Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Schabas, William A.
"This is the authoritative introduction to the International Criminal Court, fully updated in this sixth edition. The book covers the legal framework of the Court, the cases that it has heard and that are still to come, and the political debates surrounding its operation. It is written by one of the major authorities on the subject, in language accessible to non-specialists. The sixth edition brings legal references fully up to date in light of the Court's case law. Several trials have now been completed, with four convictions and a number of controversial acquittals. The book also discusses the situations that the Court is currently investigating, including Palestine, Georgia, Ukraine, Venezuela and the UK in Iraq. It also looks into the crisis with African states and the hostility of the United States to the institution."
Cambridge: Cambridge University Press, 2020
e20527788
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
M. Agus Iskandar
"Permasalahan selalu mengundang perbedaan pendapat, dan Internasional hukum dari perbedaan ini , akan di hasilkan hal-hal baru yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum. Demikian pula dengan masalah hukum yang pernah terjadi beberapa dasawarsa yang lalu setelah usainya perang dunia kedua, yaitu dengan dibentuknya Mahkamah Militer Internasional, untuk mengadili para penjahat perang dunia kedua. Fihak Sekutu sebagai pemenang perang berfikiran bahwa dai am perang dunia kedua ini kejahatan perang sudah dalam batas menghawatirkan peradaban manusia. Oleh sebab itu sanksi atas pelanggaran hukum perang harus ditegakan. Atas dasar hal itu maka didirikanlah Mahkamah Militer Internasional. Disisi lain fihak Jerman dan Jepang sebagai fihak yang kalah dalam perang tidak bisa menerima cara tersebut, karena selain mereka adalah fihak terdakwa, mereka juga beranggapan bahwa didirikannya mahkamah tersebut oleh Sekutu dan dilaksanakannya proses peradilanya oleh ahli-ahli hukum negara Sekutu, adalah merupakan balas dendam yang terselubung» Selain itu dalam pelaksanaannya, terdapat tatacara yang tidak lazim menurut tatanan hukum yang telah ada. Dalam kenyataanya, mahkamah tersebut tetap dilaksanakan dan mempunyai dampak positif bagi perkembangan hukum internasional."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1989
S25629
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Sulistia
"Human rights violations become on interesting topic in this 21st century along with emerging respects for civil rights for every violent action. Every person has freedom from persecution and violence either by militia or military force. This can be seen from the establishment of the international Criminal Court (ICC) to prosecute war crimes and crimes against humanity. These efforts are aimed to those who are violating human rights especially by the military force which they can be brought before the ICC for their actions."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
JHII-5-1-Okt2007-16
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Bhatara Ibnu Reza
"Permasalahan Hak Asasi Manusia (HAM) pasca perang dingin menjadi kian merebak dan tidak lagi menjadi sekedar isu non konvensional yang tidak memiliki pengaruh dalam hubungan internasional. Masyarakat internasional mulai sadar untuk melakukan praktek penghormatan terhadap HAM serta melakukan penegakan hukum internasional sebagai sarana yang dapat mempengaruhi aktor negara-bangsa dalam melaksanakan hubungan internasional. Negara yang selama ini di gambarkan sebagai leviathan yang ganas dan kejam terhadap warga negaranya, kini tidak dapat lagi bebas melakukan pelanggaran HAM berat atau melakukan impunity terhadap pelaku karena akan menjadikan mereka sebagai pariah dalam masyarakat internasional. Peran negara sebagai aktor utama dalam hubungan internasional yang lebih memfokuskan diri pada masalah keamanan (security) dan kekuatan militer kini telah bergeser sangat significant dan saat ini mereka dituntut untuk turut serta menjunjung tinggi moralitas dan hukum sebagai main values dari hubungan internasional.
Keberadaan International Criminal Court (ICC) di tengah-tengah masyarakat internasional yang anarki, merupakan fenomena nyata yang terjadi dalam hubungan internasional. Sehingga peneliti melihat pembentukan ICC merupakan usaha masyarakat internasional untuk membentuk sebuah order. Peneliti menggunakan analisis order yang dikembangkan oleh Hedley Bull dalam bukunya The Anarchical Society: A Study of Order in World Politics. Bull menjelaskan masyarakat internasional yang terdiri dari negara berdaulat memerlukan order untuk mencapai tujuannya. Untuk itu diperlukan tiga hak yaitu common interest, rules dan institutions.
Pada peneltian ini pembentukan ICC dikaitkan dengan pembentukan international order terlihat pada common interest yaitu penghormatan HAM, penegakan hukum internasional dan pencegahan impunity terhadap pelanggaran HAM berat. Pada rules adalah diadopsinya Statuta ICC dan institutionsnya adalah negara dengan memilih hukum internasional sebagai bentuk institutions of international society.
Hukum internasional yang dipilih oleh masyarakat internasional sebagai sarana untuk mencapai tujuan dalam melakukan penghormatan terhadap HAM secara internasional. Fungsi hukum internasional dalam hal ini Statuta ICC selain sebagai guidence juga sebagai sumber tata cara dalam melaksanakan kerjasama (co-operation) antara anggota masyarakat internasional serta mencakup pula prinsip hidup berdampingan (coexistence) yang diartikan sebagai jaminan tetap dihormatinya kedaulatan negara. ICC sebagai international order memiliki pengaruh besar terhadap hukum nasional, kendati ICC memberlakukan yurisdiksi otomatis. Selain itu juga memiliki pengaruh terhadap negara non pihak (non state parties), terlihat mekanisme yang dimiliki DK PBB atau terlihat dari kebimbangan AS dalam keterlibatan militernya dalam pasukan peace keeping operations. Dan terakhir, ICC memiliki pengaruh sebagai pencegah (deterrent) praktek pelanggaran HAM berat yang seringkali dilakukan oleh aktor negara bangsa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11459
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Farah Nabila
"Skripsi ini membahas mengenai yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional, sebagai pengadilan pidana permanen yang memiliki yurisdiksi terhadap tindak pidana internasional, atas konflik antara Palestina dan Israel di Jalur Gaza. Palestina dan Israel kerap terlibat dalam konflik bersenjata dalam wilayah Jalur Gaza, diantaranya pada tahun 2009 serta 2012. Dalam kedua periode konflik tersebut terdapat beberapa indikasi adanya tindak pidana internasional yang dilakukan oleh kedua negara, namun belum terdapat proses pengadilan apaun terkait dengan indikasi tersebut. Pada 1 April 2015, Palestina secara resmi telah menjadi negara anggota dari Mahkamah Pidana Internasional. Hal tersebut menimbulkan pertanyaan mengenai yurisdiksi Mahkamah Pidana Internasional terkait dengan konflik di Jalur Gaza yang melibatkan salah satu negara anggotanya tersebut. Penulis menyimpulkan bahwa hingga saat ini, Mahkamah Pidana Internasional belum memiliki yurisdiksi atas konflik antara Palestina dan Israel di Jalur Gaza.

This study discusses the jurisdiction of International Criminal Court, as the permanent criminal court whose jurisdiction covers international criminal acts, with regard to the conflict between Palestine and Israel in Gaza Strip. Palestine and Israel are often involved in a conflict in Gaza Strip, most notably in 2009 and 2012. The aftermath of the two conflicts suggested several indications of internatioanl criminal acts conducted by two States, however no measures have been taken thus far in response to such indications. On 1 April 2015, Palestine has officialy become the State Party of International Criminal Court. This raises the question of the possibility of International Criminal Court?s jurisdict ion over the two notable conflicts in Gaza Strip. The author concluded that International Criminal Court does not have jurisdiction over the conflict between Palestine and Israel in Gaza Strip.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S60570
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Erikson Hasiholan
Jakarta: Tatanusa, 2006
345.01 GUL k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Muladi, 1943-
"Membandingkan Konvesi Roma mengenai ICC (International Criminal Court) dengan UU No. 26/2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia merupakan sualu langkah awal yang harm dilakukan apabila ada niat pemerintah unluk meratifikasi Kovensi Roma. Sebagai syarat utama meratifikasi Konvensi Roma adalah menghindari adanya sualu ketidaksesuaian antara hukum nasional yang berlaku dengan Kovensi Roma Negara mempunyai tanggung jawab untuk melakukan penuntutan dan menyelaraskan hukum pidana dan hukum acara pidananya sesuai dengan konvensi. Konvensi Roma menyatakan "No reservations may be made to this Statute". Namun dalam UU No. 26/2000 penyelasaran yang dilakukan secara parsial telah menimbulkan suatu permasalahan dalam praktiknya, Komunilas hukum di Indonesia sangat mengerti kosekuensi dan meratifikasi Konvesi Roma seperti melakukan kerjasama dengan ICC dalam hal penyelidikan, penangkapan, dan pemindahan tersangka. Akan tetapi harusjuga dipikirkan foktor lain seperti dimungkinkannya ekstradiksi terhadap warga negara sendiri, menjamin berlakunya yurisdiksi universal. Dengan demikian beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum melakukan ratifikasi terhadap Konvesi Roma, agar tidak terjadi kesalahan dalam mengabil kebijakan."
2004
JHII-1-4-Juli2004-659
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Vienna Novia Lurizha Adza
"Skripsi ini membahas mengenai penerapan prinsip komplementaritas sebagai salah satu prinsip esensial dalam Statuta Roma oleh Mahkamah Pidana Internasional dalam dua perkara di Libya yaitu perkara Saif al-Islam Gaddafi dan Abdullah al- Senussi. Kedua perkara ini ditangani oleh negara yang sama yaitu Libya, namun pada putusan akhirnya keduanya mendapatkan putusan yang berbeda. Libya dinyatakan tidak mampu dalam perkara Saif al-Islam Gaddafi sedangkan dalam perkara Abdullah al-Senussi, Libya dinyatakan mampu untuk mengadili perkara sehingga perkara tersebut dinyatakan tidak admissible. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengapa sistem hukum yang sama dapat dianalisa menjadi dua kondisi yang berbeda dalam dua perkara tersebut. Untuk menjawab persoalan ini, Penulis menggunakan studi pustaka terhadap berbagai jenis data sekunder, Penulis menyimpulkan bahwa Mahkamah Pidana Internasional tidak konsisten dalam melakukan penilaian terhadap penerapan prinsip komplementaritas dalam dua perkara tersebut. Hal tersebut bersumber dari penilaian mengenai ketidakmampuan Libya berdasarkan Pasal 17 3 Statuta Roma.

This study discusses the implementation of the complementarity principle as one of the most essential principle established in the Rome Statute by the International Criminal Court in two cases in Libya, which are the case of Saif al Islam Gaddafi and Abdullah al Senussi. These cases were investigated by the same State which was Libya. However, on the final Decision the Court has rendered two substantially different rulings. Libya was declared unable to investigate the case of Saif al Gaddafi, whereas in the case of Abdullah al Senussi, Libya was declared able to investigate the case, rendering the case inadmissible before the Court. This condition raises the question of why the same national legal system can be analysed and described into two different conditions. The author concluded that the International Criminal Court has been inconsistent in analyzing the implementation of the complementarity principle in these cases. Such inconsistencies can be found in the Court rsquo s analysis regarding the inability of Libya to investigate or carry out a proceeding pursuant to Article 17 3 of the Rome Statute.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69182
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Realizing a basic human right's court is not as easy writing or speaking, but it needs a concrete policy that is the commitment of a country to implement basic human rights in the social and political life as the realization of respect to the humanity of human beings. Indonesia is one of the countries which has clear commitment toward the protection of basic human rights as stated in the Preambule of The 1945 Constitution. Such as a commitment has been followed up by a concrete policy in the form of AdHoc Basic Human Right;s Court by the enactment of No. 26/2000 Law which was enacted in May 2002. Considering that Indonesia has not yet ratified the Statuta of International Criminal Court it is hoped that Human Right's Court in Indonesia would be able and willing to bring various cases of heavy violations toward basic human right's occuring in Indonesia nowadays to trial independently and impartialy. In other words The Basic Human Right's Court in Indonesia could convince the world that Indonesian Government is willing and able to settle heavy violations toward Basic Human Rights that so far have occured in Indonesia based on the standard of International Law."
2004
340 JEPX 24:1 (2004)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>