Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 37 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Saraswati
Abstrak :
ABSTRAK


Telah dilakukan penelitian untuk mengetahui gambaran parameter semen pada penderita leukospermia yang memeriksakan diri ke Bagian Biologi FKUI dan Klinik YPK Gereja Theresia. Sampel di ambil dari 20 orang pasien dengan leukospermia, dan sebagai kontrol di ambil dari 20 orang yang normozoospermia. Metode yang digunakan sesuai dengan standar WHO yang lazim digunakan di Bagian Biologi FKUI. Parameter yang diukur adalah:

volume semen, pH semen, jumlah spermatozoa total/ml semen, jumlah spermatozoa motil/ml semen, kategori motilitas, rata-rata motilitas, water test (uji air), morfologi spermatozoa, jumlah leukosit/ml semen. Basil uji statistik nonparametrik jumlah jenjang Wilcoxon

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada semua parameter semen yang diukur, kecuali pH dan volume. Rata-rata volume semen pada kelompok leukospermia lebih rendah (2,92 ml) daripada kelompok nonleukospermia

(3,16 ml). Rata-rata pH semen kelompok leukospermia lebih tinggi (7,8) daripada kelompok nonleukospermia (7,62). Rata-rata jumlah spermatozoa total/ml pada kelompok leukospermia (28,56 juta/ml) lebih rendah daripada kelompok nonleukospermia (69,09 juta/ml). Ratarata jumlah spermatozoa motil/ml pada kelompok leukospermia lebih rendah (15,58 juta/ml) daripada kelompok nonleukospermia (38,74 juta/ml). Rata-rata kategori motilitas spermatozoa kelompok leukopsermia lebih rendah (36,25%) daripada kelompok nonleukospermia (52,75%). Rata-rata motilitas spermatozoa kelompok leukospermia (0,0338 mm/detik) lebih rendah daripada kelompok nonleukospermia (0,0436 mm/detik). Rata-rata jumlah leukosit/ml pada kelompok leukospermia lebih tinggi (2,83 juta/ml) daripada kelompok nonleukospermia (0,15 juta/ml). Rata-rata uji air pada kelompok leukospermia lebih rendah (41,25%) daripada kelompok nonleukospermia (56,15%). Rata-rata morfologi spermatozoa normal kelompok leukospermia lebih rendah (37,2%) daripada kelompok nonleukospermia (59%).
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia, 1993
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Andon Hestiantoro
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
612.662 AND m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Arjatmo Tjokronegoro
Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 2012
616.692 ARJ k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Duta Atur Tritama
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang: Saat ini WHO memperkirakan 60 ndash;80 juta pasangan menderita infertilitas atau diperkirakan 8 ndash;12 persen dari pasangan di seluruh dunia. Salah satu penyebab infertilitas pada wanita adalah endometriois.1,2 Sekitar 20 ndash; 40 wanita infertilitas menderita endometriosis, dengan prevalensi endometriosis pada wanita usia reproduksi adalah 3 ndash;10 .5 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persentase pasien endometriosis dengan infertilitas yang hamil dalam waktu satu tahun pasca prosedur laparoskopi dan factor-faktor yang mempengaruhinya.Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif, sumber data berasal dari rekam medis dengan pendekatan penelitian deskriptif-analitik kategorikal dengan menggunakan rekam medik pasien yang dilakukan laparoskopi di Rumah Sakit Fatmawati, kemudian di follow up untuk mengetahui kejadian kehamilannya. Data kemudian dianalisis untuk mengetahui hubungan antara usia, lama infertilitas, bilateralitas kista, patensi tuba, dan derajat r-AFS dengan kehamilan.Hasil: Terdapat 64 subjek yang dianalisis. Sebanyak 23 subjek 35,9 hamil dalam satu tahun pasca laparoskopi. Kelompok usia le; 35 tahun memiliki peluang untuk hamil lebih besar dengan OR 6,75 dan nilai p=0,01, lama infertilitas le; 3 tahun memiliki peluang untuk hamil lebih besar dengan OR 3,2 dan nilai p=0,032, derajat r-AFS II dan III juga memiliki peluang hamil yang besar dengan OR 3,25 dan 4,25 dengan nilai p=0,04.Kesimpulan: Pada penelitian ini didapatkan angka kehamilan dalam satu tahun pasca laparoskopi sebesar 35,9 . Terdapat hubungan antara usia, lama infertilitas dan derajat r-AFS dengan kehamilan.Kata Kunci: Endometriosis, infertilitas, laparoskopi, kehamilan
ABSTRACT
Background WHO estimate about 60 ndash 80 million infertile couple in the world or about 8 12 from the whole couple. Endometriosis is one of the condition that cause infertility. About 20 40 infertile women are having endometriosis, and endometriosis prevalence in reproductive women is 3 10 . This study purpose is to know about percentage of pregnancy rate in women post laparoskopi.Methods This study is retrospektif cohort, data is taken from medical record of patient in RSUP Fatmawati with categorical descriptive analitic approachment. Data then analyze to know is there any association between age, infertility duration, bilaterality of the cyst, tubal patensy, r AFS stage with pregnancy rate.Results From 64 subject, there are 23 subject 35,9 that pregnant within one year after laparoscopic procedure. Age le 35 years old have a greater chance to get pregnant with OR 6,75 and p value 0,01, duration of infertility le 3 years have a greater chance to get pregnant with OR 3,2 and p value 0,032, r AFS stage II and III are have a greater chance to get pregnant to with OR 3,25 and 4,25 and p value 0,04. Conclusion The pregnancy rate after laparoscopic cystectomy is 35,9 in this study. There are correlation between age, duration of infertility, and r AFS staging with pregnancy rate.Key Words Endometriosis, infertility, laparoscopy, pregnancy
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zeti Harriyati
Abstrak :
Pendahuluan : Infertilitas merupakan masalah yang dialami pasangan suami istri, dimana faktor laki-laki berkontribusi sebesar 40%. Salah satu penyebab infertilitas dari faktor laki-laki adalah gangguan remodelling kromatin yang terjadi selama proses spermiogenesis. Pada proses ini histon akan digantikan oleh protein protamin yang menyebabkan DNA lebih padat dan kompak. Regulasi protamin dipengaruhi oleh kerja protein CREM yang merupakan faktor transkripsi pada gen protamin. Pada tahapan ini dibutuhkan peran androgen yang akan aktif setelah berikatan dengan reseptor androgen (AR), sehingga aktivitas AR sangat menentukan keberhasilan remodeling kromatin. Penelitian ini bertujuan menganalisis ekspresi protein CREM, Protamin 1 dan Protamin 2 pada spermatozoa laki-laki infertil dan kaitannya dengan variasi pengulangan CAG gen reseptor androgen. Metode: Desain penelitian cross sectional. Sampel spermatozoa berasal dari 30 pasien infertil OA/OAT dan 10 pria fertil sebagai kontrol. Protein dan DNA spermatozoa diekstraksi dari tiap-tiap individu. Analisis ekspresi protein CREM, protamin 1 dan protamin 2 dilakukan dengan teknik western immunoblotting. Distribusi protein CREM, protamin 1 dan protamin 2 dianalisis dengan teknik imunositokimia. Pemeriksaan jumlah pengulangan (CAG) dilakukan dengan sekuensing DNA spermatozoa. Hasil: Analisis protein CREM, protamin 1 dan 2 pada laki-laki infertil menunjukan ekspresi yang menurun dibandingkan dengan pria fertil. Penurunan ekspresi protein terlihat pada frekuensi keberadaan pita lebih rendah pada laki-laki infertil secara signifikan. Ekspresi protein CREM berhubungan dengan Protamin 1. Tidak terdapat hubungan ekspresi protein CREM dengan protamin 2, dan ekspresi protamine 1 dengan protamin 2. Analisis imunositokimia menunjukkan bahwa Protein CREM, Protamin 1 dan 2 diekspresikan pada daerah kepala spermatozoa laki-laki fertil dan infertil. Rerata jumlah pengulangan CAG pada laki-laki infertil 29,6 sedangkan pada laki-laki fertil 28,9. Hasil analisis statistik menunjukan tidak ada hubungan signifikan antara jumlah pengulangan CAG gen reseptor androgen dengan tingkat ekspresi CREM, Protamin 1 dan Protamin 2. Kesimpulan: Protein CREM, Protamine 1 dan protamin 2 diekspresikan lebih rendah pada spermatozoa laki-laki infertil dan tidak ada hubungan dengan pengulangan jumlah CAG gen reseptor androgen. Ekspresi protein CREM berhubungan dengan protein protamin 1.
Introduction : Infertility is a problem experienced by married couples, and causes originated from male factors contribute around 40% of total cases. One of those factor is disturbance in chromatin remodeling during spermiogenesis. During this process, an important event in which histone protein is replaced by protamine takes place. As a result, DNA becomes more compact in size, bond by protamines protein. The expression of protamines is influenced by CREM which is a transcription factor regulating protamine genes. Protamine is transcripted in round spermatid, and translated in elongated spermatid, a process which is dependent on Androgen action. The aims of this study was to analyze CREM and protamine expression in spermatozoa from infertile patients and its correlation with CAG repeats variation of androgen receptor gene. Method: This cross sectional study was conducted from December 2012 through March 2015. Protein and DNA sperm were extracted from spermatozoa of infertile men. CREM, and protamines expressions were analyzed by using western immunobloting. Localization and distribution of CREM and protamines expression were analyzed by immunocytochemistry. Examination of CAG repeat was performed by DNA sequencing. Result: CREM and protamines were found to be down-regulated in infertile men compared to fertile individuals. A significant association was found between CREM and protamine 1 expression, but not with protamine 2. No significant association was found between protamine 1 and protamine 2. Analyses using immunocytochemistry showed reduced expression in CREM and Protamine from infertile patient compared to normal individuals. The average CAG repeat of infertile men was 29.6 compared to 28,9 of fertile donors. Statistical analysis showed no significant association between expression level of CREM and Protamine towards the number of CAG repeats variation androgen receptor gene. Conclusion: CREM, protamine 1 and protamine 2 expression are lower in spermatozoa of infertile male and no association with CAG repeats variation of androgen receptor gene. CREM expression is associated with protamine 1.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajarina Herawati Fajarina Herawati
Abstrak :
ABSTRAK
Infertilitas adalah kegagalan untuk memperoleh kehamilan setelah 12 bulan melakukan hubungan seksual secara teratur tanpa menggunakan alat kontrasepsi. Infertilitas menyebabkan stres bagi perempuan yang mengalaminya. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan tingkat stres perempuan infertil yang menjalani program fertilisasi. Desain pada penelitian ini adalah cross sectional dengan jumlah responden 60 perempuan infertil yang dipilih secara consecutive sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat stres cukup berat dialami 11,7 perempuan infertil, dan sisanya 88,3 perempuan infertil mengalami stres sedang. Sebagian besar responden, 78,3 mengalami infertilitas primer dan 58,3 responden mengikuti program IVF. Berdasarkan hasil penelitian diperlukan dukungan keluarga dan tenaga kesehatan untuk mengelola stres yang dialami oleh perempuan infertil.
ABSTRACT Infertility is the failure to conceive after 12 months of regular sexual intercourse without using contraception. Infertility causes stress for women who experience it. This study aimed to describe the stress level of infertile women undergoing fertilization program. Design of this study was cross sectional with the number of respondents 60 infertile women were selected by consecutive sampling. The results showed that the levels of stress experienced by 11.7 severe enough women infertile, and the rest 88.3 infertile women experienced moderate stress. Most respondents, 78.3 had primary infertility and 58.3 of respondents follow the IVF program. Based on the results of the study required the support of family and health personnel to manage the stress experienced by women infertile.
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2016
S66189
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Valencia Astri Yuwono
Abstrak :
Latar Belakang: Endometriosis dan infertilitas memiliki keterkaitan yang sangat erat. Namun etiopatogenesis terjadinya infertilitas pada kasus endometriosis sangat beragam. Teori yang berkembang akhir-akhir ini adalah buruknya reseptivitas endometrium. Gen HOXA 11 adalah salah satu gen yang berperan dalam reseptivitas endometrium karena berkorelasi dengan penanda lain seperti Leukemia Inhibitory Factor LIF, B3integrin, dan EMX2. Teori epigenetik yang berkembang adalah terjadi hipermetilasi pada gen HOXA 11 sehingga terjadi penurunan ekspresi gen tersebut. Metode: Penelitian potong lintang ini dilakukan di RS Cipto Mangunkusumo pada Juli 2015 - Juni 2016. Subjek penelitian adalah pasien endometriosis yang terbukti secara histopatologi dengan infertilitas dan kelompok kontrol merupakan pasien non-endometriosis yang fertil. Status metilasi gen HOXA 11 dari sampel endometrium eutopik pada kedua kelompok ini diperiksa dan dibandingkan. Hasil: Enam pasien endometriosis dan enam pasien kontrol diambil sebagai subjek. Perbedaan tingkat metilasi gen HOXA 11 pada kedua kelompok ini berbeda secara signifikan dengan nilai p 0.03 dengan perbedaan rerata peningkatan kadar metilasi pada kelompok pasien endometriosis sebesar 33. Kesimpulan: Gen HOXA 11 yang berperan dalam reseptivitas endometrium mengalami hipermetilasi pada pasien dengan endometriosis dan infertilitas. ......Introduction: Endometriosis compromises infertility in some patients. They have close relationship and many etiologies have been proposed. HOXA11 has important role in window implantation because it is related to other endometrial receptivity markers such as Leukemia Inhibitory Factor LIF , B3integrin, and EMX2. Recently, many researchers found poor endometrial receptivity in endometriosis due to hyper methylation of HOXA11 gene. Therefore, this study aims to find out the HOXA11 gene profile on endometriosis patients with infertility in Indonesia. Methods: This cross sectional study was conducted in Dr. Cipto Mangunkusumo Hospital from July 2015 June 2016. The subjects were endometriosis patients with infertility who have been confirmed histopathological. The control group was taken from non endometriosis and fertile patients. Eutopic endometrium samples were taken and examined for the methylation of HOXA11 gene. Results: Both groups consist of six patients. The difference of methylation of HOXA 11 gene between those two groups is statistically significant p 0.03 . There was hyper methylation in endometriosis group. Conclusion: There is a hyper methylation of HOXA 11 gene in eutopic endometrium of endometriosis patients with infertility. Thus, possibly can explain the poor endometrial receptivity in endometriosis patient and give a broad research area in epigenetic therapy of endometriosis.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Syahnaz Quamila
Abstrak :
Latar Belakang Sejumlah penelitian telah menunjukkan dampak negative obesitas pada fertilitas dan hasil kehamilan pada pasien sindrom ovarium polikistik (SOPK) yang menjalani in vitro fertilization (IVF) atau juga umumnya dikenal sebagai program bayi tabung. Oleh karena itu, studi ini bertujuan untuk meneliti hubungan antara obesitas sebagaimana direpresentasikan oleh indeks massa tubuh (IMT) dan angka kehamilan pada pasien SOPK di Klinik Yasmin Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSM). Metode Sejumlah 45 pasien SOPK obese dan 45 pasien non-obese dikumpulkan dari rekam medis. Analisis chi-square dilakukan untuk meneliti hubungan obesitas dengan angka kehamilan biokimia dan klinis. Terlebih dari itu, dilakukan analisis perbedaan kelompok rata-rata untuk melihat perbedaan perlakuan program bayi tabung yang diberikan pada dua kelompok pasien SOPK yang dapat memengaruhi hasil dan menjelaskan hasil tingkat kehamilan. Hasil Tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara obesitas, sebagaimana direpresentasikan oleh IMT, dan angka kehamilan baik secara biokimia maupun klinis pada pasien SOPK yang menjalani program bayi tabung di Klinik Yasmin RSCM. Kesimpulan Meskipun tidak teridentifikasi hubungan yang signifikan antara IMT dan angka kehamilan pada pasien SOPK dalam populasi penelitian kami, hal ini menunjukkan adanya kemungkinan adanya faktor lain yang berkontribusi pada infertilitas dan patofisiologi SOPK. Maka dari itu, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menjelajahi faktor-faktor tersebut. ......Introduction Previous studies have suggested the negative impact obesity on fertility and pregnancy outcomes in polycystic ovary syndrome (PCOS) patients undergoing in vitro fertilization (IVF). Therefore, this study aims to investigate the significance of obesity in PCOS pregnancy outcomes by identifying the association between body mass index (BMI) and pregnancy rates in obese and non-obese (lean) PCOS patients undergoing IVF at Klinik Yasmin Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Method Ninety patient records were collected and analyzed (obese N = 45; lean N = 45). The study mainly focused on assessing the association between BMI and both biochemical and clinical pregnancy rates in obese patient group using chi-square analysis. We also conducted a supplementary analysis of mean group differences to explore variations in IVF intervention between the two patient groups that could possibly account for pregnancy rate outcomes. Results No statistically significant association between obesity, as denoted by BMI, and biochemical as well as clinical pregnancy rates in PCOS patients undergoing IVF in Klinik Yasmin RSCM. Conclusion Although we were unable to identify a statistically significant association between BMI and pregnancy rates in PCOS patients undergoing IVF within our study population, our findings suggest the possible role of additional factors that may contribute to infertility in this syndrome. Further research is needed to explore other factors that may strongly contribute to pregnancy outcomes in women with PCOS.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sari Setyaningsih
Abstrak :
Spermatogenesis merupakan proses perkembangan sel-sel germinal yang sangat ketat diregulasi. Perubahan pada morfologi sel selama diferensiasi atau migrasi dalam tubulus seminiferus menunjukkan keterlibatan banyak gen. Spermatogenesis terdiri dari tahap mitosis, meiosis dan spermiogenesis. Salah satu gen yang berperan pada meiosis adalah Cell Division Cycle 25A (CDC25A). CDC25A merupakan anggota dari M-phase inducer (MPI), protein famili fosfatase yang tidak hanya meregulasi progresi meiosis melalui aktivasi CDK tetapi juga penting untuk transisi fase G1 ke fase S pada interfase. CDC25A juga memiliki hubungan dalam kegagalan spermatogenesis yaitu dengan menurunkan level transkrip dari CDC25A dan gagalnya sperm retrieval pada laki-laki infertil. Pemeriksaan infertilitas pada kasus azoospermia akibat kegagalan spermatogenesis terbatas pada pemeriksaan histologi dari sampel biopsi testis, oleh sebab itu diperlukan penelitian dibidang molekular untuk mengetahui kandidat gen yang dapat digunakan sebagai marker dalam meningkatkan kualitas pemeriksaan biopsi testis. Penelitian ini merupakan studi potong lintang (cross section) dengan menggunakan 45 sampel biopsi testis dengan kategori penilaian Johnsen dari penilaian 3 sampai 8. Analisis ekspresi mRNA CDC25A menggunakan kuntitas relatif dengan qRT-PCR dan analisis ekspresi protein dengan perhitungan jumlah sel positif dengan menggunakan metode imunohistokimia. Analisis statistik yang dilakukan adalah uji korelasi Spearman Rho. Berdasarkan hasil penelitian diketahui terdapat penurunan ekspresi relatif mRNA dan ekspresi protein pada penilaian Johnsen 5. Korelasi antara nilai ekspresi mRNA dan ekspresi protein CDC25A terdapat korelasi positif yang sedang antara ekspresi mRNA dan persentase jumlah sel positif protein CDC25A dengan nilai r= 0,546 dan nilai p = 0,010 (p<0,05). Hal ini memiliki indikasi bahwa CDC25A berperan terhadap terjadinya meiotic arrest sebagai salah satu penyebab kegagalan spermatogenesis. ...... Spermatogenesis is tightly regulated developmental process of male germ cells. The drastic change in cell morphology during germ cells differentiation and migration in seminiferous tubule suggests the presence of highly organize network of genes. The stages in spermatogenesis are mitotic for self renewal or differentiation into later-stage spermatogonium, meiotic division and spermiogenesis. One of genes that has role in meiotic is Cell Division Cycle 25A (CDC25A). CDC25A is M-phase inducer (MPI), phosphatase family member that has fuction not only regulate meiotic progression through CDK activation but also important for transision G1/S phase in interphase. CDC25A has relationship with spermatogenesis failure, the decreased CDC25A is associated with spermatogenic failure and failed sperm retrieval. Recently, Infertility examination for azoospermia limited on histology aspect, therefore molecular research to find gene as a marker for infertility will improve testis biopsies examination. This research was a cross sectional study from 45 testis biopsies sample with Johnsen scoring categories from scoring 3 until 8. mRNA Expression analysis used qPCR and protein expression analysis used immunohistochemistry method. Statistical analyses were Kruskal Wallis and Spearman correlation, if p value less than 0.05 was considered significant correlation. The result showed mRNA transcript level and protein expression of CDC25A decreased in scoring 5 of Johnsen scoring categories. Correlation between mRNA relative expression and protein expression of CDC25A showed moderate positive correlation with p= 0,010 (p<0,05) and Spearman correlation coefficient was 0,546 (r=0,546). This research indicated that CDC25A has associated with meiotic arrest as an etiology of spermatogenic failure.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>