Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 85 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1999
589.2 PEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jaelani
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008
615.329 JAE j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: LIPI, 2009
579.5 TAX (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Unus Suriawiria
Bandung: Angkasa, 1993
635.8 UNU p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Inadia Putri Chairista
Abstrak :
Penyakit jamur paru (mikosis) adalah gangguan paru yang disebabkan infeksi atau kolonisasi jamur atau reaksi hipersensitif terhadap jamur. Selama ini permasalahan jamur paru masih terabaikan sehingga data mengenai infeksi jamur paru sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil jamur yang diisolasi dari saluran pernapasan pasien tersangka mikosis paru sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan yang lebih baik. Penelitian ini menggunakan metode cross-sectional. Data diambil dari hasil pemeriksaan mikologi Laboratorium Parasitologi FKUI RSCM dari Januari 2010 hingga Januari 2011. Hasil yang didapatkan dari 60 sampel yang memenuhi kriteria inklusi, sampel paling banyak adalah laki-laki pada 63,3%, dengan rentang umur terbanyak berkisar antara 30-39 tahun sebesar 30%. Rumah sakit pengirim terbanyak berasal dari Rumah Sakit Persahabatan sebesar 48.3%.Bahan klinis yang paling banyak diperiksa adalah sputum langsung sebesar 78,3%. Hasil pemeriksaan sputum langsung mendapatkan hasil positif terdapat elemen jamur sebesar 63,3% dan pemeriksaan biakan pada 60 pasien yang sama mendapatkan hasil positif lebih tinggi, sebesar 81,7%, yang menunjukkan angka prevalensi keberadaan jamur di paru atau saluran napas pasien tersangka mikosis paru. Spesies terbanyak adalah Candida albicans berjumlah 40,8%,diikuti oleh Candida spp. pada sebesar 32,6%, dan Aspergillus spp. sebesar 6,1%. Disimpulkan bahwa kasus yang dicurigai mikosis paru terbanyak pada pasien dengan jenis kelamin laki-laki dan pada rentang usia 30-39 tahun. Kasus terbanyak dari RSP. Bahan klinis yang paling banyak diperiksa adalah sputum langsung. Prevalensi keberadaan jamur di paru atau saluran napas pasien tersangka mikosis paru sebesar 81,7%. Spesies terbanyak yang ditemukan berdasarkan hasil biakan yaitu Candida albicans.
Lung mycoses is lung disease which caused by fungal infection or colonization or hypersensitivity reaction to fungi. So far, the problem of pulmonary mycosis is still neglected thus data regarding this diseases is limited. Aim. To know the fungal profile that was isolated from respiratory tract of patients suspected of pulmonary mycosis thus better treatment can be achieved. This research use the cross sectional design. Data is taken from Parasitology Lab FMUI-RSCM examination from January 2010- January 2011. The result obtained from 60 samples that met the inclusion criteria, the samples mostly come frome men, 63,3%; the age group mostly affected is the 30-39 years group, 30%; most of the samples came from Persahabatan Hospital, 48,3%; the type of clinical samples mostly examined is direct sputum examination, 78,3%. Direct microscopic examination for sputum smear was positive in 63,3% samples, and culture yield 81,7% positive result from the same 60 patients, showing the prevalence of fungal existence in lung or respiratory tract of patients suspected with pulmonary mycosis. The species mostly encountered is Candida albicans, 40,8%, followed by Candida spp 32,6%, and Aspergillus spp, 6,1%. Patients suspected with pulmonary mycosis are mostly men, with age range around 30-39 years old. Most cases were sent from Persahabatan Hospital. The clinical samples that is mostly being examined is direct sputum examination. The prevalence of fungi in lung or respiratory tract of patients suspected with pulmonary mycosis is 81.7%. The species mostly found is Candida albicans.
Jakarta: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yuniarti
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1991
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robiatul Adawiyah
Abstrak :
ABSTRAK
Cryptococcus sp. adalah jamur yang sering menginfeksi penderita imuno-kompromis, termasuk AIDS. Jamur tersebut tersebar luas dan memiliki keragaman hayati (bio-diversity). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keragaman karakteristik molekular, faktor virulensi dan hubungan kepekaan isolat Cryptococcus dengan obat antijamur. Metode: Penelitian ini menggunakan desain eksploratif-analitik dan dilakukan di Departemen Parasitologi FKUI dan CBS, Utrecht, Belanda pada tahun 2011-2014. Sebanyak148 isolat tunggal Cryptococcus yang berasal dari 108 cairan otak pasien dan 291 isolat multipel Cryptococcus dari 48 sampel klinik (cairan otak, darah, cairan perikard) dilakukan penentuan spesies dan serotype. Sampel tunggal diidentifikasi menggunakan PCR dan sampel multiple dengan MALDI-TOF MS. Identifikasi genotipe pada sampel tunggal menggunakan RFLP-URA5 dan sampel multipel dengan AFLP. Uji kepekaan amfoterisin B, flusitosin, flukonazol, vorikonazol dan ketokonazol dilakukan dengan metode difusi cakram. Hasil: Sampel tunggal: Seluruh isolat tunggal adalah C. neoformans. Hasil identifikasi serotipe/varietas menunjukkan serotipe A 136 (91,9%) dan serotipe AD 12 (8,1%). Matingtype α (85,8%) lebih banyak dibanding matingtype a (14,2%). Dari identifikasi genotipe diperoleh AFLP1/VN I (86,5%), genotipe AFLP3/VN III (8,1%), dan AFLP1A/VN II (5,4%). Pada umumnya genotipe masih sensitif terhadap antijamur, kecuali terhadap flusitosin (100% resisten). Terhadap amfoterisin B terdapat isolat yang susceptible dose dependent (SDD), yaitu AFLP1/VN I (10,2%) dan AFLP1A/VN II (25%), sedangkan terhadap flukonazol diperoleh isolat SDD dan resisten. Sampel multipel: Seluruh isolat multipel adalah C. neoformans; 269 isolat serotipe A, 6 isolat serotipe D, 16 serotipe AD dan 1 isolat serotipe AB. Sebanyak 18 (60%) pasien disebabkan oleh strain yang sama, 10 pasien (33,3%) disebabkan dua strain dan dua pasien (6,7%) disebabkan oleh tiga strain. Uji kepekaan menunjukkan 100% isolat sensitif terhadap amfoterisin B dan ketokonazol, 16 (21%) isolat resisten terhadap vorikonazol, 19 (24%) isolat resisten terhadap flukonazol dan 100% isolat resisten terhadap flusitosin. Kesimpulan: Terdapat keragaman karakteristik molekular dan faktor virulensi Cryptococcus. Seluruh isolat sensitif ketokonazol, namun resisten terhadap flusitosin. Terhadap amfoterisin B ada isolat yang SDD dan terhadap flukonazol ada yang resisten.
ABSTRACT
Cryptococcus sp. is a fungus that commonly infect immunocompromised patients, including AIDS. The fungus is cosmoplite and known has biodiversities. This study aim is to determine the characteristics of molecular diversity, virulence factors and its relation to Anti fungal Pattern. Methods: This study use exploratory-analytical design and performed at the Department of Parasitology, Faculty of Medicine and CBS, Utrecht, the Netherlands in 2011-2014. Out of 148 single Cryptococcus isolates originated from 108 patients and 291 cerebrospinal fluid Cryptococcus multiple isolates of 48 clinical samples (cerebrospinal fluid, blood, pericardial fluid) is the determination of the species and serotype. Single isolates were identified using PCR and multiple isolates were identified by MALDI-TOF MS. Identification of genotype on a single isolates using RFLP-URA5 and multiple isolates by AFLP. Susceptibility testing amphotericin B, flucytosine, fluconazole, voriconazole and ketoconazole performed by disc diffusion method. Results: Single sample: The entire single isolates are C. neoformans. Identification of serotype/variety shows serotype A 136 (91.9%) and the serotype AD 12 (8.1%). Matingtype α (85.8%) more than matingtype a (14.2%). Identification of genotypes obtained AFLP1/VN I (86.5%), genotype AFLP3/VN III (8.1%), and AFLP1A/VN II (5.4%). In general, all isolates are still sensitive to the anti-fungal, except against flucytosine (100% resistant). Some isolates show susceptible dose-dependent (SDD) to amphotericin B, they are AFLP1/VN I (10.2%) and AFLP1A/VN II (25%). Some isolates also obtained SDD and resistant to fluconazole. Multiple samples: The whole samples are C. neoformans; 269 isolates of serotype A, 6 isolates of serotype D, 16 serotype AD and 1 isolate serotype AB. 18 (60%) patients caused by the same strain, 10 patients (33.3%) due to two strains and two patients (6.7%) is caused by three strains. Susceptibility testing showed 100% of isolates are sensitive to amphotericin B and ketoconazole, 16 (21%) isolates were resistant to voriconazole, 19 (24%) isolates were resistant to fluconazole and 100% of isolates were resistant to flucytosine. Conclusion: There is a diversity of molecular characteristics and virulence factors of Cryptococcus. All isolates are susceptible to ketoconazole, but resistant to flucytosine. Some isolates SDD to amphotericin B and resistant to fluconazole.
2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amelia Chairunnisa B
Abstrak :
Kualitas udara di dalam rumah perlu diperhatikan karena manusia menghirup udara sekitar 10 m3 setiap harinya dan menghabiskan waktu sekitar 80-95% di dalam ruangan. Adapun indikator pencemar mikrobiologis udara adalah bakteri dan jamur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan konsentrasi bakteri dan jamur pada kelompok rumah kecil, sedang, dan besar, serta mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi konsentrasi bakteri dan jamur. Penelitian ini berlokasi di Perumahan Griya Rahmani 2 Depok dengan jumlah sampel sebanyak 25 rumah yang diperoleh dengan teknik pengambilan sampel acak berstrata. Lokasi pengambilan sampel bakteri dan jamur di udara adalah di ruang keluarga dengan menggunakan alat EMS 6 Bioaerosol Sampler dengan media kultur TSA dan PDA. Uji analisis yang digunakan adalah uji Anova oneway dengan taraf signifikansi sebesar 10%. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa konsentrasi bakteri dan jamur dipengaruhi oleh kelompok rumah yang digolongkan berdasarkan luas bangunan. Hasil menunjukkan bahwa konsentrasi bakteri dan jamur pada kelompok rumah kecil lebih besar daripada kelompok rumah sedang dan besar. Konsentrasi rata-rata bakteri pada rumah kecil sebesar 862 CFU/m3, rumah sedang sebesar 372 CFU/m3, dan rumah besar sebesar 102 CFU/m3, sedangkan konsentrasi rata-rata jamur pada rumah kecil sebesar 760 CFU/m3, rumah sedang sebesar 453 CFU/m3, dan rumah besar sebesar 194 CFU/m3. Ventilasi dan jumlah penghuni memiliki pengaruh yang besar terhadap bakteri dan jamur, diikuti oleh suhu, kelembaban, dan aktivitas penghuni. Sehingga rekomendasi untuk mengurangi konsentrasi bakteri dan jamur adalah dengan menambahkan exhaust fan dengan kapasitas minimal 67,5 m3/jam untuk kamar mandi kelompok rumah kecil dan sedang, serta exhaust fan dengan kapasitas minimal 270 m3/jam untuk ruang tamu kelompok rumah kecil dan 405 m3/jam untuk ruang tamu kelompok rumah sedang.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2013
S65715
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Redita Noviana Putri
Abstrak :
Latar belakang: Kandidiasis vulvovaginal merupakan infeksi vagina yang sebagian besar disebabkan oleh Candida albicans. Pengobatan antifungal yang ada meningkatkan kemungkinan relaps sehingga dibutuhkan terapi alternatif yang bekerja lebih efektif dan ekonomis. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui apakah pertumbuhan Candida albicans dapat dihambat oleh propolis jenis reguler. Metode: Terdapat 3 konsentrasi emulsi propolis jenis reguler yang dibuat triplo, yaitu konsentrasi 1%, 3%, dan 5%. Sampel propolis diambil dari Sulawesi. Jamur yang diteliti adalah Candida albicans ATCC. Aktivitas propolis terhadap jamur diamati secara in vitro dengan difusi cakram. Hasil: Rata-rata diameter zona hambat propolis jenis reguler terhadap pertumbuhan Candida albicans pada konsentrasi 1%, 3%, dan 5% berturut-turut adalah 3,33 mm, 7,33 mm, dan 5 mm. Kontrol positif dengan nistatin menghasilkan zona hambat sebesar 19 mm. Sedangkan kontrol negatif dengan alkohol menghasilkan zona hambat sebesar 8 mm. Kesimpulan: Propolis jenis reguler konsentrasi 1%, 3%, dan 5% tidak dapat menghambat pertumbuhan Candida albicans secara in vitro karena besar zona hambat pada ketiga konsentrasi propolis tidak ada yang memberikan hasil lebih besar dari zona hambat pada kontrol negatif. ...... Background: Vulvovaginal candidiasis is a vaginal infection that is mostly caused by Candida albicans. Antifungal treatments that need to be improved relapse require alternative therapies that work more effectively and economically. Candida albicans can be inhibited by regular types of propolis. Methods: There were 3 concentrations of ordinary propolis emulsion made by triplo, namely concentrations of 1%, 3% and 5%. Propolis sample was taken from Sulawesi. The fungus that was published was Candida albicans ATCC. Propolis activity against fungi in tubes by disk diffusion. Results: The average diameter of regular type propolis inhibition zone on the growth of Candida albicans at concentrations of 1%, 3%, and 5% compound contributed was 3.33 mm, 7.33 mm, and 5 mm. Positive control with nystatin produces a inhibition zone of 19 mm. Whereas negative control with alcohol produces an inhibition zone of 8 mm. Conclusion: Regular type of propolis concentration of 1%, 3%, and 5% cannot inhibit the growth of Candida albicans in vitro because large inhibitory zones based on the concentration of propolis concentration do not produce more than inhibitory zones on negative controls.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9   >>