Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Sejak lama madu telah dikenal sebagai obat dan makanan yang berguna bagi masyarakat di seluruh dunia. Madu diharapkan dapat diformulasikan dalam bentuk tablet. Namun, banyak kendala dalam memformulasikan madu ke dalam bentuk tablet. Penelitian bertujuan untuk mempelajari proses pengeringan madu dengan menggunakan oven dan adsorben HPMC dan mencoba memformulasikan serbuk madu dalam bentuk tablet. Madu dicampur adsorben HPMC dengan perbandingan madu dan HPMC 5:5; 4:6 dan 3:7 kemudian dikeringkan dalam oven dengan suhu 50°C, 60°C dan 70°C. Pada menit ke-0, 15, 30, 45, 60, 75, 90, 105, 120, 180, 240, 300, 360, 420, 480, 540, 600 pengeringan ditentukan kadar airnya. Serbuk madu terbaik kemudian diformulasikan menjadi tablet. Hasil serbuk madu yang terbaik adalah serbuk madu dengan perbandingan 4:6 dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 50°C selama 4 jam. Waktu hancur tablet madu buruk.
Universitas Indonesia, 2006
S32538
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heni Kusumawati
Abstrak :
Penelitian ini menggunakan Hdroxypropylmetilcelullose (HPMC) sebagai adsorben untuk menghasilkan serbuk jeli teripang. Metode pembuatan serbuk menggunakan pengeringan oven pada suhu ± 50oC. Konsentrasi HPMC yang digunakan adalah 5%, 10%, 15% dan 20% dari berat jeli teripang yang digunakan. Serbuk yang dihasilkan, kemudian diuji higroskopisitas, laju alir, sudut diam dan indeks kompresibilitas. Serbuk ini dipersiapkan untuk pembuatan formula massa tablet. Formula massa tablet dievaluasi seperti uji pada serbuk. Campuran jeli teripang dengan HPMC 5% dan 10% terpilih untuk pembuatan serbuk karena memilki waktu pengeringan yang lebih cepat untuk mencapai kadar air 3-5%. Formula B dan C memenuhi persyaratan pada pembuatan massa tablet.
This research the used Hdroxypropylmetilcelulose (HPMC) as adsorbent to produce Sea Cucumber jelly powder. Microwave drying at ± 50oC was used as method to make powder. The concentration of HPMC were 5%, 10%, 15% and 20% of Sea Cucumber jelly weight. The powder was tested the higroscopisity, compressibility index, flow rate and angle of respon. Those powder was prepared for creating tablet formulation and it was evaluated like test for powder. Combination of Sea Cucumber jelly with of HPMC 5% and 10% were selected to make powder because they have faster drying time to achieve water content 3-5%. The B and C formulation can be used for creating tablet formulation.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2008
S32995
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ronal Kardo
Abstrak :
Telah dilakukan penelitian pengaruh matrik kitosan terhadap pelepasan propranolol HCl dari tablet. Tablet lepas terkendali propranolol HCl dibuat secara granulasi basah dengan menggunakan jenis dan jumlah bahan matrik yang berbeda yaitu kitosan, HPMC, dan campuran kitosan:HPMC. Pelepasan propranolol HCl dari matrik ditentukan dengan menggunakan alat uji disolusi tipe 1 dengan kecepatan 50 rpm dalam medium asam pH 1,2 dan medium basa pH 7,5 selama 8 jam. Pengambilan sampel pada waktu-waktu tertentu dan dianalisis menggunakan spektrofotometer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa matrik kitosan melepaskan propranolol HCl lebih besar bila dibandingkan dengan matrik HPMC dan campuran kitosan:HPMC. Semakin tinggi konsentrasi matrik dapat memperlambat pelepasan propranolol HCl dari tablet. Penggunaan matrik kitosan dan campuran kitosan:HPMC konsentrasi 70 % merupakan matrik yang efektif untuk memperlambat pelepasan propranolol HCl. It has been done influence of chitosan matrix to releasing propranolol HCl from tablet. Propranolol HCl controlled release tablet was made in chitosan matrix. Tablet were made by wet granulation method with different kind and quantity of the matrix i.e. chitosan, HPMC, and compound chitosan:HPMC. The release rate of propranolol HCl from matrix were determined by using dissolution apparatus type 1 with 50 rpm stirring rotation in acid media of pH 1,2 and base media of pH 7,5 for 8 hours. Samples was taken at certain time and the samples were analyzed by spectrophotometer. The result showed that chitosan matrix release propranolol HCl higher than HPMC matrix and compound chitosan:HPMC. More concentration matrix was slower release propranolol HCl from tablet. Chitosan matrix and compound chitosan:HPMC concentration 70 % matrix effective for slower release propranolol HCl.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2006
S32813
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farahia Khairina Widyaningrum
Abstrak :
Sediaan kolon tertarget digunakan untuk penghantaran spesifik terapi penyakit yang berada di kolon, diharapkan obat tidak terlepas di dalam gastrointestinal bagian atas. Beberapa sediaan dapat digunakan sebagai sediaan kolon tertarget, salah satunya adalah Beads. Tujuan dari penelitian ini adalah optimasi dari formulasi beads tetrandrine, sebagai antifibrosis dengan aktifitas lokal pada kolon, dengan alginat dan hidroksi propil metil selulosa dalam berbagai konsentrasi sebagai polimer. Beads dikarakterisasi dengan SEM, DSC, XRD, kadar air, indeks daya mengembang, dan uji in vitro. Beads yang terbuat dari alginat 2 ,b/v dan konsentrasi Hidroksi propil metil selulosa HPMC yang tertinggi 2 , b/v menghasilkan beads dengan efisiensi penjerapan yang tinggi sebesar 49,83 0,46 dan ukuran partikel yang paling besar dalam kisaran ukuran 888 ndash; 914. Beads dengan konsentrasi HPMC tertinggi dapat mengembang dengan indeks mengembang hingga 1116,53 . Pengujian in-vitro menunjukan ketidak mampuan beads dalam menahan pelepasan tetrandrine di dalam medium HCl pH 1,2, tetrandrine yang terlepas sebesar 51,86 0,007 . Bertambahnya konsentrasi HPMC menyebabkan peningkatan di dalam distribusi ukuran, index daya mengembang dan efisiensi penjerapan. HPMC dapat dibuktikan menahan pelepasan tetrandrine. ...... Colon targeted drug delivery system is addressing specific needs in the therapy of colon based diseases, with this drug delivery system less drug expected to be released in the upper gastrointestinal. One of pharmaceutical dosage can be used for colon targeted drug delivery system is beads. The objective of the current study was to optimize the formulation of antifibrotic tetrandrine beads with alginate and various concentrations of HPMC as polymers. Beads were characterized by SEM, DSC, XRD, moisture content, swelling measurements, and in vitro release studies. Alginate 2 , w v and highest HPMC concentration 2 , w v produced beads with higher entrapment efficiency of 49.83 0.46 , and had a particle size in the range of 888 ndash 914. Beads with highest HPMC concentration reached 1116.53 of its swelling index. In vitro release studies showed that beads inadequate to retain tetrandrine in stomach condition, it release 51.86 0.007 . Increase in the concentration of HPMC lead to increases in size distribution, swelling index, and entrapment efficiency. Formulation with highest concentration of HPMC perform a slower drug release than the rest formula.
Jakarta: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69542
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Saleh Wikarsa
Abstrak :
Dipiridamol sebagai obat pencegah komplikasi tromboembolik dalam terapi pasca operasi katup jantung dan terapi jangka panjang angina pectoris akan diabsorpsi dengan baik dalam lambung. Untuk dapat menjaga konsentrasi terapetik dalam waktu lama dan untuk meningkatkan ketersediaan hayatinya diperlukan sediaan lepas lambat dengan waktu tinggal di lambung yang lama. Untuk mencapai tujuan tersebut pada penelitian ini akan dibuat tablet lepas lambat dipiridamol yang dapat mengapung dengan persyaratan yang dibuat sesuai dengan konsentrasi terapi dipiridamol. Tablet dibuat dengan metode granulasi basah dengan menggunakan aquades sebagai cairan pengikat menggunakan hidroksipropil metil selulosa (HPMC) K4M, Ac-di-sol, Avicel PH 102, talk dan Mg stearat. Uji pelepasan dipiridamol dilakukan secara in vitro menggunakan alat tipe 2 (dayung) dengan kecepatan pengadukan 50 rpm dalam medium HCl 0,1 N sebanyak 900 mL pada suhu 37 ± 0,5 °C selama 8 jam. Formulasi tablet dengan komposisi dipiridamol 50 mg, HPMC K4M (30%), Ac-di-sol (20%), Avicel PH 102 (37%), talk (2%), dan Mg Stearat (1%) menghasilkan tablet mengapung dengan pelepasan sebesar 59,61 ± 23,35% pada jam ke-4 dan 89,34 ± 34,19% pada jam ke-8 yang memenuhi persyaratan pelepasan.

Dipyridamole is a drug for prevention of postoperative thromboembolic complication of heart valve replacement and long term therapy of angina pectoris will be well absorbed in stomach. To maintain therapeutic plasma concentration in long time and to increase bioavalaibility is needed a sustained release dosage form having the long residence time in the stomach. The objective of this research was to make floating sustained release tablet of dipyridamole conforming to the requirement that was set up by dipyridamol therapeutic concentration. Tablets were made by wet granulation method using aquadest as a liquid binder, HPMC K4M, Ac-di-sol, Avicel PH 102, talk, and Mg stearat. Dissolution assay was carried out using type 2 release tester at rotation speed of 50 rpm in medium 900 mL HCl 0.1 N at 37 ± 0.5 °C for 8 hours. The formulation containing of 50 mg dipirydamole, HPMC K4M (30%), Ac-di-sol (20%), Avicel PH 102 (37%), talk (2%), and Mg stearat (1%) released 59.61 ± 6.73% and 89.34 ± 5.87% of dipyridamole respectively after 4 and 8 hours that conformed to the requirement.
[Institut Teknologi Bandung. Sekolah Farmasi, Institut Teknologi Bandung. Sekolah Farmasi], 2011
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Kanya Cita Hani Alifia
Abstrak :
Mayoritas cangkang kapsul hingga tahun 2014 masih berbahan gelatin yang bersumber dari kulit dan tulang babi. Untuk mengatasi masalah tersebut, riset cangkang kapsul nabati mulai berkembang dengan berbahan dasar ekstrak rumput laut seperti karagenan, alginat, HPMC, dan pektin. Cangkang kapsul nabati yang sudah ada perlu diberi penambahan polihidroksibutirat (PHB), sebuah biopolimer yang tahan suhu tinggi, tahan pH ekstrem, biodegradable, biocompatible, hingga cocok untuk slow release. Metode isolasi dari S. platensis yang paling simpel dan ekonomis dengan tahapan umum berupa disrupsi sel, presipitasi PHB, dan pemurnian PHB. Sodium hipoklorit adalah pelarut pendisrupsi sel yang banyak digunakan untuk isolasi PHB dari mikroalga sedangkan sodium hidroksida bisa digunakan untuk isolasi PHB dari E. coli. Parameter yang diuji dalam penelitian ini adalah konsentrasi sel sampel S. platensis serta rasio konsentrasi pelarut NaClO dan NaOH yang ditambahkan. Metode identifikasi PHB adalah FTIR, kuantifikasi PHB dengan menghitung massa dan yield PHB secara manual, lalu mengestimasi perbandingan nilai ekonomi proses isolasi pada tiap variabel. Pada kondisi pelarut NaClO 0,0265 M, hasil dengan yield terbaik ditunjukkan pada variasi 0,04 g/mL dengan massa PHB 2 x 10-3 g dan yield 0,16 %. Hasil dengan keuntungan tertinggi adalah variasi konsentrasi sampel 0,06 g/mL dengan yield 0,12%. Penggunaan NaOH sebagai tambahan rasio pelarut meningkatkan pH larutan dengan terlalu drastis sehingga mengurangi efektivitas isolasi PHB oleh NaClO. ...... The majority of capsule shells until 2014 are still made from gelatin sourced from pork skin and bones. To overcome this problem, research on vegetable capsule shells began to develop based on seaweed extracts such as carrageenan, alginate, HPMC, and pectin. Existing vegetable capsule shells need to be added with polyhydroxybutyrate (PHB), a biopolymer that is high temperature resistant, extreme pH resistant, biodegradable, biocompatible, and suitable for slow release. The simplest and most economical method of isolation from S. platensis with general stages is cell disruption, PHB precipitation, and PHB purification. Sodium hypochlorite is a cell disrupting solvent that is widely used for extraction of PHB from microalgae while sodium hydroxide can be used for extraction of PHB from E. coli. The parameters tested in this study were the concentration of S. platensis sample cells and the ratio of NaClO and NaOH solvent concentrations added. The PHB identification method is FTIR, PHB quantification by calculating mass and PHB yield manually, then estimating the comparison of the economic value of the extraction process for each variable. In the conditions of NaClO 0.0265 M, the best yield results were shown in the variation of 0.04 g/mL with a mass of PHB 2 x 10-3 g and a yield of 0.16%. The results with the highest gain are variations in sample concentration of 0.06 g/mL with yields of 0.12%. The use of NaOH in addition to the solvent ratio increases the pH of the solution too drastically thereby reducing the effectiveness of PHB isolation by NaClO.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Farhan Ramadhan
Abstrak :

Pasien pediatri merupakan golongan yang rentan terkena tuberkulosis. Kompleksnya regimen terapi serta masih minimnya sediaan yang ramah pasien pediatri menjadi suatu tantangan dalam pengobatan tuberkulosis. Hal tersebut memberikan potensi pengembangan suatu sediaan yang dapat menyederhanakan regimen terapi serta ramah bagi pasien pediatri. Film berlapis cepat hancur kombinasi dosis tetap menjadi solusi dari tantangan-tantangan yang dihadapi dalam proses pengobatan tuberkulosis pada pasien pediatri. Penelitian bertujuan untuk memperoleh film cepat hancur berlapis kombinasi dosis tetap yang mengandung rifampisin dan isoniazid dengan metode solvent casting. Terdapat tujuh formula film lapis rifampisin dan tujuh formula film lapis isoniazid dengan masing-masing formula memiliki variasi konsentrasi HPMC dan PVA yakni R1 (100:0); R2 (75:25); R3 (60:40); R4 (50:50); R5 (40:60); R6 (25:75); R7 (0:100). Ketujuh formula dari masing-masing film lapis dikarakterisasi dengan tujuan menentukan formula film terbaik yang nantinya akan dikombinasikan menjadi sediaan utuh. Karakterisasi tersebut mencakup evaluasi organoleptis, kekuatan peregangan, waktu disintegrasi dan persentase kelembapan. Setelah ditentukan formula terbaik dari masing-masing film, kedua film dikombinasikan dan diuji kembali. Uji yang dilakukan diantaranya uji yang telah dilakukan pada proses karakterisasi ditambah dengan uji penetapan kadar serta uji disolusi. Hasil karakterisasi menunjukkan formula R6 dari masing-masing formula film lapis memiliki karakteristik terbaik dari segi organoleptis dan waktu disintegrasi dengan waktu disintegrasi sebesar 49,94 ± 3,38 detik untuk film lapis rifampisin dan 38,84 ± 4,27 detik untuk film lapis isoniazid. Film lapis rifampisin R6 memiliki nilai tensile strength sebesar 0,7478 ± 0,0233 N/mm2 dan persentase kelembapan 15,29 ± 1,36%. Sedangkan film lapis isoniazid R6 memiliki nilai tensile strength sebesar 0,8136 ± 0,0612 N/mm2 dan persentase kelembapan 15,60 ± 1,23%. Film cepat hancur kombinasi dosis tetap yang diperoleh memiliki organoleptis yang baik, waktu disintegrasi yang cepat yakni 52,82 ± 2,76 detik namun tidak memenuhi kriteria uji penetapan kadar dan uji disolusi yang diinginkan. ......Pediatric patients are vulnerable group susceptible to tuberculosis. The complexity of the treatment regimen and the limited availability of pediatric-friendly formulations pose challenges in tuberculosis treatment. This presents an opportunity for the development of a formulation that can simplify the treatment regimen and be patient-friendly for pediatric patients. Fast-disintegrating multilayer films with fixed-dose combinations offer a solution to the challenges faced in the tuberculosis treatment process in pediatric patients. The research aimed to obtain fast-disintegrating multilayer films with fixed-dose combinations containing rifampicin and isoniazid using the solvent casting method. There were seven formulations of rifampicin films and seven formulations of isoniazid films, each with variations in HPMC and PVA concentrations, namely R1 (100:0); R2 (75:25); R3 (60:40); R4 (50:50); R5 (40:60); R6 (25:75); R7 (0:100). The seven formulations of each film were characterized to determine the best film formulation that would later be combined into a complete formulation. The characterization included organoleptic evaluation, tensile strength, disintegration time, and moisture content. After determining the best formulation for each film, the two films were combined and retested. The tests conducted included the previously performed characterization tests, as well as assay and dissolution testing. The characterization results showed that formulation R6 of each film had the best characteristics in terms of organoleptic properties and disintegration time, with a disintegration time of 49.94 ± 3.38 seconds for rifampicin film and 38.84 ± 4.27 seconds for isoniazid film. Rifampicin film R6 had a tensile strength of 0.7478 ± 0.0233 N/mm2 and a moisture content of 15.29 ± 1.36%. Meanwhile, isoniazid film R6 had a tensile strength of 0.8136 ± 0.0612 N/mm2 and a moisture content of 15.60 ± 1.23%. The obtained fast-disintegrating multilayer films with fixed-dose combinations had good organoleptic properties and fast disintegration time of 52.82 ± 2.76 seconds but did not meet the criteria for assay and desired dissolution testing.

Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Frisca Natalie
Abstrak :
Berdasarkan penelitian Suherman et al, prevalensi gastroesophageal reflux disease (GERD) di Indonesia sudah mencapai angka yang cukup tinggi yaitu sebesar 27,4 % pada tahun 2016. GERD merupakan penyakit yang tidak mematikan tetapi akan menyebabkan penyakit yang sangat serius jika tidak ditangani dengan baik. Tantangan pada obat yang digunakan dalam pengobatan GERD saat ini adalah efek samping, gastric retention time yang singkat, dan bioavaibilitas yang rendah. Oleh sebab itu, pembuatan mikropartikel terapung dengan kandungan ekstrak Moringa oleifera merupakan solusi yang tepat. Mikropartikel yang mengandung ekstrak Moringa oleifera akan dibuat menggunakan metode non-solvent evaporation method dengan memanfaatkan polimer yang memiliki densitas rendah seperti HPMC K4M dan EC sehingga didapatkan mikropartikel terbaik yaitu, D1H4 dengan yield (95,2%), nilai ekstrak dalam mikropartikel (0,058 mgQE/g ekstrak), entrapment efficiency (1,16%), loading capacity (1,21%), %rilis kumulatif flavonoid (jam 24, 21,87%), dan kemampuan mengapung (1 jam) yang baik. Selain itu, mikropartikel alginat dengan kandingan natrium bikarbonat dan ekstrak Moringa oleifera melalui ionotropic gelation method akan didapatkan mikropartikel terbaik yaitu, D4X4A10 dengan freeze dried yang memiliki nilai yield (151,82%), nilai ekstrak dalam mikropartikel (0,057 mgQE/g ekstrak), entrapment efficiency (2,85%), loading capacity (0,61%), %rilis kumulatif flavonoid (jam 24, 33,875%) , dan kemampuan mengapung (90%, 8 jam) yang baik. Karakteristik mikropartikel lainnya seperti scanning electron microscopy (SEM) dan ukuran mikropartikel diukur melalui pengujian. ......According to research by Suherman et al., the prevalence of gastroesophageal reflux disease (GERD) had reached a rather high percentage which is 27.4% in 2016. GERD is not a life-threatening disease however proper handling of GERD will reduce the possibility of developing other chronic disease associated with GERD. Challenge in designing drugs as a treatment for GERD are the side effects, brief gastric retention time, and low bioavailability. Thus, floating microparticles containing Moringa oleifera extract is the right solution to overcome the challenges. Microparticles containing Moringa oleifera extract will be constructed by non-solvent evaporation method by utilizing low-density polymers such as HPMC K4M and EC resulting D1H4 as the best formulation with characteristics, yield (95,2%), extract in particles (0,058 mgQE/g ekstrak), entrapment efficiency (1,16%), loading capacity (1,21%), % flavonoid cumulative release (jam 24, 21,87%), and floating capacity (1 hr). In addition, microparticles made by ionotropic gelation methods using alginate in entrapping Moringa oleifera extract and sodium bicarbonate are used as an additional treatment for gastric acid neutralization resulting freezed dryed microparticles D4X4A10 with characteristics yield (151,82%), extract in particles (0,057 mgQE/g ekstrak), entrapment efficiency (2,85%), loading capacity (0,61%), % flavonoid cumulative release (jam 24, 33,875%) , dan floating capacity (90%, 8 hr). Other characteristics of the microparticles such as scanning electron microscopy (SEM) and microparticle size will also be determined.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library