Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Widia Sari
"Ketidakseimbangan asupan dan pengeluaran energi dapat menyebabkan terjadinya obesitas yang merupakan faktor risiko utama terjadinya noncommunicable disease (NCD). Latihan fisik dapat menurunkan berat badan penderita overweight dan obesitas melalui penekanan terhadap asupan makanan. HIIT merupakan salah satu bentuk latihan fisik yang dapat mempengaruhi regulasi asupan makanan melalui efek yang dikenal dengan exercise induced anorexia. Efek ini dapat dimediasi oleh IL-6 dan laktat yang meningkat setelah melakukan HIIT. IL-6 dan laktat bekerja secara langsung di hipotalamus untuk menurunkan sekresi AgRP yang merupakan neuropeptida oreksigenik. Penelitian ini bertujuan untuk menilai pengaruh HIIT terhadap asupan makanan yang dilihat dari perubahan kadar IL-6, laktat, dan AgRP. Penelitian menggunakan bahan baku tersimpan (serum darah) dari penelitian payung yang dilakukan sebelumnya pada subjek laki-laki overweight yang diberikan HIIT selama 12 minggu. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kadar IL-6 serum yang signifikan segera setelah HIIT di minggu ke-12 (p<0,05), peningkatan signifikan kadar laktat segera setelah HIIT di minggu ke-1 dan minggu ke-12 (p<0,05) serta ditemukan tidak ada perubahan kadar AgRP (p>0,05). Selain itu, juga tidak ditemukan korelasi antara IL-6 dan AgRP serta laktat dan AgRP. Dapat disimpulkan pelaksanaan HIIT selama 12 minggu belum dapat menekan asupan makanan jika ditinjau dari kadar IL-6, laktat, dan AgRP.

Imbalance of energy intake and expenditure can induce obesity, a main risk factor of noncommunicable disease. Physical exercise can aid weight loss in overweight and obese patients by decreasing food intake. HIIT is a form of physical exercise that causes exercise-induced anorexia, which reduces food intake. This effect may be mediated by the increase of IL-6 and lactate following HIIT. IL-6 and lactate directly regulate the expression of AgRP, an orexigenic neuropeptide, in the hypothalamus. This study aims to investigate the effect of HIIT on food intake as seen from changes in IL-6, lactate, and AgRP. This study used blood serum from previous study conducted on overweight males who participated in HIIT for 12 weeks. This study showed a significant increased in serum IL-6 concentration immediately after HIIT at 12th week (p<0,05), a significant increased in serum lactate concentration immediately after HIIT at 1st and 12th week (p<0,05), and no change in AgRP concentration (p>0,05). In addition, no correlation was found between IL-6 and AgRP as well as lactate and AgRP. It can be concluded that the implementation of HIIT for 12 weeks has not been able to suppress food intake based on the concentration of IL-6, lactate, and AgRP"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Shabrina
"ABSTRAK
Komposisi tubuh yang tidak ideal memberikan masalah kesehatan pada manusia yakni terkait dengan obesitas maupun obesitas sentral. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh High-Intensity Interval Training Focus T25 Workout terhadap penurunan persen lemak tubuh. Penelitian ini menggunakan desain studi kuasi eksperimental pada 13 orang mahasiswa perempuan di FKM, FIK dan FMIPA UI pada bulan Mei 2017. Subjek diberikan intervensi berupa kegiatan HIIT dengan frekuensi 3 x perminggu untuk kelompok intervensi dan 2 x per minggu untuk kelompok kontrol. Data diperoleh denganpengukuran berat badan, tinggi badan, persen lemak tubuh dan pengisian formulir pencatatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi penurunan persen lemak tubuh setelah dilakukan intervensi pada kedua kelompok. Pada uji bivariat didapati perbedaan yang signifikan pada persen lemak sebelum dan sesudah intervensi. Namun tidak didapati perbedaan yang signifikan pada penurunan persen lemak tubuh jika dibandingkan pada kedua kelompok.

ABSTRACT
Unideal body composition can caused health problem such as obesity or viseral obesity. This study was conducted to assesseffect of HIIT Focus T25 Workout to body fat percentage loss. This study used quasi experimental design on 13 overfat ge 30 woman college students in FPH, FN and FMNS University of Indonesia in May 2017. HIIT was offered for 4 week,3 x per week for intervention group and 2 x week for control group 25 minute session . Body fat percentage of subject were compared before and after intervention. Data was collected weight, height, body fat percentage and macronutrient intake. Result of this study show that HIIT decreased body fat percentage on both of group. There is statistically significant on body fat percentage before and after intervention, but if it were compared both of grup were not statistically significant. There was correlation between carbohydrate and fat intake and body fat percentage loss. HIIT decreased body fat percentage loss effectively."
2017
S68015
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica
"Latar Belakang: Akumulasi lemak viseral pada pasien Diabetes Mellitus (DM) Tipe 2 dapat menyebabkan komplikasi metabolik dan risiko penyakit kardiovaskular. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh latihan dalam bentuk kombinasi High Intensity Interval Training (HIIT) dan latihan beban terhadap perubahan lemak viseral pada pasien DM Tipe 2. Metode: Analisis sekunder dari Randomized Controlled Trial (RCT) pada bulan Juli 2017 sampai Januari 2018. Subjek berjumlah 18 orang yang diambil dari kelompok eksperimen. Subjek melakukan HIIT sebanyak 3x/minggu dan latihan beban 2x/minggu dengan durasi 12 minggu latihan. Protokol HIIT dengan perbandingan 1 menit intensitas tinggi dan 4 menit intensitas lebih rendah, sedangkan latihan beban terdiri dari 9 jenis latihan meliputi ekstrimitas atas, batang tubuh, dan ekstrimitas bawah. Hasil: 18 pasien (72% perempuan) dengan rerata usia 50,94 tahun. Seluruh subjek berada pada kategori overweight (17%), dan obese (83%), serta obesitas sentral (100%). Tidak didapatkan perubahan lemak viseral yang signifikan (p>0.05) dengan pengukuran menggunakan Bioelectrical Impedance Analysis (BIA). Kesimpulan: Didapatkan seluruh subjek berada pada kategori overweight dan obese serta memiliki obesitas sentral. Tidak didapatkan perubahan lemak viseral yang bermakna dari kombinasi HIIT dan latihan beban selama 12 minggu pada pasien DM Tipe 2.

Background: The accumulation of visceral fat in Type 2 Diabetes Mellitus patient can cause metabolic complications and risk of cardiovascular disease. Goals: This study aims to determine the effect of combined High Intensity Interval Training (HIIT) and Resistance training on the Changes in Visceral Fat in Type 2 Diabetes Mellitus Patient. Methods: Secondary analysis of the Randomized Controlled Trial (RCT) on July 2017 and completed January 2018. Eighteen participants were taken from the experimental group. Participants did HIIT three times a week and resistance training twice a week with the duration of 12 weeks. HIIT protocol was comprised of one minute of high intensity and 4 minutes of lower intensity. Resistance training was comprised of nine exercises for upper extremities, core, and lower extremities. Results: 18 patients (72% female) with an average age of 50.94 years. All subjects were in the overweight (17%), obese (83%), and central obesity (100%). There were no significant changes in visceral fat (p>0,05) with measurements using Bioelectrical Impedance Analysis (BIA). Conclusion: All participants are overweight, obese and have central obesity. There were no changes in visceral fat from a combination of HIIT and resistance training in
Type 2 DM patients in 12 weeks.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Brilliant Cahya Puspasari
"Berbagai penelitian terus dilakukan untuk mencari intervensi dalam upaya mencegah komplikasi sistem kardiovaskular yang timbul akibat kondisi hiperglikemia pada diabetes. Pada kondisi hiperglikemia, latihan fisik intensitas tinggi interval (HIIT) dan intensitas sedang kontinu (MICT) diketahui memiliki pengaruh positif, salah satunya melalui peningkatan kadar GLP-1. GLP-1 selanjutnya meningkatkan kadar eNOS aorta dan menekan ekspresi RAGE. Keseluruhan proses tersebut memberikan proteksi pada endotel dan mencegah perubahan struktur pembuluh darah. Penelitian ini ingin mengetahui perbedaan pengaruh HIIT dan MICT terhadap kadar GLP-1, eNOS, ekspresi RAGE pada aorta dan dampaknya pada struktur aorta. Digunakan tikus jantan wistar usia 8 minggu yang dibagi menjadi 4 kelompok (6 tikus per kelompok): kelompok kontrol tanpa intervensi latihan fisik (KN), hiperglikemia tanpa perlakuan (KHG), hiperglikemia dengan intervensi MICT (HG CT), dan hiperglikemia dengan intervensi HIIT (HG IT). Hiperglikemia diinduksi dengan injeksi streptozotocin intraperitoneal dosis tunggal (40mg/BB). Tikus dianggap memenuhi kriteria hiperglikemia jika kadar glukosa darah 72 jam pasca injeksi >200mg/dL. Intervensi latihan fisik dilakukan selama 6 minggu, dilanjutkan dekapitasi dan pengambilan jaringan aorta. Kadar GLP-1 dan eNOS diuji menggunakan metode ELISA sandwich, sementara ekspresi RAGE diuji menggunakan metode qPCR. Gambaran histologi aorta dilihat menggunakan metode pewarnaan hematoxylin-eosin. Hasil penelitian menunjukan terdapat perbedaan nilai median kadar GLP-1 dan ekspresi RAGE antara KHG dengan HG CT dan HG IT (p < 0.05), namun tidak terdapat perbedaan nilai median kadar eNOS antara KHG dengan HG CT dan HG IT (p > 0.05) dan tidak terdapat perbedaan diameter serta ketebalan dinding aorta antar kelompok. Untuk seluruh parameter yang diukur, tidak ditemukan perbedaan antara HG CT dan HG IT. Dapat disimpulkan bahwa baik HIIT dan MICT memberikan efek proteksi vaskular yang sama pada kondisi hiperglikemia, melalui peningkatan GLP-1 dan inhibisi RAGE.

Research is continuously performed to seek interventions to prevent cardiovascular system complications in diabetes arising from hyperglycemia. In hyperglycemia, high-intensity interval training (HIIT) and moderate-intensity continuous training (MICT) are known to have a positive effect, one of which is through increasing GLP-1 levels. GLP-1 further increases aortic eNOS levels and inhibit RAGE expression. The whole process provides protection to the endothelium and prevents pathological changes in structure of the blood vessels. The aim of this study is to analyse the effect of HIIT and MICT on GLP-1 level, eNOS level, and RAGE expression in the aorta and how these affect the structure of aorta. Wistar male rats aged 8 weeks were divided into 4 groups (6 rats per group): control group without exercise (KN), hyperglycemia without treatment (KHG), hyperglycemia with MICT (HG CT), and hyperglycemia with HIIT (HGIT). Hyperglycemia was induced by a single dose of intraperitoneal injection of streptozotocin (40 mg/BW). Rats were considered hyperglycemia if the blood glucose level within 72 hours after injection was >200 mg/dL. The exercise intervention was carried out for 6 weeks, followed by decapitation and aorta tissue collection. GLP-1 and eNOS levels were tested using the sandwich ELISA method, while RAGE expression was tested using the qPCR method. Histology of the aorta was analyze using the hematoxylin-eosin staining method. The results showed that there was a difference in the median value of GLP-1 levels and RAGE expression between KHG and both HG CT and HG IT (p < 0.05), but there was no difference in the median value of eNOS levels between KHG and both HG CT and HG IT (p > 0.05). There was no difference in aorta diameter and wall thickness within groups. For all parameters measured, no difference was found between HG CT and HG IT. It can be concluded that both HIIT and MICT exert similar vascular protective effects in hyperglycemic conditions, through increased GLP-1 and RAGE inhibition."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ferdinandus Adri Pradhana
"Tujuan: Kondisi obesitas berpotensi menyebabkan kondisi stres oksidatif dalam tubuh. High Intensity Interval Training (HIIT) diyakini dapat membantu memperbaiki kondisi stres oksidatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas HIIT terhadap penanda stres oksidatif dan persentase lemak tubuh pada laki-laki dewasa muda dengan obesitas.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain eksperimental dengan uji pre-post pada satu kelompok perlakuan. Subjek penelitian adalah laki-laki obesitas berusia antara 18-30 yahun yang tidak melakukan latihan fisik rutin selama 6 bulan terakhir. Subjek mendapat intervensi HIIT selama 12 minggu dan diperiksa kadar SOD, MDA, serta komposisi tubuh pada awal dan akhir intervensi.
Hasil: Terdapat peningkatan SOD dan penurunan MDA namun tidak memperlihatkan perubahan yang signifikan (p=0,674 dan p=0,562). Kemudian terdapat penurunan persentase lemak namun tidak signifikan (p=0,086).
Kesimpulan: Pemberian program HIIT pada subjek laki-laki dewasa muda dengan obesitas selama minimal 12 minggu dapat menurunkan rerata kadar MDA sebesar 0,27µM, meningkatkan rerata kadar SOD sebesar 8,43U/mL, dan menurunkan persentase lemak tubuh sebesar 2,26% namun perubahan tersebut tidak signifikan. Tidak ditemukan hubungan antara perubahan persentase lemak dengan perubahan kadar MDA dan SOD setelah intervensi.

Objective: Obesity has the potential to cause oxidative stress in the body. High Intensity Interval Training (HIIT) is believed to help improve oxidative stress conditions. This study aims to determine the effectiveness of HIIT on oxidative stress, markers and body fat percentage in young adult men with obesity.
Methods: This study used an experimental design with pre-post tests in one treatment group. The research subjects were obese men aged between 18-30 years who had not done regular physical exercise for the last 6 months. Subjects received HIIT intervention for 12 weeks and had SOD, MDA and body composition levels checked at the beginning and end of the intervention.
Results: There was an increase in SOD and a decrease in MDA but did not show significant changes (p=0.674 and p=0.562). Then there was a decrease in fat percentage but it was not significant (p=0.086).
Conclusions: Giving the HIIT program to young adult male subjects with obesity for a minimum of 12 weeks can reduce the average MDA level by 0.27µM, increase the average SOD level by 8.43U/mL, and reduce the percentage of body fat by 2.26%, but these changes not significant. No relationship was found between changes in fat percentage and changes in MDA and SOD levels after the intervention.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nani Cahyani Sudarsono
"ABSTRAK
Program latihan untuk penatalaksanaan Diabetes Melitus DM tipe 2 harus dipastikan aspek keamanannya, selain juga efektif dan bermanfaat. Melalui penelitian dua tahap dilakukan perancangan latihan fisik yang dievaluasi dengan randomized controlled trial RCT .Program latihan 12 minggu mengombinasikan high intensity interval training HIIT dan latihan beban tiga dan dua kali per minggu dengan peningkatan intensitas bertahap. HIIT terdiri atas perbandingan 1 : 4 menit high intensity exercise HIE dan low intensity exercise LIE . Latihan beban terdiri atas sembilan latihan untuk batang tubuh, ekstremitas atas, dan bawah. RCT diikuti 42 penyandang DM tipe 2 berusia 35 ndash;64 tahun, yang dialokasikan menjadi kelompok eksperimen dengan latihan sesuai rancangan dan kelompok kontrol dengan continuous cardiorespiratory training. Pemeriksaan tingkat kebugaran VO2max , kontrol glikemik HbA1c , dan stres oksidatif MDA dan SOD dilakukan di awal dan akhir program.Pasca latihan didapatkan nilai rerata VO2max kelompok eksperimen 38,13 5,93 mL/kg.min lebih tinggi dibandingkan kontrol 32,09 5,24 mL/kg.min , p = 0,004, serta stres oksidatif menurun MDA eksperimen ? -0,14 0,39 nmol/mL dibandingkan kontrol ? 0,18 0,26 nmol/mL , p = 0,011; SOD eksperimen median ? 0,47 U/mL IQR 0,08-0,74 U/mL dibandingkan kontrol ? 0,14 0,35 U/mL , p = 0,036 . HbA1c kelompok eksperimen menunjukkan penurunan ? -0.43 1.01 , namun tidak bermakna. Skor komposit efek latihan lebih tinggi pada kelompok eksperimen 8,72 1,27 dibandingkan kontrol 7,20 1,08 , p = 0,001.Dengan demikian disimpulkan bahwa program latihan pada penelitian ini memberi manfaat dan dapat diimplementasikan dengan aman. Kata kunci: HIIT dan latihan beban; program latihan berbasis pasien; stres oksidatif; T2DM

ABSTRACT
Exercise programs for patients with Type 2 Diabetes Mellitus T2DM must be demonstrably safe, effective, and beneficial. Objectives. In this two-step study, a training program was designed and implemented in a randomized controlled trial RCT to meet the above criteria.The 12-week exercise program combined high intensity interval training HIIT three times per week and resistance training twice weekly , with gradually increased intensity. The HIIT element comprised 1 minute of high intensity exercise HIE and 4 minutes of low intensity exercise LIE . The resistance training element comprised nine exercises for core, upper, and lower extremities. The 42 T2DM patients who participated in the RCT were aged 35 ndash;64 years. Participants were randomly allocated to the experimental EXP group for the new training program and to the control KTR group for continuous cardiorespiratory training. Fitness level VO2max , glycemic control HbA1c , and oxidative stress MDA and SOD were measured before and after the exercise program.VO2max was higher in EXP 38.13 5.93 mL/kg.min than in KTR 32.09 5.24 mL/kg.min; p = 0.004 . Overall oxidative stress decreased in EXP MDA EXP ? -0.14 0.39 nmol/mL as compared to KTR ? 0.18 0.26 nmol/mL; p = 0.011 and SOD EXP median ? 0.47 U/mL IQR 0.08-0.74 U/mL as compared to KTR ? 0.14 0.35 U/mL; p = 0.036 . EXP HbA1c also decreased, although not significantly ? -0.43 1.01 . EXP composite effects score was significantly higher 8.72 1.27 than for KTR 7.20 1.08; p = 0.001 .The exercise program for T2DM patients was shown to be safe, with significant benefits.Keywords: glycemic control; HIIT and resistance training; oxidative stress; patient-based training program; physical fitness; T2DM"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helmi
"ABSTRAK
Latar Belakang: Hipertrofi jantung dapat timbul akibat stres patologis misal hipoksia yang merupakan respon jantung sebagai mekanisme homeostatis yang diperlukan untuk menormalkan stres dinding ventrikel kiri dan mempertahankan curah jantung. Hipoksia sistemik kronik merupakan stres lingkungan yang berat. Respon spesifik jantung terhadap stres jantung terlihat pada peningkatan kadar peptida di dalam plasma, yang membantu jantung dalam menghadapi beban yang meningkat. Menurut sejumlah peneliti, kadar Apelin berhubungan erat dengan disfungsi ventrikel. Apelin merupakan preproprotein dengan 77 asam amino yang disekresikan dari keluarga adipokine, berperan dalam mempertahankan performa jantung pada beban tekanan kronik. Pada tingkat molekular, respons adaptasi diperantarai oleh perubahan ekspresi gen. Tujuan penelitian: Menganalisis pola ekspresi gen Apelin dan gen BNP pada hipertrofi ventrikel akibat induksi hipoksia sistemik kronik dengan mengukur konsentrasi Apelin-13 dan konsentrasi BNP-45. Penelitian bersifat eksperimental menggunakan 28 ekor tikus Sprague-Dawley jantan, umur 8-12 minggu yang dibagi dalam 7 kelompok n=4 ekor/kelompok , terdiri dari kelompok kontrol normoksia, O2 atmosfir dan kelompok perlakuan hipoksia dalam sungkuphipoksia, 8 O2, masing-masing selama 6 jam, 1, 3, 5, 7 dan 14 hari . Parameter stres oksidatif akibat hipoksia jantung, dilakukan dengan pengukuran kadar malondialdehid MDA dan histopatologi dengan pewarnaan HE. Selain itu juga dilakukan pengukuran protein Apelin-13 dan BNP-45 menggunakan metoda ELISA dan pengukuran ekspresi relatif mRNA Apelin dan BNP-45 jantung, menggunakan real time RT-PCR kuantitatif dengan rumus Livak. Hasil penelitian: ekspresi relatif Apelin-13 di jantung menurun pada awal hipoksia dan kemudian meningkat mulai hari ke-3 sampai hari ke-14. Peningkatan kadar MDA yang signifikan terjadi sejak hipoksia 7 hari. Korelasi MDA terhadap peningkatan ekspresi relatif Apelin adalah kuat r=0.750 dan signifikan p=0.000 . Korelasi BNP-45 terhadap Apelin-13 adalah sangat kuat r=0.943 dan signifikan p=0.000 . Dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan MDA, peningkatan ekspresi relatif dan protein Apelin-13 dan peningkatan ekspresi relatif dan protein BNP-45 pada jaringan jantung mempunyai korelasi yang signifikan dan kuat, sesuai dengan peningkatan lamanya perlakuan hipoksia.

ABSTRACT
Background: Cardiac hypertrophy can result from pathological stress eg hypoxia as a response to ventricular wall stress and to maintain cardiac output. Chronic systemic hypoxia is a severe environmental stress. During cardiac stress certain peptides are release by the heart into the plasma, which help the heart to compensate the increased myocardial load. According to several authors, apelin levels are increased during cardiac dysfunction. Apelin is a preproprotein with 77 amino acids from adipokine, which contributes to maintaining cardiac performance at chronic stress loads. At the molecular level, the adaptation response is mediated by changes in gene expression. Objective: To analyze the expression pattern of Apelin-13 and BNP-45 on ventricular hypertrophy due to induction of chronic systemic hypoxia by measuring Apelin-13 and BNP-45 concentrations. The experimental study used 28 male Sprague-Dawley rats, 8-12 weeks old divided into 7 groups 4 per group , consisting of control group normoxia, atmospheric O2 and 4 hypoxia treatment groups, which underwent systemic hypoxia in hypoxic chamber containing 8 oxygen, respectively for 6 hours, 1, 3, 5, 7 and 14 days . The presence of oxidative stress due to cardiac hypoxia was determined by malondialdehyde MDA and cardiac structural alteration was examined by HE staining. Apelin-13 and BNP-45 proteins were determined using the ELISA method and the relative expression of cardiac Apelin and BNP-45 mRNA were determined using quantitative RT-PCR real time with Livak formula. Results: Relative expression of Apelin-13 in the heart decreased early in hypoxia and then increased from day 3 to day 14. Significant increases in MDA levels occurred after 7 days hypoxia. There was a strong and significant correlation between MDA levels and Apelin relative expression r = 0.750, p = 0.001 . Similar results were obtained for of BNP-45 and Apelin-13 r = 0.943, p = 0.001 . From the results, it can be concluded that during chronic systemic hypoxia there was an increase in oxidative stress, relative expression and Apelin-13 proteins and relative expression and BNP-45 protein of the rat cardiac tissue."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Dwi Jalma
"Peningkatan angka kejadian hipertensi di dunia telah menjadi ancaman kesehatan global. Latihan fisik metode HIIT dan MICT mampu menurunkan tekanan sistolik, diastolik dan tekanan rata-rata arteri. Tujuan penelitian kali ini ingin mengetahui perbedaan efek HIIT dan MICT terhadap kadar eNOS dan TGF-ß1,gambaran EKG dan ketebalan miokardium dengan menggunakan model tikus hipertensi yang diinduksi NOS Inhibitor. Hipertensi diinduksi dengan pemberian L-NAME 40 mg/kg/hari pada tikus jantan galur wistar melalui sonde pada kelompok B, C, dan D, selama lima minggu. Setiap minggu dilakukan pengukuran tekanan darah dan pengukuran berat badan. Intervensi latihan fisik HIIT dan MICT dilakukan lima hari dalam seminggu selama lima minggu. Kadar eNOS dan TGF- ß1 diuji menggunakan metode ELISA. Analisa EKG dilakukan dengan menghitung durasi interval QRSp. Analisis histologi dengan pewarnaan HE dilakukan untuk pengukuran tebal dinding jantung. Hasil penelitian menunjukkan terdapat peningkatan tekanan darah (p = 0.001) dari minggu ke minggu dan pemanjangan durasi QRSp (p = 0.000) pada kelompok yang diberikan induksi. Peningkatan tekanan darah pada kelompok yang diberikan latihan fisik lebih kecil dibandingkan kelompok tanpa latihan fisik. Ketebalan miokardium kelompok induksi lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol tanpa induksi. Pada penelitian ini, tidak ditemukan perbedaan tekanan darah, durasi QRSp, kadar eNOS, kadar TGF-ß1dan ketebalan dinding jantung, antara kelompok yang diberikan perlakuan HIIT dengan MICT. Dapat disimpulkan bahwa latihan fisik baik HIIT dan MICT dapat menekan peningkatan tekanan darah, namun tidak ditemukan perbedaan EKG, kadar eNOS dan TGF-ß1serta ketebalan miokardium, antara HIIT dan MICT pada tikus yang diinduksi dengan L-NAME.

The increasing incidence of hypertension in the world has become a global health threat. HIIT and MICT physical exercise methods can reduce systolic, diastolic, and mean arterial pressure. This study aimed to determine the differences in the effects of HIIT and MICT on eNOS and TGF-ß1 levels, ECG features, and myocardial thickness using a rat model of NOS inhibitor-induced hypertension. Hypertension was induced in Wistar male rats by administering L-NAME 40 mg/kg/day via probe for five weeks in the B, C, and D group. Every week blood pressure and body weight are measured. HIIT and MICT physical exercise interventions were carried out five days a week for five weeks. eNOS and TGF-ß1 levels were tested using the ELISA method. ECG analysis is carried out by calculating the duration of the QRSp interval. Histological analysis with HE staining was performed to measure heart wall thickness. The results showed that there was an increase in blood pressure (p=0.001) from week to week and a lengthening of QRSp duration (p=0.000) in the group given induction. The increase in blood pressure in the group given physical exercise was smaller than in the group without physical exercise. Myocardial thickness in the induction group was higher than in the control group without induction. In this study, there were no differences in blood pressure, QRSp duration, myocardial thickness, eNOS levels, or TGF-ß1 levels between the groups given HIIT and MICT treatment. It can be concluded that physical exercise, both HIIT and MICT, can reduce increases in blood pressure, but there are no differences in eNOS, and TGF-ß1 levels, ECG andmyocardial thickness, between HIIT and MICT in mice induced by L-NAME."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library