Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
Sumeisey, Frienda Victoria
"Homofobia, istilah yang diciptakan oleh Weinberg (1972) pada awalnya didefinisikan sebagai ketakutan, kebencian, dan sikap tidak toleran oleh individu heteroseksual ketika berada dekat dengan pria dan wanita homoseksual. Tetapi pada kenyataannya, komunitas yang mengidentifikasikan sebagai LGBT juga menunjukkan sikap homofobia. Artikel ini membahas adanya homofobia dalam komunitas LGBT di Prancis. Tujuan penelitian ini adalah untuk menunjukkan segregasi dalam komunitas LGBT yang mendiskriminasi kelompok homoseksual pada khususnya. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif milik Creswell (2018). Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Analisis Wacana Kritis dari Fairclough (1997) terkait hubungan teks dengan praktik sosial mengenai homofobia di Prancis, khususnya dalam komunitas LGBT. Kemudian pembahasan tematis akan dilakukan menggunakan konsep politisasi kebencian dan teori Ancaman Terintegrasi milik Stephan & Stephan (2000) untuk memahami alasan adanya homofobia dalam komunitas LGBT di Prancis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa homofobia yang terjadi dalam komunitas LGBT dipicu oleh hipermaskulinitas dan seksisme yang didasari oleh norma-norma heteroseksual yang diterima masyarakat hingga saat ini.
Homophobia, a term coined by Weinberg (1972) was originally defined as fear, hatred, and intolerance by heterosexual individuals when in close proximity to homosexual men and women. But in reality, communities that identify as LGBT also exhibit homophobic attitudes. This article discusses the existence of homophobia in the LGBT community in France. The purpose of this study is to show segregation in the LGBT community that discriminates against homosexual groups in particular. This study uses Creswell's qualitative method (2018). The theory used in this study is the Critical Discourse Analysis Theory from Fairclough (1997) regarding the relationship of texts with social practices regarding homophobia in France, especially in the LGBT community. Then a thematic discussion will be carried out using the concept of politicization of hate and Stephan & Stephan's (2000) Integrated Threat theory to understand the reasons for the existence of homophobia in the LGBT community in France. The results show that homophobia that occurs in the LGBT community is triggered by hypermasculinity and sexism which is based on heterosexual norms accepted by society today."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Astrid Vionisa Casondra
"Prancis adalah salah satu negara yang mendukung kebebasan individu dan persamaan hak bagi setiap warga negaranya. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya kebijakan mengenai homoseksualitas di Prancis yang terus mengalami perkembangan seiring berjalannya waktu. Kebijakan pertama yang berkaitan dengan pengakuan terhadap kaum homoseksual di Prancis adalah PACS yaitu, (Pacte Civil de Solidarité) yang diresmikan tahun 1999. Lalu pada perkembangan terakhir, tanggal 18 Mei tahun 2013 akhirnya pernikahan sesama jenis dilegalkan di Prancis yang dikenal dengan mariage pour tous yaitu pernikahan untuk semua. Dengan adanya UU mariage pour tous, kaum homoseksual di Prancis dapat melegalkan hubungan mereka melalui ikatan pernikahan yang diakui oleh negara. Kaum homoseksual berharap dengan adanya UU tersebut, pandangan negatif masyarakat Prancis terhadap pasangan homoseksual dapat dihilangkan. Dengan menggunakan metode kualitatif dan teknik studi kepustakaan serta teori analisis wacana kritis Norman Faircglough (1995), hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah UU mariage pour tous dilegalkan, tindak kekerasan dan diskriminasi oleh kaum homofobia masih terus meningkat.
France, is one of the countries in the world that upholds individual freedom and equal rights for every citizen. This is evidenced by the policy regarding homosexuality in France which continues to develop over time. The first policy related to the recognition of homosexuals in France was the PACS (Pacte Civil de Solidarité) which was inaugurated in 1999. Then the latest development, on May 18, 2013 finally legalized same-sex marriage in France, known as mariage pour tous, namely marriage for all. With the mariage tous law, homosexuals in France can legalize their relationship through the original marriage bond by the state. Homosexuals people hope that with this law, the negative view of French society towards homosexuals can be eliminated. By using qualitative methods and literature study techniques as well as analysis of critical discourse theory by Norman Faircglough (1995), the result of the study shows that after the marriage law was legalized, acts of violence and discrimination by homophobic people still continued to increase."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Nabilla Destiana
"Homoseksualitas di Prancis dianggap sebagai salah satu bentuk kehidupan berpasangan di Prancis dengan adanya pengakuan resmi dari pemerintah melalui legalisasi pernikahan sesama jenis. Kebijakan terkait homoseksualitas terus berkembang di Prancis seiring dengan perkembangan zaman. Kebijakan pelarangan kaum homoseksual di Prancis sebagai pendonor darah dikeluarkan pertama kali pada tahun 1983 yang didorong oleh terjadinya epidemi HIV di Prancis pada masa itu. Pada perkembangan terbaru, masyarakat Prancis dapat menjadi pendonor darah terlepas dari apapun orientasi seksualnya terhitung sejak 16 Maret 2022. Dengan adanya kebijakan ini, kaum homoseksual di Prancis diharapkan dapat mendonorkan darahnya tanpa mengalami diskriminasi berdasarkan orientasi seksualnya. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini akan membahas bagaimana peran kaum homoseksual di Prancis terhadap penghapusan diskriminasi yang dialami oleh kaum homoseksual pada kebijakan donor darah di Prancis. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif oleh Hammarberg, Kirkman, dan de Lacey (2016), konsep kebijakan publik oleh Gerston (2014), serta teori kesehatan masyarakat dan hak asasi manusia oleh Beyrer (2014). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan kebijakan donor darah bagi kaum homoseksual dilatarbelakangi oleh kebutuhan darah di Prancis dan bukan sebagai bentuk penerimaan terhadap keberadaan komunitas homoseksual di Prancis.
Homosexuality in France is considered as one form of couple life in France with official recognition from the government through the legalization of same-sex marriage. Policies related to homosexuality continue to develop in France as time passed by. French Government issued a ban on homosexuals in France from eligibility to donate blood in 1983 due to the HIV epidemic that had happened in France during that time. After that, public policies related to blood donations for homosexuals continue to develop. In the latest development, people in France can donate their blood regardless of their sexual orientations started from March 16, 2022. After this policy has been legalized, it is hoped that homosexuals in France can donate blood without experiencing discrimination based on their sexual orientation. This research will discuss how the role of homosexuals in France in eliminating discrimination experienced by homosexuals in the blood donation policy in France.This study examines the role of homosexual community in France in affecting the elimination of discrimination in blood donation activities experienced by homosexuals in France. By using qualitative methods, public policy concept by Larry N. Gerston (2014), and public health and human rights theory by Chris Beyrer (2014), it is found that the blood donation policy of the French Government was based on the needs of blood and not a reflection of the acceptance of the existence of the homosexual community in France."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Isabella Sasqia Mulya
"Individu dengan orientasi homoseksual seringkali mendapatkan prasangka, diskriminasi, dan kekerasan berkenaan dengan orientasi seksual yang dimilikinya. Oleh karena itu, individu homoseksual mengalami salah satu stressor spesifik yaitu stres minoritas yang dapat termanifestasi dalam bentuk kesadaran akan stigma yang akan mengarahkan individu homoseksual pada gejala depresi. Namun, sebelum memiliki pengaruh kepada gejala depresi, kesadaran akan stigma terlebih dahulu mempengaruhi kualitas intrapersonal dari individu homoseksual, yaitu persepsi dukungan sosial dan resiliensi. Penelitian kali ini dilakukan untuk melihat efek mediasi dari persepsi dukungan sosial dan resiliensi pada hubungan antara kesadaran dan gejala depresi. Terdapat 116 partisipan dalam penelitian ini dengan kriteria; memiliki orientasi homoseksual, berusia minimal 18 tahun, warga negara Indonesia, dan cisgender. Analisis regresi berganda menggunakan PROCESS for SPSS model 4 menunjukkan bahwa hipotesis penelitian ini didukung data yaitu persepsi dukungan sosial dan resiliensi memediasi hubungan antara kesadaran akan stigma dan gejala depresi. Berdasarkan hasil penelitian ini, penting bagi individu homoseksual, masyarakat, dan praktisi untuk memahami stres minoritas serta mengidentifikasi faktor-faktor yang turut berpengaruh pada kemunculan gejala depresi yang dapat pada individu homoseksual.
Homosexuals often experience prejudice, discrimination, and violence regarding their sexual orientation. Therefore, homosexuals experience one specific stressor, namely minority stress which can be manifested in the form of stigma consciousness which will lead homosexuals to depressive symptoms. However, the environment can provide a protective factor in the form of social support and at the intrapersonal level there is a protective factor from the emergence of depressive symptoms, namely resilience. The present study was conducted to examine the mediating effect of perceived social support and resilience on the relationship between stigma consciousness and depressive symptoms. There were 116 participants in this study with the criteria; homosexual, at least 18 years old, Indonesian citizens, and cisgender. Multiple regression analysis using the PROCESS for SPSS model 4 shows that the research hypothesis is supported by data, perceived social support and resilience fully mediate the relationship between stigma consciousness and depressive symptoms. Based on the results of this study, it is important for homosexual individuals, the public, and practitioners to understand the stress of minorities and identify the factors that contribute to the emergence of depressive symptoms that can occur in homosexual individuals."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library