Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Laksmita Hestirani
Abstrak :
Tulisan ini membahas tentang sejarah pemikiran Maria Ullfah Santoso dalam memperjuangkan hak pilih perempuan Indonesia pada masa kolonial Belanda. Hingga awal dekade 1930-an, perempuan Indonesia belum memiliki hak pilih serta masih menjauhkan diri dari partisipasi politik. Sebagai seorang ahli hukum yang memiliki keterlibatan aktif dalam pergerakan perempuan Indonesia, Maria Ullfah aktif mengampanyekan hak pilih perempuan Indonesia melalui tulisan dan pidato. Pokok permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini adalah bagaimana pemikiran Maria Ullfah tentang hak pilih perempuan diformulasikan serta pengaruhnya dalam perjuangan hak pilih perempuan Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian sejarah dan pendekatan sejarah pemikiran, penulismenemukan bahwa Maria Ullfah berpendapat bahwa setiap golongan masyarakat, termasuk perempuan, harus memiliki hak pilih. Menurutnya, hak pilih pasif diperlukan agar perempuan Indonesia dapat duduk di dewan-dewan perwakilan untuk memperjuangkan kepentingan perempuan Indonesia. Adapun hak pilih aktif diperlukan agar perempuan Indonesia dapat memilih wakil-wakilnya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Pengaruh pemikiran Maria Ullfah terlihat dalam usaha kaum perempuan Indonesia untuk memiliki perwakilan di Dewan Rakyat (Volksraad), serta keberhasilan perempuan Indonesia dalam mendapatkan hak pilih aktif untuk pertama kalinya pada tahun 1941.
Kalimantan Barat : Balai Pelestarian Nilai Budaya , 2020
900 HAN 3:2 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Holton, Sandra Stanley
London: Routledge , 1996
324.6 HOL s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Sunggul Hamonangan
Abstrak :
ABSTRAK Tesis ini membahas pembatasan hak-hak politik ASN (PNS) dalam Pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3) UU No. 5 Tahun 2014 tentang ASN. Sebagai warga negara Indonesia, maka ASN juga mempunyai hak-hak sipil dan poitik yang dilindungi oleh konstitusi. Seorang ASN tidak dapat menjadi pengurus suatu partai politik namun untuk menggunakan hak politiknya dalam pemilu yaitu hak dipilih dan memilih untuk jabatan politik/publik adalah dilindungi konstitusi. Pengisian jabatan politik oleh seorang ASN melalui mekanisme pemilu adalah suatu yang wajar dan terlindungi sepanjang dilakukan dengan itikad baik dan melalui mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Seorang ASN mempunyai hak politik dan hak konstitusional jika ingin maju sebagai Presiden dan Wakil Presiden; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat; ketua, wakil ketua, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah; gubernur dan wakil gubernur; bupati/walikota dan wakil bupati/wakil walikota. Sehingga seharusnya tidak ada perbedaan perlakuan antara profesi seorang ASN dengan profesi lainnya, misalnya Advokat, Notaris, Dokter, dan lain-lain dalam pengisian jabatan-jabatan publik. Namun dengan berlakunya UU No. 5 tahun 2014 Tentang ASN tersebut, telah membatasi hak seorang ASN dalam mempergunakan haknya sebagai warga negara yang ingin berpartisipasi dalam mengisi jabatan-jabatan publik dengan diwajibkannya seorang ASN untuk menyatakan mengundurkan diri secara tertulis sebagai PNS sejak mendaftar sebagai calon. Dengan demikian ketentuan Pasal 119 dan pasal 123 ayat (3) UU No. 5 Tahun 2014, yang membedakan profesi seorang ASN dengan Profesi lainnya bersifat diskriminatif, bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1), Pasal 28i ayat (2) UUD 1945. Padahal, dalam kedudukannya sebagai warga negara maka ASN juga mempunyai hak-hak asasi manusia yang dilindungi oleh konstitusi. Ada beberapa hak asasi manusia yang dimiliki oleh ASN sebagai warga negara dan ada pula hak-hak politik yang melekat pada individu ASN tersebut, namun dengan berlakunya Pasal 119 dan Pasal 123 ayat (3) UU No. 5 Tahun 2014 hak-hak tersebut menjadi dibatasi dan melanggar hak asasi maupun hak politik ASN.
ABSTRACT This thesis discusses restrictions on political rights ASN (PNS) of Article 119 and Article 123 paragraph (3) of Act No. 5 In 2014 about ASN. As a citizen of Indonesia, the ASN also have civil rights and political exclusion that is protected by the constitution. An ASN can not take charge of a political party but to use their political rights in the election, namely the right of elected and to vote for political office / public are constitutionally protected. Charging political office by an ASN through the mechanism of elections is a natural and protected all done in good faith and through the mechanisms set out in the legislation. An ASN having political rights and constitutional rights if it is to go forward as President and Vice President; chairman, deputy chairman and members of the House of Representatives; chairman, deputy chairman and members of the Regional Representative Council; governor and vice governor; regent / mayor and deputy regent / deputy mayor. So there should be no difference in treatment between an ASN profession with other professions, for example Advocate, Notary, doctors, and others in filling public positions. However, with the enactment of Law No. 5 2014 On the ASN, has limited rights to use the ASN in their rights as citizens who wish to participate in filling public positions with an ASN mandatory to declare in writing to resign as a civil servant since registering as a candidate. Thus the provisions of Article 119 and Article 123 paragraph (3) of Act No. 5 In 2014, the ASN distinguishes a profession with other professions is discriminatory, contrary to Article 28D paragraph (1), Article 28i paragraph (2) of the 1945 Constitution In fact, in his capacity as a citizen, the ASN also has rights human rights is protected by the constitution. There are some human rights that are owned by the ASN as citizens and some political rights attached to the ASN individual, but with the application of Article 119 and Article 123 paragraph (3) of Act No. 5 In 2014 these rights be restricted and violated the human rights and political rights ASN.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T44849
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bernadus Djoko Susilo
Abstrak :
Pada tanggal 12 Juni 1902, hak pilih bagi kaum wanita kulit putih Australia disahkan menjadi undang-undang federal. Dengan demikian, kaum wanita Australia memiliki hak untuk memilih dan sekaligus dipilih sebagai anggota parlemen baik pada tingkat Senate rnaupun House of Representatives Hak ini baru digunakan 18 bulan kemudian pada pemilihan umum tingkat federal yang perform pada tahun 1903. Sebelum kaum wanita Australia memiliki hak pilih di tingkat federal, terdapat dua koloni Australia yang sudah memberikan hak pilih kepada penduduk wanitanya. Australia Selatan memberikan hak pilih penuh (hak untuk memilih dan dipilih) kepada kaum wanitanya pada tahun 1894, sedangkan kaum wanita Australia Barat mendapatkan hak untuk memilih (tidak termasuk hak untuk dipilih) pada tahun 1899. Pada saat itu baru terdapat sedikit negara yang sudah memberikan hak untuk memilih kepada penduduk wanitanya, antara lain: Negara Bagian Wyoming Amerika Serikat (AS) pada tahun 1869, Negara Bagian Colorado AS pada tahun 1893, Negara Bagian Utah dan Negara Bagian Idaho AS pada tahun 1896, kemudian Selandia Baru pada tahun 1893. Begitu cepatnya kaum wanita Australia Selatan mendapatkan hak pilih penuh, pada akhirnya menimbulkan pertanyaan seputar aktivitas politik wanita dalam sejarah Australia. Apakah mereka secara aktif menuntut dan berjuang demi mendapatkan hak pilih mereka yang sekaligus merupakan simbol pengakuan persamaan kedudukan, atau apakah mereka sekedar menjadi ahli waris dari kampanye politik para politisi pria yang bersaing mendapatkan pemilih.
2000
S12199
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Desi Susanti
Abstrak :
Tesis ini membahas dinamika perjuangan Kongres Wanita Indonesia dalam memperjuangkan hak pilih perempuan Indonesia tahun 1928–1955. Hak pilih merupakan salah satu wacana yang menjadi bagian dari perjuangan perempuan Indonesia melalui Kongres Perempuan Indonesia (setelah kemerdekaan: Kongres Wanita Indonesia) sebagai wadah persatuan pergerakan perempuan Indonesia. Keterwakilan perempuan dalam badan-badan perwakilan di masa Hindia Belanda terhambat oleh praktik diskriminasi berbasis gender, ras, dan kelas yang diterapkan pemerintah kolonial terkait hak politik perempuan. Adapun di masa kemerdekaan, pemerintah Republik menjamin kesetaraan hak seluruh warga negara, termasuk hak pilih perempuan dalam pemilihan umum. Hal ini kemudian turut memengaruhi perubahan arah dan corak gerakan Kongres Wanita Indonesia dalam upaya menjamin hak suara perempuan dan keterwakilan perempuan dalam badan-badan representatif. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang terdiri dari 4 langkah, yaitu: (1) heuristik; (2) kritik/verifikasi; (3) interpretasi; (4) historiografi. Hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan sumber arsip dan surat kabar sezaman menunjukkan bahwa hak pilih perempuan Indonesia yang diperjuangkan melalui Kongres Perempuan Indonesia diperoleh setelah melalui perjuangan panjang serta diberikan bertahap oleh pemerintah kolonial. Adapun di masa kemerdekaan, upaya Kongres Wanita Indonesia terkait hak pilih perempuan diarahkan pada pengawalan langkah pemerintah terkait kesetaraan hak politik perempuan dan keterwakilan perempuan dalam proses politik, termasuk pemilihan umum. ......This thesis discusses the dynamics of the struggle of the Indonesian Women's Congress in fighting for Indonesian women's suffrage rights in 1928–1955. The right to vote is one of the discourses that became part of the Indonesian women's struggle through the Indonesian Women's Congress (after independence: the Indonesian Women's Congress) as a forum for the unity of the Indonesian women's movement. The representation of women in representative bodies during the Dutch East Indies era was hampered by the practice of discrimination based on gender, race, and class applied by the colonial government regarding women's political rights. During the independence period, the government of the Republic guaranteed equal rights for all citizens, including women's right to vote in general elections. This then contributed to changes in the direction and pattern of the Indonesian Women's Congress movement in the effort to guarantee women's voting rights and women's representation in representative bodies. This study uses historical research methods which consist of 4 steps, namely: (1) heuristics; (2) criticism/verification; (3) interpretation; (4) historiography. The results of research conducted using contemporary archival sources and newspapers show that the right to vote for Indonesian women, which was fought for through the Indonesian Women's Congress, was obtained after going through a long struggle and was granted gradually by the colonial government. As for the independence period, the efforts of the Indonesian Women's Congress regarding women's suffrage were directed at escorting government steps related to equality of women's political rights and representation of women in the political process, including general elections.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia;, 2022
T-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library