Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 57 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Simatupang, Tahi Bonar, 1920-
Djakarta: Indira, 1960
992.07 SIM p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Simatupang, Tahi Bonar, 1920-
[Place of publication not identified]: [publisher not identified], [date of publication not identified]
992.07 SIM p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Craig, Gordon A.
New York: A Galaxy Book, 1964
943.08 CRA p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
On professionalism of Armed Forces and civil-military relationship in Indonesia as reflected in the Indonesian law on Armed Forces, 2004 and documentary regarding its enactment.
Jakarta: Atas kerjasama Imparsial, Koalisi Keselamatan Masyarakat Sipil, [dan] Lembaga Studi Pers dan Pembangunan, 2005
343.01 MEN (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Susanto
Abstrak :
Regarding Indonesian recent extensive and intensive regional and communal violence, TNI, the Indonesian National Army-as one of the most responsible (and capable) state apparatus to deal with it-in fact, almost has not done something substantial. Or, violent actions in contemporary Indonesian (multicultural) societies, perhaps, have never been a legitimate monopoly of supposedly a modern state. Based on critical analysis of news and images disseminated by contemporary mass media in modern Indonesia, this paper tries to deconstruct a myth. It is a (anthropological) myth of presuming that thoughts (and identity), words (and language) and reality (and imagination) were different things; and that those three things were related one to another hierarchically. After the 'fall' of the New Order military regime in 1998, and even in its most chaotic period, since early year of 2000, TNI innocently and ironically has manipulated the myth in order to maintain its hegemonic (dual function) power in dealing with the Indonesian common people's expressions of looking for human rights and justice. Although, this paper likely does not believe any longer in the usual existing idea and practice of democracy that remains focus on making accountable the exercise of (military) government power. History of political economy has brought with it a fundamental change in the form of expanding business and financial power-modern audio-visual mass-media included. Cornering certain ironic contemporary typical Indonesian politico-economic and cultural representations, hopefully, this article would remind the readers on the allures and threats of a modernization which parades and sells out words, thoughts, and reality so recklessly.
2005
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Hidayati
Abstrak :
ABSTRAK Tidak lama setelah diproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, muncullah berbagai pergolakan yang datangnya dari Sekutu. Pergolakan itu disebabkan oleh kedatangan Sekutu yang pada mulanya hanya bertujuan menjaga keamanan, melucuti tentara Jepang dan sekaligus memulangkan kembali ke negaranya. Namun ternyata kedatangan Sekutu disertai orang-orang Belanda (MICA) yang dipersenjatai sehingga rakyat Indonesia merasa curiga bahwa sebenarnya kedatangan Sekutu itu sebenarnya mempunyai maksud untuk menanamkan kembali kekuasaan Belanda di Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa ternyata Sekutu sudah tidak mau lagi mengindahkan kedaulatan bangsa Indonesia, Akibatnya meletuslah pergolakan atau pertempuran besar di Jakarta, Surabaya, Magelang, Ambarawa, Semarang, Bandung untuk melawan Sekutu. Demikian di Yogyakarta saat itu juga terjadi pergolakan melawan Jepang, para pemuda dengan semangat tinggi dan penuh keberanian berhasil mendobrak dan membuka segel percetakan Surat Kabar Sinar Matahari. Selanjutnya para pemuda di bawah pimpinan Sumarmadi berhasil pula mengambil alih radio Jepang Hosokyoku. Suasana menjadi panas setelah para pemuda bersama rakyat dan Polisi Istimewa berhasil menurunkan bendera Jepang Hinomaru di Gedung Agung dan digantikan dengan bendera Merah Putih. Puncaknya adalah massa rakyat dapat menguasai markas Jepang di Kota Baru pada tanggal 7 Oktober 1945. Pada saat situasi dan kondisi yang tidak terkendali tersebut, tampillah Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk melindungi rakyatnya, dengan cara mengeluarkan beberapa maklumat. Adapun maksud beliau adalah untuk menampung para pemuda yang sedang bergelora, di pihak lain pemerintah sudah tidak mampu lagi menjamin keselamatan individu. Maka kemudian didirikanlah badan-badan perjuangan dengan berbagai nama dan semangat revolusi. Salah satu badan perjuangan yang muncul di Yogyakarta adalah BPRI Mataram yang tidak lain merupakan cikal Bakal terbentuknya TRM. Adapun aktivitas laskar TRM semata-mata berdasar suatu sikap anti penjajahan. Pada prinsipnya keberadaan TRM di Front adalah membantu tentara reguler dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Keberadaan TRM didukung oleh beberapa faktor diantaranya munculnya kelompok-kelompok laskar lain, sehubungan dengan dikeluarkannya plakat amanat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX; didapatkannya senjata dari Jepang: dikeluarkannya beberapa maklumat dukungan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX; adanya figur pemimpin yaitu Soetardjo sebagai koordinator laskar di garis depan maupun di garis belakang. Aktivitas TRM meliputi bidang politik (pertahanan) dan social . Dalam bidang politik, TRM baik ketika masih merupakan kelompok laskar maupun setelah menjadi batalyon reguler selalu aktif di berbagai Front. Diantaranya Front Magelang, Ambarawa, Semarang, Ujung Bening, Majalengka, Ciranji, Mangkang dan sepanjang medan Kediri Utara serta Jawa Timur pada waktu Agresi Belanda I. Sedang di bidang sosial, TRM menyelengarakan dapur umum dan Palang Merah, aktivitas ini ditangani oleh anggota TRM-Putri (PRIP) dibawah pimpinan Widayati. Karena kegigihan, keuletan dan keberaniannya di medan pertempuran, maka para perwira Markas Besar Tentara (MBT) memasukkan laskar TRM ke dalam Divisi ketentaraan resmi. Maka pada tanggal 15 Maret 1945 berubah nama menjadi Batalyon XXII Istimewa di bawah Resimen II Divisi IX dengan pimpinan Batalyon I dengan pimpinan Jenderal Mayor RP. Sudarsono. Namun pada tanggal 10 Juli 1946, Batalyon XXII tersebut dirubah lagi menjadi Mobile Batalyon I dengan komandannya tetap Soetardjo. Adapun alasannya adalah agar ruang lingkup dan aktivitas operasionalnya lebih luas. Setelah periode Mangkang, pasukan Mobile Batalyon I banyak yang meninggalkan kesatuannya, sehingga pasukan Bung Tardjo tersebut tinggal satu kompi. Meskipun demikian sisa pasukan Bung Tardjo ini tetap meneruskan perjuangannya di bawah koordinasi Divisi III/Diponegoro. Pada tahun 1948 aktivitas TRM telah berakhir, berkaitan dengan rekontruksi dan rasionalisasi ketentaraan di Indonesia, maka Mobile Batalyon I kemudian ada yang meneruskan kariernya dalam militer dengan menjadi tentara, ada yang kembali ke masyarakat dengan menjadi wiraswasta dan sebagian lagi melanjutkan ke bangku sekolah.
ABSTRACT Not long after the proclamation of the Indonesia Independent on August seventeen one thousand nine hundred forty five (17-8-1945), various developments, originating from the allied forces. Said developments were caused by the arrival of the allied forces which in the beginning only at the objective to maintain security, to'-disarm the Japanese and at the same time to return them to their country. Nevertheless it turns out that the arrival of the allied forces was accompanied by Dutch people (NIKA) who were armed so that the Indonesian people feel distracting that impact the aarival of the allied forces had the intention to replant Dutch authority in Indonesia. This trough that the allied forces did no longer care for the sovereignty of the Indonesian Nation. As the result various development occurred or large ware fare in Jakarta, Surabaya, Magelang, Ambarawa, Semarang, Bandung to fight against the allied forces. Thus in Yogyakarta at the time also happened events against the Japanese. The young people with high spirit and whole of courage succeeded to open the seal of the printing house of the daily Sinar Matahari. Further young people under the leadership of Sumardi succeeded to take over the Japanese radio Hosokyoku. The situation became very hot after the young people together with the general public and the mobile brigade succeeded to put-down the Japanese flag Hinomaru at Gedung Agung and substituted with the red and white flag. The top development was the great masses could control the Japanese headquotres in Kota Baru on October 7,1945. At the time when uncontrollable situation and condition were everywhere, appeared Sri Sultan Hamengku Buwono IX to protect this people by issuing a couple announcements. His purpose was to accommodate the young people who were being in great courage, on the other side the government is no longer able to guarantee individual safety. Thus struggle organization were established with various names and the spirit of revolution. One of the struggle organizations that appeared in Yogyakarta is BPRI--Mataram which was no other organization than that which eventually became the seed of TRM. The activities of the semi military TRM was singly on the basis of an anti colonial attitude. In principle the presence of TRM at the Front was to help the regular units in defending the independence of Indonesia. The presence of TRM was supported by various factors among others the appearing of other semi military groups, in relation to the issuing of placates on the-massage of Sri Sultan Hamengku Bowono IX, the obtaining of weapon from the Japanese, the issues of various support declarations by Sri Sultan Hamengku Buwono IX;the presence of the leader figure i.e Soetardjo as coordinator of semi military units at the Front line as well as at the back line. Activities of TRM included the field of politics (defense) and social. In the field of politics, TRM, both when both still forming a group of semi military as well as after becoming a regular battalion was invariably active in various Front lines. Among others at Front Magelang, Ambarawa, Semarang, Ujung Berung, Majalengka, Ciranji, Mangkan, and along the Front line Kedu Utara and East Java during the first Dutch agression. While in the social field TRM organized public kitchen and Red Cross, this activities was handled by lady members of TRM (PRIP) under leadership of Widayati. Thanks to their courage, their perseverance, and courage on Front line, the officers of the Head quarters (MBT) included laskar TRM into the official army unit. Thus on March 15,1945 its name was changed to become battalion 22 istimewa under regiment II Divisi IX which as leader of battalion I with as. leading Batalyion I, with as commander Jendral Major RP.Sudarsono. Nevertheless on July 10,1946, said Batalyion XXII was changed to become mobile battalion I with as commander always Soetardjo. The reason was in order that the scope and its cooperation avtivities would become proader. After the period of Mangkang, the mobile Batalyion I unit were many leaving their unit, so that the units of Bung Tardjo remained only one company. Nevertheless this remaining unit of Bung Tardjo continued its struggle under coordination of divisi III/Diponegoro. In ninety forty eight activities of TRM have ended, in relation to reconstruction and rationalization in the army in Indonesia, thus mobile batalyion I eventually there were those to continue their career in the military by becoming regular soldiers, part of them returned to the public community by becoming self employed people and part continued their study.
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priyonggo
Abstrak :
Tesis ini bertolak dari pernyataan Panglima Besar Soedirman pada tanggal 16 Agustus 1946 di Yogyakarta, bahwa Tentara Nasional Indonesia lahir karena Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan bersumpah mati-matian hendak mempertahankannya, sebab Proklamasi itulah menjadi dasar dan pokok pegangan serta perjuangan Bangsa Indonesia seluruhnya, buat hari esok dan hari selamanya. Tidak dapat diingkari bahwa falsafah Jawa "Rumangsa Handuweni, Wajib melu Hangrukebi, Mulat Salira Hang rasa Wani", menjiwai perumusan Sapta Marga, yang kemudian secara resmi menjadi pedoman bagi setiap anggota ABRI dalam bermasyarakat , berbangsa dan bernegara dan bahkan membentuk jati diri A.BRI. Dalam perjalanan sejarah Republik Indonesia, yang diawali dengan Demokrasi Liberal, kemudian Demokrasi Terpimpin yang disusul Demokrasi Pancasila, ternyata bahwa Dwifungsi ABRI ikut serta memberikan kontribusinya pada pembangunan bangsa, selain mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia Proklamasi 17 Agustus 1945. Mengacu pada "Mulat Salina Hang rasa Ward - berani untuk terus menerus meneliti dan melakukan evaluasi atas diri ", bisa disimpulkan betapa besar "PR" yang masih belum terselesaikan untuk menghadapi masa depan, Abad ke XXI. Kajian dengan model Ketahanan Nasional semakin menunjukan bahwa Dwifungsi ABRI tidak hanya beraspek Politik saja, sebagaimana ilmu dari Barat membatasinya, tetapi jauh lebih luas daripada itu. Namun begitu,disadari bahwa Dwifungsi ABRI hanyalah sarana untuk mewujudkan cita-cita nasional sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, sehingga menunjukan relevansinya dalam menghadapi masa depan- masa perpacuan besar antar bangsa, demi kelanjutan hidup NKRI. Dengan demikian jelas bahwa Dwifungsi ABRI bukan tujuan. Dengan adanya peningkatan kualitas sebagian masyarakat sebagai hasil pembangunan itu sendiri, dan dengan diterimanya Pancasila sebagal satu-satunya asas bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, masyarakat semakin sadar akan haknya untuk ikut serta dalam masalah kenegaraan, maka tibalah saatnya bagi ABRI untuk mengambil posisi baru . Seorang intelektual menggambarkannya dengan "steering, rather than rowing", sehingga dalam posisi inilah Dwifungsi ABRI bisa diterima masyarakat. Namun untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat sebagai "helmsman" (jurumudi) dalam mengarungi masa depan yang penuh tantangan dan gejolak, masih diperlukan kewibawaan, kearifan, keteladanan serta intelektualitas, selain komitmen dan penghayatan mendalam Sapta Marga dan Delapan Wajib ABRI maupun Sumpah Perajurit.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1996
T5620
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muchlis Agung
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam rangka merealisasikan cita-cita nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tabun 1945 antara lain upaya negara untuk mencerdaskan dan mensejahterakan bangsa maka dilakukan pembangunan sumber daya manusia Indonesia agar menjadi suatu bangsa yang maju dan mampu menjadi bangsa yang mandiri melalui penguasaan ilmu pengetahuan dan penguasaan teknologi yang dilandasi oleh sikap mental kejuangan yang tinggi bagi kepentingan nasional yang menjadi kunci utama dari keberhasilan itu. Menyadari akan hal tersebut maka pemerintah bersama aparatnya bertekad untuk meningkatkan kualitas bangsa melalui pembangunan sumber daya manusia sebagai prioritas utama dalam Pembangunan Jangka Panjang II sebagaimana yang diamanatkan dalam GBHN 1993. ABRI sebagai bagian dari masyarakat, bangsa maupun negera Indonesia bertekad untuk mendukung kebijaksanaan pemerintah tersebut melalui upaya pendayagunaan segenap prajurit dan PNS dalam kesatuan jajaran ABRI sehingga terwujud Postur ABRI yang Profesional, Efektif, Efisien dan Modern. Kondisi tersebut dapat dicapai apabila masing-masing unsur personil yang terdiri dari prajurit dan PNS ABRI di kesatuan-kesatuan ABRI terutama di lingkungan kerja Seskoad mampu bekerja sama dan berprestasi secara optimal dan seimbang. Yang menjadi masalah pokok bahwa telah terjadi ketidakseimbangan prestasi kerja antara prajurit dengan PNS sehingga timbal kesenjangan kinerja atau performance gap yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja yang kurang sehat. Dari hasil penelitian di Seskoad yang dilakukan melalui penyebaran kuesioner dan wawancara diperoleh hash yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif kuat sebesar 0,84 antara sikap dan perilaku prajurit ABRI dengan kinerja PNS.
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Holmes, Richard
London: Harper Collins , 2001
355.009 HOL r
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Fitria
Abstrak :
Tujuan: Membuktikan kesahihan dan keandalan Foot and Ankle Ability Measure (FAAM) dalam versi Bahasa Indonesia Metode: Desain uji potong lintang. Penelitian dilakukan pada 42 orang tentara pasukan khusus dengan instabilitas pergelangan kaki. Setiap responden mengisi kuesioner FAAM versi Bahasa Indonesia yang sudah diujicobakan terlebih dahulu. Kemudian dilakukan pengisian kuesioner SF-36 sebagai baku emas kuesioner kualitas hidup untuk menilai kesahihan konvergen. 2 minggu dari pengisian pertama dilakukan pengisian kembali kuesioner FAAM untuk menilai keandalan test-retest. Hasil: Didapatkan korelasi bermakna dengan nilai korelasi sedang untuk antara FAAM subskala aktivitas keseharian dengan skor komponen mental dan skor komponen fisik terhadap dengan nilai r secara berurutan 0,417, dan 0,458. Didapatkan korelasi bermakna dengan nilai korelasi sedang untuk antara FAAM subskala olahraga dengan skor komponen fisik dan fungsi fisik terhadap dengan nilai r secara berurutan 0,430 dan 0,464. Didapatkan konsistensi internal dengan cronbach alpha 0,917 dan 0,916 untuk subskala aktivitas keseharian dan subskala olahraga. Didapatkan nilai korelasi interkelas sedang untuk subskala olahraga sebesar 0,78. Kesimpulan: FAAM versi Bahasa Indonesia memiliki kesahihan dan keandalan yang baik. ......Objective: to assess validity and realibility of Foot Ankle Ability Measure in Indonesia version . Method : design of this study is cross sectional study. This research was to 42 special force army personal with ankle instability. Every subject was asked to fill out Indonesian version of Foot and Ankle Ability Measure quetionairre. And SF-36 quetionairre as gold standard of quality of life to assess validity. After 2 weeks, subject is asked to fill FAAM quetionairre again to assess test-retest realibility. Result : There was significant correlation with moderate value between FAAM-I activity daily living subscale and mental component summary and physical component summary with r 0,417 and 0,458 respectively. There was also significant correlation with moderate value between FAAM-I sport subscale with r 0,430 and 0,464 respectively. The internal consistency with cronbach alpha was 0,917 and 0,916 for ADL subscale and sport subscale. Interclass correlation for sport subscale was 0,78. Conclusion : Indonesian version of FAAM have good validity and realibility.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58755
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>