Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 58 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yohan
Abstrak :
Krisis energi yang sedang melanda dunia akibat sudah semakin Iangkanya persediaan bahan bakar minyak perlu diantisipasi salah satu di antaranya dengan langkah diversifikasi energi khususnya yang ramah lingkungan. Sel bahan bakar (fuel cell) merupakan sel elektrokimia yang mengkonversikan energi kimia secara langsung menjadi energi Iistrik. Alat ini dipandang sangat menguntungkan mengingat efisiensi konversinya yang cukup tinggi, menggunakan bahan bakar yang dapat diperbaharui, dan yang lebih penting cara kerja alat ini secara keseluruhan tidak menghasilkan bahan-bahan yang membahayakan Iingkungan. Salah satu jenis sel bahan bakar adalah polymer electrolyte membrane fuel cell (PEMFC) dan direct methanol fuel cells (DMFC). Selama operasinya kedua sel bahan bakar ini menggunakan polimer sebagai membran elektrolit. Membran berfungsi untuk memisahkan reaktan dan sebagai sarana transportasi ion hidrogen. Saat ini membran yang digunakan adalah Nafion. Kemampuan nafion untuk melaksanakan dua fungsi tersebut sudah terbukti sangat baik, namun untuk mengembangkan PEMFC lebih lanjut, penggunaan bahan ini secara tekno-ekonomi menjadi sangat mahal dan kurang efisien. akibat masih adanya bahan bakar yang ikut terlewatkan ke ruang katoda (khusus untuk DMFC). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan membran alternatif yang efisien dan ekonomis. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan bahan alternatif membran penghantar proton. Penelitian dilakukan dengan cara membuat Iembaran membran elektrolit polimer meialui proses pencangkokan radiasi gugus fungsi hidrofilik suatu monomer atau gugus fungsi hidrofobik monomer Iain pada rantai dasar suatu polimerikopolimer hidrofobik. Selanjutnya melalui proses sulfonasi diperoleh gugus sulfonat yang mengubah bahan hidrofob menjadi hidrofil sehingga dapat digunakan untuk menghantarkan ion. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah polimer/ hidrokarbon seperti LLDPE, HDPE, dan PP yang mudah dijumpai serta fluoropolimer seperti PTFE, ETFE, dan cPTFE yaitu suatu PTFE yang telah dikondisikan agar berikatan silang. Sedangkan monomernya adalah asam akrilat dan stirena. Pada teknik pencangkokan iradiasi awal, mula-mula film polimer/ kopolimer diiradiasi terlebih dahulu ?untuk mendapatkan radikal polimer/ kopolimer kemudian dicangkok dengan monomer. Beberapa variabel dipelajari, di antaranya matriks film awal, dosis dan laju dosis radiasi, jenis dan konsentrasi monomer, jenis pelarut, suhu dan waktu pencangkokan, serta kondisi sulfonasi. Juga dipelajari karakterisasi membran yang dihasilkan serta kemungkinan aplikasinya yang bisa didayagunakan dari membran. Dari hasil penelitian diperoleh kondisi pembuatan membran yang optimum. Kondisi optimum pembuatan membran dengan matriks film polimer hidrokarbon adalah dosis radiasi 45 kGy, Iaju dosis 7 kGy/jam, monomer asam akrilat 40% volume, suhu dan waktu pencangkokan masing-masing 70°C dan 90 menit. Sedangkan kondisi optimum pembuatan membran 70°C dan 90 menit. Sedangkan kondisi optimum pembuatan membran dengan matriks film fluoropolimer adalah dosis radiasi 10 kGy, laju dosis 1,9 kGy/jam, monomer stirena 40% volume dengan pelarut 2-propanol, waktu pencangkokan 4 jam dan suhu pencangkokan 70°C. Kondisi sulfonasi optimum diperoleh pada konsentrasi asam klorosulfonat 1.25% volume, suhu percobaan secara bertahap mula-mula 40°C kemudian dilakukan pada suhu kamar. Persen pencangkokan membran polimer hidrokarbon cukup besar. HDPE relatif Iebih baik dibanding LLDPE dan PP. Sifat-sifat mekanik membran yang dihasilkan cukup baik sehingga bisa diaplikasikan untuk pengolahan limbah B3, namun tidak untuk pubIikasi sel bahan bakar. Penggunaan matriks film fluoropolimer cukup menjanjikan. Di samping karena sifat-sifat mekanik, polimer jenis ini mempunyai sifat-sifat elektrokimia dan ketahanan kimia yang cukup baik. Sehingga membran yang dihasilkan bisa diaplikasikan ke dalam sel bahan bakar. Film PTFE tidak bisa digunakan untuk bahan membran mengingat degradasi yang dialami bahan selama proses radiasi. Sedangkan film ETFE dan cPTFE bisa digunakan untuk aplikasi sel bahan bakar. Film ETFE digunakan untuk sel bahan bakar berjenis DMFC sedangkan film cPTFE untuk sel bahan bakar berjenis PEMFC. Karakterisasi spektrum inframerah menunjukkan bahwa pencangkokan monomer dan gugus sulfonat telah terjadi pada rantai dasar film polimer/kopolimer. Hal ini diperkuat dengan data topografi permukaan menggunakan SEM/TEM dan komposisi unsur-unsur menggunakan EDS. Sedangkan terhadap spektrum difraksi sinar-x memperlihatkan adanya pengurangan derajat kristalinitas terhadap film yang diperlakukan. Dibandingkan dengan membran Nafion maka membran ETFE-g-SS dan CPTFE-g-SS mempunyai karakteristik yang menyerupai Nafion. Bahkan beberapa sifat seperti kapasitas pertukaran ion, konduktivitas proton dan sifat-sifat mekanik relatif lebih baik. Berdasarkan variabel optimum dan hasil karakterisasi bahan dapat disimpulkan bahwa membran yang dihasilkan bisa diaplikasikan untuk pengolahan Iimbah B3 (khusus polimer hidrokarbon) dan untuk aplikasi sel bahan bakar (film ETFE dan film cPTFE).
Lately, the world faces energy crises due to the lack of fuel supply. One of the alternative solutions is diversification on energy field especially which is environment friendly. Fuel cell is electrochemical cell that converses chemical energy directly to electrical energy. There are several advantages using it, such as highly conversion efficiency, renewable fuel, and the most important thing that it is not producing materials which damages the environment. Some of the fuel cell types are polymer electrolyte membrane fuel cell (PEMC) and Direct Methanol Fuel Cell (DMFC). During the operation, these two fuel cells are using polymer as an electrolyte membrane. The functions of the membrane are to separate reactant and act as means of hydrogen ion transportation. These fuel cells are using Nafion for the membrane. The ability of Nafion for executing those functions mentioned-above has been well proved. But developing PEMFC in advanced is very expensive techno-economically and inefficient because the fuel still follow to cathode room (only for DMFC). So it needs advanced study to get an alternative membrane efficiently and economically. The purpose of this research is to have alternative materials on membrane. This research is actuated by preparing sheets on polymer electrolyte membrane through radiation grafting on a monomer hydrophilic function cluster or other monomer hydrophobic function cluster at a polymer base chain/hydrophobic copolymer. Then through sulfonation process it could be obtained sulfonate groups which could change hydrophobic materials to be hydrophilic and it could be used to conduct ion. The materials that were used on this research were hydrocarbon polymer such as LLDPE, HDPE, and PP (these polymers are easy to rind) and fluoropolymer such as PTFE, ETFE, and cPTFE. cPTFE is a PTFE which has been prepared to tie up crossly. Its monomers were acrylate acid and styrene. In pre-irradiation grafting technique, Polymer/copolymer film was irradiated first to have polymer/copolymer radical and then it was grafted with monomer. Several variables were observed such as pre film matrix, doses and doses rate of radiation, types and concentration of monomer, types of solvent, temperature and time of grafting, and sulfonation condition. Beside those variables, membrane characteristics and membrane applications possibility have also been observed. The result of this research, the condition of optimum membrane preparation can be obtained. The optimum condition of membrane preparation by using hydrocarbon polymer film matrix was radiation doses at 45 kGy, rate of doses at 7 kGy/hour, acrylate acid monomer at 40% volume, temperature at 70°C and time of grafting at 90 minutes. On the other hand, the optimum condition of membrane preparation by using fluoropolymer film matrix was radiation doses at 10 kGy, rate of doses at 1.9 kGy/hour, monomer styrene with 2-propanol solvent at 40% volume, temperature at 70°C and time of grafting at 4 hours. The optimum sulfonation condition was chlorosulfonat acid concentration at 1.25% volume, first temperature at 40°C progressively and then at room temperature. Degree of grafting (DOG) of hydrocarbon polymer membrane grafting was high enough. DOG of HDPE was higher than LLDPE and PP. The characteristic of membrane mechanic was high enough so it can be applied for waste treatment but it can not be applied for fuel cell. Using of fluoropolymer film matrix was quite promising. Beside of mechanical characteristic, this kind of polymer has a good electrochemical characteristic and chemical resistance. So it can be applied to fuel cell. PTFE film can not be used for membrane materials due to the degradation during radiation process. ETFE film and cPTFE can be used for fuel cell apllication. ETFE film was used for fuel cell on DMFC type and GPTFE film for fuel cell on PEMFC type. Characteristic of infrared spectrum showed that monomer grafting and sulfonate groups have been done at polymer/copolymer base chain. lt was strengthened with surface topography data using SEM/TEM and elements composition using EDS. The other hand, x-ray diffraction spectrum showed that there was crystalline degrees decline on the film. lf it is compared to Nafion membrane, characteristic of ETFE-g-SS and cPTFE-g-SS membrane were similar to the Nafion characteristic. ln fact, some characteristics such as ion exchange capacity, proton conductivity and mechanical characteristic were relatively much better. The conclusion of this research is that base on optimum variables and results of material characteristics is the membrane which was produced can be applied to hazardous waste treatment (only hydrocarbon polymer) and fuel cells (ETFE and cPTFE films).
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006
D675
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Setiawan
Abstrak :
ABSTRAK
Modifikasi serat rayon menggunakan teknik radiasi sebagai adsorben uranium telah dilakukan. Modifikasi dilakukan dengan cara kopolimerisasi cangkok dengan teknik radiasi secara simultan menggunakan monomer N,N'- metilendiakrilamid (NBA), monomer glycidil metacrylate (GMA), serta campuran NBA dan GMA yang dicangkokkan pada serat rayon, juga dilakukan pengikatan asam sitrat sebagai ligan pada serat tercangkok monomer, sehingga diperoleh kopolimer cangkok Rayon-g-NBA, Rayon-g-NBA-CA, Rayon-g-GMA, Rayon-g-GMA-CA, Rayon-g-NBA-GMA, dan Rayon-g-NBA-GMA-CA. Penelitian ini bertujuan untuk membuat serat penukar ion yang dapat mengadsorpsi uranium dengan kapasitas tukar ionnya yang baik. Parameter yang dipelajari adalah pengaruh dosis serap, volume monomer, konsentrasi monomer, dan rasio volume larutan. Serat yang telah dimodifikasi dikarakterisasi sifat fisiknya diantaranya ditentukan persen cangkok, topologi, sifat termal, kristalinitas, serta kapasitas tukar ionnya. Hasil yang diperoleh adalah kondisi optimum untuk memodifikasi serat rayon. Dosis radiasi yang digunakan 0,5 kGy untuk R-g-NBA dan R-g-GMA; 0,75 kGy R-g-NBA-CA, R-g-GMA-CA, dan Rg- NBA-GMA; dan 1 kGy untuk R-g-NBA-GMA-CA. Volume monomer optimum untuk semua serat termodifikasi dengan berat serat 100 mg adalah 10 mL, konsentrasi optimum adalah 5%, rasio volume larutan adalah 8:2 untuk R-g- NBA-CA, 5:5 untuk R-g-GMA-CA, dan R-g-NBA-GMA, dan 4:2:4 untuk R-g- NBA-GMA-CA. Dari karakterisasi yang dilakukan terlihat bahwa pencangkokan berhasil dilakukan dengan melihat persen grafting, spektra IR, sifat panas, diameter, dan kristalinitas dari serat termodifikasi dibandingkan dengan serat asli. Serat termodifikasi dengan GMA dan asam sitrat (R-g-GMA-CA) memberikan hasil terbaik dengan kapasitas adsorpsi terhadap uranium terbesar yaitu 0,3 meq/g serat.
Abstract
Rayon fiber modification using radiation techniques for uranium metal adsorbent has been conducted. Modifications conducted by grafting copolymerization with simultaneous radiation technique using the monomer N, N'-metilendiakrilamid (NBA), glycidil metacrylate monomer (GMA), as well as a mixture of NBA and GMA is grafted on a rayon fiber, also made of citric acid as a ligand binding to the grafted fiber monomer, in order to obtain a graft copolymer Rayon -g-NBA, Rayon-g-NBA-CA, Rayon-g-GMA, Rayon-g-GMA-CA, Rayon-g-GMA-NBA, and Rayon-g-NBA-GMA-CA. The study aims to create an ion exchange fibers which can adsorb uranium with a fine ion exchange capacity. Parameters studied are, respectively, the influence of absorbed doses, the volume of monomers, monomer concentrations, and the ratio of solution volumes. Modified fibers were characterized physical properties of which are determined percentage of, respectively, persent grafts, topologies, thermal properties, crystallinities, and ion exchange capacities. The results obtained are optimum conditions for modifying the rayon fiber. Dose of 0.5 kGy of radiation used for R-g-NBA and R-g-GMA; 0.75 kGy for R-g-NBA-CA, R-g- GMA-CA and R-g-NBA-GMA, and 1 kGy for R-g-NBA-GMA-CA. Optimum monomer volume for all the fibers modified with fiber weight of 100 mg was 10 mL, the optimum concentration was 5%, the solution volume ratio is 8:2 for the R-g-NBA-CA, 5:5 for R-g-GMA-CA- and Rg- NBA -GMA, and 4:2:4 for the R-g-NBA-GMA-CA. From the characterization performed shows that the transplant has been successed by observing at, respectively, the percentage of graftings, IR spectras, thermal properties, diameters, and crystallinities of the fiber-modified compared to its original fiber. Fibers modified with GMA and citric acid (R-g-GMA-CA) provided the best results with the adsorption capacity of the largest uranium metal is 0.3 meq / g fiber.
2012
T30997
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Hadi Suprayitno
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
S49153
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhmad Rasyid Syahputra
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk membuat gel kopolimer pelapis pupuk lepas lambat dari pati sebagai kerangka utama melalui kopolimerisasi iradiasi sinar-? dengan monomer akrilamida AAm dan polivinil alkohol PVA . Tahap pertama, pada proses iradiasi kitosan dengan dosis iradiasi 100 kGy diperoleh berat molekul kitosan 24663.39 g/mol dan kitosan iradiasi 1774.26 g/mol. Keberhasilan proses degradasi kitosan didukung dengan karakterisasi menggunakan FTIR. Tahap kedua, sintesis gel kopolimer pati, akrilamida dan polivinil alkohol dengan variasi dosis iradiasi 5, 10, 15 dan 20 kGy serta penambahan kitosan iradiasi sebagai bahan penginduksi pertumbuhan bayam. Peningkatan viskositas gel kopolimer iradiasi yang terendah adalah 4236,84 dan yang tertinggi adalah 71597,83 . Kapasitas swelling terbaik gel kopolimer iradiasi 5 kGy sebesar 149,62 g/g, sedangkan gel kopolimer iradiasi 10 kGy sebesar 164,70 g/g. Nilai fraksi gel terbaik kopolimer iradiasi 5 kGy sebesar 76,92 g/g dan kopolimer iradiasi 10 kGy sebesar 125 g/g. Gel kopolimer iradiasi kemudian digunakan sebagai bahan pelapis pupuk urea dan dikarakterisasi menggunakan FTIR dan DTA/TGA. Uji simulasi slow release terbaik gel kopolimer iradiasi 5 kGy menggunakan Spektrofotometer UV-Vis sebesar 87.5 mg/g mulai menit ke-360 hingga 1440 dan gel kopolimer iradiasi 10 kGy sebesar 79 mg/g mulai menit ke-360 hingga 1440
ABSTRACT
Copolymer gel as an urea coating was synthesized from starch, acrylamide and polyvinyl alcohol using gamma rays from Co 60. Chitosan was irradiated 100 kGy, and obtained the intrinsic viscosity of chitosan is 24663.39 g mol and intrinsic viscosity of Irradiated Chitosan is 1774.26 g mol. Degradation process of chitosan was supported using FTIR characterization. Synthesized of gel copolymer starch acrylamide and polyvinyl alcohol applied 5, 10, 15 and 20 kGy absorbed doses variation and irradiated chitosan addition as spinach growth promotor. The lowest copolymer gel viscosity enhancement is 4236,84 and the highest is 71597,83 . Optimum swelling capacity of copolymer gel 5 kGy is 149,62 g g, whereas copolymer gel 10 kGy is 164,70 g g. Optimum gel fraction of copolymer gel 5 kGy is 76,92 g g and 125 g g for copolymer gel 10 kGy. Irradiation copolymer gel is used as an urea coating and characterized using FTIR and DTA TGA. Slow release simulation test using UV Vis Spectrophotometer for copolymer gel 5 kGy is 87.5 mg g and 79 mg g for copolymer gel 10 kGy at 360 1440 minutes.
2017
T48220
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ermin Katrin Harantung
Abstrak :
Walaupun iradasi gamma pada dosis radurisasi dapat menurunkan jumlah mikroba pembusuk sehingga dapat mempernanjang kesegaran udang, namun dalam batas dosis tertentu diduga dapat rnenyebabkan denaturasi protein udang. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan batas dosis iradiasi dalam upaya memperpanjang kesegaran udang, dengan mempelajari kemungkinan terjadinya denaturasi protein udang akibat iradiasi gamma Untuk mengetahui hal tersebut, dilakukan penentuan hidrolisis protein oleh tripsin, kelarutan protein, aktivitas spesifik Ca-TPase aktotniosln, dan pengamatan perubahan struktur protein udang dengan metode elektroforesisdisk gel poliakril amid. Udang yang dikemas dalam kantong-kantong plastik diiradiasi dalam Iradiator Panorama Serba Guna di PAIRBATAK dengan dosis sebesar 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 kGy, pada laju dosis sebesar 5 kGy/Jam. Ditinjau dari penentuan hidrolisis oleh tripsin, kelarutan protein dan penentuan spesifik Ca-ATPase aktomiosin, pengaruh iradiasi gamma pada protein udang mulai tenlihat pada udang yang d13.radiasi dengan dosis 3 kGy selanjutflya ha1 ma diperkuat oleh hasil pemasahan protein udang secara elektrofore-51$ Padandang yang dimradmasm dengan dosis 4 kGy dan 5 kGy mulai terlihat perubahan pada protein yaitu munculnya pita protein yang baru. Sebagai kesimpulan dapat disarankan bahwa dosis iradiasi gamma yang kurang dari 3 kGy dapat dagunkan untuk memperpanjang kesegaran udang, tanpa menyebabkan perubahan karaktenistik protein udang P.ada dosis 3 kGy tau lebih akan menyebabkan protein udang terdenaturasi.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Jessica Angeline
Abstrak :
Sintesis hidroksiapatit adalah senyawa anorganik yang membentuk bagian yang sulit jaringan tubuh manusia seperti tulang. Materi ini bertindak sebagai biokompatibilitas, bioaktivitas, dan osteokonduktivitas, sehingga membuat hidroksiapatit (HA) cocok sebagai a biomaterial. Penelitian ini bertujuan untuk menggantikan ion Magnesium (Mg), yang memiliki peran penting dalam struktur dan fungsi tubuh manusia, dalam Kalsium (Ca) ion dari Hidroksiapatit. Kristal MgHA disintesis dengan mencampurkan larutan diammonium hidrogen fosfat dan magnesium hidroksida menjadi kalsium larutan hidroksida yang kemudian diiradiasi dengan gelombang mikro, dengan variasi dalam konsentrasi Mg dan waktu iradiasi. Dari hasil XRD menunjukkan bahwa sepanjang dengan peningkatan konsentrasi Mg dan waktu iradiasi parameter kisi nilai a dan c dikurangi sebesar 0,03 dalam kisi a dan 0,01 dalam kisi c. Peningkatan Waktu iradiasi sebanding dengan peningkatan ukuran kristal (L) dan kristalinitas indeks (CI). Pada t = 35 ditemukan L = 19,08 nm dan CI = 0,14. Peningkatan Mg konsentrasi sebanding dengan peningkatan ukuran kristal dan indeks kristalinitas, peningkatan konsentrasi Mg di atas 0,6 M menunjukkan adanya saturasi dalam proses pengikatan Mg dalam struktur apatit. Proses sintering pada 900ºC meningkatkan nilai ukuran kristal dari 19,08 nm menjadi 52,09 nm dan kristalinitas indeks dari 0,14 menjadi 2,97. Dengan morfologi MgHA menghasilkan partikel berbentuk batang aglomerasi disebabkan oleh sejumlah besar konten Mg dalam apatit.
Hydroxyapatite synthesis is an inorganic compound that forms a difficult part of human body tissue such as bone. This material acts as biocompatibility, bioactivity, and osteoconductivity, thus making hydroxyapatite (HA) suitable as a biomaterial. This research aims to replace Magnesium (Mg) ions, which have an important role in the structure and function of the human body, in Calcium (Ca) ions from Hydroxyapatite. MgHA crystals are synthesized by mixing a solution of diammonium hydrogen phosphate and magnesium hydroxide into calcium hydroxide solution which is then irradiated with microwaves, with variations in Mg concentration and irradiation time. The XRD results show that along with the increase in Mg concentration and irradiation time the lattice parameter values ​​a and c are reduced by 0.03 in lattice a and 0.01 in lattice c. The increase in irradiation time is proportional to the increase in crystal size (L) and crystallinity index (CI). At t = 35 found L = 19.08 nm and CI = 0.14. An increase in Mg concentration is proportional to an increase in crystal size and crystallinity index, an increase in Mg concentration above 0.6 M indicates the presence of saturation in the Mg binding process in apatite structures. The sintering process at 900ºC increased the crystal size value from 19.08 nm to 52.09 nm and the crystallinity index from 0.14 to 2.97. With morphology, MgHA produces agglomeration rod-shaped particles caused by large amounts of Mg content in apatite.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marga Utama
Jakarta: BATAN , 2007
678.5 MAR t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Syamsul Anwar
Abstrak :
Ion tripolifosfat merupakan zat yang terkandung dalam detergen dalam bentuk natrium tripolifosfat Na5P3O10 . Pembuangan air limbah detergen ke lingkungan perairan dapat menyebabkan peningkatan jumlah ion tripolifosfat. Di lingkungan ion triolifosfat dapat mengalami hidrolisis secara perlahan mengasilkan ortofosfat H2PO4- dan HPO42-. Kandungan fosfat yang berlebih dapat menyebabkan terjadinya ledakan populasi tanaman dan ganggang eutropikasi sehingga mengurangi jumlah oksigen yang terlarut dalam air dan berbahaya bagi kelestarian ekosistem perairan, oleh karena itu kadar ion tripolifosfat dalam perairan perlu dimonitor. Salah satu metode pemisahan ion tripolifosfat dapat dilakukan dengan menggunakan ion-imprinted polymer. Kitosan-suksinat, tripolifosfat dan MBA Methylene Bis Akrilamida digunakan secara berturut-turut sebagai monomer pengompleks, template dan pengikat silang. Pada tahap awal dibentuk kompleks Fe-kitosan-suksinat-tripolifosfat. Tahap kedua kompleks Fe-kitosan-suksinat-tripolifosfat diikat silang dengan MBA Methylene Bis Akrilamida dan diiradiasi sinar gamma. Template Ion tripolifosfat dikeluarkan dengan menggunakan larutan KOH sehingga terbentuk rongga yang selektif untuk hanya ion tripolifosfat pada ion-imprinted polymer. Berdasarkan penelitian ini diketahui bahwa penyerapan ion tripolifosfat optimum pada kondisi pH 2, konsentrasi ion tripolifosfat 1 ppm dan waktu kontak 70 menit. Pada studi ini dilakukan pula percobaan penyerapan ion tripolifosfat pada non-imprinted polymer, termasuk juga pengaruh ion pengganggu. Hasil penyerapan ion tripolifosfat pada ion imprinted polymer lebih besar dibanding non-imprinted polymer pada kondisi optimum yaitu sebesar 94,42 , sedangkan pada non imprinted polymer yaitu 72,12 . Ion klorida Cl- merupakan ion yang memberikan gangguan lebih besar dibandingkan ion karbonat CO32- pada proses penyerapan ion tripolifosfat, persentase adsorpsi tripolifosfat dengan adanya Cl- adalah 57,71 dibandingkan ion CO32- yaitu 68,28.
Tripolyphosphate ion is a substance contained in the detergent in the form of sodium tripolyphosphate Na5P3O10 . Disposal of detergent waste water into the environment can lead increasing tripolyphosphate ion. This ion will undergo hydrolysis slowly which produces orthophosphate H2PO4 and HPO4 2. Excess phosphate content can cause the increase in the number of plants and algae eutrophication , thus reduce the amount of oxygen dissolved in water and can be harmful to the preservation of aquatic ecosystems, therefore the levels of tripolyphosphate ion in the aquatic environment need to be monitored. One method separation of tripolyphosphate ion can be done through ion imprinted polymer chitosan succinate, tripolyphosphate and MBA Methylene Bis Akrilamida used as the complexing monomer, template and crosslinking agent, respectively. In the first step, Fe III chitosan succinate tripolyphospate is formed. In the second step, Fe III chitosan succinate tripolyphospate is crosslinked by MBA and irradiated by gamma ray. Tripolyphosphate ion is removed with KOH solution to form a selective cavity for tripolyphosphate ion in the ion imprinted polymer. Based on this research is known the optimum adsorption of tripolyphosphate ion at pH 2, concentration tripolyphosphate ion 1 ppm, contact time for 70 minutes. This study also conducts experiments of adsorption of tripolyphosphate ion in non imprinted polymer, as well as the effect of interference ions. The result of adsorption of tripolyphosphate ion on imprinted ions is higher than compared to non imprinted. The adsorption percentages are 94.42 for IIP and 72.12 for NIP MBA. Chloride ion Cl is an ion that provides a greater interference to the adsorption process of tripolyphosphate ion than compared to carbonate ion. The Adsorptions of tripolyphosphates are 57.71 for present Cl ion and 68.28 for present CO32 ion.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
T49534
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pradita Ajeng Wiguna
Abstrak :
Radiokromik merupakan salah satu sistem pengukuran dosis serap dari radiasi pengionyang banyak dimanfaatkan dalam bidang industri sterilisasi bahan pangan dan alat kesehatan. Pembuatan radiokromik dilakukan dengan memanfaatkan material yang sensitif terhadap paparan radiasi pengion yang akan mengalami perubahan warna pada dosis iradiasi tertentu. Pada penelitian ini, ion perak diiradisi dengan iradiator Gamma Cell 220 Cobalt-60. Perubahan warna pada larutan dapat dimanfaatkan untuk mengukur dosis iradisi gama. Dosis iradiasi gama dan derajat keasaman larutan (pH) dioptimasi untuk memeperoleh perubahan warna dan karakteristik fisikokimia khas dari nanopartikel perak. Larutan perak nitrat 10 mM dicampurkan dengan larutan polivinil alkohol (PVA) MW 60000 atau 11000-31000. Proses iradiasi dilakukan di ruang dengan sumber gamma Cobalt-60 pada dosis 0 sampai 20 kGy dengan laju dosis 4,6 kGy/jam. Proses ini menghasilkan nanopartikel koloid nanopartikel Ag/PVA berwarna kuning tua. Sifat optis dari nanopartikel Ag/PVA dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis. Spektrum UV-Vis menunjukkan resonansi plasmon permukaan terlokalisasi pada panjang gelombang 420-407 untuk sampel dengan PVA MW 60000 dan 410 nm untuk sampel dengan PVA MW 11000-31000. Intensitas puncak absorpsi meningkat dengan meningkatnya dosis gamma. Hal tersebut menjadikan larutan AgNO3-PVA yang diiradisi dapat menghasilkan nanopatikel perak yang memliki sifat radiokromik dan mengalami perubahan warna sebagai indikasi paparan dosis iradiasi gama diatas 0.5 kGy untuk sampel dengan PVA MW 60000 dan 4 kGy untuk sampel dengan PVA MW 11000-31000. Selanjutnya, berdasarkan citra TEM, morfologi koloid nanopartikel Ag/PVA menunjukkan bentuk yang bulat. ......Radiochromic is a system for measuring the absorption dose of ionizing radiation usedin the industrial sterilization of foodstuffs and medical devices. Fabrication of radiochromics is carried out by utilizing materials that are sensitive to ionizing radiation exposure which will undergo a color change at a certain irradiation dose. In this study,silver ions were irradiated with a Gamma Cell 220 Cobalt-60 irradiator. The color change in the solution can be used to measure the dose of gamma irradiation. The gamma irradiation dose and the degree of solution acidity (pH) were optimized to obtain the color change and the characteristic physicochemical characteristics of silver nanoparticles. Silver nitrate solution with a molarity 10 mM was mixed with a polyvinyl alcohol (PVA) solution with a molecular weight 60000 or 11000-31000. The irradiation process was carried out in a room with a Cobalt-60 gamma source at a dose of 0 to 20 kGy with a dose rate of 4.6 kGy/h. This process produces colloidal Ag/PVA nanoparticles with dark yellow color. The optical properties of the Ag/PVA nanoparticles were characterized using a UV-Vis spectrophotometer. The UV-Vis spectrum shows localized surface plasmon resonance at wavelengths 420-407 for samples with PVA MW 60000 and 410 nm for samples with PVA MW 11000-31000.The intensity of the absorption peak increases with increasing dose of gamma. This means that the AgNO3-PVA solution which is irradiated can produce silver nanopaticles which have radiochromic properties and change color as an indication of gamma doses exposure above 0.5 kGy for samples with PVA MW 60000 and 4 kGy for samples with PVA MW 11000-31000. Furthermore, based on TEM images, the morphology of colloid of the Ag/PVA nanoparticles shows a spherical shape.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>