Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jauza Alayya
Abstrak :
Peristiwa terorisme memiliki nilai berita dan tidak mungkin dilewatkan oleh media. Pemberitaan terorisme dalam pandangan kritis tidaklah bebas nilai melainkan dipengaruhi banyak hal termasuk kepentingan dan ideologi media. Peran media dalam pemberitaan terorisme tidak hanya menyampaikan dan menyediakan informasi, melainkan mengkonstruksi realitas melalui wacana media yang menghasilkan wacana publik. Penelitian ini berupaya untuk menggambarkan wacana terorisme oleh media Jawa Pos pada peristiwa terorisme tahun 2018, sekaligus berupaya untuk menjelaskan faktor apa saja yang berpengaruh dalam pembentukan wacana. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode analisis wacana kritis milik Fairclough yakni melalui tahapan analisis teks, analisis praktik diskursif, sampai dengan analisis sosial budaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam pemberitaan terorisme tahun 2018, 1) Surat kabar Jawa Pos memiliki ketertarikan khusus terhadap isu terorisme, 2) Pro pemerintah, yakni fokus pada menyoroti tindakan sekaligus keberhasilan pemerintah dalam menangani aksi terorisme, yang secara tidak langsung merupakan upaya Jawa Pos untuk mengkonstruksi realitas tertentu yakni mengarahkan agar publik mempercayai bahwa pemerintah telah melakukan banyak hal dan aksi terorisme ditangani dengan baik oleh pemerintah, 3) Pemberitaannya dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni faktor individu, rutinitas media, organisasi media, ekstra media, dan ideologi media. Ideologi media tercatat sebagai faktor yang memegang peranan paling penting pada terciptanya wacana pro pemerintah melalui pemberitaan yang disajikan, dan 4) Pemberitaan terorisme versi Jawa Pos telah dijalankan dengan memegang prinsip jurnalisme positif sekaligus melakukan upaya counter-terrorism. ......Terrorist events have news value and cannot be ignored by the media. Reporting on terrorism in a critical view is not value-free but is influenced by many things including media interests and ideology. The role of the media in reporting on terrorism is not only conveying and providing information, but also constructing reality, namely through media discourse to produce public discourse. This study attempts to describe the terrorist discourse carried out by the Jawa Pos during the 2018 terrorism incident, while at the same time trying to describe the factors that influence the formation of this discourse. The research was conducted using the Fairclough critical discourse analysis method, namely through the stages of text analysis, analysis of discursive practices, to socio-cultural analysis. The results of the study show that in reporting on terrorism in 2018, 1) Jawa Pos has special interest in the issue of terrorism, 2) Jawa Pos is pro-government, focus on highlighting the actions and success of the government in dealing with acts of terrorism, which is indirectly an attempt by Jawa Pos to constructing a certain reality, namely directing the public to believe that the government has done many things and terrorism issue are well handled by the government, 3) Terrorism news are influenced by several factors, namely individual factors, media routines, media organizations, extra media, and media ideology. Media ideology is recorded as the factor that plays the most important role in the creation of pro-government discourse through the news it presents, and 4) The Jawa Pos version of terrorism reporting is also carried out by upholding the principles of positive journalism and counter-terrorism.
Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Khakim
Abstrak :
Kebebasan pers yang dialami masyarakat dan insan pers selepas masa otritarianisme, dalam pelaskanaannya menyisakan berbagai permasalahan. Media tidak bisa sepenuhnya memahami arti kebebasan, karena seringkali kebebasan itu diartikan sebagai tidak adanya kontrol yang bisa menahan laju berita media. Akibatnya, media bisa memberitakan apa saja dan seringkali meninggalkan kaidah jurnalistik sebagai pakem, menulis berita. Sebaliknya audiens, sebagai pembaca media, belum terbiasa dengan keterusterangan dan pengungkapan berita apa adanya, sehingga mengakibatkan berbagai keterkejutan yang merembet pada ketersinggungan dan akhimya terjadi konflik kekerasan dengan media. Diperlukan hubungan seimbang antara media dengan publik, agar terjadi saling kontrol. Penelitian ini akan difokuskan untuk menjawab pertanyaan: (1) Bagaimana media mengkonstruksi realitas mengenai konstelasi politik dan pertentangan kepentingan antar interst group dalam masyarakat dan bagaimana publik mengkonsumsi berita tersebut? (2) Bagaimana organisasi pemberitaan media memanage produksi berita dan menempatkan kontrol publik dan tekanan eksternal lainnya dalam aktivitas manajemen media? Ruang lingkup penelitian dibatasi pada aktivitas produksi berita yang dilakukan media dan aktivitas konsumsi berita yang dilakukan oleh publik sehingga memunculkan konflik akibat kesenjangan persepsi dan subyektifitas atas peristiwa. Aktivitas produksi berita yang dimaksud adalah sejauh mana media melakukan proses konstruksi realitas atas peristiwa dalam item berita yang disajikan dengan segala faktor internal newsroom dan ekstemal yang mempengaruhinya. Sedangkan aktivitas konsumsi berita dimaksudkan sejauh mana publik memahami dan memaknai berita media yang dikonsumsi dari media, serta respon yang muncul sehingga memunculkan konflik. Sebagai fokus penelitian ini, kajian secara khusus akan menyelami peristiwa konflik antara masyarakat NU dengan harian Jawa Pos yang muncul ke permukaan yang dikenal dengan aksi 'Pendudukan' Barisan Ansor Serbaguna (Banser) atas Kantor Redaksi Harian Jawa Pos di Gedung Graha Pena, Surabaya pada tanggal 6 Mei 2000, yang berujung pada tidak terbitnya Jawa Pos edisi Minggu, 7 Mei 2000. Untuk mencari jawaban, penelitian dilaksanakan dengan menggunakan paradigma kritis dengan metode penelitian kualitatif. Untuk bisa menggali, penelitian ini menggunakan analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) dengan multi level analisis: analisis teks, analisis wacana dan analisis sosial budaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kasus ini, ditemukan beberapa poin dalam elemen struktur framing yang menjadi penyebab ketegangan Jawa Pos dengan pembaca, baik yang menyangkut teknis pemilihan dan penggunaan kata yang menyusun kalimat berita, tidak terpenuhinya prinsip dasar jurnalistik maupun dalam pemilihan tema framing sebagai alat mengkonstuksi peristiwa yang ternyata berbeda dengan sikap politik dan pandangan politik yang diyakini audiens. Khusus mengenai angle dan framing yang dipilih, merupakan keterkaitan langsung media atas kepentingan dan kehendak pasar yang menghendaki media kritis terhadap peristiwa yang sedang diangkat. Di level praktik wacana, rutinitas Jawa Pos dalam memproduksi berita mengutamakan ada pada aktualitas dan kontroversi persitiwa dengan melakukan dramatisasi adanya konflik yang panas, ironis dan kontroversial. Ditemukan adanya praktek kekerasan informasi oleh media dan lebih dekat pada ciri Jurnalisme Perang (War Journalism) dari pada ciri yang Jurnalisme Damai (Peace Journalism). Di sisi lain, Jawa Pos pada dasarnya merupakan penganut jurnalisme yang membawa misi kemanusiaan, kebersamaan dan menjaga kedekatan dengan pembacanya. Dalam hal ini rutinitas Jawa Pos masuk dalam ciri-ciri Jurnalisme Empati atau yang oleh pihak Jawa Pos disebut sebagai Jumalisme Emosi. Betaberita Jawa Pos lebih kuat dipengaruhi oleh orientasi oplag atau orientasi pasar/kapital sebagai ideologi dari pada ideologi kelompok atau latar individu wartawan dan organisasi. Di level konsumsi teks, ada upaya dari publik dalam hal ini Masyarakat NU untuk melakukan perimbangan berupa hegemoni tandingan (counter hegemony) terhadap hegemoni wacana yang dilakukan oleh media. Aktivitas kontra hegemoni ini dilakukan dengan cara memaknai peristiwa dan wacana politik secara langsung melalui komunikasi kultural baik yang sifatnya organisasional maupun melalui interpersonal. Hasil dan pemaknaan langsung ini berupa munculnya realitas subyeklif yang berbeda antara yang dikonstruksi media dengan yang dimaknai langsung oleh publik. Perbedaan realitas subyektif ini menimbulkan adanya kesenjangan informasi dan menganggap media telah melakukan 'kesalahan', yang kemudian melahirkan prasangka, bahwa media telah memiliki agenda politik melalui potensi kekuatan hegemoni yang dimiliki. Prasangka itu menguat, ketika ditemukan faktor pendukung, sebagaimana kejadian serupa di masa lalu dan menjelma menjadi kesadaran untuk menghentikan praktek hegemoni ini dengan cara berdialog dan bernegosiasi untuk klanfikasi (pihak NU menyebutnya sebagai !obi atau Isiah). Publik enggan menggunakan mekanisme jumalistik penggunaan hak jawab karena dianggap tidak efektif untuk bisa mengembalikan citra negatif. Kinerja profesional Jawa Pos terganggu dengan aktivitas negosiasi tersebut, karena mengganggu kerja rutin memproduksi berita. Keputusan 'sehari tidak terbit' yang diambil Jawa Pos merupakan klimaks dari terganggunya secara teknis dan psikologis proses produksi berita akibat komplain yang dilakukan oleh publik kepada redaksi. Jawa Pos sebagai industri media tidak banyak terpengaruh terhadap konflik dengan masyarakat NU ini, dan memutuskan untuk mengabulkan semua tuntutan yang diminta, meskipun lemah dalam pelaksanaannya. Jawa Pos hingga kini tetap sebagai industri media yang telah melakukan ekspansi usaha secara nasional di bidang penerbitan serta bidang lain, sebagaimana pabrik kertas dan real estate. Dalam mengembangkan industrinya, Jawa Pos lebih mementingkan aspek ekonomi dengan memberikan porsi yang besar bagi 'kemajuan' yang ingin dicapai bersama antara Jawa Pos sebagai industri dengan kekuatan kapital tidak hanya nasional, tetapi juga global.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14325
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartantya Sadana Ganda Ismaya
Abstrak :
ABSTRAK
perkembangan Teknologi

Perkembangan teknologi informasi yang cepat dan sema- kin canggih serta meningkatnya kebutuhan informasi, mengakibatkan kebutuhan media informasi meningkat dan makin beragam sehingga timbul persaingan tajam antar media. Meski demikian peranan media cetak khususnya suratkabar masih tetap dominan, karena murah, informasinya lengkap dan mudah membawanya.

Di Indonesia suratkabar telah menjadi kebutuhan utama masyarakat terutama di perkotaan sehingga mereka makin kritis dalam memilih yang terbaik. Selain itu kecenderungan masyara kat dan dunia usaha menuju ke arah global yang menjadikan ke butuhan informasi juga secara global. Sehingga suratkabar harus bersaing dalam mendapat berita internasional terbaik.

Jawa Pos

Persaingan makin tajam dengan masuknya pengusaha be sar dalam industri jasa pers ini dan kecenderungan perusahaan pers membentuk konglomerasi perusahaan pers. Diantaranya Jawa Pos yang menjadì obyek penulisan ini.

Jawa Pos termasuk suratkabar tua Indonesia yang per nah mengalami kejayaan tahun 1950?an dan akhirnya mengalami penurunan drastis hingga tahun 1982 hanya beroplah 6.700 eks. Tetapi era baru dengan diambil?aIihnya manajemen oleh Grafiti Pers sejak April 1982 telah berhasil kembali menjadi suratkabar nasional bahkan termasuk 3 besar.

Keunggulan Jawa Pos

Meski terbit di Surabaya, Jawa Pos mampu bersaing de ngan suratkabar Ibukota karena Surabaya sebagai pusat pener bangan ke wilayah Indonesia Timur yang menjadi keunggulannya. Bahkan Jawa Pos sekarang membentuk kelompok perusahaan pers di luar induknya Grafiti Pers Group dengan membeli penerbitan darah Suara Indonesia Malany, Cahaya Siang Menado, Manuntung Balikpapan, Fajar Ujungpandang dan Liberty Surabaya.

Perjuagan keras dengan strategi yang tepat dan ber- tahap dapat. meningkatkan oplah 40 kali lipat lebih dalam 7 tahun menjdi 300.000 eks. Karena itu dreams pemilik mening kat dan menginginkan oplah 1.000.000 eks. Guna mencapai tar get itu satu-satunya jalan dengan melakukan ekspansi pasar ke wilayah Indonesia Barat dan bertarung langsung dengan suratkabar Ibukota. Tetapi karena Jawa Pos tidak memiliki keungguIan bersaing pada wilayah itu, maka dipikirkan menggu nakan teknologi baru sebagal keunggulannya.

Sistem Cetak Terpadu Jarak Jauh

Teknologi baru yang telah berkembang lama di negara maju untuk menghubungkari beberapa tempat adalah Sistem Cetak Terpadu Jarak Jauh (Computer Aided Publishing System) itu yang diinginkan Jawa Pos. Jadi masalah yang dihadapi adalah evaluasi strategis atas pemanfaatan SCTJJ sebagal keunggulan bersaing.

Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah yang dilakukan pertama pada aspek strategis mulai dari analisa lingkungan makro hingga analisa pemanfaatan sistem itu sendiri.

o Analisa Lingkungan Makro dan Tujuannya

Lingkungan rnakro industri jasa pers Indonesia terbatas pada wilayah Indonesia karena penggunaan bahasa Indonesia, meski tak tertutup kemungkinan produk pers Indonesia ke luar negeri tetapi hanya sejumlah kecil. Tujuan dan analisa ini adalah untuk mengetahui peluang serta tantangan yang diha dapi balk oleh industri jasa pers secara keseluruhan maupun oleh Jawa Pos sendiri. Analisa ini lebih dititik-beratkan pada peluang dan tantangan atas pemanfaatan SCTJJ

Lingkungan makro ini terdiri dari lingkungan tak langsung (remote environment) dan lingkungan operasional. Lingkungan tak langsung dianalisa dengan melihat dan mendeteksi terjadinya perubahan yang meliputi perubahan politik, perubahan teknologi, perubahan sosio?ekonomi dan perubahan sosio?kultural.

o Analisa Lingkungan Tak Langsung dan Hasilnya

Analisa itu menghasilkan bahwa pemanfaatan SCTJJ merupakan peluang untuk memiliki keunggulan bersaing sedang tantangan yang dihadapi terutama adanya kesepakatan dalam SPS untuk menunda pemanfaatan SCTJJ itu serta belum adanya kebijaksa naan pemerintah yang mengaturnya.

Tantangan ini berlangsung sementara karena pasti dalam waktu dekat akan berubah dengan adanya desakan dan masya rakat pers sendiri terutama sejak adanya ancaman Garuda Indonesia.

o Ancaman Garuda Indonesia

Garuda Indonesia sebagai andalan jasa pengangkutan bagi perusahaan pers melakukan pemboikotan terhadap Suara Pembaruan.

Peristiwa itu pasti mengancam perusahaan pers bila terulang lagi, sehingga perlu alternatif lain untuk mengatasìnya. Alternatif yang mungkin adalah pemanfaatan SCTJJ, sehingga SPS pasti mengubah kesepakatannya, karena pemerintah sebe narnya telah menyerahkan kepada industri Jasa pers sendiri.

o Analisa Lingkungan Operasional Dalam analisa lingkungan operasional dengan menggunakan pendekatan model Porter yaitu menganalisa perubahan karak teristik industri yang meliputi tantangan dan pendatang baru, tantangan substitusi, tantangan pemasok, tantangan konsumen dan distribusi serta aspek persaingan dalam indus tri jasa.

Kesimpulan Analisa Lingkungan Makro

Kesimpulan analisa di atas adalah peluang pemanfaatan SCTJJ bagi Jawa Pos sangat besar khususnya dalam menghadapi persaingan tajam dengan masuknya pemodal kuat dan adanya kecenderungan konglomerasi pers serta mengatasi masalah dis tribusi.

Selanjutnya analisa terhadap kondisi dan lingkungan di dalam Jawa Pos untuk mengetahui kekuatan dan kelemahannya, yang meliputi sistem dan organisasi, keuangan, tenaga kerja dan kemampuan, produk dan teknologi serta pemasaran dan dis tribusi.

Analisa Kekuatan dan Kelemahan

Dalam analisa kekuatan dan kelemahan itu didapat kesimpulan bahwa Jawa Pos memlilki kekuatan utama pada ke mampuan menghimpun modal, kemampuan manajemen yang tinggi dan keunggulan distribusi di wilayah Indonesia Timur. Sebaliknya kelemahan utamanya pada distribusi di wilayah Indonesia Ba rat. Melihat kelemahan dan kekuatannya itu, maka SCTJJ itu tidak akan mengalami kesulitan pemanfaatannya karëna SCTJJ ini tujuannya untuk menghilangkan kelemahannya tersebut.

Analisa SWOT

Analisa lingkungan makro serta perubahan karakteris tik industri itu disebut sebagai analisa kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan (SWOT Analysis), setelah itu baru dila kukan perancangan strateginya. Teknik perancangan strategi Jawa Pos dalam pemanfaatan SCTJJ ini sesuai dengan konsep Bottom-Up Marketing yakni menetapkan pemanfaatan SCTJJ seba gai taktik, barulah rnenyusun strategi yang mendukungnya.

Strategi Jawa Pos

Kesimpulan strategi yang diambil sesuai dengan dreams pemilik adalah meningkatkan penjualan, melakukan ekspansi pasar baru ke wilayah Indonesia Barat, serta melakukan pemi sahan usaha percetakan dan menggabungkan percetakan di ling kungan Jawa Pos Group maupun di lingkungan Grafiti Pers Group.

Perancangan Sistem

Selanjutnya dilakukan perancangan sistem, tetapi karena terbatasnya waktu dan data yang diperoleh maka tidak dapat dibahas masalah teknis detailnya. Kesimpulan yang di peroleh karena Jawa Pos telah menggunakan teknologi komputer, maka hanya memerlukan pengintegrasian dan penyesuaian terha dap sistem yang ada. Meski demikian masih banyak dìbutuhkan perangkat keras dan perangkat lunak baru dengan biaya besar.

Analisa Strategi Pembiayaan

Tahap akhir evaluasi ini yaitu menganalisa pembiayaan? nya yang menghasilkan kesimpulan bahwa pemanfaatan SCTJJ ter nyata menguntungkan Jawa Pos karena dengan hanya menyisihkan 5% dari hasil pertumbuhan penjualan 28% pertahun selama 5 tahun dapat mengembalikan investasi termasuk bunga flat 21% pertahun.

Sedang alternatif sumber dana pembiayaan selain kre dit bank dapat diperoleh dan sewa guna atau pengeluaran saham dan obligasi. Dari beberapa alternatif itu yang paling menguntungkan adalah menjual saham baru di pasar modal, kare na dapat mengeruk laba penjualan saham hingga 7 kali lipat dari nilai nominalnya. Selain itu dapat menilai kembali akti vanya sehingga kekayaan perusahaan menjadi tinggi. Dengan demikian performansinya meningkat serta memperoleh kepercaya an masyarakat.

Kesimpulan Akhir

Dan analisa secara keseluruhan di atas didapat kesimpulan akhir dan penulis berkeyakinan bahwa sistem Cetak Terpadu Jarak Jauh bagi Jawa Pos harus dilakukan agar memi Jiki keunggulan bersaing sehingga tercapai tujuan dan target perusahaan. ;;
1989
T3008
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leonard Joseph Triyono
Abstrak :
Isu terorisme merupakan berita yang hangat terutama semenjak terjadinya serangan teroris pada menara kembar World Trade Center di New York dan Gedung Departemen Pertahanan Amerika Serikat Pentagon di Washington, DC pada tanggal 11 September 2001. Di Indonesia, isu ini menjadi semakin hangat semenjak terjadinya tragedi bom Bali, 12 Oktober 2002. Pengamatan pada pemberitaan tentang isu terorisrne memberikan indikasi adanya keberagaman pandangan, dilihat dari nada berita yang dilaporkan oleh media berita. Diamati pula bahwa ada kecenderungan menghubungkan Amerika Serikat (AS) pada kebanyakan berita tentang isu terorisme. Fenomena demikian nampaknya wajar berhubung isu terorisme menjadi wacana hangat di kalangan masyarakat setelah negara itu mengkampanyekan perlawanannya secara global. Dalam hal ini AS mendapat penilaian beragam, yakni positif netral, dan negatif seperti dapat dideteksi dari kemasan berita. Mengingat pentingnya pengaruh suratkabar pada khalayak pembacanya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar isu terorisme ditonjolkan dalam bentuk berita, dan nada yang bagaimana tentang AS yang disiratkan dalam berita-berita itu. Dengan memakai analisis isi sebagai penelitian unobtrusive, proses pengkodean dilakukan pada tiga suratkabar mainstream (Kompas, Media Indonesia, dan Jawa Pos) untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan: seberapa besar isu terorisme mendapat peliputan oleh ketiga suratkabar; seberapa besar AS disinggung dalam pemberitaan; seberapa besar tragedi bom Bali mempengaruhi frekuensi pemberitaan isu terorisme; bagaimana nada pemberitaan tentang AS; bagaimana tragedi bom Bali mempengaruhi nada tentang AS; bagaimana format berita berpengaruh pada nada tentang AS; bagaimana sumber berita berpengaruh pada nada tentang AS; dan seberapa besar subsidi berita dan Kedubes AS di Jakarta dipakai oleo ketiga suratkabar. Untuk mengetahui hubungan-hubungan itu dilakukan analisis kuantitatif terhadap isi ketiga suratkabar di atas dalam periode 19 hari sebelum dan 19 hari sesudah peristiwa bom Bali. Uji statistik terhadap data kuantitatif ini dilakukan dengan Chi-Square. Sebagai pendukung temuan-temuan kuantitatif, penelitian ini desertai analisis kualitatif pada level talcs, menggunakan analisis framing dengan mengadopsi model William A. Gamson. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dalam pemberitaan tentang terorisme, ketiga suratkabar memberikan porsilfrekuensi yang cukup besar dan kurang lebih sama jumlahnya; persentase berita tentang isu terorisme yang menyinggung mengenai AS lebih besar dibandingkan dengan berita yang sama sekali tidak menyinggungnya; persentase jumlah berita tentang terorisme yang berorientasi sebagai isu (bukan semata-mata sebagai peristiwa) lebih besar secara signifikan sesudah tragedi bom Bali dibanding sebelumnya; persentase berita tentang terorisme yang bernada negatif mengenai AS lebih besar dibandingkan dengan yang bernada positif; persentase berita tentang terorisme dengan nada positif mengenai AS lebih besar setelah tragedi bom Bali dibanding sebelumnya; berita dengan format straight news cenderung lebih netral terhadap AS dibandingkan dengan berita dengan format lainnya; berita yang menggunakan sumber berita dari Barat cenderung bernada lebih netral tentang AS; dan subsidi berita tentang isu terorisme dari Kedubes AS di Jakarta sangat tidak signifikan pengaruhnya pada isi media pada ketiga suratkabar yang diteliti. Penelitian tentang masalah ini memiliki potensi besar di masa depan, dan agar suatu studi dapat menarik kesimpulan-kesimpulan yang valid serta dapat menggeneralisasikan temuan-temuannya, maka kepada pars perninat penelitian ini direkomendasikan agar analisis isi disertai dengan survey mengenai apa saja yang menjadi kendala bagi para gatekeeper dalam memberitakan suatu isu karena dengan cara itu akan dapat dideteksi faktor-faktor, kekuatan-kekuatan, dan aktor-aktor penyebab adanya ketidakleluasaan dalam pemberitaan suatu isu.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12068
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library