Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muriel D.E Kandouw
Universitas Indonesia, 1987
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meliyana Yustikarini
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai kedudukan anak (perempuan) dalam hukum waris adat, khususnya daerah Batak. Di Batak kedudukan anatar anak laki-laki dengan anak perempuan tidaklah sama. Anak laki-laki kedudukannya lebih istimewa di bandingkan dengan anak perempuan. Anak laki-laki merupakan penerus keturunan dan selalu seclan dengan ayah dan keluarga ayah. Sedangkan anak perempuan tidak selamanya seclan dengan ayah dan keluarga ayah. Anak perempuan setelah dikawin jujur, hak dan kewaj iban pindah ke keluarga suami, sehingga anak perempuan bukan ahli waris ayahnya. Di Batak tidak mengenal anak perempuan sebagai ahli waris tetapi di sana dikenal adanya lembaga "Holong Ate". Lembaga "Holong Ate" ini dapat memperluas hukum waris adat setempat. Anak perempuan dapat meminta bagian dari ayah sebagai pemberian atau hibah sebelum dia rnanikah. Pemberian harta peninggalan ini dapat dilakukan sebelum atau sesudah ayahnya meninggal, ini merupakan wujud dari kasih sayang ayah kepada anak perempuan. Akan tetapi pemberian harta peninggalan ini tidak berlaku pada harta pusaka (leluhur). Dengan adanya lembaga "Holong Ate" ini kedudukan anak perempuan dan anak laki-laki akan menjadi sarna dalam hal mewaris. Akan tetapi masyarakat Batak tidak semuanya mempergunakan lembaga "Holong Ate" dalam kewarisan.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1998
S20892
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H. Hilman Hadikusuma
Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990
340.57 HIL h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aregina Nareswari Firuzzaurahma
Abstrak :
Masyarakat adat Syaibatin Buay Pernong adalah masyarakat adat yang terletak di Lampung Barat dan menganut sistem waris adat mayorat, dimana utamanya warisan secara keseluruhan diberikan kepada laki-laki. Akan tetapi di dalam hal suatu keluarga tidak memiliki anak laki-laki untuk menjadi ahli waris, maka diperbolehkanlah anak perempuan menggantikan posisinya sebagai ahli waris. Skripsi ini membahas mengenai bagaimana kedudukan perempuan bila dilihat dalam hukum waris adat Syaibatin Buay Pernong dimana ia berkedudukan sebagai ahli waris dan menggantikan posisi laki-laki dalam keluarga. Penelitian ini dilakukan dengan cara pendekatan normatif dan pendekatan empiris Pendekatan normatif meliputi penelitian terhadap asas-asas, pengertian dan ketentuanketentuan hukum baik tertulis maupun tidak tertulis. Pendekatan empiris dilakukan untuk memperoleh fakta mengenai perilaku subyek hukum yang berhubungan dengan permasalahan. ......Syaibatin Buay Pernong's society is located in West Lampung and adopts a mayorat system as their law of inheritance. It is a custom that is regularly practiced among Syaibatin Buay Pernong people that the one who will inherit all the family's wealth is the son. However, in the case of a family does not have a son to be the heir, a daughter is allowed to replace him as heir. This thesis discusses how the position of women seen in the customary law of inheritance in Syaibatin Buay Pernong, where after she inherits, she need to serve the family and replace the man position as a father in the family. This study aims to identify and understand the position of women in Syaibatin Buay Pernong's law of inheritance. The research was conducted by the normative approach and empirical approach to normative approach include the study of the principles, terms and provisions of the law either written or unwritten. Empirical approach taken to obtain facts about the behavior of law-related subject matter.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S45449
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dessi
Abstrak :
ABSTRAK
Sistem kewarisan di Minangkabau sangat berbeda dengan sistem kewarisan adat yang lain. Minangkabau mengenal adanya harta pusaka kaum yaitu harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Orang yang sangat berpengaruh dan mempunyai kuasa penuh terhadap harta pusaka kaum adalah mamak kepala waris atau lebih dikenal dengan sebutan Mamak. Mamak di Minangkabau pada umumnya adalah seorang laki-laki yang dituakan memangku jabatan sebagai pemimpin dari suatu paruik. Mamak mempunyai tanggung jawab besar terhadap kesejahteraan dan keselamatan semua kemenakan. Manfaat dari harta pusaka adalah untuk keselamatan nagari, menjaga keselamatan kaum, melindungi anak-anak kecil dan menjaga nagari dari orang-orang yang ingin berbuat jahat. Oleh sebab itu sangat tidak diperbolehkan harta pusaka itu dijual, digadaikan apalagi dihilanglenyapkan oleh siapapun yang menjadi anggota kaum Kecuali untuk kepentingan yang sanagat mendesak. Dalam hal ini timbul suatu permasalahan yang memerlukan pembahasan yakni: Bagaimana bentuk pengawasan yang dilakukan oleh mamak kepala waris terhadap harta pusaka kaum menurut hukum waris adat Minangkabau, dan Bagaimana kedudukan mamak kepala waris terhadap harta pusaka kaum menurut hukum waris adat Minangkabau? Metode yang digunakan adalah kepustakaan yang bersifat normatif dengan menggunakan tipe penelitian eksplanatoris dengan tujuan evaluatif. Setelah melihat kenyataannya dapat disimpulkan bahwa pengawasan dan kedudukan mamak kepala waris yang ditemukan sekarang ini hanya sebatas pada harta pusaka tinggi, yaitu dalam bentuk Ganggam bauntuak yaitu hak untuk mengelola, menikmati hasil dari apa yang telah dikelola oleh seseorang atas tanah yang dikuasai dan digunakan untuk keperluan kaum. Karena semakin berkurangnya harta pusaka, sementara jumlah kemenakan semakin bertambah maka sebaiknya mamak kepala waris mempergunakan ranji dalam hal pemakaian harta pusaka yang dipergenggam bauntuakkan, tujuannya agar semua kemenakan dapat menikmati pemakaian ganggam bauntuak tersebut secara nyata.
2005
T36893
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
H. Hilman Hadikusuma
Bandung: Alumni, 1983
340.57 HIL h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Audy Miranti
Abstrak :
Keraton Surakarta merupakan lingkungan adat yang memiliki hukum adatnya sendiri, termasuk mengenai kewarisan. Berlainan dengan masyarakat Jawa pada umumnya, keluarga Keraton Surakarta memiliki prinsip tersendiri dalam menerapkan masalah pewarisannya terutama dalam pewarisan tahta kerajaan. Dalam pengangkatan raja di Keraton Surakarta, maka kedudukan anak laki-laki raja dari permasuri lebih diutamakan, sesuai dengan prinsip pancer lanang. Pewarisan tahta kerajaan ini sering menimbulkan konflik dalam prosesnya. Yang paling hangat adalah kasus Raja Kembar, masih berlangsung sampai sekarang. Konflik terjadi karena Paku Buwono XII tidak memiliki permaisuri dan meninggal tanpa menunjuk calon raja. Skripsi ini menjabarkan mengenai kedudukan anak laki-laki sangat diutamakan dalam proses pewarisan tahta kerajaan di Keraton Surakarta serta analisa terhadap masalah pewarisan tahta tersebut yang masih berlangsung.
Abstract
Keraton Surakarta is a custom environment that has its own customary law, including the inheritance. Unlike the Java community in general, Keraton Surakarta family has its own principles in applying the inheritance issue, especially regarding the inheritance of the throne. In the appointment of the king, in Keraton Surakarta, the position of the king?s son of the queen are preferred, in accordance with the principle pancer lanang. Inheritance of the throne is often cause conflicts in the process. The most recent case is Twin Kings, still going on until now. The conflict occurs because Pakubuwono XII had no queen, and died without pointing future king. This study outlines the position of king?s sons is very preferred in the process of inheriting the throne in the Keraton Surakarta and analysis of inheritance of the throne of the problem is still ongoing.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
S248
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Hilda Natassa Putri
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai masyarakat Lampung Pepadun yang termasuk kedalam kelompok masyarakat yang menganut sistem kekerabatan Patrilineal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perkawinan pada masyarakat Lampung Pepadun dilangsungkan dengan perkawinan jujur. Harta warisan menurut hukum adat masyarakat Lampung Pepadun dibedakan antara harta pusaka tinggi dan harta pusaka rendah. Sistem pembagian warisan menurut hukum adat Lampung Pepadun dilakukan dengan sistem pewarisan mayorat laki-laki. Kedudukan anak perempuan dalam hukum waris adat Lampung Pepadun tidak terhitung sebagai ahli waris dari harta peninggalan orangtuanya dan bagian yang diterima oleh anak perempuan hanya bersifat pemberian yang merupakan tanda kasih sayang, hal ini bertentangan dengan Kompilasi Hukum Islam yang menyebutkan bahwa anak perempuan mendapatkan bagian warisan.
This thesis discusses about Pepadun Lampung society into groups which include people who embrace patrilineal kinship system. The results of this study indicate that the marriage in community of Lampung Pepadun held with jujur marriage. Inheritance under customary law society Lampung Pepadun distinguished between inheritance of high and low inheritance. System of inheritance under customary law Lampung Pepadun done with inheritance system mayorat men. The position of girls in Lampung Pepadun customary inheritance law does not count as an heir of her parents and the inheritance received by girls are only a sign of affection, this is contrary to Islamic Law which states that girls get a share of inheritance.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28163
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suci Suharini
Abstrak :
ABSTRAK
Indonesia terdiri dari berbagai macam suku bangsa yang tersebar di seluruh nusantara. Setiap daerah di Indonesia mempunyai adat istiadat dan pengaturan tentang hukum waris yang berbeda sesuai dengan tuntutan adatnya masing-masing. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan nilai-nilai budaya yang melatarbelakangi kehidupan masyarakat yang bersangkutan, begitu halnya dengan hukum waris adat pada masyarakat Melayu Riau. Hukum waris memuat peraturan-peraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang-barang harta benda dan barang-barang yang tidak berwujud benda (immateriele goederen) dari suatu angkatan manusia (generatie) kepada turunannya. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode kepustakaan yang dilengkapi dengan wawancara kepada narasumber yaitu para pemuka adat Melayu Riau, alim ulama, serta masyarakat adat Melayu Riau. Adapun yang menjadi pokok permasalahan yang dikemukakan disini adalah bagaimana pengaturan hukum waris menurut hukum waris adat Melayu Riau dan bagaimanakah perkembangan hukum kewarisan adat pada masyarakat Melayu Riau pada saat ini. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pada hakekatnya hukum waris yang dianut oleh masyarakat adat Melayu Riau sepenuhnya bersandar kepada hukum waris menurut hukum syarak. Pelaksanaannya pembagian warisannya dilakukan menurut hukum faraid. Kalaupun ada ketentuanketentuan lain mengenai pembagian harta itu, kedudukannya tetaplah lebih rendah daripada ketentuan syarak. Seiring dengan perkembangan zaman, hukum waris adat pada masyarakat Melayu Riau telah mengalami perubahan. Pembagian harta tersebut berubah berdasarkan musyawarah untuk mufakat oleh sesama anggota keluarga. Pembagian harta yang pada mulanya didasarkan syarak dimana bagian anak laki-laki dua kali lipat bagian dari anak perempuan, kini lazim diberikan seluruhnya kepada anak, dan menyamakan bagian anak perempuan dan anak laki-laki dalam penerimaan warisan tersebut. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain faktor ekonomi, kondisi tempat anak-anak berada, kehendak dari orang tua, faktor sosial, faktor kesepakatan, serta faktor adanya pengaruh dari berbagai budaya yang heterogen yang dibawa oleh suku pendatang yang ada di Riau.
ABSTRACT
Indonesia composed from variety tribe which spread all over nation. livery area in Indonesia has own culturc and regulation about different hereditary law according to each culture demand. This matter caused by different culture values which is be the background of pcrtient society, so the things with custom hereditary law in Malay o f Riau society. Hereditary law comprising about arrangement to arranging process, continuing, also removing good and chatter and abstract good (immateriele) from one generation o f human being to its generation. Research method which used in this writing is bibliography method equiped by interview to narrative speaker, consist o f all prominent custom from Malay o f Riau, Moslem scholar and also Malay o f Riau society. There is a problem i want mention that how is hereditary law regulation according to custom hereditary law from Malay o f Riau and how is development of custom hereditary law at this moment in Malay o f Riau society. Result o f research can concluded that intrinsically hereditary law which is cmbrased by Malay o f Riau society fully lean to hereditary law according to law o f Syarak. The execution o f its heritage done according to law o f Faraid. Even there are other regulations about divison of estae, dimicilling o f it remain still lower than Syarak regulation. Along growth of epoch, custom hereditary law in Malay o f Riau has been progressively change. Division o f estae changes pursuant to deliberation for general consensus by humanity o f family member. Firstly» division o f estae based on Syarak which is boy shares are twofold part o f girl shares, nowadays fully given to their childrens and equalizing girl and boy shares in acceptance o f heritage. This matter caused by several factors, consist o f economic factor, condition o f childrens living, willingness from old fellow, social factor, agreement factor, also existance of influence from many heterogeneous culture which brought by foreign tribe who exist in Riau.
2008
T37008
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Laurensia Lefina Mulauli
Abstrak :
Di negara Indonesia dikenal adanya pluralisme hukum waris sebagaimana terdapat 3 (tiga) sistem hukum waris yang berlaku, antara lain hukum waris Islam, hukum waris perdata barat, dan hukum waris adat yang beraneka ragam mengikuti sistem kekeluargaan yang dianut oleh masing-masing suku bangsa di masyarakat. Tulisan ini disusun dengan metode penelitian doktrinal dan berfokus pada keberlakuan hukum waris adat Batak. Tulisan ini menganalisis bagaimana penyelesaian sengketa kewarisan yang terjadi pada keluarga Batak saat ini, apakah Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya masih memberlakukan ketentuan hukum waris adat Batak secara penuh, sebagai masyarakat bercorak patrilineal, yang hanya memberikan bagian waris kepada anak laki-laki saja, atau turut mengindahkan adanya pergeseran nilai waris adat patrilineal dengan turut memberikan bagian waris kepada anak perempuan berdasarkan pada kaidah hukum Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 179 K/SIP/1961 yang mempersamakan kedudukan dan hak ahli waris perempuan dan laki-laki dalam sistem waris adat patrilineal. Pertimbangan Majelis Hakim yang menyetarakan kedudukan laki-laki dan perempuan, serta membagi proporsi warisan secara adil dan merata, dalam beberapa putusan penyelesaian sengketa kewarisan keluarga Batak saat ini, tidak serta merta dapat dikatakan sebagai suatu bentuk peleburan hukum waris adat Batak terhadap konsepsi hukum waris perdata barat yang secara prinsip tidak membedakan kedudukan dan hak ahli waris menurut jenis kelamin. Majelis Hakim tetap memberlakukan hukum waris adat Batak terhadap keluarga berperkara dengan mengindahkan adanya pergeseran nilai waris adat patrilineal sebagaimana kaidah hukum Yurisprudensi MA dengan turut memberikan bagian waris kepada anak perempuan, sebab sistem kekerabatan patrilineal yang dianut oleh masyarakat adat Batak akan selamanya bersifat mengikat secara turun-temurun dan tidak dapat diubah di mana pun masyarakat adat Batak tersebut bertempat tinggal. ......In Indonesia, there is known to be a pluralism of inheritance law as there are 3 (three) applicable inheritance law systems, including Islamic inheritance law, western civil inheritance law, and customary inheritance law which varies following the family system adopted by each ethnic group in the community. This paper is prepared with doctrinal research methods and focuses on the enforceability of Batak customary inheritance law. This paper analyzes how to resolve inheritance disputes that occur in Batak families today, whether the Panel of Judges in its legal considerations still applies the provisions of Batak customary inheritance law in full, as a patrilineal society, which only gives a share of inheritance to sons, or also heeds a shift in the value of patrilineal customary inheritance by contributing to giving a share of inheritance to daughters based on legal rules Supreme Court Jurisprudence No. 179 K / SIP / 1961 which equalizes the position and rights of female and male heirs in the patrilineal customary inheritance system. The consideration of the Panel of Judges who equalize the position of men and women, and divide the proportion of inheritance fairly and equitably, in some decisions on the settlement of Batak family inheritance disputes today, cannot necessarily be said to be a form of integration of Batak customary inheritance law to the conception of western civil inheritance law which in principle does not distinguish the position and rights of heirs according to sex. The Panel of Judges continues to apply Batak customary inheritance law to litigant families by heeding the shift in the value of patrilineal customary inheritance as the rule of Supreme Court Jurisprudence law by also giving a share of inheritance to daughters, because the patrilineal kinship system adopted by the Batak indigenous people will forever be binding for generations and cannot be changed wherever the Batak indigenous people live.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>