Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Jakarta: Forum kKomunikasi LSM/ORMAS untuk Perempuan, 1999
323.34 LAN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Pusat Kajian Wanita UI, 2000
323.430 5 PEM
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
S7011
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fadhilah Fitri Primandari
Abstrak :
Prinsip normatif mengenai kesetaraan dalam konsep maupun teori demokrasi dan demokratisasi telah berkontribusi kepada asumsi bahwa demokratisasi berdampak baik bagi perempuan. Apabila merujuk kepada kasus-kasus demokratisasi yang diikuti oleh stagnasi maupun memburuknya hak perempuan, timbul urgensi untuk meninjau ulang persoalan demokratisasi dan hak perempuan. Tulisan ini menghadirkan kerangka teori baru untuk menjelaskan persoalan tersebut. Dengan berpijak pada logika bahwa konsepsi masyarakat mengenai demokratisasi dapat berbeda-beda dan memengaruhi hasil dari transisi politik, tulisan ini berargumen bahwa meluas-tidaknya konsepsi masyarakat mengenai demokratisasi memengaruhi kondisi hak perempuan pascademokratisasi. Studi perbandingan terhadap kasus demokratisasi di Tunisia dan Mesir pasca-Arab Spring membuktikan bahwa konsepsi demokratisasi yang bersifat minimalis diikuti oleh stagnasi atau progres hak perempuan yang terbatas pula. Penelitian ini pun menunjukkan bahwa kategorisasi konsep dan konsepsi mengenai demokrasi (dan demokratisasi) ke dalam kelompok minimalis dan maksimalis secara konvensional tidak mampu menjelaskan persoalan hak perempuan dalam demokrasi dan demokratisasi, sehingga diperlukan cara baru untuk mendefinisikan kedua kategori tersebut. Dengan menggunakan perspektif gender yang lintas ruang publik-privat, tulisan ini memperkenalkan definisi baru mengenai demokrasi (dan demokratisasi) minimalis dan maksimalis serta ‘membumikan’ definisi tersebut untuk menjelaskan bagaimana konsepsi masyarakat mengenai demokratisasi memengaruhi dampak demokratisasi bagi hak perempuan. Terbuktinya kerangka teori yang diajukan tulisan ini melemahkan teori-teori terdahulu yang memosisikan peran aktif perempuan sebagai faktor penentu hak perempuan pascademokratisasi......The grand claim that democracy upholds equality for all its citizens has contributed to the assumption that democratization is good for women. Studies revealing cases of democratization followed by stagnation and worsening of women’s rights gave raise to the urgency to reexamine the issue of democratization and women’s rights. This paper proposes a new theoretical framework to answer the question concerning the two. By founding its idea on evidence that people understand democracy differently and the important role that people play in determining the outcome of political transitions, this paper argues that conceptions of democratization determine women’s rights after democratic transitions. The comparative inquiry into the democratization in Tunisia and Egypt after the Arab Spring finds that minimalist conceptions of democratization in both countries were followed by stagnation and limited progress in women’s rights. This study also reveals that the conventional definitions of minimalist and maximalist democracy are insufficient to explain the issue of women’s rights in democracy and democratization, and thus new definitions are necessary. Through a gender-sensitive lens that delves into both the public and private sphere, this paper redefines what constitutes as a minimalist and maximalist democracy. These new definitions were then used to interpret and demonstrate how different conceptions of democratization lead to different outcomes for women’s rights after democratization. The strengthening of this theoretical framework challenges earlier theories that positions women’s active participation in democratization as the main determinant of progress in women’s rights after democratization.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Khaerul Umam Noer
Jakarta: Pusat Kajian Wanita Dan Gender (PKGW) UI, 2016
303 KHA t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yuni Satia Rahayu
Abstrak :
Usaha perbaikan kondisi kaum perempuan yang dilakukan Perwari khususnya dalam bidang perkawinan dan pendidikan mengalami berbagai kendala. Kendala-kendala tersebut diantaranya adanya ancaman melalui telepon dan surat. Akibatnya, banyak anggota Perwari yang mundur dan bubarnya Perwari cabang Bogor. Kendala tersebut disebabkan kampanye anti poligami dan tuntutan pembentukan Undang-undang Perkawinan yang dilakukan oleh Perwari. Di samping kampanye anti poligami dan Undang-undang Perkawinan, Perwari juga memilih pendidikan dan isu perkawinan yang lain. Alasan Perwari memilih isu ini karena isu ini akan memperkuat kedudukan dan posisi perempuan. Terhadap partai politik, Perwari bersikap untuk tidak bergabung ke salah satu partai tersebut. Mereka akan lebih independen bila tidak bergabung ke salah satu partai politik. Namun Perwari menyetujui bekerja sama dengan partai politik untuk mengkampanyekan isu mereka. Perwari mengirim program perjuangannya pada 15 partai politik, tetapi hanya 2 partai yang memberikan tanggapan terhadap proposal tersebut. Kedua partai tersebut gagal untuk menjalankan program yang diusulkan Perwari. Kedua partai tersebut tidak memasukkan program yang diajukan Perwari menjadi program partai. Meskipun Perwari tidak mau bergabung ke salah satu partai politik, dia mendukung kaum perempuan yang masuk menjadi anggota partai. Dia berharap mereka akan mendukung perjuangan untuk memperbaiki kondisi perempuan. Untuk mengupas berbagai permasalahan dalam tesis ini maka digunakan konsep gender. Konsep ini memuat berbagai indikator diantaranya marginalisasi, subordinasi, beban berlebih, kekerasan dan stereotipe. Berbagai indikator tersebut dapat menjelaskan berbagai tekanan yang dialami Perwari akibat tuntutannya dalam bidang perkawinan, Metodologi penelitian yang dipakai dengan pendekatannya kualitatif. Metode pengumpulan data memakai metode oral history dan studi literatur. Sementara subjek penelitian adalah mereka yang yang pernah terlibat dalam Perwari. Baik yang mengalami langsung mau pun yang mendengar atau mengetahui tentang Perwari. ......Perwari's Consistency in Defending Women's Right (The review towards Perwari's Activities between 1945 and 1965)Some efforts done by Perwari to improve the women's condition especially in marriage and education matters had faced some obstacles. Some of the obstacles were threats trough the telephones or letters. The effect was tremendous and lead to the resignation of Perwari's members and the dissolvement of Perwari office in Bogor. The aforementioned obstacle derived from Perwari's militant campaigns on anti polygamy and their demand to draft the Marriage Law in Indonesia. Besides having campaigned on anti polygamy and Marriage Law Perwari also focused on education and other issues related to marriage. The reason Perwari choosed these issues was very much linked to will their position to strengthen women's position. Perwari refused to join any political parties due to their position to be independent in the society. However, Perwari agreed to collaborate with the political parties in order to campaign their issues. Perwari had offered some collaborative programs to 15 political parties, but only 2 political parties responded to it. Unfortunately the last mentioned 2 political parties failed to implement the programs offered by Perwari in their political programs. Eventhough Perwari refused to join to one of political parties, Perwari still supported women to become member of the political party. Perwari believed this would improve women's condition by supporting women to join political party. The concept of gender is used in this thesis to analyze all of the aforementioned problems. This concept consists some indicators, such as: marginalization, subordination, multiple burden. violence and stereotype. Those indicators are being used to explain all of the pressure that Perwari experienced in relation to their demand for Marriage Law. The research is using qualitative approach for its research methodology with regards to the data collection this research is using oral history and literature study. All of the subject research were those who were involved directly with Perwari.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11865
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Athiya Maulani
Abstrak :
Penelitian ini membahas mengenai gerakan digital hak-hak perempuan Saudi untuk mengakhiri sistem perwalian laki-laki (mahram). Kampanye ini berawal di media sosial Twitter dengan tagar #EndMaleGuardianship pada tahun 2016. Maka yang menjadi pertanyaan penulis adalah bagaimana gerakan digital End Male Guardianship sebagai bentuk aktivisme digital dapat menyuarakan hak perempuan di Arab Saudi. Metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode penelitian kualitatif, dimana metode ini terbagi menjadi tiga tahapan, terdiri dari tahap pengumpulan data, analisis data, interpretasi atau pemaknaan akan data yang sudah didapat, dan diakhiri dengan pengambilan kesimpulan. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui upaya gerakan sosial End Male Guardianship sebagai bentuk aktivisme digital, tepatnya media sosial, dapat menyuarakan hak perempuan di Arab Saudi. Aktivis Saudi memulai gerakan digital End Male Guardianship dengan harapan dapat memiliki kebebasan dalam tiga hal, yaitu kebebasan berpergian, memperoleh pendidikan tinggi, dan pernikahan. Temuan dari penelitian ini adalah gerakan ini berhasil menyampaikan pesan perjuangan perempuan Saudi dan direspon oleh pemerintah dengan tanggapan positif, meskipun tidak semua kebijakan dapat dihapuskan. ......This research discusses the digital movement of Saudi women's rights to end the male guardianship system (mahram). This campaign started on social media Twitter with the hashtag #EndMaleGuardianship in 2016. This paper aims to examines how the digital movement End Male Guardianship as a form of digital activism can speak for the rights of women in Saudi Arabia. The research method that the author uses is a qualitative research method, where this method is divided into three stages. Consisting of the stages of data collection, data analysis, interpretation or meaning of the data that has been obtained, and ends with drawing conclusions. The purpose of this research is to determine the efforts of the End Male Guardianship social movement as a form of digital activism, specifically social media, to voice women's rights in Saudi Arabia. Saudi activists started the digital movement End Male Guardianship with the hope of having freedom in three aspects, namely freedom of travel, obtaining higher education, and marriage. The result of this research are that this movement succeeded in conveying the message of the struggle of Saudi women and the government responded positively to it, although not all policies could be abolished.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Wahid Wartabone
Abstrak :
Norma merupakan salah satu konsep kunci dalam Ilmu Hubungan Internasional yang secara umum didefinisikan sebagai standar perilaku yang memengaruhi aktor politik sesuai dengan identitas dan posisinya dalam sistem sosial dan internasional. Salah satu norma global adalah The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) yang secara khusus menyoroti diskriminasi dan kekerasan berbasis gender utamanya terhadap perempuan serta menetapkan agenda-agenda nasional untuk mencapai kesetaraan gender. Sejak CEDAW diadopsi oleh PBB pada tahun 1979, kesetaraan gender kian mengemuka dan menjadi agenda politik yang krusial untuk dibahas, baik secara akademis maupun praksis. Oleh karena itu, tulisan ini berupaya memetakan dan meninjau pembahasan mengenai norma kesetaraan gender dalam konteks politik global. Dengan menggunakan metode taksonomi, tulisan ini meninjau 23 literatur akademik dan menghasilkan tiga temuan utama. Pertama, makna norma kesetaraan gender bersifat dinamis dan kontekstual. Kedua, norma kesetaraan gender disebarkan oleh berbagai aktor politik dengan mekanisme dan strategi yang beragam serta tidak terjadi dalam proses satu arah global-ke-lokal saja, melainkan dengan berbagai dinamika di level domestik—dinamika inilah yang masih jarang dikaji dalam literatur-literatur yang ada. Ketiga, sebagian besar literatur hanya menyoroti peran aktor transnasional sehingga peran aktor lokal dan kelompok akar rumput cenderung terpinggirkan. Adapun hasil refleksi penulis terhadap literatur-literatur yang dikaji adalah bahwa kajian mengenai norma kesetaraan gender masih didominasi oleh akademisi dari Barat. Selain itu, pembahasan norma kesetaraan gender turut memiliki irisan dengan perspektif dari bidang ilmu lainnya. Pada bagian akhir tinjauan literatur ini, penulis merekomendasikan penelitian selanjutnya untuk mengkaji dinamika dan proses yang terjadi di level domestik serta peran aktor lokal dalam difusi norma kesetaraan gender. ......Norm is one of the key concepts in International Relations which is generally defined as a standard of behavior that influences political actors according to their identities and positions in the social and international system. One of the global norms is The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) which specifically highlights gender-based discrimination and violence primarily against women and establishes national agendas to achieve gender equality. Since its adoption by the United Nations in 1979, gender equality has increasingly come to the fore and has become a crucial political agenda to be discussed, both academically and practically. Therefore, this paper seeks to map out and review discussions on gender equality norms in the context of global politics. Using the taxonomic method, this paper reviews 23 academic literatures and produces three main findings. First, the meaning of gender equality norms is dynamic and contextual. Second, gender equality norms are diffused by a constellation of political actors with various mechanisms and strategies and do not occur in a one-way process, global-to-local, but with various dynamics at the domestic level—these dynamics are rarely studied in the existing literatures. Third, most of the literatures only focus on the role of transnational actors so that the role played by the local actors and grassroots groups tends to be marginalized. As for the author's reflection on the existing literatures, studies on gender equality norms are still dominated by scholars from the West. In addition, the discussion on gender equality norms also has intersections with perspectives from other fields of science. Finally, at the end of this literature review, the authors recommend further research to explore the dynamics and processes that occur at the domestic level and the role of local actors in the diffusion of gender equality norms.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Olivia Larasati
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai alasan perempuan tidak dianggap sebagai ahli waris dalam masyarakat adat Batak Toba serta hak perempuan terhadap harta kekayaan ayahnya. Pembahasan dilakukan melalui studi literatur, pengamatan di lapangan, serta wawancara. Penelitian ini dilakukan dengan cara pendekatan normatif, meliputi penelitian terhadap pengertian dan ketentuan hukum baik tertulis maupun tidak tertulis, serta pendekatan empiris untuk memperoleh fakta mengenai perilaku subyek hukum terkait dengan permasalahan yang dibahas. Kesimpulan atas permasalahan tersebut adalah perempuan tidak dianggap sebagai ahli waris karena pada dasarnya, kehidupan perempuan merupakan tanggung jawab dari laki-laki baik ayah maupun saudara laki-lakinya , perempuan juga sudah tidak akan menjadi anggota kerabat dari klan ayahnya ketika ia menikah sehingga tidak ada hubungan hukum, dan masyarakat adat Batak Toba menghindari adanya tindakan pengalihan harta apabila terjadi pemberian warisan kepada perempuan. Perempuan juga memiliki hak untuk menikmati kekayaan ayahnya, yang dapat diperoleh dengan melalui pemberian dari pewaris ataupun pemberian dari saudara laki-lakinya. Walaupun Negara, melalui putusan Mahkamah Agung tahun 1961, telah memutuskan bahwa perempuan adalah ahli waris yang sama kedudukannya dengan laki-laki, tidak semua masyarakat Batak Toba mengakui kedudukan perempuan sebagai ahli waris, terutama bagi keluarga Batak Toba yang masih bertempat tinggal di Desa Sibuntuon, dan tidak ada keseragaman pemahaman akan hak perempuan terhadap harta kekayaan orangtuanya yang diakibatkan tidak tertulisnya hukum waris adat Batak Toba. Dalam hal ini para tokoh Adat yang menekuni hukum adat Batak Toba dapat turut andil dalam memberikan pengertian terkait dengan proses waris-mewaris dalam masyarakat Batak Toba. ...... This thesis talks about the reasons why Batak women are not regarded as a legal heir in Batak Toba's custom and also their rights on their father's properties. The discussion is held through thorough literature study, field observatory and interviews. The research in this discussion is done through a normative approach, including research through legal understanding and provisions, whether it is written or not, as well as an empirical approach to obtaining facts about the behavior of legal subjects related to the issues discussed. The research has come to a conclusion that woman in Batak Toba's custom is not considered as a legal heir because they are considered as a responsibility of men whether it is their father or their relatives and women in Batak Toba's customs are no longer considered as a true relatives of their father's family clan as soon as they are married, which leave them with no legal relationship with their father. Although they are not considered as a legal heir, Batak Toba women also have the rights to enjoy their father's riches, which they can gained from the heir or gifts from their brothers. Although Indonesia's Law through the Supreme Court's decision of 1961 has ruled out that women are in the same position of heirs to men, not all Batak Toba community especially those in Sibuntuon Village consider women as heirs. There is also no uniform understanding of women's rights to their parents' property due to the unwritten law of the inheritance of Batak Toba. In this case, those who are considered as indigenous leaders in the community who pursue the customary law of Batak Toba can contribute in providing understanding about the inheritance process of Batak Toba community.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69188
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>