Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jihan Avida
Abstrak :
Terjadinya sengketa dalam suatu hubungan kontrak dapat menyebabkan timbulnya pembatalan kontrak. Dalam suatu kontrak dengan pilihan hukum dan pilihan forum asing, khususnya arbitrase yang kini semakin banyak terjadi, pembatalannya tidak sesederhana pembatalan kontrak biasa yang tidak memuat unsur asing. Penelitian ini akan membahas mulai dari forum yang berwenang hingga hukum yang seharusnya diberlakukan untuk pembatalan kontrak internasional. Lebih jauh, dibahas pula mengenai dampak pembatalan kontrak terhadap putusan arbitrase terkait kontrak yang telah memiliki kekuatan eksekutorial. Agar didapatkan pemahaman yang lebih baik, dalam penelitian ini akan dianalisis dua perkara beserta putusan pengadilannya. ...... A dispute in a contractual relationship can lead to a nullification of the contract.  In a contract with a choice of law and a choice of foreign forum, especially arbitration which occurs more often these days, the nullification is not as simple as the nullification of an ordinary contract which does not contain foreign elements.  This research will discuss starting from jurisdiction to governing law for the nullification of international contracts. Furthermore, it will also discuss the impact of the nullification of the contract on the arbitration award related to a contract that has an executorial power.  In order to get a better understanding, this research will analyse two cases related to the topic and its court decisions.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manurung, Hesky Ondo
Abstrak :
Skripsi ini dilatarbelakangi oleh permasalahan adanya inkonsistensi putusan dan perdebatan para ahli terkait pengaturan mengenai hukum yang berlaku dalam Pasal 42 Konvensi ICSID. Hal ini menjadi semakin rumit dengan dipengaruhinya penerapan Pasal 42 Konvensi ICSID dalam sengketa ICSID yang didasarkan pada Investment Treaty. Untuk membahas permasalahan ini, maka akan digunakan penelitian hukum normatif dengan analisa yuridis-normatif. Hasil dari penelitian ini adalah, adanya fungsi dari investment treaty untuk memberlakukan hukum internasional ketika digunakan sebagai dasar arbitrase. Selain itu, investment treaty juga dapat menjadi metode pilihan hukum dalam sengketa ICSID sesuai dengan Pasal 42 Konvensi ICSID.
This study is motivated by the inconsistency of awards and scholars debate regarding the applicable law in investment disputes under Article 42 of the ICSID Convention. Such situation became more complex when a dispute is initiated under an investment treaty. This affects the application of Article 42 of the Convention. This study uses normative legal research and juridical-normative analysis to address the issue. The outcome of this study is to point out the proper functionality of investment treaties to enforce international law when investment treaty is used as a basis for arbitration. Furthermore, such an investment treaty can also be applied as a choice of law method in ICSID disputes in accordance with Article 42 of the ICSID Convention.
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S53830
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Cecilia
Abstrak :

Perjanjian pinjaman sindikasi merupakan suatu perjanjian pinjaman yang melibatkan beberapa kreditur untuk memberikan dana besar kepada debitur, serta dapat diselesaikan dengan teori Hukum Perdata Internasional (HPI). Dalam penelitian hukum normatif, kehadiran elemen asing dalam perjanjian kredit sindikasi internasional memungkinkan penerapan teori HPI untuk menentukan hukum yang berlaku dan forum penyelesaian sengketa. Pokok kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 1345 K/PDT/2015 menunjukkan dapat digunakannya teori HPI dalam menentukan hukum yang berlaku dan forum yang berwenang berdasarkan kedudukan dan hubungan hukum antara pihak-pihak yang asing. Penggunaan hukum Indonesia oleh majelis hakim pokok sengketa dalam menentukan hukum yang berlaku dapat dipertimbangkan melalui teori proper law of the contract. Sementara itu, diskusi tentang kebebasan berkontrak dalam penyelesaian sengketa perjanjian kredit sindikasi internasional akan berhubungan dengan pelaksanaan penjaminan terhadap sindikasi dalam pokok sengketa. Prinsip kebebasan berkontrak adalah prinsip diakui dalam hukum kontrak internasional, namun terdapat pembatasan tertentu, terutama dalam hukum Indonesia. Penunjukan Pengadilan Negeri Cilacap dengan dasar Klausul 'Ketentuan Lainnya' serta Pasal 99 ayat (1) RV dalam pokok gugatan tingkat pertama menyebabkan kompleksitas hukum dalam menentukan forum yang berwenang. Kesalahan penerapan dasar hukum dan eksistensi klausul dengan ketentuan multi tafsir serta memiliki risiko forum shopping dapat memiliki implikasi hukum yang signifikan bagi para pihak. ......The dispute involving international syndicated loan agreements and foreign parties requires the application of Private International Law (PIL) principles for resolution. Normative legal research reveals that the foreign elements in these agreements allow the use of PIL to determine applicable law and the competent dispute resolution forum. In the Supreme Court decision No. 1345 K/PDT/2015, the legal position and relationship among foreign parties necessitate the application of PIL to decide applicable law and the competent forum. The use of Indonesian law in determining the contract's applicable law aligns with the proper law of the contract. Freedom of contract in resolving disputes in international syndicated credit agreements relates closely to collateral implementation in the dispute. Despite its recognition in international contract law, freedom of contract has limitations within Indonesian law. The designation of Cilacap District Court as the competent forum, based on 'Other Provisions' Clauses and Article 99 paragraph (1) RV in the lawsuit done on the District Court further creates legal complexity in determining the actual dispute resolution forum. Errors in using legal bases and such existence of ambiguous provisions implied with forum shopping risks within this syndicated loan agreement can have significant legal implications for the involved parties.

 

Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gultom, Christian Jeremia
Abstrak :
Walaupun telah memberi kemudahan pada konsumen untuk menggugat dan meminta ganti rugi kepada pelaku usaha, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen belum mengatur apabila terdapat sengketa konsumen internasional yang melibatkan pelaku usaha dan/atau konsumen yang tidak tunduk pada hukum Indonesia. Selain itu, adanya klausula baku dalam kontrak konsumen menyebabkan konsumen tidak memiliki posisi dan daya tawar yang lebih kuat di hadapan pelaku usaha. Walaupun sudah terdapat pasal khusus mengenai klausula baku, akan tetapi hal tersebut belum sepenuhnya melindungi konsumen apabila terdapat pilihan hukum dan pilihan forum yang ditetapkan secara unilateral oleh pelaku usaha. Hal ini tentunya menciptakan kekosongan dan ketidakpastian perlindungan hukum bagi konsumen di Indonesia. Melalui penelitian yuridis-normatif, tulisan ini membahas tentang hukum yang berlaku dan forum yang berwenang dalam sengketa konsumen menurut hukum perlindungan konsumen dan hukum perdata internasional Indonesia. Penelitian ini juga akan melihat putusan pengadilan Indonesia terkait sengketa konsumen internasional. Dapat disimpulkan bahwa dalam hubungan kontraktual, Hakim menerapkan asas kebebasan berkontrak yang dianggap mengikat para pihak dan dilakukan dalam keadaan konsensual. Sementara untuk hubungan nonkontraktual, prinsip klasik lex loci delicti commissi masih menjadi dasar penentuan hukum yang berlaku. Mengenai forum yang berwenang, UU Perlindungan Konsumen telah menyediakan beberapa mekanisme penyelesaian sengketa konsumen.
Although it has been easier for the consumers to sue and seek compensation from business enactors, Law No. 8 of 1999 regarding Consumer Protection has not regulated if there are international consumer disputes involving business enactors and/or consumers who are not subject to Indonesian law. Also, there are standard clauses in consumer contract that cause consumers to not have a stronger position and bargaining power in front of business enactors. Although there is already specific provision regarding standard clause, it has not fully protected consumer, specifically if there is a choice of law and a choice of forums that are determined unilaterally by the business enactor. This of course creates the void and uncertainty of legal protection for consumers in Indonesia. Through juridical-normative research, this paper discusses the applicable law and the competent forum in consumer disputes according to the Indonesia consumer protection law and private international law. This research will also look at Indonesia court decisions related to international consumer disputes. It can be concluded that on a contractual basis, the judges apply the principle of freedom of contract which considered binding for the parties and presumed in a consensual state. Meanwhile, for a non-contractual basis, the classic principle of lex loci delicti commissi is still become the basis for determining the applicable law. As for the competent forum, the Consumer Protection Law has provided some mechanisms to settle and resolve consumer disputes.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fariza Hanif Iskandar
Abstrak :
Pemerintah Indonesia sudah memilih the International Centre for Settlement of Investment Disputes melalui ratifikasi Konvensi ICSID, dan kasus ICSID Case No. ARB/12/14 and 12/40 antara Churchill Mining plc dan Planet Mining Pty Ltd melawan Pemerintah Indonesia merupakan salah satu contoh sengketa penanaman modal asing di Indonesia. Petitum dari Penggugat salah satunya adalah pemerintah Indonesia telah melakukan perbuatan indirect expropriation terhadap obyek penanaman modal asing Penggugat. Hal tersebut membawa dua pokok permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini, yaitu bagaimana penentuan hukum yang berlaku dan forum yang berwenang untuk mengadili sengketa ini, dan bagaimana implementasi hukum dalam konteks hukum investor protection, proper due diligence, dan expropriation dalam kasus ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-doktrinal. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa untuk hukum yang berlaku, karena proyek penanaman modal asing ini dilakukan menggunakan perseroan terbatas berstatus personal Indonesia, maka hukum yang berlaku adalah hukum Indonesia dan maka dari itu pula, karena Indonesia sudah menjadi negara peserta Konvensi ICSID, serta Penggugat merupakan perseroan-perseroan terbatas yang berstatus personal Inggris Raya dan Australia, maka penanaman modal ini dilakukan berdasarkan bilateral investment treaty antara Indonesia dengan masing-masing kedua negara tersebut, yang memilih ICSID sebagai forum penyelesaian sengketa. Selain itu, untuk investor protection, proper due diligence, dan expropriation, dalam proses acara persidangan di ICSID ditemukan bahwa Penggugat telah melakukan perbuatan pemalsuan tanda tangan Bupati proyek setempat untuk dokumen Kuasa Pertambangan yang diperlukan sebagai salah satu dokumen perizinan dilangsungkannya proyek ini. Maka dari itu, dokumen tersebur dinyatakan batal demi hukum dan oleh karena itu Indonesia tidak terbukti melakukan pelanggaran atas hukum investor protection, proper due diligence, dan expropriation. Penggugat justru yang telah melanggar proper due diligence dengan melakukan perbuatan pemalsuan tersebut. ......The Indonesian Government has chosen the International Centre for Settlement of Investment Disputes as the dispute resolution forum for investor-state disputes regarding foreign direct investments in Indonesia, and the ICSID Case No. ARB/12/14 and 12/40 between Churchill Mining plc and Planet Mining Pty Ltd v Government of Indonesia is one of the example cases concerning foreign direct investment disputes in Indonesia. The Claimants claimed that the Respondent has committed an act of indirect expropriation towards the investment object, and that brings two research questions for this thesis, in which first, what are the technicalities of determining the proper governing law and dispute resolution forum for this case, and also what is the implementation regarding the laws of investor protection, proper due diligence, and expropriation in this case. The method used in this research is judicial-doctrinal. The results indicate that regarding the governing law used in this dispute, due to the fact that in this case, the investment is done through Indonesian limited liability companies, then these companies bear the personal status of Indonesia, making them bound to Indonesian law. Regarding the proper dispute resolution forum, Indonesia is one of the signatories of the ICSID Convention, and the Claimants in this case are a public limited company and a privately-owned company with personal statuses of the United Kingdom and Australia, making this investment bound to the bilateral investment treaties between Indonesia and the mentioned countries. Regarding the laws of investor protection, proper due diligence, and expropriation, the Respondent has been determined to have not broken any of those laws due to the fact that the indication during the arbitration of the Claimant has forged the signature of the Regent of the location of the project for the Kuasa Pertambangan licensing document thus making the licensing document null and void. The Claimant on the other hand has violated the provisions of proper due diligence in this case.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faqih Adhiwisaksana
Abstrak :
Penelitian ini menganalisis pelanggaran perlindungan data pribadi dengan unsur asing sebagai suatu permasalahan Hukum Perdata Internasional, dengan fokus terhadap forum yang berwenang dan hukum yang berlaku. Penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan studi kepustakaan untuk menjelaskan permasalahan terkait forum yang berwenang dan hukum yang berlaku terkait pelanggaran perlindungan data pribadi yang memiliki unsur asing. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa masih kurangnya pengaturan khusus mengenai hal ini di Indonesia. Penelitian ini juga menunjukkan beberapa pendekatan yang digunakan oleh hakim dalam menangani sengketa pelanggaran perlindungan data pribadi dengan unsur asing, ditunjukkan dalam kasus eDate Advertising GmbH v X, kasus Google Spain SL, Google Inc. v Agencia Española de Protección de Datos (AEPD), Mario Costeja González, serta pendekatan yang dilakukan oleh pelaku usaha dalam Intercompany Agreement on Data Processing oleh grup perusahaan X. Saran penulis adalah Indonesia perlu mengesahkan RUU Perlindungan Data Pribadi, agar memperkuat kejelasan perlindungan data pribadi dengan unsur asing di Indonesia. ......This research analyses violation of personal data protection with a foreign element as a private international law issue, focusing on competent forum and applicable law. The author uses a juridical-normative research method with literature studies to explain issues surrounding competent forum and applicable law regarding competent forum and applicable law on violation of personal data protection with a foreign element. The author’s research finds that there is still a lack of sufficient legal framework regarding the issue. This study also shows various approaches used by judges in deciding violation of personal data protection with a foreign element case, as shown in eDate Advertising GmbH v X case, Google Spain SL, Google Inc. v Agencia Española de Protección de Datos (AEPD), Mario Costeja González case, as well as the approach used by business in the Intercompany Agreement on Data Processing by X group of companies. The author’s suggestion is that Indonesia should promulgate the Personal Data Protection Bill, to bring certainty regarding protection of personal data with a foreign element in Indonesia.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raushan Aljufri
Abstrak :
Isu ketentuan mengenai hukum yang berlaku dalam sengketa pelanggaran hak cipta sampai hari ini belum banyak didiskusikan di Indonesia, meskipun isu ini menjadi semakin penting dalam era digital modern. Penelitian ini mengkaji ketentuan- ketentuan tentang hukum yang berlaku dalam pelanggaran hak cipta di Indonesia, dengan memperhatikan semua norma hukum internasional maupun hukum nasional Indonesia yang berhubungan. Pertama, suatu analisa terhadap ketentuan tentang hukum yang berlaku dalam pasal 5 paragraf (2) Berne Convention on the Protection of Literary and Artistic Works dilakukan dengan memperhatikan diskusi antara ahli hukum mengenai penafsiran yang tepat dari pasal tersebut, dan juga dengan memperhatikan berbagai praktek nasional mengenai bagaimana pasal tersebut telah diterapkan oleh berbagai negara. Kedua, implikasi-implikasi terhadap ketentuan hukum yang berlaku dalam Pasal 2 Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta di diskusikan, serta bagaimana pandangan-pandangan ahli dan praktisi hukum di Indonesia tentang ketentuan mengenai hukum yang berlaku yang tepat untuk digunakan dalam sengketa pelanggaran hak cipta. Penelitian ini menyimpulkan bahwa walaupun ada debat tentang penafsiran yang tepat dari Pasal 5 ayat (2) Konvensi Berne, pendapat yang paling umum secara internasional adalah bahwa ketentuan tersebut mengharuskan penggunaan hukum dari negara untuk mana perlindungan diminta (lex loci protectionis) saat menangani perkara pelanggaran hak cipta. Di sisi lain, para ahli dan praktisi hukum Indonesia cenderung menggunakan lex fori dibandingkan lex loci protectionis. ......The issue of the applicable law in international copyright infringement disputes has to this day received little discussion in Indonesia, despite the increasing importance of this issue in the modern digital age. This study attempts to research the possible rules regarding the applicable law that may currently apply to copyright infringement in Indonesia, by examining all relevant norms of international law as well as Indonesian national law. First, an analysis of the applicable law rules contained in article 5 paragraph (2) of the Berne Convention on the Protection of Literary and Artistic Works is conducted by examining the scholarly debate regarding the proper interpretation of the article, as well as by further examining the various national practices regarding how the article has been applied in various countries. Second, the possible applicable law implications of Article 2 of Law No. 28 of 2014 about Copyright is discussed, as well as the prevailing views of Indonesian scholars and law practitioners regarding the proper applicable law rules to be applied in copyright infringement disputes. The study finds that while there is some debate about the interpretation of article 5 paragraph (2) of the Berne Convention, the prevailing view internationally is that it requires the use of the law of the state for which protection is claimed (lex loci protectionis) when dealing with copyright infringement. On the other hand, it appears that Indonesian scholars and legal practitioners tend to apply the lex fori as opposed to the lex loci protectionis.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kalalo, Kevin Paul Dylan
Abstrak :
Pasal 53 ayat (2) UU Kekuasaan Kehakiman mewajibkan hakim untuk memberikan pertimbangan hukum yang didasarkan pada dasar dan alasan hukum yang tepat dan benar dalam putusannya. Hal ini juga berlaku dalam konteks Hukum Perdata Internasional (HPI), seperti perkara pewarisan internasional. Perkara pewarisan internasional adalah perkara pewarisan yang memiliki unsur asing. Lebih lanjut, terdapat pertanyaan dan/atau isu HPI dalam perkara pewarisan internasional yang mencakup hukum waris internasional, perkawinan campuran internasional, kewenangan mengadili hakim, dan isu hak orang asing atas harta warisan. Skripsi ini akan menganalisis tentang penyelesaian perkara pewarisan internasional dan sikap pengadilan Indonesia dalam menentukan hukum waris yang berlaku dari sepuluh perkara, yaitu Agnes Lee (2008), Agnes Lee (2015), Erlina, Reiger, Helga, Berg, Adolphe, Kirk, Whitechurch, dan Tan Mui Joon. Berdasarkan pengkajian dari sepuluh putusan tersebut, hakim masih belum dapat memberikan pertimbangan hukum yang tepat dan lengkap sesuai dengan ilmu HPI mengenai pertanyaan dan/atau isu yang muncul dalam setiap perkara. Selain itu, skripsi ini juga hendak menjelaskan tentang ruang lingkup HPI dalam pewarisan internasional. Terakhir, skripsi ini akan membahas tentang kehadiran RUU HPI sebagai solusi untuk memberikan kepastian hukum bagi hakim dalam menentukan hukum yang berlaku dalam pewarisan internasional. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode doktrinal dengan bahan pustaka untuk mengkaji ketentuan hukum dan putusan pengadilan Indonesia. ......Article 53 paragraph (2) of the Judicial Power Act requires judges to provide legal considerations based on the proper and correct legal basis and reasoning in their decisions. This also applies in the context of Private International Law (PIL), such as cases involving international succession. International succession cases are cases that involves foreign elements. Furthermore, there are questions and/or PIL issues in international succession cases, including international succession law, international mixed marriages, jurisdiction, and issues related to the rights of foreigners to inheritance. This thesis will analyze how Indonesian court adjudicating international succession cases and the stance of the Indonesian court in determining applicable succession laws from ten cases: Agnes Lee (2008), Agnes Lee (2015), Erlina, Reiger, Helga, Berg, Adolphe, Kirk, Whitechurch, and Tan Mui Joon. Based on the examination of these ten decisions, judges still struggle to provide legal considerations on questions and/or issues arising, with a proper legal basis and reasoning in accordance with PIL. Moreover, this thesis will also explain the scope of PIL in international succession. Finally, the thesis will discuss the presence of the PIL Bill as a solution to provide legal certainty for judges in determining the applicable laws in international succession cases. This research is conducted using a doctrinal method with literature as the basis for examining legal provisions and decisions of the Indonesian court.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muthia Sekar Saraswati
Abstrak :
Mobilitasnya yang tinggi dan kemampuan menempuh jarak jauh lebih cepat dibandingkan transportasi lainnya adalah beberapa alasan yang membuat pesawat menjadi mode transportasi yang penting sekarang ini. Secara ilmiah, dengan alasan tersebut, pesawat dapat dikategorikan sebagai benda bergerak, begitu juga konvensi internasional terkait pesawat mengaturnya. Namun undang-undang di Indonesia menyatakan sebaliknya. Meskipun dianggap sebagai benda tidak bergerak, jaminan hipotek atas pesawat tidak lagi berlaku sejak berlakunya UU No. 1/2009 tentang Penerbangan, yang menyatakan jaminan atas pesawat adalah kepentingan internasional sebagaimana diatur dalam Cape Town Convention. Akan tetapi, kepentingan internasional ini tidak diakui dalam hukum jaminan yang berlaku di Indonesia, sehingga jaminan atas pesawat di Indonesia menjadi tidak pasti. Selain itu, benda terdaftar juga belum diakui di Indonesia, sehingga prinsip lex rei sitae berkembang dan memunculkan prinsip lex registri. Meskipun tidak diatur dalam suatu ketentuan hukum tersendiri, lex registri sudah diakui di Indonesia. Dengan mendaftarkan pesawat untuk dapat beroperasi dan terbang di, dari, dan ke Indonesia sudah secara implisit menghadirkan situs artifisial bagi pesawat. Sehingga dalam skripsi ini akan membicarakan tentang status kebendaan pesawat yang akan mempengaruhi hukum yang akan berlaku terhadap pesawat, sekaligus perkembangan dari cara penentuannya.Mobilitasnya yang tinggi dan kemampuan menempuh jarak jauh lebih cepat dibandingkan transportasi lainnya adalah beberapa alasan yang membuat pesawat menjadi mode transportasi yang penting sekarang ini. Secara ilmiah, dengan alasan tersebut, pesawat dapat dikategorikan sebagai benda bergerak, begitu juga konvensi internasional terkait pesawat mengaturnya. Namun undang-undang di Indonesia menyatakan sebaliknya. Meskipun dianggap sebagai benda tidak bergerak, jaminan hipotek atas pesawat tidak lagi berlaku sejak berlakunya UU No. 1/2009 tentang Penerbangan, yang menyatakan jaminan atas pesawat adalah kepentingan internasional sebagaimana diatur dalam Cape Town Convention. Akan tetapi, kepentingan internasional ini tidak diakui dalam hukum jaminan yang berlaku di Indonesia, sehingga jaminan atas pesawat di Indonesia menjadi tidak pasti. Selain itu, benda terdaftar juga belum diakui di Indonesia, sehingga prinsip lex rei sitae berkembang dan memunculkan prinsip lex registri. Meskipun tidak diatur dalam suatu ketentuan hukum tersendiri, lex registri sudah diakui di Indonesia. Dengan mendaftarkan pesawat untuk dapat beroperasi dan terbang di, dari, dan ke Indonesia sudah secara implisit menghadirkan situs artifisial bagi pesawat. Sehingga dalam skripsi ini akan membicarakan tentang status kebendaan pesawat yang akan mempengaruhi hukum yang akan berlaku terhadap pesawat, sekaligus perkembangan dari cara penentuannya.
High mobility and ability to reach far destination in a short span of time compared to other transportation modes are some of the reasons as to why airplane is becoming significant in modern life. Scientifically speaking, with the same reasoning, an aircraft can be categorized as a movable object. International conventions regarding airplane assumes the same. However, recurring Indonesian regulation states the otherwise. Even though aircraft is considered immovable object in Indonesia, mortgage upon an aircraft no longer prevails after Aviation Act 2009 puts into force, in which stated security rights of an aircraft is international interest as defined in Cape Town Convention. Even though recognized, the form of international interest is not known under any security rights in Indonesia, which makes security rights of an aircraft is not yet determined. Other than that, registered object is not yet recognized in Indonesia. This leads lex rei sitae enforcability developed into lex registri and is now applicable to registered ones. By registering the airplane in Indonesia in order to be able to operate and fly in, from, and to Indonesian air territory, lex registri has been acknowledged, though implicitly, and this leads an aircraft to have artificial situs. This article will discuss about property law aspects of an aircraft and its effect on applicable law towards an aircraft, as well as development of determinating manner of the applicable law.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anggita Andrea Larasati
Abstrak :
Keberadaan pilihan hukum Inggris dalam kontrak asuransi laut melekat pada praktik yang terbentuk selama ratusan tahun. Para pihak yang berkedudukan di Indonesia pun menggunakan polis yang memilih hukum Inggris untuk kontrak asuransi lautnya. Pengadilan Indonesia berpotensi mengadili sengketa kontrak asuransi laut yang memilih hukum Inggris, sehingga penting bagi pengadilan untuk menentukan hukum yang berlaku dan forum yang berwenang. Dalam kurun waktu 2010 hingga 2022, terdapat delapan kasus kontrak asuransi laut yang diadili oleh pengadilan Indonesia. Kedelapan perkara tersebut timbul dari polis yang mengandung pilihan hukum Inggris. Alih-alih memakai hukum Inggris untuk mengadili perkara-perkara tersebut, pengadilan Indonesia menyatakan ketidakberwenangannya atas dasar keberlakuan hukum Inggris. Para pihak diharuskan untuk menyelesaikan sengketanya di pengadilan Inggris. Penelitian ini menggunakan metode yuridis-normatif dengan bahan pustaka untuk mengkaji ketentuan hukum dan putusan pengadilan Indonesia. Penelitian ini berpendapat bahwa pengadilan Indonesia memerlukan suatu pedoman untuk menentukan hukum yang berlaku dan forum yang berwenang dalam menangani kontrak asuransi laut ......The existence of English choice of law in marine insurance contracts adheres to the practice established for hundreds of years. Indonesian parties also conclude marine insurance contracts which incorporates an English choice of law clause therein. The Indonesian court might adjudicate disputes rising from such contracts, therefore it is crucial for courts to determine the applicable law and competent forum. From 2010 until 2022, there had been eight marine insurance contract cases brought before the Indonesian court. Instead of using the English law to judge them, the Indonesian court states its incompetence to hear the case. The parties are required to bring their case before the English court. This research is conducted with juridical-normative method utilizing legal documents and literatures to study the existing regulations and Indonesian court judgments. It argues that the Indonesian court needs a guideline to determine the applicable law and competent forum in resolving marine insurance contract cases.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>