Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 18 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Saifullah Napu
Abstrak :
RINGKASAN
Untuk mengetahui kegunaan foto toraks awal sebagai petunjuk prognosis kematian dini (30 hari) infark miokard akut (IMA) diteliti secara prospektif 80 foto toraks pada 80 pasien pasca infark miokard akut (IMA). Pasien terdiri dari 72 laki-laki dan 8 wanita, umur rata-rata 56,3 ±10,2 tahun.

Foto toraks dibuat kurang dari 24 jam setelah sakit dada khas. Posisi pasien setengah duduk (450), eksposi film antero-posterior (AP). Variabel pada foto toraks yang dinilai adalah derajat Kongesti Vena Pulmonalis (KVP), Rasio Kardio Toraks (RKT) dan Ukuran Jantung Kiri (UJK).

KVP dibedakan atas 4 derajat. Derajat 0 ; normal, tidak terdapat KVP (n =38). Derajat I ; redistribusi aliran darah paru (n = 16), Derajat II ; sembab paru intersisial (n = 13), Derajat III ; sembab paru alveolar terlokalisir (n = A), Derajat IV ; sembab paru alveolar difus (n = 5). Kematian dini secara bermakna (p < 0,05) lebih tinggi pada KVP derajat II ( 5 dari 13, 38,5%), derajat III (5 dari 8, 62,5% ) dan derajat IV {4 dari 5, 80,0% ) dibanding derajat I (2 dari 16, 12,5%).

Resiko relatif kematian dini pada KVP derajat II, III dan IV lebih besar dibanding dengan KVP derajat I yaitu 3,1 : 5,0 : 6,4 kali. Tidak terdapat kematian dini pada derajat 0.

Diantara variabel KVP, RKT dan UJK pada foto toraks, variabel KVP derajat II, III dan IV mempunyai nilai prediksi yang lebih bermakna terhadap kematian dini dibanding KVP derajat I, RKT dan UJK.

Dari penelitian ini disimpulkan bahwa derajat KVP pada foto toraks awal dapat dipakai untuk menentukan tinggi rendahnya risiko relatif kematian dini pasca IMA sehingga mempunyai arti klinis dan prognosis penting terhadap usaha tindakan pengobatan selanjutnya. KVP derajat 0 dengan atau tanpa kardimegali mempunyai prognosis lebih baik terhadap kematian dini.
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azhari Aziz
Abstrak :
ABSTRAK
Industri jasa pelayanan kesehatan di Indonesia beberapa tahun terakhir ini mengalami perkembangan yang cukup pesat dengan pertumbuhan pasar yang bergerak secara cepat hal ini terutama disebabkan oleh makin meningkatnya kesadaran ma-syarakat dan kemampuan daya beli masyarakat yang relatif lebih baik. Tulisan ini menganalisis lebih banyak tentang produk jasa pelayanan kesehatan IMA Medical Center yang merupakan suatu unit bisnis yang berada di bawah struktur organisasi Ikatan Dokter Indonesia. Sebagai salah satu produsen dalam industri jasa pelayanan kesehatan, IMA Medical Center menghadapi berbagai masalah pemasaran diantaranya persaingan di dalam memasarkan jasa pelayanan kesehatannya.

Sebagaimana diketahui bahwa pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan tahun 1988 No. 159b/Men-kes/Kes/II/1988 dan disusul kemudian dengan peraturan pemerintah No. 17/1992 dan dimodifikasi dengan Peraturan Pemerintah No. 20/1994 memberikan banyak kemudahan bagi penanam modal dalam dan luar negeri untuk menanamkan investasinya pada bidang kesehatan rumah-sakit di Indonesia. Kebijakan ini merupakan salah satu cara untuk mendukung perkembangan rumah sakit swasta yang perannya saat ini hanya 0,78% dari seluruh tempat pelayanan kesehatan di Indonesia. Dengan adanya sistem deregulasi dalam peraturan industri pelayanan kesehatan ini diperkirakan tingkat persaingan pada tahun-tahun mendatang akan bertambah ketat. Didirikannya IMA Medical Center dengan menanam investasi hampir $ US 10.000.000 pada pelayanan jasa kesehatan karena banyak kemudahan dan dukungan yang diberikan pemerintah.

IMA Medical Center baru memasuki pasar pada awal tahun 1993, maka unit bisnis ini relatif belum membuat perencanaan yang matang untuk penetrasi pasar dan pengembangan pasar. Oleh sebab itu tulisan ini akan membahas pula tentang alternatif strategi pemasaran yang sesuai dengan posisi unit usaha dalam situasi per-saingannya. Analisis pada segi produk dilakukan dengan tehnik penghitungan Polli-Cook, sedangkan untuk mengetahui posisi persaingannya digunakan dua pendekatan yaitu konsep daur hidup produk dan analisis portfolio daur hidup. Untuk mengetahui kebenaran pemilihan strategi pemasaran maka digunakan tehnik Analytical Hierarchy Process test. Berdasarkan hasil identifikasi posisi persaingan dan kecenderungan daur hidup industri, maka pilihan-pilihan strategi pemasaran dapat diketahui. Namun demikian, pilihan strategi tersebut harus dirangking sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan dan sesuai pula dengan tujuan dan strategi IMA Medical Center.

Dalam hal ini, strategi pemasaran yang tepat dengan posisi IMA Medical Center adalah mempertahankan ceruk pasar dan meningkatkan posisinya secara bertahap. Hal ini mengandung arti bahwa IMA Medical Center harus melirik pada strategi market development seperti pilihan yang sejalan dengan kehendak dari hasil Analytical Hierarchy Process.
1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arif Kurniawan
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan antara lain untuk menganalisis dan mengidentifikasi tekanan likuiditas perbankan syariah dan upaya perbankan syariah untuk mencari kebutuhan dana atau mengelola dana di PUAS. Selain itu secara khusus, tesis ini akan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan (volume) PUAS. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data bulanan PUAS periode 2005 sampai dengan 2013 dengan pertimbangan pada periode tersebut Bank Indonesia melakukan penyempurnaan Operasi Moneter Syariah ditandai dengan dibukanya instrumen moneter syariah ekspansif dan kontraksi. Penelitian ini menggunakan model dinamis ARDL (Auto Regresive Distributed Lag) karena setiap variabel dalam industri perbankan syariah dapat berfungsi baik sebagai variabel bebas (menjelaskan variabel lain) atau variabel terikat (dijelaskan variabel lainnya) dalam sebuah persamaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat enam variabel bebas yang mempengaruhi volume PUAS. Berdasarkan pengujian korelasi terhadap enam variabel tersebut, empat variabel bebas memiliki pengaruh positif yaitu tingkat imbalan IMA, pembiayaan, deposito dan inflasi year to year. Sedangkan dua variabel bebas lainnya yaitu ROA dan inflasi month to month memberikan pengaruh negatif terhadap volume PUAS. Selanjutnya berdasarkan model persamaan volume PUAS yang telah terbentuk diketahui bahwa keenam variabel independen di atas secara bersama-sama mempengaruhi volume transaksi PUAS. Tesis ini merekomendasikan tiga hal, yaitu pembatasan penempatan dana perbankan syariah di bank sentral melalui pemberlakuan persyaratan FDR pada level tertentu, perlunya koordinasi antara bank sentral sebagai otoritas moneter dengan Dewan Syariah Nasional sebagai otoritas fatwa untuk mengkaji instrumen baru yang dapat mengakomodir pengembangan pasar uang syariah, dan perlunya penelitian lebih lanjut dengan menggunakan variabel lain di luar variabel dalam tesis ini yang dapat mempengaruhi volume PUAS beserta estimasi permodelannya. ......This research aims to analyze and identify liquidity pressures in the Indonesian Islamic banking industry and its efforts to fulfill the needs of funding or manage the funds in the PUAS. Specifically, this thesis explains the factors that affect utilization (volume) of PUAS. It employs monthly data PUAS during the period 2005 to 2013, with a consideration on the period of Bank Indonesia Sharia Monetary Operations by the opening of Islamic monetary instrument expansionary and contraction. Further, this research uses a dynamic model of ARDL (Auto Regresive Distributed Lag) for each variable in the Islamic banking industry which functions as both anindependent variables (other variables explain) or dependent variable (described other variables) in an equation. The results shows that there are six independent variables that affect the volume PUAS namely IMA rate of return, financing, deposits and year-to-year inflation. In addition, two other independent variables are ROA and month to month inflation show negatively impact on the volume of PUAS. Finally, this thesis recommends three things, namely (i) restrictions on the placement of funds in the central bank's Islamic banking through the application of the requirements of the FDR at a certain level, (ii) the need for coordination between the central bank as a monetary authority with the authority of the National Islamic Council as a new instrument for assessing fatwa can accommodate sharia money market development, and (iii) the need for further research using other variables beyond the variables in this thesis that can affect volume estimates PUAS along its modeling.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puspita Sari Bustanul
Abstrak :
Latar belakang. Kemajuan terapi reperfusi pada pasien infark miokard akut menimbulkan satu fenomena yang turut berperan dalam prognosis pasien, yaitu fenomena no reflow atau obstruksi mikrovaskular. Mekanisme OMV diduga memiliki 4 komponen patogenik utama yaitu embolisasi distal aterotrombotik, cedera reperfusi, cedera iskemia, dan kerentanan individu. Hiperglikemia akut diketahui berhubungan dengan OMV pada pasien IMA, namun peran hiperglikemia kronik masih kontroversial. Hiperglikemia berperan dalam komponen kerentanan individu, serta mempengaruhi peningkatan faktor inflamasi yang berperan dalam komponen cedera reperfusi. Kedua faktor ini yaitu hiperglikemia kronik yang digambarkan HbA1C dan inflamasi yang digambarkan hsCRP belum pernah diteliti secara bersamaan dalam menilai OMV dengan satu metode. Penelitian ini akan meneliti hubungan antara HbA1C dan hsCRP dengan OMV yang dinilai menggunakan indeks resistensi mikrovaskular, suatu metode terbaru dalam menilai OMV dengan akurat pada fase awal dan memiliki nilai prognostik yang signifikan. Metode. Sebanyak 55 pasien IMA-EST yang menjalani IKPP dipilih secara konsekutif sejak Januari-Juni 2014. HbA1C dan hsCRP diambil saat masuk UGD, penilaian IMR diambil segera setelah tindakan IKPP. Perhitungan statistik menggunakan SPSS 17. Hasil. Dari 55 pasien didapatkan proporsi laki-laki sebesar 93%, dengan rerata umur 51,91 ± 8,87 tahun. Faktor resiko penyakit jantung koroner terbanyak adalah merokok yaitu 69%. Semua pasien menjalani tindakan IKPP dengan waktu iskemia 489,45±169,95 menit dan waktu perfusi 124,91±76,49 menit. Nilai rerata IRM 53,22±41,11 dengan nilai rerata HbA1C 6,46±1,22 %, dan rerata hsCRP 4,98±3,39 mg/dL. Dari analisis bivariat didapatkan HbA1C tidak berhubungan dengan IRM (r=0,22,p=0,10), dan hsCRP juga tidak berhubungan dengan IRM (r=0,24,p=0,08). Setelah disesuaikan dengan variabel perancu pada analisis multivariat, didapatkan hubungan signifikan antara HbA1C dengan IRM (p=0,03) namun hsCRP tidak berhubungan dengan IRM (p=0,31). Kesimpulan. Kadar HbA1C saat admisi berhubungan dengan IRM pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP dan hsCRP saat admisi tidak berhubungan dengan IRM pasien IMA-EST yang menjalani IKPP. ......Background: Advances in reperfusion therapy for acute myocardial infarction led to a phenomenon of distal no reflow or myocardial obstruction (MVO), which associated with worse outcome and prognosis. The potential mechanism of MVO had four major pathogenic components: distal atherotrombotic embolization, reperfusion injury, ischemic injury, and individual susceptibility. Association between acute hyperglycemia and MVO in acute myocardial infarction has been found, but the role of chronic hyperglycemia remained controversial. Hyperglycemia affected individual susceptibility to microcirculatory injury, and also induced systemic inflammation which had a role in reperfusion injury. Association of both these factors--chronic hyperglycemia, determined by Hemoglobin A1C, and inflammation factor, measured by high sensitivity C-Reactive Protein-- with MVO had never been studied simultaneously. This cross-sectional study will determine the association between HbA1C and hsCRP with MVO assessed with index of microvascular resistance, an invasive novel method to assess MVO in acute phase and had significant prognostic factor. Methods: 55 patients with acute ST-elevation myocardial infarction underwent primary percutaneous coronary intervention were taken consecutively from January to June 2014. Blood samples for HbA1C and hsCRP were taken before the procedure. IMR was taken immediately after the primary percutaneous coronary intervention procedure. Statistical calculation used SPSS 17. Results: From 55 patients included in the study, there were 93% men, with mean age of 51.91 ± 8.87 years. The most common risk factors for coronary heart disease was smoking (69%). All patients underwent primary percutaneous coronary intervention with mean onset to balloon time was 489.45 ± 169.95 minutes and mean door to balloon time was 124.91 ± 76.49 minutes. Mean IMR was 53.22 ± 41.11, with mean HbA1c was 6.46 ± 1.22% and mean hsCRP was 4.98 ± 3.39 mg/dL . From bivariate analysis, there was no association between HbA1C and IMR (r=0,22, p = 0,10), and between hsCRP and IMR (r = 0,24 , p=0,08). In multivariate analysis , there was relationship between HbA1C with IRM ( p = 0,03) and hsCRP were also not associated with IRM ( p = 0,31 ). Conclusions. There was association between hemoglobin A1C levels on admission with IMR and no association between hsCRP levels on admission with IMR, in patients with acute ST-elevation myocardial infarction underwent primary percutaneous coronary intervention.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Sari Dewi
Abstrak :
Latar Belakang : Rasio netrofil-limfosit (NLR) sudah banyak diteliti memiliki hubungan yang erat dengan luaran penyakit kardiovaskular. Hal ini berhubungan dengan proses inflamasi yang dapat menyebabkan perubahan struktural dan fungsi dari jantung yang dapat dinilai dengan salah satunya fraksi ejeksi (EF). Pasien IMA-EST yang mendapatkan IKPP memiliki resiko untuk mengalami perubahan EF yang berhubungan dengan NLR saat admisi. Tujuan : Mengetahui hubungan antara NLR rendah dengan peningkatan fraksi ejeksi (EF) ventrikel kiri pada pasien IMA-EST yang mendapatkan IKPP. Metode : Desain penelitian ini adalah kohort retrospektif dan data dilaporkan dalam bentuk deskriptif dan analitik korelasi. Dilakukan analisa hubungan NLR admisi pasien STEMI yang mendapatkan IKPP dengan EF ≤50% yang di ambil dengan ekokardiografi selama perawatan, akan kemudian dilakukan ekokardiografi kembali pada bulan ke-3. Hasil : Total sampel penelitian adalah 58 subjek dengan 91,4% merupakan laki-laki. Rerata nilai EF I 42% dan EF ke-2 45,9%. Pasien dibagi menjadi 2 kelompok dengan NLR <7 dan >7. Terdapat perbedaan proporsi antara kedua kelompok yang ditunjukan dengan nilai p sebesar 0,05. Subjek yang mempunyai kadar NLR >7 lebih beresiko sebesar 4,30x untuk tidak mengalami perbaikan. Faktor yang paling dominan yang mempengaruhi perbaikan EF pada penelitian ini adalah NLR <7 dengan OR sebesar 6,56 (1,31-32,84) setelah dikontrol oleh variable lekosit dan multivesel diseases. Kesimpulan : Terdapat hubungan antara NLR dengan perbaikan EF ventrikel kiri pada Pasien IMA-EST yang mendapatkan IKPP ......Background : The neutrophil-lymphocyte ratio (NLR) has been widely studied to have a close relationship with cardiovascular disease outcomes. This is related to the inflammatory process that can cause structural and functional changes of the heart which can be assessed by ejection fraction (EF). STEMI patients who receive Primary PCI are at risk for experiencing changes in EF related to NLR at admission. Objective: To determine the relationship between low NLR and increased left ventricular ejection fraction (EF) in STEMI patients who receive primary PCI. Methods: The design of this study was a retrospective cohort and the data were reported in descriptive and analytic form. An analysis of the relationship between NLR admissions for STEMI patients who received primary PCI with an EF 50% or below were carried out by echocardiography during treatment, then echocardiography was performed again in the 3rd month. Results: The total sample of the study ware 58 subjects with 91.4% of males. The mean score for EF I was 42% and EF 2 was 45.9%. Patients were divided into 2 groups with NLR <7 and >7. There is a difference in the proportion between the two groups as indicated by a p-value of 0.05. Subjects who have NLR levels > 7 are 4,30x more at risk for not experiencing improvement. The most dominant factor influencing the improvement of EF in this study was NLR <7 with an OR of 6.56 (1.31-32.84) after being controlled by leukocyte and multivesel diseases variables. Conclusion: There is a relationship between NLR and left ventricular EF improvement in IMA-EST patients who received PCI
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aulia Putri Dewita
Abstrak :
Latar belakang : Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) memiliki angka mortalitas yang tinggi. Penatalaksanaan IMA-EST adalah intervensi koroner perkutan primer (IKPP) yang dapat membatasi ukuran infark dan menjaga fraksi ejeksi ventrikel kiri (FEVK). FEVK merupakan prediktor morbiditas dan mortalitas utama setelah infark miokard akut. Disfungsi ventrikel kiri pasca IMA-EST dipengaruhi oleh remodeling ventrikel kiri dan perbaikannya dipengaruhi oleh kemampuan reverse remodeling miokard. Terdapat perbedaan pada kemampuan remodeling pada populasi dewasa muda dan usia tua. Belum ada data mengenai perbaikan FEVK pada pasien IMA-EST yang menjalani IKPP pada usia dewasa muda. Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan perbaikan nilai FEVK pasien IMA-EST setelah IKPP antara kelompok usia dewasa muda dengan usia tua. Metode : Sebuah penelitian kohort retrospektif dengan populasi penelitian kasus IMA-EST yang menjalani prosedur IKPP selama periode Juni 2015 sampai dengan Juni 2020 di Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita. Hasil : Dari 411 pasien yang memenuhi kriteria inklusi, terdapat 259 pasien dengan FEVK dasar <50% yang selanjutnya dibandingkan perbaikan FEVK berdasarkan kelompok usia ≤55 tahun dan >55 tahun. Selisih perbaikan FEVK antara kedua kelompok usia tidak berbeda bermakna (p = 0.787). Dari 140 pasien yang mengalami perbaikan nilai FEVK proporsi pasien yang berusia ≤55 tahun adalah 53,6%. Pada analisa multivariat regresi logistik ditemukan variable independen yang berhubungan dengan perbaikan FEVK adalah nilai FEVK dasar yang rendah (OR 0,925:95% IK 0,890-0,962;p<0,0001). ......Background : ST-elevation myocardial infarction (STEMI) is known to have high mortality rate with primary percutaneous coronary intervention (PPCI) is the treatment of choice that may limit the area of infarct and preserve left ventricular ejection fraction (LVEF). LVEF is the main predictor for morbidity and mortality in patients with STEMI. Left ventricular (LV) dysfunction in patients with STEMI occur due to LV remodelling and the myocardium reverse remodelling ability may improve LV function. It is believed there is a difference in the myocardium remodelling ability by age, yet there has been limited data regarding improvement of LVEF in young adults. Objective : This study aimed to identify the difference of LVEF recovery in STEMI patients following primary PCI between young adults and adults. Methods : This is a retrospective cohort study. Population of study were STEMI patients who underwent primary PCI during the period of June 2015 to July 2020 in National Cardiovascular Centre Harapan Kita Hospital. Results : 411 patients were included in the study, 259 of them had baseline LVEF <50%, which were divided into two groups of age, ≤55 years old and >55 years old. The difference of LVEF improvement between two groups is not significant (p = 0.787). 75 out of 140 (53.6%) patients with improved LVEF were from the ≤55 years old group. From multivariate logistic regression, the independent predictor of LVEF recovery was lower LVEF baseline (OR 0,925:95% CI 0,890-0,962; p<0,0001). Conclusion : There was no significant difference of LVEF improvement between young adults and adults following STEMI and PPCI.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Wishnu Aditya Widodo
Abstrak :
Latar Belakang. Infark miokard akut (IMA) masih merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia dan dunia. Kejadian perdarahan pada pasien IMA berkaitan dengan angka mortalitas yang jauh lebih tinggi. Kejadian perdarahan ditemukan lebih tinggi pada populasi IMA dengan elevasi segmen ST (IMA-EST) dibandingkan dengan IMA non elevasi segmen ST (IMA-NEST). Analisa register skala besar telah mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian perdarahan, dan beberapa diantaranya diaplikasikan sebagai sistem skor. Namun hingga saat tulisan ini dibuat, belum ada satupun sistem skor yang dibuat khusus untuk populasi IMA-EST. Metode. Studi retrospektif kohort dilakukan di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, Jakarta pada pasien IMA-EST yang menjalani intervensi koroner perkutan primer (IKPP). Kejadian perdarahan positif menggunakan definisi Bleeding Academic Research Consortium (BARC). Karakteristik dasar, pemeriksaan klinis awal, data laboratorium, roentgen, terapi awal, tindakan IKPP, dan terapi selama perawatan merupakan kategori dari variabel yang dikumpulkan melalui rekam medis dan sistem informasi rumah sakit. Data kemudian diolah dengan analisis multivariat menggunakan metode logistik regresi dan diberikan pembobotan sehingga menjadi suatu sistem skor. Sistem skor ini kemudian diuji kembali dengan menggunakan populasi yang sama. Hasil. Sebanyak 579 sampel berhasil dikumpulkan, dengan 42 diantaranya mengalami perdarahan (7.3%). Variabel yang masuk ke dalam model akhir adalah jenis kelamin perempuan, kelas Killip 3 / 4, Umur ≥ 62 tahun, Leukosit >12.000, Kreatinin >1.5, IMT ≥ 25, Lesi koroner multipel, Akses femoral, dan Pemasangan TPM. Uji diskriminasi dan kalibrasi dari model akhir menunjukkan hasil yang baik. Model alternatif dibuat dengan menghilangkan variabel yang berkaitan dengan hasil dan prosedur tindakan intervensif. Kesimpulan. Sistem skor baru ini merupakan suatu sistem untuk memprediksi kejadian perdarahan pada populasi IMA-EST yang menjalani IKPP. Skor ini memiliki nilai kalibrasi dan diskriminasi yang baik sehingga diharapkan dapat membantu menentukan strategi tatalaksana selama perawatan. ......Background. Acute myocardial infarction still become one of the leading mortality cause in the world. Among these patients, ST elevation myocardial infartion (STEMI) has the greatest mortality rate among other type of Myocardial Infarction. When a myocard infarct patient have bleeding events, mortality rate greatly increased. Up until now, there is no specific bleeding risk assessment tool to predict bleeding events in STEMI patient. Methods. A retrospective cohort study, done in National Cardiovascular Center Harapan Kita, Jakarta in STEMI patients underwent Primary Percutaneous Coronary Intervention (PPCI). Bleeding event was defined according to definition by Bleeding Academic Research Consortium (BARC). Categories for data obtained was basic characteristics, clinical examinations, initial therapies, lab results, x-ray, PPCI procedures, and in hospital treatments. Statistical analysis was done using multivariat analysis using logistic regression method and then converted to a scoring system. Result. 579 sampels fit the inclusion and exclusion criteria. Bleeding event occured in 42 patients (7.3%). Score was created by assignment of variables that included in the final model according to their Odds Ratio (OR) values. The variables are female gender, Killip class 3 / 4, Age ≥ 62 y.o, White blood cell >12.000, Creatinine >1.5, Body Mass Index ≥ 25, Multiple coronary lesion, Femoral access, and TPM implantation. These variabels was converted into two type of scoring system. The complete model contains all of the variables, and the alternative model discard variables related to interventional result and procedures. Conclusion. A new scoring system quantifies risk for in-hospital bleeding event in STEMI patients underwent PPCI, which enhances baseline risk assessment for STEMI care.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Barri Fahmi
Abstrak :
Latar belakang. Nekrosis miokardium menginduksi reaksi inflamasi yang hebat dan penempelan netrofil melalui Intercellular Adhesion Molecule (ICAM). Hasil studi ARMYDA-CAMS menunjukkan bahwa pemberian Atorvastatin secara kontinyu pra-Intervensi Koroner Perkutan (IKP) dapat menurunkan kadar ICAM pasca-tindakan pada pasien dengan Angina Pektoris Stabil (APS). Hingga saat ini belum ada penelitian yang melihat efek akut pemberian Atorvastatin 80 mg pada pasien Infark Miokardum Akut dengan Elevasi Segmen ST (IMA-ST) yang menjalani Intervensi Koroner Perkutan Primer (IKPP). Metode. Penelitian ini merupakan suatu uji klinis acak tersamar ganda. Evaluasi dilakukan pada 76 pasien IMA-ST yang menjalani IKPP di Pusat Jantung Nasional Harapan Kita dari bulan Februari hingga bulan Agustus 2014. Pasien dibagi secara acak tersamar ganda menjadi dua kelompok (Atorvastatin 80 mg dan Plasebo). Pemeriksaan ICAM diambil dua kali (0 dan 24 jam pasca-IKPP). Dilakukan analisis statistik untuk menilai efek pemberian Atorvastatin yang dinilai dengan delta ICAM. Hasil. Tidak terdapat perbedaan bermakna pada data dasar kedua kelompok dalam hal klinis, pemeriksaan penunjang, dan angiografik. Nilai delta ICAM menunjukkan perbedaan yang signifikan, yaitu pada kelompok Atorvastatin 80 mg (-13,0±38,5 ng/mL) dan Plasebo (26,1±67,0 ng/mL, p 0,003). Analisa regresi linear (adjusted analysis; sesuai usia, jenis kelamin, diabetes, dan insufisiensi renal) menunjukkan koefisiensi -31,17 ng/mL dengan p 0,037. Kesimpulan. Pemberian Atorvastatin 80 mg secara akut pada pasien IMA-ST menurunkan respon inflamasi endotelium yang dinilai dengan kadar ICAM. ......Background. Myocardial necrosis triggers complement activation and neutrophyl adhesion which is mediated by Intercellular Adhesion Molecule (ICAM). Results from ARMYDA-CAMS, showed that Atorvastatin continuous treatment reduced ICAM value in patients with stable angina pectoris. To date, there are no study yet which investigates the effect of acute Atorvastatin 80 mg treatment in patients with ST Segment Elevation Myocardial Infarction (STEMI) post Primary Percutaneous Coronary Intervention (PPCI). Methods. This is a randomized, double-blinded, controlled trial. Evaluations were performed on 76 STEMI patients who underwent PPCI at National Cardiac Center Harapan Kita (NCCHK) from February 2014 to August 2014. Patients were randomly classified into two groups (Atorvastatin 80 mg and Placebo). Laboratory data on ICAM were taken twice (0-hour and 24-hour post PPCI) and examined at Prodia?s Laboratorium. Statistical analyses using SPSS were performed to evaluate the effect of Atorvastatin treatment, which was measured by delta ICAM. Results. There were no difference between two groups (Atorvastatin vs. Placebo) in terms of clinical, supporting data, and angiographic findings. Delta ICAM values showed significant difference between two groups, which are Atorvastatin 80 mg (-13,0±38,5 ng/mL) and Plasebo (26,1±67,0 ng/mL, p 0,003). Linear regression analysis (adjusted analysis; according to age, sex, diabetes, and renal insufficiency) showed coefficient of -31,17 ng/mL with p 0,037. Conclusion. This study showed that acute Atorvastatin 80 mg treatment pre-PPCI reduces endothelial inflammatory response which was measured by ICAM.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taka Mehi
Abstrak :
[ABSTRAK
Latar belakang : Pada masa sekarang, reperfusi miokardium dengan trombolitik atau intervensi koroner perkutan primer ( IKPP) adalah terapi utama pada pasien yang mengalami IMA EST. Tujuan utama IKPP untuk mengembalikan patensi arteri epikardial yang mengalami infark dan mencapai reperfusi mikrovaskular secepat mungkin. Namun keberhasilan mengembalikan patensi dari arteri koroner epikardial setelah oklusi tidak selalu menjamin cukupnya reperfusi ke level mikrovaskular, yang disebut sebagai fenomena no reflow atau microvascular obstruction (MVO). Terdapat dua mekanisme yang berperan pada no reflow yaitu disfungsi mikrovaskular dan kerusakan intergritas mikrostruktur endotel. Kerusakan endotel dapat diakibatkan berbagai hal, diantara nya jejas reperfusi yang akan mengaktivasi netrofil. Netrofil teraktivasi akan mengeluarkan radikal bebas oksigen, enzim proteolitik dan mediator proinflamasi yang secara langsung menyebabkan kerusakan jaringan dan endotel. Trimetazidine adalah obat antiangina yang dapat menurunkan netrofil yang dimediasi oleh trauma jaringan setelah jantung mengalami iskemia. Akan tetapi belum diketahui secara luas pengaruh pemberian trimetazidine terhadap akumulasi netrofil pada kejadian IMA EST yang dilakukan tindakan IKPP. Metode : Sebanyak 68 pasien IMA EST yang menjalani IKPP dipilih secara konsekutif sejak Januari 2015 sampai Juni 2015 diambil saat masuk UGD, dilakukan pengambilan darah vena perifer untuk menghitung jumlah netrofil sebelum IKPP, kemudian pasien menjalani IKPP. Setelah 6 jam paska IKPP dilakukan pengambilan kembali darah vena perifer untuk menghitung kembali jumlah netrofil paska IKPP. Hitung netrofil diperiksa dengan Sysmex 2000i. Perhitungan statistik dinilai dengan SPSS 17. Hasil : Dari 68 subyek, dibagi menjadi 28 subyek pada kelompok yang diberikan trimetazidine dan 40 subyek yang diberikan plasebo. Tidak didapatkan perbedaan jumlah netrofil pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol baik sebelum maupun sesudah IKPP, netrofil pre IKPP pada trimetazidine vs plasebo 10.71 ± 3.263 vs 10.99 ± 3.083,nilai p:0,341. Nilai netrofil post IKPP pada trimetazidine vs plasebo 9.49 ± 3.135 vs 9.92 ± 3.463,nilai p:0,664. Kesimpulan : Tidak terdapat penurunan jumlah netrofil pasca pemberian trimetazidine pada pasien IMA EST yang menjalani IKPP.
ABSTRACT
Background Nowadays, reperfusion strategy, either with thrombolytic or Primary Percutaneous Coronary Intervention (PPCI), is the core treatment for Acute ST-Segment Elevation Myocardial Infarct (STEMI). The goal of PPCI is to restore the patency of infarcted epicardial artery and establish microvascular reperfusion as soon as possible so that necrotic myocardial area can be reduced. However, successful restoration of infarcted epicardial artery is not always followed by enough reperfusion to the microvascular part. Trimetazidine is an antianginal drug, can reduce neutrophil which was mediated by tissue trauma during ischemic heart condition. Trimetazidine is currently approved and widely known as antianginal drug which affect metabolism. Unfortunately, its influence over neutrophil accumulation in acute STEMI patients which undergo PPCI is not well understood. Method There were 68 consecutive-selected acute STEMI patients which undergo PPCI since January 2015 until Juni 2015. They were admitted in emergency department. Peripheral vein blood sampling was taken to measure neutrophil before PPCI was performed. Six hour after PPCI was conducted, another peripheral vein blood sampling was taken for another neutrophil measurement. Neutrophil measurement was performed with Sysmex 2000i. Statistical analysis was performed by using SPSS 17. Result Among 68 patients, divided in two groups, trimetazidine 28 patients and plasebo 40 patients. There were no differences amount of neutrophils in trimetazidine or plasebo group, before or after PPCI. Neutrophil pre PPCI in trimetazidine vs plasebo group 10.71 ± 3.263 vs 10.99 ± 3.083, p:0,341. Neutrophil post PPCI in trimetazidine vs plasebo group 9.49 ± 3.135 vs 9.92 ± 3.463, p:0,664. Conclusion There were no reducing amount of neutrophils after trimetazidine was given in patients STEMI which underwent PPCI., Background Nowadays, reperfusion strategy, either with thrombolytic or Primary Percutaneous Coronary Intervention (PPCI), is the core treatment for Acute ST-Segment Elevation Myocardial Infarct (STEMI). The goal of PPCI is to restore the patency of infarcted epicardial artery and establish microvascular reperfusion as soon as possible so that necrotic myocardial area can be reduced. However, successful restoration of infarcted epicardial artery is not always followed by enough reperfusion to the microvascular part. Trimetazidine is an antianginal drug, can reduce neutrophil which was mediated by tissue trauma during ischemic heart condition. Trimetazidine is currently approved and widely known as antianginal drug which affect metabolism. Unfortunately, its influence over neutrophil accumulation in acute STEMI patients which undergo PPCI is not well understood. Method There were 68 consecutive-selected acute STEMI patients which undergo PPCI since January 2015 until Juni 2015. They were admitted in emergency department. Peripheral vein blood sampling was taken to measure neutrophil before PPCI was performed. Six hour after PPCI was conducted, another peripheral vein blood sampling was taken for another neutrophil measurement. Neutrophil measurement was performed with Sysmex 2000i. Statistical analysis was performed by using SPSS 17. Result Among 68 patients, divided in two groups, trimetazidine 28 patients and plasebo 40 patients. There were no differences amount of neutrophils in trimetazidine or plasebo group, before or after PPCI. Neutrophil pre PPCI in trimetazidine vs plasebo group 10.71 ± 3.263 vs 10.99 ± 3.083, p:0,341. Neutrophil post PPCI in trimetazidine vs plasebo group 9.49 ± 3.135 vs 9.92 ± 3.463, p:0,664. Conclusion There were no reducing amount of neutrophils after trimetazidine was given in patients STEMI which underwent PPCI.]
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakhrul Rizal Razak
Abstrak :

Tulisan ini menganalisis pengambilan kebijakan militer dalam menanggulangi isu Irregular Maritime Arrival (IMA) di Australia dalam Pemilu Australia tahun 2013. Beberapa kajian terdahulu yang membahas topik ini memberikan gambaran dari sudut pandang sekuritisasi, bahwa telah terjadi proses sekuritisasi isu IMA sehingga penanganan terhadap ancaman IMA membutuhkan intervensi angkatan perang Australia melalui operasi militer di perbatasan. Namun, dalam konteks Pemilu Australia 2013, kajian-kajian terdahulu tersebut belum menjelaskan mengapa isu ini disekuritisasi oleh Koalisi Partai Liberal-Nasional sehingga menghasilkan kebijakan yang koersif dalam penanganan IMA. Dengan menggunakan strands of securitization, tulisan ini menganalisis tujuan apa saja yang ingin dicapai oleh aktor sekuritisasi dari sekuritisasi isu IMA di Australia. Temuan tulisan ini menunjukan bahwa sekuritisasi yang dilakukan sejak masa kampanye hingga periode Pemerintahan Tony Abbot ditujukan untuk mengangkat isu IMA dalam agenda keamanan nasional karena kedaruratan isu ini dan legitimasi atas diambilnya tindakan luar biasa melalui Operation Sovereign Borders (OSB) untuk mengeliminir ancaman dari kedatangan imigran ilegal ke Australia. Melalui OSB, pemerintah juga berharap dapat memunculkan efek penggentaran kepada para pencari suaka yang berpotensi datang secara ilegal ke Australia melalui laut.


This article analyzes military policy making made by Australian Governmentto tackle the issue of Irregular Maritime Arrival (IMA) in Australia during the Australian Federal Election in 2013. Some of existing studies on the topic illustrate from the point of view of securitization, that IMA issue has been securitized and requires the intervention of the Australian army through millitary operation in the Australian border. However, in the context of the 2013 Australian Federal Elections, these earlier studies have not explained the objectives of securitization resulting in an assertive policy towards IMA. By employing the strands of securitization concept, this paper analyzes what objectives the securitizing actor wants to achieve from the securitization of IMA in Australia. The findings of this paper indicate that the securitization was aimed at raising the issue of illegal immigrants on the national security agenda due to the emergence of this issue and to gain legitimacy of extraordinary measures to eliminate the threat possesed by IMA. This securitization also aimed to create deterrence effect towards the asylum seekers who are planning to go to Australia by boat illegally.

2019
T52938
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>