Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 42 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Tantri Yuliandini
Abstrak :
Dalam agama Hindu dewa-dewa seringkali divisualisasikan dalam bentuk arca, demikian pula yang terjadi di Jawa. Penggambaran dewa-dewa tersebut ada yang dalam bentuk tenang atau saumya dan ada juga yang dalam bentuk bengis atau ugra. Penggambaran dewa yang berbeda-beda ini bertujuan untuk memperoleh hasil yang berbeda-beda pula, saumya untuk tujuan-tujuan yang bersifat damai seperti banyak anak, banyak rejeki, sedangkan bentuk ugra untuk hal-hal yang berhubungan dengan peperangan atau balas dendam. Selain dalam bentuk arca, dewa-dewa juga digambarkan dalam kakawin sebagai bagian dari alur cerita. Di sini pun dewa digambarkan dalam dua bentuk, saumya dan ugra. Dewa-dewa yang berbentuk ugra dalam kakawin sering diindikasikan dengan kata-kata krura, krodha, rodra, dan triwikrama. Berbeda dengan arca yang dengan sendirinya merupakan pemyataan ikonografis secara lengkap, penggambaran dewa dalam kakawin tampil sepotong-_sepotong, seringkali ciri-ciri dewa yang dianggap umum tidak lagi disebutkan. Adanya perbedaan penggambaran pada arca dan kakawin ini menjadi titik tolak penelitian yang bertujuan untuk (1) mengenali keberadaan arca-arca dewa Hindu yang berbentuk ugra yang berasal dan Jawa Timur abad 11-15 Masehi, (2) melihat bagaimana dewa- lewa ugra ditampilkan dalam bentuk arca dan dalam kakawin, dan (3) melihat persamaan dan perbedaan antara penggambaran dewa-dewi berbentuk ugra pada arca dan dalam kakawin. Data penelitian terdiri atas dua yaitu data arca dan kakawin. Data arca berupa arca dewa-dewa utama agama Hindu yang berasal dari abad 11-15 Masehi. Dewa-dewa utama yang dimaksudkan adalah dewa-dewa yang termasuk dalam keluarga Siwa, yaitu Siwa -dan manifestasinya, Parwati dan manifestasinya serta Ganesa. Dipilihnya dewa-dewa dari keluarga Siwa adalah karena pada masa Jawa Kuno agama Hindu yang dianut cenderung pada aliran Saiwa. Batasan abad 11-15M di Jawa Timur adalah atas dasar pertimbangan bahwa banyak diperoleh arca-arca berbentuk ugra pada pasa tersebut di Jawa Timur dan banyaknya karya-karya sastra terutama kakawin yang digubah pada masa ini. Data penelitian kedua berbentuk data kakawin. Kakawin-kakawin yang digunakan adalah yang memuat deskripsi mengenai dewa-dewa dalam bentuknya yang ugra, yaitu: Kakawin Arjunawiwaha, Bharatayuddha, Ghatotkacatraya, Krsnayana, Smaradahana, Munawijaya, Sutasoma, Parthayajna, dan Kunjarakarna. Penelitian dilakukan melalui tiga tahap penelitian. Tahap pertama dilakukan pendeskripsian terhadap data berupa arca-berdasarkan _Model Deskripsi Arca Tipe Tokoh' Edi Sedyawati, dengan tujuan untuk memperoleh data ikonografis secara utuh. Kemudian dilakukan pemerian terhadap data kakawin dengan jalan mengumpulkan pupuh-pupuh yang memuat deskripsi dewa yang berbentuk ultra. Tahap kedua data arca dan kakawin dikelompokkan berdasarkan jenis dewa dan diamati ciri-ciri umumnya, terutama pada komponen ciri-ciri fisik, hiasan dan laksana. Tahap ketiga dilakukan perbandingan antara data arca dan kakawin sehingga diperoleh perrsamaan dan perbedaan penggambaran dewa-dewa ugra pada arca dan kakawin. Setelah dilakukan penelitian dapatlah ditarik beberapa kesimpulan, yaitu (1) penggambaran dewa-dewa dalam bentuk ugra tampaknya tidak lepas dari ketentuan_ketentuan baku yang menjadi panutan bagi pembuatan arca-arca dewa saumya, (2) terdapat tingkat keleluasaan yang berbeda dalam penggambaran dewa melalui arca dan kakawin. Pada arca dewa secara detail dapat digambarkan termasuk juga komponen-komponen hiasannya sedangkan kedinamisan dewa tidak dapat divisualisasikan dengan bebas karena hanya dapat digambarkan dalam satu pose saja. Penggambaran dewa dalam kakawin gerak-_gerik dewa, tingkah laku, variasi senjatanya dapat dieksploitasi secara maksimum oleh Sang Kawi namun unsur-unsur hiasan yang mendetail cenderung diabaikan karena mungkin akan mengganggu jalan cerita, (3) Keberadaan arcs-arca dewa dalam bentuknya yang ugra pada abad 11-15 Masehi kemungkinan besar berkaitan dengan berkembangnya aliran Tantra pada masa itu, namun hal ini perlu penelitian yang lebih mendalam lagi.dilakukan pemerian terhadap data kakawin dengan jalan mengumpulkan pupuh-pupuh yang memuat deskripsi dewa yang berbentuk ultra. Tahap kedua data arca dan kakawin dikelompokkan berdasarkan jenis dewa dan diamati ciri-ciri umumnya, terutama pada komponen ciri-ciri fisik, hiasan dan laksana. Tahap ketiga dilakukan perbandingan antara data arca dan kakawin sehingga diperoleh perrsamaan dan perbedaan penggambaran dewa-dewa ugra pada arca dan kakawin. Setelah dilakukan penelitian dapatlah ditarik beberapa kesimpulan, yaitu (1) penggambaran dewa-dewa dalam bentuk ugra tampaknya tidak lepas dari ketentuan_ketentuan baku yang menjadi panutan bagi pembuatan arca-arca dewa saumya, (2) terdapat tingkat keleluasaan yang berbeda dalam penggambaran dewa melalui arca dan kakawin. Pada arca dewa secara detail dapat digambarkan termasuk juga komponen-komponen hiasannya sedangkan kedinamisan dewa tidak dapat divisualisasikan dengan bebas karena hanya dapat digambarkan dalam satu pose saja. Penggambaran dewa dalam kakawin gerak-_gerik dewa, tingkah laku, variasi senjatanya dapat dieksploitasi secara maksimum oleh Sang Kawi namun unsur-unsur hiasan yang mendetail cenderung diabaikan karena mungkin akan mengganggu jalan cerita, (3) Keberadaan arcs-arca dewa dalam bentuknya yang ugra pada abad 11-15 Masehi kemungkinan besar berkaitan dengan berkembangnya aliran Tantra pada masa itu, namun hal ini perlu penelitian yang lebih mendalam lagi.
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1999
S11076
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zoetmulder, Petrus Josephus
Abstrak :
Essays on old Javanese language based on the text of old Javanese manuscripts
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press , 1994
499.222 PET s I
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
S. Wojowasito
Jakarta: Djambatan,
499.222 WOJ k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Sukesi Adiwimarta
Abstrak :
Poerbatjaraka dalam bukunya Kapustakan Djawi telah membicarakan karya-karya sastra Jawa Kuno berdasarkan urutan kronologisnya, baik yang berbentuk prosa maupun yang berbentuk puisi (1952:5). Karya-karya sastra itu dibaginya menjadi dua kelompok, yaitu kelompok karya sastra Jawa Kuno tua dan kelompok karya sastra Jawa Kuno muda. Ciri-ciri pengenal kelompok karya sastra Jawa Kuno tua ialah: 1) memuat masa atau tahun penulisannya;
2) menyebut nama raja yang memerintah;
3) gaya bahasa;
4) ceritanya sebagian besar bersumberkan cerita dari India;
5) tidak menggambarkan keadaan di Jawa. Ciri-ciri pengenal untuk kelompok karya sastra Jawa Kuno muda hampir sama dengan yang tua, hanya perbedaannya ada pada butir 4), yaitu kisahnya bersumberkan karya sastra Jawa Kuno yang lebih tua, dan pada butir 5), yaitu menggambarkan keadaan di Jawa. Kakawin Parthayajna yang dijadikan sasaran penelitian ini menyimpang dari ciri-ciri tersebut, karena tidak memuat masa atau tahun penulisannya, tidak menyebut nama raja, dan nama pengarangnya juga tidak ditemukan di dalamnya. Meskipun begitu Poerbatjaraka cenderung untuk memasukkannya ke dalam kelompok karya sastra Jawa Kuno muda dari zaman Majapahit pertengahan hingga akhir. Hal ini berdasarkan adanya kemiripan bahasa dan isinya yang mengandung ajaran filsafat (op.cit.:47). Zoetmulder mengemukakan bahwa pada bagian akhir Majapahit karya sastra Jawa Kuno dalam bentuk kakawin pada umumnya ditulis di Bali, hanya ada dua di antaranya yang tidak ditulis di sana, yaitu Kakawin Parthayajna dan Kunjarakarna (1985:462). Sedyawati dalam bagian disertasinya yang membahas tentang karya sastra Jawa Kuno membedakan adanya dua kelompok karya sastra Jawa Kuno, yaitu karya sastra keraton dan karya sastra luar-keraton. (1985:220-221). Petunjuk untuk menetapkan suatu karya sastra luar-keraton, menurut Sedyawati, ialah tanda-tanda yang berupa (op. cit. :260): 1) penggambaran keadaan lingkungan luar-keraton dengan menunjukkan keakraban si penulis dengan keadaan itu;
2) penulis tidak memuji, menyebut, atau pun menyatakan hubungan tertentu dengan sang raja;
3) penulis menyatakan diri sebagai seorang dari kalangan luar-keraton. Kakawin Parthayajna, sama sekali tidak menyebutkan nama raja ataupun kerajaan, dan juga tidak memuat nama pengarangnya. Dengan memperhatikan perbedaan sifatnya dengan kakawin kerajaan, serta isinya yang menilikberatkan kepada unsur pendidikan keagamaan, maka sarjana ini membuat dugaan bahwa Kakawin Parthayajna mungkin dihasilkan oleh suatu lembaga keagamaan atau pendidikan agama di luar keraton (op.cit.:263). Beberapa hal berkenaan dengan sifat dan isi Parthayajna yang menyiratkan asalnya dari luar keraton dikemukakannya antara lain: - gaya penyajian;
- perbendaharaan kata;
- penekanan pada pendidikan keagamaan; dan
- tidak adanya penyebutan raja. Di samping itu, menurut Sedyawati, kakawin ini juga memperlihatkan kesesuaian dengan sastra keraton dengan memenuhi segala persyaratan penyusunan sebuah kakawin, yang umumnya dihasilkan oleh kalangan keraton. Dengan demikian, Sedyawati juga menduga bahwa Kakawin Parthayajna dibuat oleh kalangan luar-keraton yang mempunyai hubungan dekat dengan keraton (op.cit.:267). Kakawin Parthayajna (selanjutnya disingkat KPY dan Parthayajna disingkat PY) menarik perhatian dan minat untuk menelitinya lebih lanjut karena terdapatnya pertautan dalam beberapa bagian ceritanya dengan isi Kakawin Arjunawiwaha. Arjunawiwaha mengisahkan tentang sang Arjuna dari keluarga Pandawa yang bertapa di Gunung Indrakila dan setelah menerima panah sakti dari dewa berhasil membunuh Niwatakawaca, raja raksasa yang menjadi musuh para dewa. Sebagai hadiahnya, Arjuna boleh tinggal di kedewaan beberapa waktu lamanya dan bercengkerama dengan para bidadari. Parthayajna mengisahkan tentang perjalanan sang Arjuna ke Gunung Indraki la untuk bertapa di sana guna memohon senjata sakti dari para dewa yang dapat dipakai untuk membinasakan musuh para Pandawa, yaitu para Kaurawa.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1993
D5
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shofa Nurhidayati
Abstrak :
ABSTRAK
Tanah sima adalah tanah yang tidak dapat diganggu gugat karena status keistimewaan dan kesakralannya. Kesakralan dari tanah sima didukung oleh adanya aturan berupa sanksi serta kutukan yang tertulis di dalam prasasti sima. Namun, pada kenyatannya masih terdapat beberapa perilaku atau tindakan yang bertentangan dari apa yang sudah diatur dalam prasasti sima dan dianggap sebagai sebuah penyimpangan yang terjadi pada isi dan ketetapan tanah sima masa Jawa Kuno. Penelitian ini membahas mengenai bentuk-bentuk dari penyimpangan, faktor yang melatarbelakangi dan pelaku yang melakukan penyimpangan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh keterangan bahwa pada masa Jawa Kuno diindikasikan terjadi empat penyimpangan yang kebanyakan dilatarbelakangi oleh faktor politik dan ekonomi. Penyimpangan dilakukan oleh berbagai macam kalangan, mulai dari raja hingga orang biasa. Berdasarkan penelitian juga diketahui bahwa tingkat status sosial seseorang dapat mempengaruhi besar kecilnya bentuk penyimpangan yang dilakukan.
ABSTRACT
Sima is a particular part of an area that cannot be disturbed because of its status as a sima land. The sacred of a sima land is shown in s ma rsquo's inscriptions that narrate the sanctions and curses for those who defy it. However, some sanctions doesn rsquo t follow the rule that has been written in the inscriptions. These actions is considered a deviation towards the regulation of sima in Ancient Java. This research discuss about form of deviations, its causabilities, and prepetators. Result of the study showed indications that in the times of Ancient Java occurred four deviations from the rule. These deviation caused by political and economic factors, prepetators origin varies from many social group, including the court and commoners. This study also showed that social status of a person also affecting the scale of the deviation.
2016
S66677
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zoetmulder, Petrus Josephus
Bulaksumur, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1995
499.222 ZOE s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zoetmulder, Petrus Josephus
Bulaksumur, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1994
499.222 ZOE s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zoetmulder, Petrus Josephus
Bulaksumur, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, 1994
899.222 08 ZOE s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Teuku Hanif
Abstrak :
ABSTRAK
Salah satu pengaruh dari unsur kebudayaan India pada masa Jawa Kuna yang terdapat di Jawa adalah Hinduisme. Hinduisme pada masa Jawa Kuna yang terdapat di Jawa cenderung kepada aliran Siwa yang merupakan hasil dari proses akulturasi ini terbukti dari peninggalan-peninggalan kepurbakalaan yang tersebar di seluruh daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dari peninggalan-peninggalan kepurbakalaan yang merupakan peninggalan keagamaan, dapat diketahui bahwa aliran Siwa di Jawa sama dengan aliran Siwa yang terdapat di India. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pemujaan terhadap area Siwa, area tersebut merupakan penggambaran dari bentuk dewa yang dipuja (Krom 1923: 68).

Di Jawa hal ini ditunjukkan oleh kenyataan bahwa pada semua candi yang telah ditemukan masih bersama area-arca_nya, di pusat candinya selalu terdapat area Siwa atau per-wujudannya yang bersifat non-tokoh2 berupa lingga (Sedyawa_ti 1978: 38).

Siwa yang dianggap sebagai dewa yang tertinggi dalam aliran Siwa mempunyai tiga sifat yaitu pencipta , pelindung (pemelihara) dan perusak. Tiga sifat yang dimiliki satu dewa itu adalah sifat dewa Brahma, Visnu dan Siwa sendiri.
1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>