Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sembiring, Fachrudin
Abstrak :
World Trade Organization (WTO) adalah organisasi perdagangan yang hampir mencakup seluruh peraturan perdagangan. Namun, bagian penting dari setiap aspek perdagangan diatur dalam Regional Trade Agreement (RTA). RTA antara EFTA-Indonesia menimbulkan pertanyaan apakah perjanjian tersebut akan membuat perdagangan menjadi lebih liberal dan juga pertimbangan apa saja yang mendasarinya. Metode penelitian secara normatif dilakukan untuk mengulas hal tersebut. Serta didukung dengan sifat penelitian yang preskriptif dan juga analisis data secara deduktif. Hasil dari penelitian mengemukakan fakta bahwa perjanjian perdagangan tersebut akan membuat perdagangan menjadi lebih liberal bila merujuk pada konsesi bea masuk. Namun, cenderung akan membuat perdagangan menjadi lebih sulit dari sebelumnya. Berdasarkan fakta demikian, dapat diketahui bahwa dalam merundingkan perjanjian tersebut, Indonesia kurang mempertimbangan aspek ekonomi dari perjanjian bila diuji menurut neraca perdagangan menurut kode HS tertentu. Sehingga, pertimbangan politik merupakan alasan kuat yang utama mengapa Indonesia menegosiasikan RTA dengan EFTA. Preskripsi yang dapat diberikan terkait perjanjian tersebut adalah pertimbangan ekonomi yang lebih diutamakan merujuk kepada neraca perdagangan di mana Indonesia memiliki keunggulan secara komparatif terhadap negara calon mitra dalam RTA berikutnya.
The World Trade Organization (WTO) is an organization that almost covers all regulations.however, the important part of the trade is regulated in the Regional Trade Agremeent (RTA). The RTA between EFTA-Indonesia raises question of whether will the agreement establish trade more liberal and consider what are underlying it. The reseach method is normatively fulfilled to review the subject. The research is supported by prescriptive feature and also the data is deductively analyzed. The result of the research reveal the fact that the agreement would establish trade more liberal if it refers to tariff concessions. But, it tends to create trading more difficult than before. Based on the fact, it can be seen while negotiating the agreement, Indonesia didnot consider the economic aspects if examined according to the balance of payment to specific HS code. Thus, political considerations are the main reason why Indonesia negotiates RTAs to EFTA. The prescriptions that can be given in relations to the agreement is economic considerations should be priory preferred. Refers to the trade balance in which Indonesia has a comparative advantage over to potential partners in the next RTA.
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T52817
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmadian Paramita
Abstrak :
Kemajuan ekonomi Indonesia yang pesat menjadikan Indonesia pasar yang menjanjikan, termasuk bagi negara-negara EFTA yang terletak di wilayah Eropa dan merupakan negara-negara maju. Namun demikian, jarak antar negara dan perbedaan kondisi negara tidak menjadi penghalang kerja sama ekonomi antara Indonesia dan EFTA dalam IE-CEPA. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis motif Indonesia menyetujui IE-CEPA. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, 'website' resmi EFTA dan pemerintah Indonesia, serta studi kepustakaan dari sumber-sumber tertulis lain. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Indonesia memiliki motif ekonomi, politik, dan' leverage' dalam IE-CEPA. Motif ekonomi Indonesia mencakup motif memperluas akses pasar ke EFTA dan Uni Eropa melalui EFTA serta menghindari pengalihan perdagangan yang dapat dilakukan oleh EFTA kepada Indonesia. Motif politik Indonesia mencakup memperkuat hubungan damai Indonesia dengan EFTA yang terganjal dengan perbedaan pemikiran dan meningkatkan pengakuan Indonesia di ranah internasional, khususnya oleh EFTA dan mitra-mitranya. Motif 'leverage' Indonesia mencakup menyelenggarakan 'capacity building dan mempertahankan pembelajaran yang diterima dari EFTA serta menciptakan 'precedent' sebagai negara Asia Tenggara ketiga yang bekerja sama dengan EFTA. ...... Indonesia`s rapid economic progress has made Indonesia a promising market, including for EFTA countries, which are developed countries and located in Europe. However, barriers which include the distance between countries and the differences in state conditions do not stop the economic cooperation between Indonesia and EFTA in IE-CEPA. The purpose of this study is to analyze Indonesia`s motives in approving IE-CEPA. This study uses qualitative approach with data collection techniques through in-depth interviews, EFTA and Indonesian government official websites, as well as literature studies from other written sources. The results of the study indicate that Indonesia has economic, political, and leverage motives in IE-CEPA. Indonesia`s economic motives include the motive for expanding market access to EFTA and the European Union through EFTA, as well as avoiding trade diversion that can be carried out by EFTA to Indonesia. Indonesia`s political motives include strengthening Indonesia`s relations with EFTA in peace which is hampered by the differences of mind and enhancing Indonesia`s recognition in the international sphere, especially by EFTA and its partners. The leverage motives of Indonesia are carrying out capacity building and maintaining the process received by EFTA, as well as creating precedent as the third Southeast Asian country in FTA cooperation with EFTA.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T53103
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anton Pratomo Sunu
Abstrak :
Perjanjian kerja sama perdagangan bebas Indonesia – EFTA Comprehensive Economic Partnership (IE-CEPA) melalui proses yang cukup panjang, dimulai pada tahun awal tahun 2011 dan putaran terakhir pada tahun 2018. Perjanjian ini meliputi berbagai sektor dimana telekomunikasi merupakan salah satu sektor yang termasuk didalamnya. Sempat diwarnai penolakan oleh Indonesia pada tahun 2012, dan dibahas kembali pada tahun 2018. Tesis ini menelusuri bagaimana proses perundingan keluar dan masuknya aneks telekomunikasi dalam naskah perjanjian. Penelitian ini kemudian menggunakan metode kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, situs resmi EFTA dan negara-negara anggotanya, serta dokumen laporan hasil perundingan pada tiap putaran. Menggunakan teori two-level game yang dikemukakan oleh Robert D. Putnam, tesis ini menunjukkan bahwa dalam merundingkan naskah perjanjian suatu negara dapat terdiri dari berbagai pihak. Kementerian Perdagangan sebagai juru runding utama dari pihak Indonesia, perlu mendapatkan persetujuan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika sebagai pengampu kebijakan sektor telekomunikasi sebelum dapat merundingkannya dengan pihak EFTA. Kementerian Perdagangan juga menjalankan negosiasi integratif dengan kementerian-kementerian teknis terkait dengan pihak mitra agar jalannya perundingan tetap kondusif dan mencapai kesepakatan yang berkualitas dan menguntungkan semua pihak. Terakhir tesis ini melihat bahwa dalam perundingan sektor-sektor yang diperundingkan dapat dijadikan suatu bargaining chip dalam negosiasi, dibuktikan dengan keberhasilan Indonesia dalam mendapatkan komitmen EFTA terkait Movement of Natural Persons. ......The Indonesia-EFTA Comprehensive Economic Partnership (IE-CEPA) free trade cooperation agreement has gone through a long process, starting in early 2011 and the last round in 2018. This agreement covers various sectors in which telecommunications is one of the sectors included in it. It was marked by rejection by Indonesia in 2012, and was discussed again in 2018. This thesis explores how the negotiation process for the exit and entry of telecommunication annex in the agreement text. This research then used a qualitative method with data collection techniques through in-depth interviews, the official website of EFTA and its member countries, as well as a document on the results of the negotiations at each round. Using the two-level game theory put forward by Robert D. Putnam, this thesis shows that in negotiating the text of the agreement a country can consist of various parties. The Ministry of Trade, as the main negotiator for the Indonesian side, needs to get approval from the Ministry of Communication and Information Technology as the telecommunications sector policy maker before it can negotiate with EFTA. The Ministry of Trade also carries out integrative negotiations with relevant technical ministries and with partners so that the negotiations remain conducive and reach a quality agreement that benefits all parties. Finally, this thesis sees that in negotiating the negotiated sectors can be used as a bargaining chip in the negotiations, as evidenced by Indonesia's success in securing EFTA's commitment to the Movement of Natural Persons.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library