Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ahrens, L.H.
Oxford : Pergamon Press, 1983
541.722 AHR i
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Satrio Dwi Nugroho
Abstrak :
Semakin tingginya penggunaan dan pemakaian listrik di Indonesia menyebabkan potensi besarnya rugi-rugi pada sistem transmisi dan distribusi. Hal ini menyebabkan banyaknya masalah yang di timbulkan salah satunya adanya korona pada sistem transmisi dan distribusi. Pemetaan korona hanya dapat di deteksi melalui beberapa cara yaitu suara, cahaya dan bau khas. Dalam tesis ini bertujuan mendeteksi korona dengan karakteristik dari indra penciuman yang khas, kemudian hasil dari deteksi di badingkan dengan rugi-rugi korona perhitungan. Bau yang khas ini adalah bau ozon yang di hasilkan dari ionisiasi di tegangan tinggi dengan udara sekitar yaitu oksigen membentuk molekul ozon yang tidak permanen. Metode yang digunakan adalah mendeteksi terjadinya gejala korona dengan sensor ozon dengan jarak dari titik terjadinya korona pada logam elektroda sejauh 10 cm dengan model kubikel. Logam elektroda yang akan diujikan berupa logam tembaga, logam besi dan logam alumunium. Tegangan yang diujikan pada saat pengujian dari 6,7 KV sampai dengan 21 KV. Hasil maksimal pada logam tembaga adalah 1386 ppb dengan waktu 984 detik di 21,3 KV, sedangkan pada logam besi adalah 798 ppb di 19,2 KV dengan waktu 862 detik dan yang terakhir diujikan adalah logam alumunium sebesar 1530 ppb di tegangan 19,3 KV dengan waktu 652 detik. Logam alumunium merupakan logam yang tinggi konsentrasi ozonnya dibandingkan logam lain yang diujikan dengan jarak yang sama antara kedua elektroda. Semakin besar tegangan akan semakin besar rugi-rugi korona yang di hasilkan dan semakin besar medan listrik di sekitar ujung elektroda. Grafik rugi-rugi korona yang terjadi dengan grafik ozon yang di hasilkan mendekati serupa. Maka dapat di tarik kesimpulan bahwa ionisasi akibat korona yang terjadi bisa menggambarkan rugi-rugi korona. ......The increasing use and use of electricity in Indonesia causes the potential for large losses in the transmission and distribution system. This causes many problems that arise, one of which is the corona in the transmission and distribution system. Corona mapping can only be detected through several ways, namely sound, light and distinctive smell. In this thesis, the aim is to detect the corona with the characteristics of a distinctive sense of smell, then the results of the detection are compared with the calculated corona losses. This distinctive odor is the smell of ozone which is produced from ionization at high voltage with the surrounding air, namely oxygen to form ozone molecules that are not permanent. The method used is to detect the occurrence of corona symptoms with an ozone sensor with a distance from the point of occurrence of the corona on the metal electrode as far as 10 cm with the cubic model. The electrode metals to be tested are copper metal, iron metal and aluminum metal. Voltage tested at the time of testing from 6.7 KV to 21 KV. The maximum yield for copper metal was 1386 ppb with a time of 984 seconds at 21.3 KV, while for ferrous metal it was 798 ppb at 19.2 KV with a time of 862 seconds and the last test was aluminum metal of 1530 ppb at a voltage of 19.3 KV. with a time of 652 seconds. Aluminum metal is a metal that has a high concentration of ozone compared to other metals tested with the same distance between the two electrodes. The greater the voltage, the greater the corona losses generated and the greater the electric field around the tip of the electrode. The graph of corona losses that occur with the resulting graph of ozone is almost similar. So it can be concluded that the ionization due to the corona that occurs can describe the corona losses.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melati Azizka Fajria
Abstrak :
[Teknik radioterapi lapangan kecil memiliki tingkat kerumitan yang tinggi, karena keberhasilan pelaksanaan terapi menggunakan teknik ini sangat bergantung pada keakuratan proses mulai dari perencanaan, pemberian dosis selama terapi hingga evaluasi pengukuran dosis terapi. Penelitian ini dilakukan pada kasus kanker paru menggunakan teknik lapangan kecil pada kasus teknik IMRT dan SBRT dimana evaluasi dosis dilakukan dengan menggunakan bilik ionisasi, TLD ,dan film gafchromic EBT2. Nilai diskrepansi yang didapatkan pada teknik IMRT menggunakaan film memiliki nilai yang paling kecil diantara dosimeter lainnya yaitu berada pada rentang nilai 1,75% ~ -0,60%. Pengukuran SBRT baik pada RSCM maupun RSGP hasil yang ditunjukkan PTW 300013 menunjukkan nilai diskrepansi yang tinggi yaitu pada rentang -7,08% ~ -14,98%. Berbanding terbalik dengan PTW 300013, dosimeter Exradine A16 menunjukkan nilai diskrepansi yang kecil yaitu -2,96% ~ -4,12%. Hasil evaluasi film menggunakan MATLAB pada teknik IMRT menghasilkan nilai dosis terukur ≥ 4% lebih tinggi dibandingkan dengan film QAProTM. Sedangkan unutk nilai SBRT dosis terukur yang dihasilkan oleh MATLAB ≤ 4% lebih rendah dibandingkan film QAProTM . Hasil evaluasi dosis dari bilik ionisasi baik pada pengukuran langsung maupun evaluasi menggunakan MATLAB menunjukkan pola yang serupa, yaitu bernilai overestimate pada IMRT dan underestimate pada SBRT.;Small field radiotherapy techniques have a high level of complexity, due to the successful of this implementation is highly dependent on the accuracy of the process from planning until evaluating the dose measurement. This research was done in the case of lung cancer using small field radiotherapy by using IMRT and SBRT technique. The dose evaluation is done by using ionization chambers, TLD, and the gafchromic EBT2 film. Results of discrepancy value in IMRT techniques using film has the smallest value among other dosimeters, in range 1.75% to -0.60%. PTW 300 013 shows a high value of discrepancies on the SBRT measurement, in the range of -7.08% to -14.98%. In contrast with PTW300013, Exradine A16 shows a low value of discrepancies, in range -2,96% to -4,12%. Results of film evaluation using MATLAB, IMRT technique have measurable dose value 4% higher than the film QAProTM. Dose discrepancy of SBRT technique that generated by MATLAB 4% lower than the film QAProTM. The Results of dose evaluation using ionization chamber both of measurement and MATLAB evaluation showed a similar pattern, which is have the overestimate value in IMRT and underestimate value in SBRT., Small field radiotherapy techniques have a high level of complexity, due to the successful of this implementation is highly dependent on the accuracy of the process from planning until evaluating the dose measurement. This research was done in the case of lung cancer using small field radiotherapy by using IMRT and SBRT technique. The dose evaluation is done by using ionization chambers, TLD, and the gafchromic EBT2 film. Results of discrepancy value in IMRT techniques using film has the smallest value among other dosimeters, in range 1.75% to -0.60%. PTW 300 013 shows a high value of discrepancies on the SBRT measurement, in the range of -7.08% to -14.98%. In contrast with PTW300013, Exradine A16 shows a low value of discrepancies, in range -2,96% to -4,12%. Results of film evaluation using MATLAB, IMRT technique have measurable dose value 4% higher than the film QAProTM. Dose discrepancy of SBRT technique that generated by MATLAB 4% lower than the film QAProTM. The Results of dose evaluation using ionization chamber both of measurement and MATLAB evaluation showed a similar pattern, which is have the overestimate value in IMRT and underestimate value in SBRT.]
2016
T44951
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samsun
Abstrak :
Perkiraan nilai dosis yang diterima pasien ( CTDI ) yang langsung ditampilkan pada monitor CT setiap selesai pemeriksaan akan diketahui ketepatan nilainya dengan pengukuran langsung menggunakan pencil ion chamber dan pengukuran tidak langsung menggunakan TLD (Thermolumescence Dosimeter ) yang ditempatkan pada objek phantom dan dibandingkan dengan nilai dosis referensi yang telah ditetapkan, sehingga diharapkan mendapatkan informasi nilai dosis yang sebenarnya. Analisis variasi parameter kV, mAs, dan pitch untuk menentukan berapa rentang nilai parameter optimum untuk mendapatkan nilai dosis pasien (CTDI/mAs) yang minimum namun tidak mengesampingkan kualitas pencitraan hasil CT. Scan yang baik guna menunjang diagnosa, pengukuran langsung maupun tidak langsung dengan menggunakan fantom kepala dan perut. Pengukuran tidak langsung dengan menggunakan TLD (Thermolumescence Dosimeter ) pada menunjukan hasil yang tidak jauh berbeda dengan pengukuran langsung dengan menggunakan pencil ion chamber, dapat ditunjukkan dengan hubungan sifat kelinearan antara pitch dan dosis (CTDI/mAs). ......An estimation dose (CTDI) received by the patient which is directly displayed on the CT monitor on every examination will be able to known it?s precisien by direct measurement using pencil ion chamber and the indirect measurement using TLD placed on the object (phantom) and compared with the value of dose reference, so the real dose rate will be known. The variant analysis of kV, mAs and pitch parameters to justify the range of optimal parameter value, it is used to get the minimum patient dose rate (CTDI/mAs) while the image quality for supporting the diagnose still on the right value, directly or not directly using head and abdomen phantom. Indirect measurement using TLD show unsignificant result if compared with the ion chamber. This value is shown by a relative variant parameter using stright pitch and dose ( CTDI/mAs).
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2008
T21548
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Anugrah Hermanto
Abstrak :
Faktor ekonomis dan keandaan menjadi suatu keharusan dalam sistem transmisi dan distribusi. Gejala korona merupakan salah satu persoalan yang timbul dalam sistem transmisi tenaga listrik tegangan tinggi karena menimbulkan rugi-rugi transmisi dan mengganggu lingkungan sekitar. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya korona adalah kondisi penghantar, yakni bentuk elektroda, jarak celah antar elektroda, dan diameter kawat penghantar. Untuk itu perlu dilakukan pengujian terhadap berhagai bentuk elektroda guna mendapatkan karakteristik dan pengaruh dari bentuk elektroda yang dianggap mewakili keadaan sebenarnya. Pada kondisi ruangan dan jenis bahan elektroda yang sama, jarak celah antar elektroda mempengaruhi tegangan awal terjadinya korona, dimana kenaikan tegangan awal korona berbanding lurus secara logaritma terhadap jarak antar elektroda. Dan pada jarak antar elektroda di bawah 20 mm, proses korona tidak dapat diamati, melainkan langsung terjadi kegagalan. Bentuk permukaan elektroda sangat berpengaruh terhadap terjadinya korona, dimana pada elektroda jarum, tegangan awol terjadinya korona lebih rendah dibandingkan dengan elektroda type batang atau type flat.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2000
S39635
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Novrizki Daryl Rachman
Abstrak :
Teknik Cone Beam Computed Tomography (CBCT) dalam pemindaian 3DRA menggunakan sinar-X berbentuk kerucut bulat atau persegi panjang dengan rotasi pemindaian yang tidak mencapai 360 derajat. Sementara itu, metode perhitungan dosimetri 3DRA saat ini masih mengacu pada konsep CTDI, hal ini mungkin tidak sesuai untuk dosimetri CBCT karena sudut pancaran cone yang lebih besar dibandingkan dengan sudut pancaran fan beam dan rotasi pemindaian 3DRA yang tidak mencapai 360 derajat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis distribusi dosis pada simulasi dan pengukuran dalam pemindaian Angiografi Rotasi Tiga Dimensi (3DRA). Metode yang digunakan melibatkan perbandingan hasil simulasi distribusi dosis menggunakan perangkat lunak EGSnrc dengan hasil pengukuran pada pesawat Angiografi Phillips Allura FD20 (tiga mode pemindaian) menggunakan bilik ionisasi. Proses simulasi menggunakan perangkat lunak EGSnrc terdiri dari tiga tahap. Pertama, lima fantom CTDI virtual dibuat untuk merepresentasikan lubang sesuai dengan penempatan dosimeter pada posisi yang berbeda (pusat, arah jam 3, 6, 9, dan 12). Ukuran voxel fantom disesuaikan menjadi 1 × 1 × 1 mm². Tahap kedua melibatkan pemodelan dan simulasi tabung sinar-X pada sistem 3DRA menggunakan perangkat lunak BEAMnrc. Terakhir, dilakukan simulasi penyinaran pada fantom virtual menggunakan perangkat lunak DOSXYZnrc. Jumlah histories untuk simulasi ditetapkan menjadi 2.5×108, nilai energi cutoff diatur pada 0,521 MeV untuk transportasi elektron, dan 0,001 MeV untuk transportasi foton. Hasil penelitian menunjukkan bahwa area yang paling banyak terpapar radiasi pada ketiga mode 3DRA terletak pada arah jam 3, 6, dan 9 dari fantom. Nilai akurasi tertinggi didapatkan pada mode Xper CT Cerebral HD pada posisi pengukuran pusat dengan nilai presentase perbandingan sebesar 0,9%, sementara nilai akurasi terendah didapatkan pada mode Xper CT Cerebral LD pada posisi pengukuran arah jam 6 dengan nilai prensentase perbandingan sebesar 647,3%. ......Cone Beam Computed Tomography (CBCT) in 3D rotational angiography (3DRA) uses cone-shaped X-ray beams with non-360 degrees rotation. However, current dosimetry calculation methods for 3DRA, which are based on CTDI formalism, may not be suitable due to the larger cone beam angles compared to fan beam angles and the rotation of 3DRA being not a full 360-degree rotation. This study aims to analyze the dose distributions in simulations and direct measurements in 3DRA scans. The method involves comparing the simulation results of dose distributions using EGSnrc software with direct measurements Philips Allura FD20 angiography (in three preset modes) using a head CTDI phantom and an ionization chamber. To analyze the dose distributions in 3DRA, five virtual CTDI phantoms are generated to represent holes corresponding to the placement of dosimeters at different positions (at center, 3, 6, 9, and 12 o'clock). The voxel size of the phantoms is adjusted to 1×1×1 mm². The modeling and simulation of the X-ray tube in the 3DRA system using the BEAMnrc software. The DOSXYZnrc software is used to simulate the irradiation on the virtual phantom. The simulation is performed with 2.5×108 histories, and the energy cutoff value is set at 0.512 MeV for electron transport and 0.001 MeV for photon transport. The results show that the areas most exposed to radiation in all three preset modes of 3DRA are located on the sides and bottom (at 3, 6, and 9 o'clock) of the phantom. The highest accuracy value was obtained in the Xper CT Cerebral HD mode at the center position with a percentage comparison value of 0.9%, while the lowest accuracy value was obtained in the Xper CT Cerebral LD mode at the 6 o'clock position with a percentage comparison value of 647.3%.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oka Ananda Akbar
Abstrak :
ABSTRAK
TPS merupakan modalitas penting dalam perlakuan terapi karena salah satu fungsinya sebagai penyedia informasi dosis yang akan diterima target. Oleh karena itu jaminan kualitas TPS harus dilakukan untuk menjamin akurasi perhitungan dosis sehingga perlakuan terapi dapat bersifat optimal. Tujuan penelitian ini adalah melakukan verifikasi dosis kalkulasi TPS sebagai salah satu prosedur jaminan kualitas serta untuk mengetahui rentang deviasi jika terdapat perbedaan antara dosis kalkulasi dengan dosis pengukuran. Penelitian dilakukan menggunakan fantom CIRS 002LFC model toraks di dua center radioterapi dengan tahapan penelitian berdasarkan publikasi IAEA melalui TECDOC-1583. Pengukuran dosis titik menggunakan dosimeter bilik ionisasi 0.6 cm3, film gafchromic EBT3, dan TLD kemudian dosis pengukuran dibandingkan dengan dosis kalkulasi TPS. Hasil penelitian menunjukkan deviasi dosis pada seluruh kasus uji untuk kedua center radioterapi masih berada di dalam rentang tolerasi. Deviasi dosis di center radioterapi 1 bernilai 0.272.00% untuk bilik ionisasi 0.6 cm3, -0.081.79% untuk film gafchromic EBT3, dan -0.214.93% untuk TLD. Deviasi dosis di center radioterapi 2 bernilai -0.602.68% untuk bilik ionisasi 0.6 cm3, 0.151.75% untuk film EBT3, dan -3.906.30% untuk TLD. Nilai deviasi dosis yang tinggi umumnya diperoleh pada pengukuran dengan geometri kompleks seperti penggunaan blok, berkas tangensial, dan perputaran kolimator serta pengukuran pada material inhomogen (paru-paru dan tulang). Pengukuran di titik dengan perluasan penumbra (titik 10 kasus uji 6) gagal dilakukan menggunakan dosimeter bilik ionisasi namun menghasilkan deviasi yang rendah pada dua dosimeter lainnya. Kesimpulan dari penelitian in adalah semua unit TPS menunjukkan performa yang baik. Hasil pengukuran menunjukkan TLD merupakan dosimeter dengan akurasi dan presisi yang paling buruk. Tingkat akurasi keseluruhan dosimeter yang digunakan adalah film EBT3 dengan -0.05%, bilik ionisasi dengan -0.23%, dan TLD dengan -2.24%.
ABSTRAK
TPS is an important modality in therapy planning since it provides calculated dose information that will be received by target. Thus TPS quality assurance must be conducted to ensure the accuracy of dose calculation hence optimal therapy treatment could be achieved. The aim of this study is to verify TPS calculated dose as one of quality assurance procedures and also to know the deviation range if there are differences between calculated and measured dose. This study was performed using phantom CIRS thorax model 002LFC on 2 radiotherapy centers. The method of this study is based on IAEA TECDOC-1583. Point dose measurement was accomplished using 0.6 cm3 ionization chamber, gafchromic EBT3 film, and TLD then the measured dose was compared to calculated dose. The result of this study showed that the dose deviation of entire test cases on both radiotherapy centers are still below agreement criterion. Dose deviations on first radiotherapy center are 0.272.00% for 0.6 cm3 ionization chamber, -0.081.79% for gafchromic EBT3 film, and -0.214.93% for TLD. Meanwhile, dose deviations on second radiotherapy center are -0.602.68% for 0.6 cm3 ionization chamber, 0.151.75% for gafchromic EBT3 film, and -3.906.30% for TLD. Dose deviation out of agreement criterion generally discovered on measurement with complex geometry such as blocked field, tangential field, collimator rotation and measurement on inhomogen materials (lungs and bone equivalent) as well. Measurement on widening penumbra (point 10 test case 6) was failed to be conducted using ionization chamber yet yield dose deviation below agreement criterion with two others dosimeters. The conclusion of this study is all TPS units that were involved showed good performance of dose calculation. Measurement results also conclude that TLD is a dosimeter with the worst accuracy and precision. The accuracy order of dosimeters used in this study is gafchromic EBT3 film with -0.05%, ionization chamber with -0.23%, and TLD with -2.24%.
2016
S65043
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lidwina Deviani Likasa
Abstrak :
Bawang putih dianggap sebagai salah satu tumbuhan terpenting, dilihat dari berbagai macam kegunaannya, baik sebagai bahan mentah untuk tujuan kuliner atau sebagai ramuan obat. Diallil disulfida (DADS) dan diallil trisulfida (DATS) merupakan senyawa organosulfur yang terdapat dalam bawang putih, yang sangat berkontribusi atas sifat bioaktif dan aroma khas pada bawang putih. DADS dan DATS juga terkenal dengan sifat antioksidannya. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kondisi analisis optimum campuran DADS dan DATS agar diperoleh metode yang valid untuk digunakan pada penetapan kadar DADS dan DATS pada bawang putih tunggal dan bawang putih siung. Analisis dilakukan menggunakan kromatografi gas dengan detektor ionisasi nyala, kolom HP-1. Suhu awal kolom 140℃ dengan kenaikkan 1℃/menit hingga 180℃. Suhu injektor dan detektor diatur 200℃, laju alir gas pembawa 0,80 mL/menit, volume penyuntikkan 1,0 μL. Kondisi analisis yang telah dioptimasi kemudian divalidasi mencakup selektivitas, linearitas, akurasi, presisi, batas deteksi, batas kuantitasi. Hasil validasi didapatkan nilai koefisien korelasi (r) untuk DADS sebesar 0,9999 pada konsentrasi 0,5-20 μg/mL dengan persamaan garis y = 13068,97x - 3373,62. Pada DATS didapatkan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,9999 pada rentang konsentrasi yang sama, dengan persamaan garis y = 3194,39x - 307,22. Nilai LOD dan LOQ untuk DADS sebesar 0,3063 μg/mL dan 1,0210 μg/mL, sedangkan untuk DATS sebesar 0,1986 μg/mL dan 0,6621 μg/mL. Didapatkan nilai akurasi dengan rentang %UPK antara 98,05-101,76% dan presisi dengan %KV≤2%. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa metode analisis yang digunakan dinyatakan valid karena memenuhi seluruh kriteria. Hasil menunjukkan pada sampel bawang putih tunggal diperoleh kadar rata-rata DADS sebesar 0,0296% dan DATS sebesar 0,0093%. Sedangkan, pada sampel bawang putih siung diperoleh kadar rata-rata DADS sebesar 0,0248% dan DATS sebesar 0,0087%. ...... Garlic is treated as one of the most important plants that can be seen from its various uses, whether as food ingredients or as a part of medicational purposes. Diallyl disulfide (DADS) and diallil trisulfide (DATS) are organosulfur compound that can be found in the garlic, which highly affect the characteristic of the aroma of the garlic itself and the bioactive properties. DADS and DATS are also well known for its antioxidants properties. The purpose of this research is to observe the optimum analysis condition of DADS and DATS in order to obtain a valid method to be used in determining DADS and DATS levels in garlic and single clove garlic. The analysis was performed using gas chromatography with flame ionization detector, column HP-1. Initial temperature of column was set from 140℃ with an increase of 1℃/min to 180℃. The injector and detector temperature was set to 200℃, carrier gas flow rate was 0,80 mL/min, and the injection volume was 1.0 μL. The optimized conditions of analysis are then validated which include selectivity, linearity, accuracy, precision, limit of detection, and limit of quantification. Validation shows that the coefficient of correlation (r) for DADS is 0,9999 in the range of concentration 0,5-20 μg/mL with linear regression y = 13068,97x -3373,62. Moreover, the coefficient of correlation for DATS is 0,9999 in the range of the same concentration, with linear regression y = 3194,39x - 307,22. The values of LOD and LOQ for DADS are 0,3063 μg/mL and 1,0210 μg/mL, respectively. Meanwhile, the LOD and LOQ for DATS are 0,1986 μg/mL and 0,6621 μg/mL, respectively. The percentage of recovery is in the range of 98,05-101,76% and CV≤2%. This research indicates the use of analytical method is valid because it meets the criteria. Last but not least, the results shows on single clove garlic sample, the average level of DADS and DATS are 0,0296% and 0,0093%, respectively. Meanwhile, on garlic sample, the average level of DADS and DATS are 0,0248% and 0,0087%, respectively.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Rachmat
Abstrak :
Detektor asap umumnya banyak digunakan pada bangunan tinggi. Akan tetapi, pada kenyataannya masih banyak pemanfaatan detektor asap yang kurang efektif sehingga kinerja dari detektor asap tidak optimal. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik dari hasil pembakaran dua jenis bahan yang berbeda, yaitu jenis flaming (bensin) dan smouldering (foam) khususnya dari pergerakan asap yang dihasilkan serta pengaruhnya terhadap respon detektor asap. Dengan mengetahui karakteristik tersebut, diharapkan dapat dijadikan referensi untuk memilih detektor asap yang tepat. Secara umum penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap simulasi dan tahap eksperimen. Simulasi dilakukan untuk mengetahui karakteristik dari hasil pembakaran. Kemudian eksperimen dilakukan untuk mengetahui pengaruh karakteristik tersebut terhadap tipe detektor asap yang digunakan. Dari hasil simulasi didapatkan bahwa aliran asap pada pembakaran kedua jenis bahan bakar yang digunakan tergolong aliran laminar pada saat asap keluar dari sumbernya. Namun, kecepatan asap pada pembakaran bensin lebih tinggi dibandingkan dengan kecepatan asap pada pembakaran foam. Kemudian dari hasil eksperimen didapatkan bahwa detektor asap ionisasi lebih reaktif terhadap pembakaran jenis flaming, sedangkan detector asap fotoelektrik lebih reaktif terhadap pembakaran jenis smouldering.
Smoke detectors are widely used in buildings. However, the fact that smoke detector role and performance in a building are still not optimal and ineffective. The main objective of this research is to study the combustion characteristics of two different types of material, which is kind of flaming (petrol) and smouldering (foam), especially from the movement of smoke produced and the influence on smoke detector response. By knowing the characteristics, it is expected to be the reference for selecting the right smoke detector. This study is generally done in two stages of simulation and experimental stage. The simulation is conducted to determine the characteristics of combustion products. Then experiments are conducted to determine the effect of these characteristics on the type of smoke detector used. From the simulation results showed that the flow of smoke in the burning of both types of fuel used is laminar flow when smoke coming from the source. However, the speed of the smoke in the combustion of gasoline is higher than the velocity of smoke at the burning foam. Then, from the experimental results showed that ionization smoke detector is more reactive to flaming combustion type, while the photoelectric smoke detector is more reactive to smouldering combustion type.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2010
S50965
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hentihu, Fatimah Kunti
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai faktor koreksi rekombinasi ion untuk bilik ionisasi pada berkas foton FFF Flattening-Filter-Free kemudian membandingkan hasilnya dengan berkas foton konvensional. Evaluasi faktor koreksi rekombinasi ion dilakukan untuk bilik ionisasi FC65-G, SNC600c dan CC13. Pengukuran menggunakan ketiga bilik ionisasi dilakukan di dalam fantom air dan menggunakan foton FFF dan foton konvensional 6 MV dari pesawat Varian Trilogy. Nilai faktor koreksi rekombinasi ion untuk ketiga bilik ionisasi kemudian diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan metode dua tegangan sederhana dan fitting kurva Jaffe plot. Pengukuran juga dilakukan untuk beberapa variasi kedalaman dan variasi ukuran lapangan. Nilai faktor rekombinasi ion yang diperoleh secara keseluruhan dari ketiga bilik ionisasi menunjukkan bahwa nilai koreksi pada berkas foton FFF memilliki nilai yang lebih besar dibandingkan berkas foton konvemsional dengan perbedaan < 0,5 . Sementara dengan menggunakan beberapa variasi kedalaman dan ukuran, diketahui bahwa nilai koreksi rekombinasi ion berkurang dengan bertambahnya kedalaman variasi < 0,3 dan meningkat dengan bertambahnya ukuran lapangan variasi < 0,1 . Nilai koreksi rekombinasi ion yang diperoleh dari fitting kurva Jaffe plot linier memiliki perbedaan sebesar le; 7,649 bila dibandingkan dengan metode dua tegangan. Sementara perbedaan nilai koreksi rekombinasi ion yang diperoleh dari fitting kurva kuadratik dan fitting kurva kuadratik eksponensial terhadap metode dua tegangan adalah sebesar le; 0,5882 dan le; 1,798 . Selain koreksi rekombinasi ion, pada penelitian ini juga dilakukan evaluasi terhadap nilik faktor koreksi polaritas pada berkas foton FFF. Nilai koreksi polaritas berkas foton FFF dengan berkas foton konvensional memiliki perbedaan sebesar < 0,15 .. Nilai koreksi rekombinasi ion maupun koreksi polaritas untuk ketiga bilik ionisasi tidak memiliki perbedaan yang dignifikan bila dibandingan antara berkas foton konvensional dengan foton FFF.
ABSTRACT
This study focused on ion recombination factor for ionization chambers in FFF flattening filter free photon beams and then compared the result against conventional photon beams. The evaluation of ion recombination correction factor was performed using FC65 G, SNC600c, and CC13 ionization chambers. Measurements using the three ionization chambers were performed within the water fantom and using 6 MV FFF and conventional photon beams from the Varian Trilogy linac. The ion recombination correction factor value for the three ionization chambers were obtained from the calculation using the simple two voltage method and Jaffe plot curve fitting. Measurements were also performed for several depth and field size variations. The ion recombination factor value obtained from all three ionization chambers were higher for FFF photon beams than for the conventional photon beams with a difference of 0.5 . While using several variations of depth and size, the results showed that the ion recombination correction value decreased with increasing depth with variation 0.3 and increased with increasing field size with variation 0.1 . The ion recombination correction value obtained from the linear Jaffe plot curve fitting had a difference le 7.649 when compared to the two voltage method. While differences in ion recombination correction values obtained from quadratic curve fitting and exponential quadratic curve fitting to two voltage methods were le 0.5882 and le 1.798 . In addition to ion recombination correction, this study also evaluated the polarity correction factor in the FFF photon beams. The polarity correction value of FFF photon beam with conventional photon beam had a difference 0.15 . The value of ion recombination and polarity correction for the three ionization chambers in FFF photon beams has no significant difference compared to conventional photon beams.
2018
T51417
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library