Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 39 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rony Suata
Abstrak :
ABSTRAK
Salah satu hal yang menjadi penyebab ditolaknya permintaan pendaftaran merek oleh Dirjen HKI yaitu apabila merek yang diajukan pendaftarannya dianggap memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek milik pihak lain yang sudah didaftarkan. Walaupun demikian kenyataannya di dalam masyarakat sering kali dijumpai dua buah merek yang beredar di pasaran yang memiliki persamaan pada pokoknya, dimana hal ini tidak menutup kemungkinan timbulnya gugatan mengenai masalah tersebut ke pengadilan. Lain halnya dengan merek yang memiliki persamaan secara keseluruhan, dalam upaya memberikan perlindungan baik terhadap pemilik merek yang berhak maupun terhadap konsumen, pengadilan menganggap perkara sengketa merek yang memiliki persamaan pada pokoknya bukan merupakan perkara yang mudah didalam pemecahannya. Tidak dapat dipungkiri bahwa rumusan UU Merek 2001 mengenai batasan terhadap suatu merek yang dianggap memiliki persamaan pada pokoknya dengan merek pihak lain masih sangat jauh dari konsep yang seharusnya. Peraturan yang ada saat ini masih sangat memungkinkan untuk menyebabkan terjadinya penafsiran yang sifatnya subjektif, sehingga dapat melahirkan putusan pengadilan yang dirasa belum dapat memberikan kepastian hukum yang berkeadilan bagi para pihak yang berkepentingan. Kejelian, kehatihatian serta pengalaman seorang hakim dalam memeriksa perkara-perkara merek yang memiliki persamaan pada pokoknya sangatlah diperlukan. Hakim dalam memutus suatu perkara merek berdasarkan adanya persamaan pada pokoknya kiranya harus selalu ingat bahwa konsep persamaan pada pokoknya adalah kebingungan yang menyebabkan kekeliruan dari pembeli tentang sumber suatu produk. Para pembeli dari barang-barang bersangkutan tidak seperti sang hakim yang mengadili perkara ini yang akan memperoleh kesempatan untuk menjejerkan kedua merek bersangkutan dihadapannya. Para pembeli hanya mempunyai suatu kesan dari merek yang pernah dilihatnya tetapi bukan suatu gambaran yang jelas tentang semua bagian-bagian dari merek itu. Makanya kesan dari merek-merek yang tinggal dalam ingatan publik adalah kesan pada keseluruhannya dari merek-merek tersebut. Jadi, detail dari pada merek-merek itu umumnya tidak diingat oleh publik pembeli barang bersangkutan. Yang terpenting adalah bahwa pada waktu melakukan perbandingan antara kedua merek bersangkutan ini, harus diingat apakah bagi khalayak ramai atau si pembeli barang hanya teringat pada merek bersangkutan dalam garis-garis besarnya saja. Jadi pada umumnya, karena banyak sekali merek-merek dalam praktek perdagangan sehari-hari, maka si pembeli tidak terlalu memperhatikan dan tidak sadar tentang adanya perbedaan-perbedaan kalau kesan pada umumnya itu sudah merupakan persamaan, maka dalam menentukan apakah suatu merek memiliki persamaan pada pokoknya atau tidak, maka merek-merek yang bersangkutan harus dipandang pada keseluruhannya. Dalam menentukan ada atau tidaknya persamaan pada pokoknya dari dua buah merek, selain masalah peraturan dan aparatur yang kurang mendukung, budaya hukum masyarakat kita saat ini masih belum menyadari bahwa merek merupakan suatu hal penting dan bernilai ekonomi. Selain itu sarana dan prasarana yang ada ditiap-tiap lembaga, antara lain baik itu pada Ditjen Merek maupun pengadilan masih kerap kali menggunakan sistem yang bersifat konvension
ABSTRACT
Jakarta: 2006
T37838
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baharuddin Lopa, 1935-2001
Jakarta: Pradnya Paramita, 1980
345.02 BAH t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Victor
Depok: Fakultas Hukum UI, 2003
343.07 PUR b I
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Posner, Eric A.
Aldershot: Ashgate, 2001
343.07 Pos l
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Johnny Ibrahim
Surabaya: ITS Press, 2009
343.07 JOH p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
New York: USA Cambridge University Press, 2015
341 INT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Amirizal
Abstrak :
Semenjak diperkenankannya modal asing masuk kembali ke Indonesia, yakni antara lain dengan berlakunya UU No. 1 Th. 1967, maka terbentuklah embrio ekonomi Indonesia yang tumbuh berkembang ke arah sistem perekonomian yang terbuka dengan membentuk ekonomi pasar, serta kegiatan bisnis yang cenderung liberal. Perkembangan ini, lebih dimungkinkan dengan diterbitkannya berbagai tindakan deregulasi di bidang perekonomian yang sudah dilakukan sejak dasa warsa tahun 1960-an, walaupun istilah deregulasi sendiri baru mulai dikenal secara populer sejak tahun 1983. Dan ternyata bahwa kebijaksanaan deregulasi mempunyai dampak terhadap perkembangan hukum bisnis, yaitu misalnya dengan berubahnya ketentuan-ketentuan tentang joint venture ke arah yang lebih menguntungkan bagi PMA, seperti hapusnya diskriminasi kepemilikan modal antara PMA dan PMDN. Namun demikian, kebijaksanaan-kebijaksanaan tersebut, khususnya perubahan ketentuan joint venture tadi, banyak mendapat kritikan dari para pakar hukum dan ekonomi berkenaan dengan segi-segi hukumnya, antara lain karena dianggap inkonsisten, dan karena kebijaksanaan tingkat bawahan dapat pula merevisi suatu UU yang lebih tinggi hirarkinya, sehingga kurang menjamin adanya kepastian hukum.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Liesye Wuntu
Abstrak :
Pendahuluan
Bertitik tolak dari suatu pengamatan, akhir-akhir ini aspek globalisasi seringkali menjadi sorotan, baik pemerintah maupun masyarakat, bahkan dapat dijadikan kerangka acuan dalam melakukan suatu pengkajian dan perencanaan pembangunan.

Dalam era globalisasi, hampir semua segi kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara di seluruh dunia menunjukkan sifat-sifat global dalam arti memiliki persamaan dan persesuaian, serta memiliki sifat saling ketergantungan. Khususnya hal ini berlaku di bidang ekonomi, terutama pada perdagangan internasionai, karena adanya ketergantungan antarnegara di bidang perdagangan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Berkaitan dengan hal ini timbul suatu pertanyaan, bagaimanakah peranan hukum dalam globalisasi ekonomi tersebut?

Sejak berakhirnya Perang Dunia II, terlepas dari resesi yang dialami, pada umumnya perekonomian dunia mulai pulih kembali, dan pertumbuhan ekonomi mulai terlihat sejalan dengan berkembangnya bidang industri.

Perdagangan hasil industri, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri, atau kegiatan eksport/impor, tidak dapat dielakkan lagi. Ketergantungan antar negara akan kebutuhan primer maupun sekunder masyarakatnya, makin menonjol.

Kegiatan perdagangan basil industri tersebut tentu saja tidak dapat berdiri sendiri. Tanpa ditunjang oleh prasarana dan sarana terkait lainnya yang memadai, tentu saja kegiatan itu tidak dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Sebagai contoh, sarana angkutan yang merupakan unsur penting dalam kegiatan perdagangan. Kegiatan angkutan itu sendiri, di satu sisi hanya merupakan sarana penunjang dari suatu kegiatan perdagangan barang. Namun dari sisi lainnya, kegiatan angkutan tersebut merupakan suatu jenis jasa yang dapat diperdagangkan. Maka dalam kedua pengertian ini, kegiatan angkutan bukan hanya sarana penunjang perdagangan, tetapi suatu komoditi, yang dapat memasukkan devisa secara langsung karena jasa angkutan itu sendiri yang diperdagangkan.

Dengan berkembangnya bidang industri, maka semakin berkembang pula perdagangan basil industri, yang akhirnya diikuti dengan semakin berkembangnya perdagangan jasa angkutan. Sebaliknya apabila semakin menurun kegiatan perdagangan akibat lesunya perindustrian, maka akan berakibat menurun pula kegiatan jasa, termasuk perdagangan jasa angkutan.

Selain adanya hubungan timbal balik di atas, segi teknologi sangat berperan dalam penyelenggaraan angkutan. Sarana angkutan yang memadai akan melancarkan perpindahan barang dari satu tempat ke tempat yang dituju. Setiap sarana angkutan, baik itu angkutan udara, darat maupun angkutan laut, sarat akan penggunaan teknologi canggih. Sebagai contoh di bidang angkutan laut, dari mulai dengan kapal yang digerakkan oleh tenaga energi angin berkembang menjadi kapal yang digerakkan oleh energi minyak hingga energi nuklir. Demikian pula jenisnya, dari kapal kargo, dengan perkembangan teknologi, maka muncul jenis semi-container, container, dan Roro atau jenis Lash.

Setiap perubahan yang terjadi karena adanya perkembangan teknologi ini melahirkan juga dampak tersendiri. Antara lain dampak yang dapat diutarakan di sini adalah meningkatnya persaingan. Dalam dunia bisnis persaingan tidak hanya dapat dilihat sebagai sesuatu yang berakibat negatif, karena suasana persaingan itu sendiri dapat merupakan sarana pendorong, dalam arti bahwa yang dilakukan adalah persaingan yang wajar (fair competition). Dalam hal perdagangan jasa angkutan laut luar negeri Indonesia, persaingan yang wajar dapat terjadi jika perusahaan-perusahaan pelayaran asing yang ikut serta dalam pengangkutan barang-barang ekspor/impor Indonesia memiliki kemampuan, baik teknologi, managemen maupun finansial, yang seimbang dengan perusahaan-perusahaan pelayaran nasional.

1994
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R. Wiyono
Bandung: Alumni, 1978
345.026 WIY p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>