
Kesimpulan: Ekstrak etanol temulawak teridentifikasi efektif menghambat pembentukan biofilm S.mutans dan P.gingivalis tunggal maupun kombinasi.

Background: Java Turmeric had antibacterial effect against S.mutans and P.gingivalis but effectiveness for biofilm needed further research.
Objective: To evaluate the effectiveness of identified java turmeric ethanol extract (IJTEE) against S.mutans and P.gingivalis single and combination biofilm.
Methods: S.mutans ATCC 25175 and P.gingivalis ATCC 33277 were tested for MIC and MBC using microdilution technique and inhibition biofilm formation was analyzed using crystal violet assay.
Results: MIC and MBC of S.mutans is 5% and 15%. Minimum inhibition biofilm of S.mutans 1%; P.gingivalis 15%; and combination 0,5%.
Conclusion: IJTEE was effective inhibiting S.mutans and P.gingivalis single and combination biofilm.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeanita Haldy
"Bakteriosin merupakan suatu senyawa protein yang memiliki efek bakterisida terhadap mikroorganisme lain. Bakteri Weissella confusa MBF8-1 yang telah berhasil diisolasi dari produk ampas kacang kedelai terfermentasi, diketahui memiliki aktivitas Bacteriosin Like Inhibitory Substance (BLIS) terhadap bakteri Leuconostoc mesenteroides. Berdasarkan data pada GenBank, terdapat tiga jenis bakteriosin dari W.confusa MBF8-1, yaitu bakteriosin 1, 2, dan 3. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekspresi dan karakterisasi salah satu bakteriosin yang dimiliki, yaitu bac2 dengan menggunakan SDS-PAGE. Dalam penelitian sebelumnya, peptida bakteriosin rekombinan Bac2 telah diklon ke Bacillus subtilis DB403. Keberadaan peptida rekombinan Bac2 telah diverifikasi dengan PCR menggunakan primer spesifik. Purifikasi dilakukan dengan menggunakan kolom afinitas HisTrap FF dan diliofilisasi dengan metode freeze-dry. SDS-PAGE digunakan untuk karakterisasi bobot molekul. Uji KHM terhadap bakteri uji Leuconostoc mesenteroides TISTR dilakukan sebagai uji aktivitas antimikroba serta konfirmasi karakterisasi. Hasil SDS-PAGE menunjukkan bahwa peptida Bac2 tidak berhasil dikarakterisasi, fraksi elusi Bac2 menunjukkan pita ukuran ± 84 kDa sedangkan kalkukasi sekuens asam amino diduga ukuran peptida Bac2 adalah 3,96 kDa. Hal ini terjadi karena terbentuknya agregat yang disebabkan oleh sifat bakteriosin. Uji KHM menunjukkan bahwa fraksi elusi Bac2 tidak memiliki aktivitas antimikroba yang potensial ketika diaplikasikan dalam bentuk bakteriosin tunggal.

Bacteriocin is a protein that has a bactericidal effect against other microorganisms. Weissella confusa MBF8-1 was isolated from waste of fermented soya and showed Bacteriosin Like Inhibitory Substance (BLIS) activity against bacteria Leuconostoc mesenteroides. Based on data on the GenBank, there are three types of bacteriocin produced by W.confusa MBF8-1, Bacteriocin 1,2,3. The objective of this study is to observe the expression and characterization one of bacteriocin, that is bac2 by using SDS-PAGE. In previous study, recombinant bacteriocin peptide Bac2 was cloned into Bacillus subtilis DB403. The existence of recombinant peptide Bac2 has been successfully proved by PCR with spesific primer. Purification method have been done using HisTrap FF affinity coloumn and was liofilized using freeze-dry method. SDS-PAGE has been done to characterize its molecular mass and showed that Bac2 peptide cannot be successfully characterized. Bac2 elution fraction showed band at size ± 84 kDa while by calculation amino acid sequence the molecular mass should be 3,96 kDa. Its happened due to aggregation caused by characteristic of bacteriocin. Minimum Inhibitory concentrations (MIC) test against Leuconostoc mesenteroides TISTR have been done as an antimicrobial activity assay and confirmation of characterization, the result didn?t show potential activity at elution fraction when application as a single bacteriocin.
"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2016
S65142
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Dwi Wahyuni
"Latar belakang. Dermatofitosis adalah infeksi jamur yang disebabkan dermatofita, yang banyak terjadi di negara tropis dan masih menjadi masalah kesehatan kulit di masyarakat, terutama di Indonesia. Infeksi yang disebabkan dermatofita memerlukan pengobatan antijamur yang lama, dan dapat terjadi kekambuhan dan kronisitas. Oleh karena itu, uji kepekaan dermatofita terhadap antijamur sangat menunjang untuk penatalaksanaan pasien. Metode standar untuk uji kepekaan dermatofita yang diakui oleh Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI) adalah metode mikrodilusi kaldu (M38-A2). Metode berbasis agar seperti metode difusi cakram adalah metode alternatif lain yang menjanjikan, karena lebih sederhana, memiliki reprodusibilitas tinggi, murah, dan lebih cepat dibandingkan metode mikrodilusi kaldu.
Tujuan penelitian. Penggunaan metode difusi cakram untuk alternatif uji kepekaan dermatofita terhadap flukonazol.
Metode Penelitian. Desain penelitian ini adalah studi potong lintang. Sampel diperoleh dari pasien dengan diagnosis dermatofitosis di poliklinik Departemen Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo, Jakarta, selama kurun waktu November 2012- Agustus 2013
Hasil dan Pembahasan. Jumlah sampel dermatofita yang diuji adalah 40 sampel yang diisolasi dari 113 spesimen klinik, yang terdiri dari kerokan kulit, kuku, dan rambut. Dilakukan uji kepekaan terhadap flukonazol menggunakan metode difusi cakram dan metode mikrodilusi kaldu M38-A2 CLSI pada 5 spesies yaitu Trichophyton rubrum (20), Trichophyton mentagrophytes (11), Epidermophyton floccosum (4), Microsporum gypseum (3) dan Microsporum canis (2). Korelasi yang signifikan diperoleh antara diameter zona hambat (DZH) dan kadar hambat minimum (KHM) flukonazol terhadap dermatofita (r = - 705; p< 0,001). Sebaran nilai DZH terhadap KHM flukonazol pada kelima spesies dermatofita sangat bervariasi. Nilai ambang diameter zona hambat resisten Trichophyton rubrum terhadap flukonazol adalah 43 mm, dengan nilai sensitivitas 78% dan spesifisitas 55% pada kurva ROC, dengan nilai area under curve (AUC) 0,712 dan nilai p > 0,05.
Kesimpulan. Metode difusi cakram dapat menjadi pemeriksaan alternatif yang mudah untuk uji kepekaan dermatofita terhadap antijamur di laboratorium klinik rutin, walaupun masih perlu diujikan kembali dengan sampel yang lebih banyak.

Background. Dermatophytosis is a fungal infection caused by dermatophytes, which is major public skin problems in tropical countries, particularly in Indonesia. Dermatophyte infections need long-term treatment with antifungal agents, and often become recurrent and chronic. Therefore, antifungal susceptibility testing of dermatophytes against antifungal is helpful to support patient management. The standard method for antifungal susceptibility testing of dermatophytes which is approved by Clinical and Laboratory Standards Institute (CLSI) is broth microdilution (M38-A2). Agar based methods such as diskdiffusion is another promising method, because it is simple, reproducible, and faster than broth microdilution. Objective. To use disk diffus ion methodas a promising antifungal susceptibilitytesting for dermatophytes against fluconazole.
Methods. Design of this study is cross sectional. Samples were collected from patients with clinical diagnosis of dermatophytoses in the clinic of Dermatology and Venereology in Cipto Mangun Kusumo National Hospital Jakarta, during November 2012 to August 2013.
Result and Discussion. Total of 40 dermatophytes samples were isolated from 113 clinical specimens, which were consisted of skin scrapings, nails, and hair. Susceptibility against fluconazole using the disc diffusion method and broth microdilution method CLSI M38-A2 were tested to 5 species, i.e. Trichophyton rubrum (20), Trichophyton mentagrophytes (11), Epidermophyton floccosum (4), Microsporum gypseum (3) and Microsporum canis (2). A significant correlation was found between the inhibition zone diameter (IZDs) and minimum inhibitory concentration (MICs) to fluconazole (r = - 705; p< 0,001). The distribution of inhibition zone diameter versus minimum inhibitory concentration of fluconazole on five species of dermatophytes was diversed. Threshold value of inhibition zone diameter 43 mm for Trichophyton rubrum resistance againts fluconazole, sensitivity 78% and specificity of 55% were obtained in the ROC curve, and the value of the area under the curve (AUC) 0.712, p>0.05.
Conclusion. Disk diffusion could become a promising method for the antifungal susceptibility testing of dermatophytes against fluconazole in routine clinical laboratory, eventhough it still needs to be tested again with more samples.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggita Dwi Suryani
"Resistensi antibiotik menjadi salah satu permasalahan kesehatan yang telah mengancam kesehatan dunia. Perkembangan resistensi antibiotik juga mengakibatkan meningkatnya permintaan agen antimikroba baru. Beberapa tahun terakhir, tanaman obat telah banyak dieksplorasi oleh para peneliti sebagai langkah awal dalam penemuan obat antimikroba baru. Bahkan, sebanyak 50% agen antibakteri yang disetujui oleh FDA berasal dari produk alami. Tujuan penelitian ini dilakukan untuk menguji potensi daya antibakteri dari ekstrak kulit kayu masoyi yang diperoleh dengan metode Ultrasound-Assisted Extraction menggunakan pelarut n-heksana, etil asetat, dan etanol 96% terhadap bakteri patogen yaitu Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, serta Pseudomonas aeruginosa. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ekstrak etanol, etil asetat, dan n-heksana kulit kayu masoyi menunjukkan adanya aktivitas antibakteri terhadap bakteri patogen seperti E. coli, S. typhimurium, B. cereus, dan S. aureus. Uji aktivitas antibakteri dilakukan dengan menggunakan dua metode yaitu metode difusi cakram kertas dan metode makrodilusi. Hasil dari uji difusi cakram kertas menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana memiliki aktivitas antibakteri lebih baik dengan potensi lemah hingga kuat (1,05-10,33 mm) dibandingkan dengan ekstrak etil asetat (0,82-4,63 mm) dan etanol 96% (0,5-3,81 mm) yang hanya berpotensi lemah terhadap bakteri S. aureus, S. epidermidis, dan P. aeruginosa. Konsentrasi hambat minimal ditentukan dengan metode makrodilusi. Hasil uji makrodilusi menunjukkan bahwa ekstrak n-heksana, etil asetat, dan etanol 96% semuanya menunjukkan aktivitas antibakteri yang lemah dengan nilai KHM > 1.000 µg/mL terhadap bakteri S. aureus, S. epidermidis, dan P. aeruginosa.

Antibiotic resistance is one of the health problems that has threatened global health. The development of antibiotic resistance has also led to an increased demand for new antimicrobial agents. In recent years, medicinal plants have been extensively explored by researchers as a first step in the discovery of new antimicrobial drugs. As many as 50% of FDA-approved antibacterial agents are derived from natural products. This study aimed to test the antibacterial potential of masoyi bark extract obtained by ultrasound-assisted extraction using n-hexane, ethyl acetate, and ethanol 96% as solvents against pathogenic bacteria, i.e., Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis, and Pseudomonas aeruginosa. Previously, extracts of ethanol, ethyl acetate, and n-hexane from masoyi bark were reported for antibacterial activity against pathogenic bacteria such as E. coli, S. typhimurium, B. cereus, and S. aureus. The antibacterial activity test was carried out using two methods, which were the disc diffusion method and the macro dilution method. The results of the paper disk diffusion test showed that the n-hexane extract had a better antibacterial activity with weak to strong potency (1.05-10.33 mm) than the ethyl acetate extract (0.82-4.63 mm) and ethanol 96% extract (0.5-3.81 mm) which had only a weak potential against S. aureus, S. epidermidis, and P. aeruginosa. Minimum inhibition concentration was determined by a macro dilution method. The results showed that the extracts of n-hexane, ethyl acetate, and ethanol 96% all exhibited weak antibacterial activity with MIC values > 1,000 µg/mL against S. aureus, S. epidermidis, and P. aeruginosa bacteria."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lia Meilawati
"Dalam beberapa tahun terakhir ini terjadi infeksi mikroba yang menyebabkan tingginya morbiditas dan mortalitas. Infeksi yang disebabkan oleh spesies mikroba umum terjadi pada pasien dengan gangguan sistem kekebalan, luka yang tidak ditangani dengan benar, tidak tersedianya antibiotik dan penggunaan dosis antibiotik yang tidak tepat. Meningkatnya tingkat resistensi bakteri terhadap agen antimikroba klinis dan dampaknya terhadap pengobatan penyakit menular mulai menghadirkan banyak masalah di seluruh dunia. Resiko yang besar akan terjadi karena adanya bakteri patogen infeksius yang resistan terhadap obat, resistan terhadap beberapa obat (Multidrugs Resistance) dan resisten terhadap obat secara luas (Extensively Drug Resistance). Komplikasi yang semakin meningkat, menunjukkan fakta banyak agen antibakteri yang dapat menyebabkan mutasi dan resistensi, seringkali dengan mekanisme yang berbeda. Resistensi yang muncul dari beberapa spesies mikroba terhadap beberapa agen antimikroba sintetis, sehingga perlu untuk melanjutkan pencarian agen antimikroba baru. Asam sinamat merupakan kelompok senyawa asam karboksilat tak jenuh yang terdapat pada Alpinia sp, diketahui memiliki banyak aktivitas farmakologis yaitu sebagai anti bakteri, antitumor, antikanker, antioksidan, antimikroba, antiinflamasi. Salah satu aktivitas asam sinamat yaitu untuk meningkatkan aktivitas anti bakteri pada antibiotik dengan menghambat pertumbuhan MRSA, P. aeruginosa, dan E. coli. Dari hasil penelitian sebelumnya, diketahui bahwa asam sinamat merupakan senyawa yang diperoleh dari hidrolisis senyawa metil sinamat yang merupakan penanda (biomarker) dan komponen utama metabolit sekunder didalam tanaman Alpinia sp. Dalam kegiatan penelitian ini akan dipelajari aktivitas antibakteri dari derivatisasi asam sinamat. Penelitian ini berhubungan dengan bakteri Gram-positif dan Gram-negatif yang diisolasi secara klinis terhadap senyawa yang disintesis dan sebagian besar senyawa yang diuji bertindak sebagai agen antibakteri yang kuat. Aktivitas antibakteri akan dilakukan secara in vitro dari senyawa yang disintesis dengan melihat hambatannya dan nilai KHM.

In recent years there have been microbial numerous infections which caused high morbidity and mortality. Infections caused by microbial species are common in patients with compromised immune systems, high medical costs and significant mortality. The increasing levels of bacterial resistance to clinical antimicrobial agents and their impact on the treatment of infectious diseases are starting to present many problems worldwide. A great risk will occur because of the presence of infectious pathogenic bacteria that are resistant to drugs, resistant to several drugs (Multidrug Resistance) and resistant to drugs widely (Extensive Drug Resistance). Complications are increasing, indicating the fact that many antibacterial agents can cause mutations and resistance, often by different mechanisms. Resistance is emerging from some microbial species to some synthetic antimicrobial agents, so it is necessary to continue the search for new antimicrobial agents. Cinnamic acid is a group of unsaturated carboxylic acid compounds found in Alpinia sp. It is known to have many pharmacological activities, namely as anti-bacterial, antitumor, anticancer, antioxidant, antimicrobial, and anti-inflammatory. One of the activities of cinnamic acid is to increase the anti-bacterial activity of antibiotics by inhibiting the growth of MRSA, P. aeruginosa, and E. coli. From the results of previous studies, it is known that cinnamic acid is a compound obtained from the hydrolysis of methyl cinnamic compounds which is a biomarker and the main component of secondary metabolites in Alpinia sp. In this research activity, the antibacterial activity of cinnamic acid derivatization will be studied. This study related Gram-positive and Gram-negative bacteria isolated clinically to the synthesized compounds and most of the tested compounds acted as strong antibacterial agents. Antibacterial activity will be carried out in vitro from the compound synthesized by looking at the resistance and MIC value."
Depok: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Syafi`
"Latar Belakang: Karies gigi merupakan suatu permasalahan utama mengenai kesehatan gigi dan mulut di Indonesia. Menurut Riskesdas tahun 2018 prevalensi karies di Indonesia mencapai 88,8%. Karies gigi dapat terjadi disebabkan oleh bakteri patogen Streptococcus mutans yang menjadi faktor patogen utama terbentuknya karies gigi. Karies dapat terbentuk karena terdapat peran dari bakteri Streptococcus mutans dan Streptococcus sanguinis. Maka saat ini diperlukan pengembangan dari agen antibakteri, salah satu nya terhadap bakteri penyebab karies gigi. Pengembangan agen antibakteri yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan bahan alam sebagai agen antibakteri. Salah satu bahan alam yang dapat digunakan sebagai agen antibakteri adalah kulit semangka. Kulit semangka (Citrullus lanatus) memiliki banyak manfaat di bidang medis, salah satu nya sebagai agen antibakteri. Kulit semangka ternyata mengandung bahan fitokimia seperti: flavonoid, terpenoid, tanin, saponin, dan alkanoid yang dapat berperan sebagai antibakteri. Tujuan: Mengetahui dan menganalisis efektivitas ekstrak kulit semangka (Citrullus lanatus) dalam menghambat pertumbuhan dan membunuh koloni bakteri Streptococcus mutans (ATCC 25175) dan Streptococcus sanguinis (ATCC 10556) serta membandingkan efektivitas ekstrak kulit semangka dengan chlorhexidine (kontrol positif). Metode: Efektivitas ekstrak kulit semangka terdapat bakteri Streptococcus mutans (ATCC 25175) dan Streptococcus sanguinis (ATCC 10556) dilihat dari uji Kadar Hambat Minimum (KHM) dan uji Kadar Bunuh Minimum (KBM) dengan konsentrasi ekstrak kulit semangka yang digunakan adalah 30%, 20%, dan 10%. Selanjutnya hasil tersebut dianalisis dengan uji statistik One Way Anova. Hasil: Ekstrak kulit semangka (Citrullus lanatus) dapat menghambat pertumbuhan dan membunuh koloni bakteri Streptococcus mutans (ATCC 25175) dan Streptococcus sanguinis (ATCC 10556) dengan nilai KHM 10% dan KBM 10%. Melalui uji statistik One Way Anova didapatkan hasil bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna pada efektivitas ekstrak kulit semangka dengan chlorhexidine (p ³ 0,05). Kesimpulan: Ekstrak kulit semangka (Citrullus lanatus) dapat menghambat pertumbuhan bakteri serta membunuh koloni bakteri Streptococcus mutans (ATCC 25175) dan Streptococcus sanguinis (ATCC 10556) sehingga dapat menjadi agen antibakteri terhadap karies gigi.

Background: Dental caries is a major problem regarding dental and oral health in Indonesia. According to Riskesdas in 2018, caries prevalence in Indonesia reached 88.8%. Dental caries can be caused by the pathogenic bacteria Streptococcus mutans which is the main pathogenic factor for the formation of dental caries. Caries can be formed because of the role of the bacteria Streptococcus mutans and Streptococcus sanguinis. So now it is necessary to develop antibacterial agents, one of which is against bacteria that cause dental caries. The development of antibacterial agents can be done is to using natural ingredients as antibacterial agents. One of the natural ingredients that can be used as an antibacterial agent is watermelon peel. Watermelon peel (Citrullus lanatus) has many medical benefits, one of which is as an antibacterial agent. Watermetoln peel turns out to contain phytochemicals such as flavonoids, terpenoids, tannins, saponins, and alkaloids that can act as antibacterial. Objectives: To determine and determine the effectiveness of watermelon peel extract (Citrullus lanatus) in inhibiting the growth and killing bacterial colonies of Streptococcus mutans (ATCC 25175) and Streptococcus sanguinis (ATCC 10556) and to compare the effectiveness of watermelon peel extract with chlorhexidine (positive control). Methods: The effectiveness of watermelon peel extract contained Streptococcus mutans(ATCC 25175) and Streptococcus sanguinis (ATCC 10556) seen from the Minimum Inhibitory Concentration (MIC) test and Minimum Killing Concentration (MBC) test with concentrations of watermelon peel extract used were 30%, 20%, and 10%. Furthermore, these results were analyzed by using One Way Anova statistical test. Results: Watermelon peel extract (Citrullus lanatus) could inhibit the growth and kill the bacterial colonies of Streptococcus mutans (ATCC 25175) and Streptococcus sanguinis (ATCC 10556) with a MIC value of 10% and MBC of 10%. Through the One Way Anova statistical test, the results showed that there was no significant difference in the effectiveness of watermelon peel extract with chlorhexidine (p ³ 0.05). Conclusion: Watermelon peel extract (Citrullus lanatus) can inhibit bacterial growth and kill bacterial colonies of Streptococcus mutans (ATCC 25175) and Streptococcus sanguinis (ATCC 10556) so that it can be an antibacterial agent against dental caries."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kelcy Theresia Gotama
"Latar Belakang: Penyakit periodontal merupakan salah satu masalah kesehatan gigi dan mulut utama di Indonesia, dengan prevalensi sebesar 74,1% pada tahun 2018. Salah satu penyebab utama dari periodontitis merupakan akumulasi biofilm yang mengalami pematangan menjadi plak di daerah permukaan gigi, khususnya subgingiva yang kaya akan bakteri anaerobik seperti Porphyromonas gingivalis dan Treponema denticola. Maka dari itu, perlu dilakukan tindakan pencegahan dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut. Hingga saat ini, agen antiplak gold standard di bidang kedokteran gigi ialah Chlorhexidine 0,2%. Namun, penggunaan Chlorhexidine dalam jangka panjang dapat menyebabkan beberapa efek samping. Oleh karena itu, dicarilah alternatif dari Chlorhexidine sebagai agen antibakteri—salah satunya yaitu kulit semangka. Kulit semangka merupakan bagian buah semangka yang tinggi akan zat fitokimia yang memiliki kemampuan antibakteri, seperti saponin, tanin, alkanoid, flavonoid, dan terpenoid, namun khasiatnya belum banyak diteliti di Indonesia.
Tujuan: Mengetahui dan menganalisa aktivitas antibakteri ekstrak kulit semangka (Citrullus lanatus) dalam menghambat pertumbuhan serta membunuh bakteri Porphyromonas gingivalis dan Treponema denticola, dan membandingkannya dengan kemampuan antibakteri gold standard anti-plaque agent yaitu Chlorhexidine 0,2%.
Metode: aktivitas antibakteri ekstrak kulit semangka terhadap bakteri Porphyromonas gingivalis (ATCC 33277) dan Treponema denticola (ATCC 35405) diamati melalui uji Kadar Hambat Minimum (KHM) dengan mengukur Optical Density dari sampel menggunakan microplate reader dan uji Kadar Bunuh Minimum (KBM) dengan mengukur secara visual koloni bakteri yang terbentuk setelah dipaparkan ekstrak dengan konsentrasi 30%, 20%, dan 10%. Selanjutnya hasil dioleh secara statistik.
Hasil: Ekstrak kulit semangka (Citrullus lanatus) dapat menghambat pertumbuhan serta membunuh koloni bakteri Porphyromonas gingivalis dan Treponema denticola dengan nilai KHM 10% dan KBM 10%. Uji komparatif secara statistik dengan uji One-Way Anova menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara aktivitas antibakteri ekstrak kulit semangka (Citrullus lanatus) dengan Chlorhexidine 0,2%.
Kesimpulan: Ekstrak kulit semangka (Citrullus lanatus) dapat menghambat pertumbuhan serta membunuh koloni bakteri Porphyromonas gingivalis dan Treponema denticola sehingga dapat dipertimbangkan sebagai alternatif agen antibakteri untuk mencegah penyakit periodontal.

Background: Periodontal disease is one of the main oral and dental health diseases in Indonesia, with a prevalence of 74,1% in 2018. The etiology of periodontal disease is multifactorial. One of the main causes is the accumulation of dental biofilm which matures, forming plaque on tooth surfaces, particularly the subgingival area that has an abundance of anaerobic bacteria such as Porphyromonas gingivalis and Treponema denticola. Hence, preventive measures has to be implemented in order to preserve oral and dental health. One way to do so is by regular usage of oral rinses. Chlorhexidine 0,2% is considered to be the gold-standard antiplaque agent in today’s dental field. However, long-term use of Chlorhexidine may lead to several side effects. As a result, researchers have begun looking for alternatives to Chlorhexidine as an antibacterial and antiplaque agent—one of which is watermelon peel. Watermelon peel is rich in phytochemicals which possess antibacterial properties, such as saponin, tannin, alkanoid, flavonoid, and terpenoid; however, its benefits have not been studied much in Indonesia.
Goal: To analyze the antibacterial activity of watermelon (Citrullus lanatus) peel extract in preventing the growth and eliminating bacteria colonies of Porphyromonas gingivalis and Treponema denticola as well as comparing them to the antibacterial activity of Chlorhexidine 0,2% as gold standard.
Method: the antibacterial activity of watermelon peel extract against the bacteria Porphyromonas gingivalis (ATCC 33277) and Treponema denticola (ATCC 35405) is observed through the Minimum Inhibitory Concentration (MIC) test by measuring the Optical Density (OD) of the studied samples through a microplate reader, as well as the Minimum Bactericidal Concentration (MBC) test by visually counting the number of colonies formed after being exposed to the extracts at 30%, 20%, and 10% concentration. Afterwards, the data collected is statistically.
Results: Watermelon peel extract is capable of inhibiting as well as eliminating bacterial colonies of Porphyromonas gingivalis and Treponema denticola with MIC score of 10% and MBC score of 10%. Statistical comparative test reveals that there’s no significant difference between the antibacterial activity of all sample groups of watermelon peel extract and Chlorhexidine 0,2%.
Conclusion: Watermelon peel extract can inhibit the growth as well as eliminate bacterial colonies of Porphyromonas gingivalis and Treponema denticola, which makes it a considerable alternative as antibacterial agent in order to prevent periodontal diseases.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cantika Prasna Pratistha
"Latar Belakang: Penyakit periodontal berkaitan dengan peradangan kronis yang mempengaruhi jaringan pendukung gigi, termasuk jaringan gingiva, ligamen periodontal, dan tulang alveolar dalam bentuk penyakit yang lebih parah. Etiologi dari periodontitis adalah karena adanya perubahan jumlah relative takson spesifik pada yang memicu penyakit ini. Salah satu patogen kunci dalam perubahan lingkungan mikroba ini adalah Aggregatibacter actinomycetemcomitans dan Porphyromonas gingivalis. Asupan obat-obatan konvensional terkadang menyebabkan resistensi antibiotik, sehingga obat herbal digunakan bertahap sebagai alternatif. Salah satu herbal yang potensial ialah Cyperus rotundus L. atau rumput teki yang dikenal sebagai obat herbal yang umum digunakan untuk mengobati beberapa gangguan klinis. C. rotundus dilaporkan memiliki banyak aktivitas farmakologis, khususnya aktivitas antimicrobial. Studi in vivo dan in vitro membuktikan keefektifannya terhadap beberapa penyakit. Tujuan: Mengetahui dan menganalisis efektivitas ekstrak etanol rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.) dalam menghambat pertumbuhan dan membunuh koloni bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans dan Porphyromonas gingivalis serta membandingkan efektivitas ekstrak etanol rimpang rumput teki dengan chlorhexidine (kontrol positif). Metode: Efektivitas ekstrak etanol rimpang rumput teki terhadap bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans dan Porphyromonas gingivalis dilihat dari uji Kadar Hambat Minimum (KHM) dan uji Kadar Bunuh Minimum (KBM) dengan konsentrasi ekstrak etanol rimpang rumput teki yang digunakan adalah 50%, 25%, 12,5%, 6,25%, dan 3,125%. Selanjutnya hasil tersebut dianalisis dengan uji statistik One Way Anova. Hasil: Ekstrak etanol rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.) dapat menghambat pertumbuhan, namun tidak dapat membunuh koloni bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans dengan nilai KHM 3,125% dan Porphyromonas gingivalis dengan nilai KHM 6,25%. Nilai KBM pada kedua bakteri tidak dapat ditetapkan. Melalui uji statistik One Way Anova didapatkan hasil bahwa terdapat perbedaan bermakna pada efektivitas ekstrak etanol rimpang rumput teki dengan Chlorhexidine 0,2% (p < 0,05). Kesimpulan: Ekstrak etanol rimpang rumput teki (Cyperus rotundus L.) dapat menghambat pertumbuhan bakteri, namun tidak dapat membunuh koloni bakteri Aggregatibacter actinomycetemcomitans dan Porphyromonas gingivalis sehingga dapat dipertimbangkan untuk menjadi agen antibakteri terhadap periodontitis.

Background: Periodontal disease is associated with chronic inflammation that affects the supporting tissues of the teeth, including the gingival tissues, periodontal ligament, and alveolar bone in more severe forms of the disease. The etiology of periodontitis is due to changes in the relative number of specific taxa that trigger this disease. One of the key pathogens in this changing microbial environment is Aggregatibacter actinomycetemcomitans and Porphyromonas gingivalis. Intake of conventional medicines sometimes causes antibiotic resistance, so herbal medicines are used gradually as an alternative. One of the potential herbs is Cyperus rotundus L. or nut grass which is known as a herbal medicine that is commonly used to treat several clinical disorders. C. rotundus is reported to have many pharmacological activities, especially antimicrobial activity. In vivo and in vitro studies prove its effectiveness against several diseases. Objectives: To determine and analyze the effectiveness of ethanol extract of nutgrass rhizome (Cyperus rotundus L.) in inhibiting growth and killing bacterial colonies Aggregatibacter actinomycetemcomitans andPorphyromonas gingivalis and to compare the efficacy of ethanol extract of nutgrass rhizome with chlorhexidine (positive control). Methods: The effectiveness of the ethanol extract of nutgrass rhizome against the bacteria Aggregatibacter actinomycetemcomitans and Porphyromonas gingivaliswas seen from the Minimum Inhibitory Concentration (MIC) test, and Minimum Bactericidal Concentration (MBC) test with the concentration of ethanol extract of the nutgrass rhizome used was 50%, 25%, 12.5%, 6.25 %, and 3.125%. Furthermore, these results were analyzed with the One Way ANOVA statistical test. Results: The ethanol extract of nutgrass (Cyperus rotundus L.) rhizome could inhibit growth but not kill the bacterial colonies Aggregatibacter actinomycetemcomitans with a MIC value of 3.125% and Porphyromonas gingivalis with a MIC value of 6.25%. MBC values for both bacteria could not be determined. Through the One Way ANOVA statistical test, it was found that there was a significant difference in the effectiveness of the ethanol extract of nutgrass rhizome and Chlorhexidine 0.2% (p < 0.05). Conclusion: The ethanol extract of nutgrass (Cyperus rotundus L.) rhizome can inhibit bacterial growth but cannot kill the bacterial colonies Aggregatibacter actinomycetemcomitans and Porphyromonas gingivalis so that they can be considered antibacterial agents against periodontitis."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library