Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
King, Geoff
New York: I.B. Tauris, 007
791.430973 KIN n
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Goldman, William
London: Abacus, 2006
791.43 GOL a
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Tasker, Yvonne, 1964-
Abstrak :
"Provides a timely and richly revealing portrait of a powerful cinematic genre that has increasingly come to dominate the American cinematic landscape"--
Chichester, West Sussex: Wiley Balckwell, 2015
791.436 TAS h
Buku Teks Universitas Indonesia Library
Ferdi Rahadian
Abstrak :
ABSTRAK
Fury 2014 adalah film Perang Dunia II mengenai sebuah kru sebuah tank yang mencoba untuk menjalankan misi mereka di dalam daerah yang dikuasai musuh. Film ini menggambarkan kesulitan dan tantangan yang dialami oleh para anggota kru tank di medan perang. Film ini adalah salah satu film terbaik yang menggambarkan bagaimana Hollywood menunjukan patriotism dalam film-filmnya. Penelitian yang ada mengenai film ini hanya membahas tentang isu kekerasan dan beberapa isu-isu linguistik. Artikel ini akan menggunakan konsep lsquo;New Patriotism rsquo; milik Frank J. Wetta dan Martin A. Novelli dan akan menggunakan materi-materi baik visual maupun audio dari film ini. Artikel ini bertujuan untuk memperlihatkan bagaimana Hollywood menggambarkan patriotism.
ABSTRACT
Fury 2014 is a World War II movie about a tank crew that tried to accomplish their missions inside their enemy territory. This movie depicted the hardships which the crew and their tank experienced during the war. This movie is one of the best to illustrate on how Hollywood depicts patriotism. Existing scholars research on this movie only found about the violence and the linguistic issue. This article will use Frank J. Wetta and Martin A. Novelli rsquo;s concept of lsquo;New Patriotism rsquo; and using both visual and audio material from the movie. This article aimed to disclose how Hollywood pictures patriotism.
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Devi Fitriana Hutami Putri
Abstrak :
Meskipun individu transgender telah berjuang agar diterima dalam masyarakat, kini mereka lebih terlihat di dalam budaya populer terutama dalam film. Boys Don rsquo;t Cry 1999 merupakan film Hollywood yang menampilkan peran transgender sebagai pemeran utama. Tujuan dari penelitian ini ialah menganalisa peran transgender, Brandon Teena, dalam menunjukkan transgender yang secara perlahan terinternalisasi melalui interaksi dan hubungan dengan karakter lainnya. Sebagai tambahan, analisis ini dibuat untuk menemukan cara mereka membentuk dan menunjukkan diri mereka sendiri sebagai transgender dan hubungan kekuasaan antara pasangan transgender dan non-transgender. Analisis ini menggunakan perspektif Kara DeMilio pada transgender mengenai perilaku seksual. Artikel ini menjelaskan bahwa film ini menunjukkan performativitas transgender dan hubungan kekuasaan antara karakter satu sama lain, khususnya Brandon.
Although transgender individuals have been struggling to be accepted in society, they are now more visible in popular culture especially movies. Boys Don rsquo;t Cry 1999 movie is Hollywood movie which has transgender individual as their main character. The purpose of this study is to analyze the transgender character, Brandon Teena, in performing transgender which is slowly internalized through the interaction and relation with the other characters. In addition, this analysis is created to find the way how she construct and perform herself as transgender and the power relation between transgender and their non-transgender partner. The analysis operates within Kara DeMilio perspective on transgender about sexual behavior. The article find that the movie shows the transgender performativy and also power relation between the characters, especially for Brandon.
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Rose, Frank
New York: W. W. Norton & Company, 2011
306.4 ROS a
Buku Teks SO Universitas Indonesia Library
Sari Rahmani
Abstrak :
ABSTRAK
Sebelum reformasi, film Hollywood telah mendominasi layar bioskop di Indonesia. Pasca reformasi tepatnya pada tahun 2009, pemerintah Indonesia mengeluarkan aturan untuk melawan dominasi film Hollywood di dalam negeri yang tertuang dalam pasal 32 UU Perfilman No.33 Tahun 2009. Pasal tersebut mewajibkan pihak bioskop untuk menayangan film Indonesia sekurang-kurangnya 60 enam puluh persen dari seluruh jam pertunjukan film yang dimilikinya selama 6 enam bulan berturut-turut. Namun hingga sekarang, amanat tersebut tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini dapat dilihat dari penguasaan layar film Hollywood yang lebih banyak dibandingkan dengan film nasional di bioskop Indonesia. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan pelaksanaan pasal 32 UU Perfilman No.33 Tahun 2009 tersebut. Penelitian ini menggunakan paradigma kritis, pendekatan kualitatif dan bersifat deskriptif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, pengamatan, dan studi dokumen. Hasil penelitian ini memerlihatkan ada enam faktor yang menyebabkan kegagalan pelaksanaan pasal 32 UU Perfilman No.33 tahun 2009. Hasil penelitian ini dianalisis dengan menggunakan konsep-konsep ekonomi politik, teori kritis dan imperialisme struktural.
ABSTRACT
Hollywood has dominated Indonesian cinema even before the reformation took place. To fight against it, just after the reformation, Indonesian government issued the law regarding cinema screen in article 32 Film Law number 33 2009. The law obligates the cinema party to show Indonesian movies at least 60 from the whole screen for six consecutive months. But in reality, the law has been disobeyed. This can be proved by the fact that Hollywood films has dominated Indonesian screen. Therefore, this study aimed to understand the factors which caused the failure of the implementation of the act number 32 Film Law number 33 2009. This thesis adopted critical paradigm, qualitative approach and descriptive analysis. Data collection was done through deep interview, observation and document study. The result showed that there are six factors caused the failure of the article 32 Film Law number 33 year 2009 implementation. The result was analyzed by using political economy concept, critical theory and structural imperialism.
2018
T51561
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
Tirta Samudrajiwa Soenarto
Abstrak :
Pinokio merupakan sebuah karakter yang sangat dikenal dari bagaimana dia belajar menjadi anak laki-laki sungguhan. Ceritanya juga sangat terkenal dengan keunikan dari hidung tokoh utamanya yang dapat bertambah panjang ketika dia berbohong. Formula cerita ini secara terus menerus digunakan dan dapat ditemukan dengan mudah di seluruh adaptasi Pinokio. Namun, apakah cerita Pinokio hanya tentang menggambarkan hidung Pinokio? Film tentu menawarkan banyak aspek lain yang dapat dilihat. Guillermo del Toro's Pinocchio (2022) telah menunjukkan hal tersebut dengan membuat alur cerita yang tidak hanya semata-mata menghadirkan tentang bagaimana tokoh utama Pinokio menjadi anak laki-laki sungguhan. Meskipun Pinokio yang banyak dikenal sebagai tokoh terkenal dalam sastra anak, tulisan ini bertujuan untuk melihat penggambaran dari fasisme dan bagaimana hal tersebut dikritik lewat cerita Pinokio. Dengan demikian, penulisan ini membahas fasisme dalam sebuah film Hollywood dan bagaimana film tersebut menggambarkan paham tersebut.
......Pinocchio is a well-known character who is majorly recognized by how the wooden puppet learns to be a real boy. The story is also widely famous for the uniqueness of the main character when his nose grows longer as he lies. This same formula has been continuously used and can be easily found in every adaptation of Pinocchio. However, does it mean that the story of Pinocchio is only about depicting Pinocchio’s nose? Motion pictures certainly offer many aspects to be seen. Guillermo del Toro’s Pinocchio (2022) has stepped this notion up by creating storylines that do not simply present how the main character is portrayed to be a real boy. Even though Pinocchio is mostly known as a famous character in children's literature, this paper aims to see the portrayal of fascism and how it is criticized through the story of Pinocchio. Therefore, this paper deals with fascism in a Hollywood film and how it captures elements of fascism.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir Universitas Indonesia Library
Citra Amalia
Abstrak :
Proses adaptasi teks dongeng menjadi film semakin banyak dilakukan oleh produser film Hollywood. Salah satunya ialah film Hansel and Gretel: Witch Hunters (2013) produksi Paramount Pictures yang diadaptasi dari dongeng Grimm bersaudara. Penelitian ini membahas imaji Hollywood yang direpresentasikan dalam film Hansel and Gretel: Witch Hunters (2013). Dengan metode kualitatif berupa deskriptif analisis, penelitian ini berfokus pada bagaimana imaji Hollywood dikemas dalam film. Hasil penelitian menunjukan bahwa adanya imaji-imaji baru yang berbeda dengan versi aslinya disebabkan karena adanya pengembangan cerita serta perubahan motif yang dilakukan oleh tim produksi. Imaji Hollywood dalam film ini digambarkan melalui penokohan, alur dan cerita, dialog antar tokoh serta ekspresi yang dikemas berbeda dari versi dongeng Grimm. Hal ini berkaitan dengan tujuan Hollywood sebagai industri global yang ingin menciptakan suatu hiburan massa yang menjangkau pasar internasional.
...... The adaptation of fairy-tale texts into films is increasingly being carried out by Hollywood film producers. The film Hansel and Gretel: Witch Hunters (2013) is produced by Paramount Pictures which was adapted from the fairy tale of the Brothers Grimm Hansel und Gretel. This study discusses Hollywood images represented in the film Hansel and Gretel: Witch Hunters (2013). With qualitative methods in the form of descriptive analysis, this study focuses on how Hollywood images are packaged in films. The results of the study show new images that are different from the original version. The result is due to the development of stories and changes in motives carried out by the production team. Hollywood images in this film are portrayed through characterizations, lines and stories, dialogues between characters and expressions that are packaged differently from the fairytale version of Grimm. The result also show how Hollywood as a global industry create a mass entertainment that reaches international markets.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library
Aisah Amanda Ninzi
Abstrak :
Adaptasi novel menjadi sebuah film semakin banyak dilakukan dalam industri perfilman, termasuk industri perfilman Hollywood. Film The Reader karya sutradara Stephen Daldry merupakan adaptasi dari novel Jerman Der Vorleser karya Bernhard Schlink. Penelitian ini membahas mengenai representasi dari karakter dan strategi yang dilakukan oleh tokoh utama perempuan, Hanna Schmitz, dalam menutupi identitas buta hurufnya. Penelitian ini juga membahas konstruksi naratif yang membangun identitas tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter yang dimiliki oleh tokoh dapat menunjukkan kebutahurufan yang dimilikinya. Selain itu, strategi yang ia lakukan untuk menutupi identitasnya tersebut memiliki maksud dan tujuan tertentu. Unsur naratif seperti tokoh dan penokohan, latar ruang dan waktu serta plot berperan penting dalam mendukung penggambaran identitas dari tokoh utama. Sehingga film ini merupakan suatu hiburan massa yang berskala internasional.
Adaptation of novels into films is increasingly being carried out in the film industry, including in Hollywood. The Reader is a film directed by Stephen Daldry based on an adaptation of the German novel Der Vorleser by Bernhard Schlink. This study discusses the representation of character and strategies undertaken by the female lead character, Hanna Schmitz, in hiding her own identity. This study also discusses the narrative construction that builds that identity. The results showed that the characters possessed by the main characters can show her illiteracy. Also besides, the strategies used to determine her identity have certain goals and objectives. Narrative elements such as characters and characterizations, place and time settings and plots are important aspects in supporting the portrayal of the identity of the main character. Therefore all of those aspects are making this film a mass collection on an international scale.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja Universitas Indonesia Library