Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ernita Sari
Abstrak :
Vegetasi mempunyai beberapa syarat tumbuh yang harus dipenuhi untuk dapat hidup dengan optimal Faktor-faktor yang memungkinkan keberadaan suatu vegetasi di suatu wilayah adalah faktor edafis, fisiografis, klimatis dan biotis (Polunin, 1990). Perubahan vegetasi sejalan dengan pertambahan ketinggian dari permukaan laut (elevasi), namun masih banyak faktor-faktor iklim yang penting dalam lingkungan pegunungan, terrnasuk jumlah dan penyebaran curah hujan, cahaya dan singkapanlexposure lereng (Loveless, 1989). Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango sebagal wilayah penelitian tergolong sebagal Hutan Hujan Tropis Pegunungan (Loveless, 1989), yang memungkinkan terdapatnya variasi vegetasi hutan dalam zona sub montana, montana maupun sub alpin (Novinita, 1992). Permasalahan yang ingin diutarakan adalah bagaimana penyebaran vegetasi di Taman Nasional Gunung Gede-Pangrango, sehubungan dengan kondisi ketinggian, curah hujan serta penyinaran matahari pada musim hujan dan kernarau. Satuan analisis yang akan dipergunakan adalah lereng. Yang dimaksud dengan vegetasi adalah tumbuhan yang belum mendapat pengaruh, campur tangan, serta rekayasa manusia. Vegetasi yang akan diamati diklasiflkasikan mengacu pada Dansereau (1957) dalam Cohn (1969), dan Yamada 0977 yang kemudian diolah, yaitu : Vegetasi Al, lapisan pertama, tinggi Iebihlsama dengan 25 m, batang kayu keras, Vegetasi AZ lapisan kedua, tinggi kurang dari 25 m, pohon, batang kayu keras, tidak termasuk conifer, Vegetasi B, lapisan kedua, tinggi kurang dari 25 m, batang kayu keras, daun jarum/conifer, Vegetasi C, lapisan bawah, tinggi kurang dari 6 m, batang keras atau lunak, (semak herba, perdu, pakis, palma, bambu), Vegetasi D, lapisan bawah, tinggi kurang dari 6 m, menumpang pada tumbuhan lain (paku, epifit, liana), Vegetasi E, lapisan bawah, tinggi kurang dari I m, (rumputrumputan, alang-alang), Vegetasi F, lapisan bawah, tinggi kurang dari 0,1 m, (lumut, jamur). Vaniabel yang akan dilihat adalah ketinggian dan faktor klimatis, yaitu curah hujan serta penyinanan matahani pada musim hujan dan musim kemarau. Penyinaran matahani yang akan dilihat adalah rata-rata lama penyinaran matahari dalam 1 bulan. 100% berarti rata-rata tiap hari 8 jam. Untuk menjawab permasalahan pada penehitian mi dilakukan penampalan peta, dengan mengacu pada data-data yang diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika, Departemen Perhubungan, Direktorat Jenderal PHPA Taman Ui Nasional Gunung Gede-Pangrango, beberapa eneI itian -te dahu lu, serta diperkuat meIaui survey lapangan dengan metode sampel yang mewakUi setiap lereng. Hasil analisa akan disajikan secara diskriptif dengan bantuan peta, tabel serta diagram. Hasil yang diperoleh dari penelitian mi dapat diringkas menjadi: - Setiap vegetasi mempunyai region tersendini untuk ditempat, dan didominasi. Khusus vegetasi Al clan A2 mempunyai kesamaan, tenluas pada region ketinggian, curah hujan clan lama penyinaran matahari pada kedua musim yang sama, di setiap lereng. - Setiap vegetasi tidak selalu menempati dan mendominasi region setiap variabel yang sama pada lereng yang berbeda. - Keanekaragaman vegetasi adalah sebagal benikut: - Keanekaragaman vegetasi maksimal lereng utara, pada region montana (meliputi ketinggian 2.000 - 2.400 rn), yaitu vegetasi Al, A2, C, D, E, F, dengan curah hujan sedang pada kedua musim, serta lama penyinaran matahani sedang clan tinggi pada kedua musim. lereng timur, pada region montana (meliputi ketinggian 1.700 - 1.800 rn), yaltu vegetasi Al, A2, B, C, D, E, F, dengan curah hujan tinggi pada musim hujan, curah hujan sedang clan tinggi pada musim kemarau, serta lama penyinaran matahari rendah clan sedang pada musim hujan, Oan lama penyinaran matahari sedang pada musim kemarau. lereng s&atan, pada region sub montana (meliputi ketinggian 1.000 - 1.100 m), dan region montana (meliputi ketinggian 2.100 - 2.400 rn), yaitu vegetasi Al, A2, B, C, D, E, F, dengan curah hujan sedang clan tinggi pada musim hujan, curah hujan rendah clan tinggi pada musim kemarau, serta lama penyinaran matahani rendah clan sedang pada musim hujan, lama penyinaran matahari sedang clan tinggi pada musim kemarau. lereng barat, pada region montana (meliputi ketinggian 2.100 - 2.400 m), yaltu vegetasi Al, A2, B, C, D, E, F, dengan curah hujan sedang pada musim hujan clan curah hujan rendah clan sedang pada musim kemarau, serta lama penyinaran matahari rendah clan sedang pada kedua musim. - Keanekaragaman vegetasi minimal: lereng utara, pada region sub alpin (meliputi ketinggian 2.800 - 3.019 m), yaitu vegetasi C, E, F, dengan curah hujan sedang clan tinggi pada musim hujan, curah hujan rendah, sedang clan tinggi pada musim kemarau, serta lama penyinaran matahari rendah padá kedua musim. lereng timur, pada region montana (meliputi ketinggian 1.500 - 1.700 m), yaitu vegetasi A2, B, dengan curah hujan sedang clan tinggi pada kedua musim, serta lama penyinaran matahari rendah clan sedang pada musim hujan, lama penyinaran matahari sedang pada musim kemarau. lereng selatan, pada region sub alpin (meliputi ketinggian 3.000 - 3.019 m), yaitu vegetasi C, E, F, dengan curah hujan sedang clan tinggi pada musim hujan, curah hujan rendah dan tinggi pada musim kemarau, serta lama penyinaran matahari rendah pada kedua musim. lereng barat, pada region sub alpin (meliputi ketinggian 2.800 - 3.019 m), yaitu vegetasi C, E, F, dengan curah hujan sedang pada musim hujan, curah hujan rendah dan sedang pada musim kemarau, serta lama penyinaran matahari rendah pada kedua musim.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Faris Eryando
Abstrak :
ABSTRAK
Kemah merupakan sebutan bagi kawasan hunian sementara dengan naungan sederhana yang biasanya terbuat dari material tipis seperti terpal atau jenis membran lain. Naungan sederhana ini digunakan sebagai tempat perlindungan dari ancaman di area rekreasi. Berdasar kepada teori-teori mengenai pengalaman, ruang, dan, ineteraksi manusia dengan ruang, di skripsi ini saya menjabarkan pengalaman ruang saat pendakian gunung dan menganalisis makna ruang bagi manusia. Melalui tulisan ini saya juga mencoba meneliti kebutuhan manusia akan naungan berdasarkan kegiatan pendakian gunung.
ABSTRACT
Camp refers to an area filled with temporary dwellings made of thin materials such as membrane. Nowadays, these kinds of dwelling are used to protect men from threats on recreational area. Refering to theories about experience, space, and interaction between human and space, I look through space experiences in mountain hiking trip to find their influences to the meaning of space and place for men. This writing also observe how men fulfill their needs of shelter based on mountain hiking experience.
Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S61756
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akmal Hasan
Abstrak :
Taman Nasional Gunung Gede Pangrango merupakan salah satu bentuk upaya terhadap konservasi yang mempunyai fungsi dan peran penting sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan dan pelestarian keanekaragaman hayati beserta ekosistemnya, yang telah ditetapkan oleh Menteri Pertanian pada tanggal 6 Maret 1980. Dalam undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli dikelola dengan sisters zoning yang telah dideklarasikan pada The IV th World Congres on National Park and Protected Area di Caracas, Venezuela 1992. Penelitian dengan judul "Sebaran Wilayah Berpotensi Rawan Perambahan Di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango Dan Sekitarnya" bertujuan ingin mengkaji perubahan spatial terhadap kondisi wilayah yang telah ditentukan menurut hukum yang secara formal (legal) maupun yang terjadi saat ini berkembang. Adanya penetapan suatu daerah Taman Nasional sering menimbulkan konflik antara masyarakat sekitar dengan pihak pengelola, untuk mengurangi gangguan tersebut perlu adanya pengaturan yang memadai untuk kehidupan masyarakat serta pengetahuan tentang pentingnya kawasan hutan/ Taman Nasional sebagai penyangga kehidupan masyarakat sekitar. Sasaran yang ingin dicapai secara umum memberikan kerangka pendekatan yang dapat mengakomodasikan kepentingan sosial masyarakat disekitar bufferzone Taman nasional Gunung Gede Pangrango. Secara singkat perrmasalahan yang muncul dalam study ini adalah "bagaimana sebaran wilayah rawan rambah Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, baik menurut kebijakan Pemerintah maupun keberadaan (existing) penggesarannya?" selanjutnya, pertanyaan lainnya adalah "dimana wilayah yang berpotensl rawan rambah ?". Hasil penelitian menunjukkan bahwa diperoleh perubahan spatial penggunaan lahan yang secara fisik rawan rambah terdapat diwilayah bagian utara TNGGP pada Kabupaten Bogor khususnya di kecamatan Caringin, Megamendung dan Ciawi. Sedangkan Kabupaten Sukabumi adanya penambahan areal kawasan hutan khususnya di Kecamatan Cisaat. Kata Kunci : Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Kebijaksanaan Pemerintah, Konservasi, Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, Masyarakat, Rawan Perambahan, Penggunaan Lahan.
a Distribution Which is Potential to be Encroached in Gunung Gede Pangrango National Park and Its Surrounding.Gunung Gede-Pangrango National Park has been determined as a National Park by the Ministry of Agriculture in 1980. As a conservation area, the National Park has its function as a protection of livelihood buffer system and sustainability biodiversity including its ecosystem. According to law no. 5/1990 concerning Conservation of Natural Resources and Biodiversity with its ecosystem, it has been defined that as a nature reserve area which has natural and original ecosystem, the area should be managed by zoning system such as being declared by the IV th World Congress on National Park and Protected area in Caracas, Venezuela 1992. The Research on :"Area Distribution which is potential to be encroached in Gunung Gede Pangrango National Park and its surrounding:, has objective to analyze the spatial change of area condition which has been defined based on legal and formal law or based on situational condition. By declaring the area as a National Park, it has caused conflict between community surrounding the area and the management site. To minimize the conflict, it is needed a standard regulation for a community livelihood and a knowledge on how important is the forest area/National park as a buffer for livelihood of the community. The general objective is to give a framework of approach which could accommodate social communities' needs in the buffer zone of Gunung Gede-Pangrango National Park. In Brief, the problem rise on this study is about "How is the distribution pattern of the area potential to be encroached in Gunung Gede-Pangrango, either based on the Government policy or by the existing movement?" and the next question is : "Where is the area potentially being encroached?" Result of the study showed that there has a spatial change in using area that physically potential being encroached. The areas are located within the North Part of Gunung Gede-Pangrango National Park that is in Bogor District especially in Caringin Regency, Megamendung and Ciawi. The other location is in Sukahumi district, which is located in Cisaat Regency. Keywords: Gunung Gede-Pangrango National Park, Government Policy, Conservation, Biodiversity Natural Resources and Ecosystem, Community, Encroachment, Land Use.
2001
T2819
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Robin
Abstrak :
Lingkungan hidup, yang bertalian erat dengan kehidupan manusia pada saat ini menunjukkan berada dalam taraf yang cukup merisaukan. Pada saat kondisi lingkungan semakin kritis, semakin terganggu keseimbangannya sementara kebutuhan manusia semakin meningkat, menjadikan lingkungan hidup sebagai masalah. Masalah yang berkaitan dengan unsur manusia, hanya dapat ditanggulangi melalui pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan pengertian masyarakat, peserta didik, para pelaksana pembangunan serta para pengelola sumber daya alam dan lingkungan. Peranan manusia merupakan unsur utama dalam ekosistem, karena ia dapat dididik agar memiliki konsep mental dan perilaku yang bertanggung jawab dalam membangun lingkungan. Pendidikan memainkan peranan sebagai pembentuk dan penyebar nilai-nilai baru yang diperlukan untuk menghadapi tuntutan lingkungan. Usaha ini untuk mempertinggi martabat manusia dan mempertinggi mutu hidup manusia (Salim 1986). Isu tentang penurunan kualitas lingkungan telah menciptakan suatu kebutuhan yang mendesak dalam menggalakkan pendidikan lingkungan (environmental education) yang bertujuan untuk menimbulkan kesadaran terhadap lingkungan dan membekali peserta didik dengan pengetahuan dan pandangan-pandangan luas tentang manfaat lingkungan. Pendidikan lingkungan adalah usaha untuk mengembangkan atau membangun pengertian tentang konsep lingkungan dan meningkatkan kesadaran, sikap, motivasi dan komitmen-komitmen tentang lingkungan di antara para pendidik dan peserta didik juga antara guru dan murid (Soerjani 1991). Salah satu program pendidikan lingkungan yang telah dilaksanakan oleh Taman Nasional Gunung Gede Pangrango adalah Program Kemah Konservasi, yang bertujuan agar peserta didik yang terdiri dari siswa-siswi SLTP dan SMU mempunyai pengetahuan, sikap dan kesadaran yang tinggi tentang lingkungan. Pendekatan yang dilakukan oleh para pengelola kawasan konservasi adalah program pendidikan lingkungan yang edukatif namun sekaligus rekreatif dengan metode pengajaran langsung berdekatan dengan alam / lingkungan pada kawasan konservasi tersebut (resource based learning). Penelitian ini akan mengetahui sejauhmana hubungan Program Kemah Konservasi dengan pengetahuan dan sikap peserta tentang lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengetahui hubungan Program Kemah Konservasi dengan pengetahuan peserta tentang lingkungan; (2) untuk mengetahui hubungan Program Kemah Konservasi dengan sikap peserta tentang Iingkungan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk: (1) pengembangan ilmu lingkungan khususnya pendidikan lingkungan non-formal; (2) masukan bagi para pendidik, pengelola sekolah dan masyarakat akan manfaat kawasan konservasi bagi penelitian dan pendidikan, serta (3) masukan bagi pengambil keputusan baik Dephut maupun Depdiknas. Penelitian ini dilakukan di kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dengan mengambil keseluruhan jumlah populasi yang mengikuti Program Kemah Konservasi pada tahun 2002 (studi kasus). Jumlah peserta yang mengikuti program ini adalah sebanyak 30 orang yang terdiri atas siswa-siswi SMU yang berasal dari sekolah yang ada di sekitar kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, yaitu dari Cianjur, Sukabumi, dan Bogor. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dilaksanakan dengan metode ex post facto dengan desain prates dan pascates. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner, wawancara, dan observasi lapangan. Alat pengumpulan data berupa kuesioner ada dua yaitu: tes untuk mengukur pengetahuan peserta tentang lingkungan dan kuesioner sikap peserta terhadap lingkungan dalam bentuk skala Likert. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji t-tes untuk tes pengetahuan peserta tentang lingkungan dan setelah penskoran kuesioner sikap peserta terhadap lingkungan digunakan tabulasi yang selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Berdasarkan hasil penelitian, dari data responden terdapat 20 orang peserta siswa (66,67%) dan selebihnya (10 orang l33,33%) peserta siswi, adapun dari asal peserta 12 orang (40%) berasal dari Cianjur, dan selebihnya berasal dari Bogor dan Sukabumi masing-masing 9 orang (30%) peserta, sedangkan kegiatan ekstrakurikuler yang diikuti siswa terdapat 26 orang (86,67%) yang mengikuti kegiatan Pecinta Alam (PA) dan hanya 4 orang (13,33%) yang mengikuti selain Pecinta Alam. Hasil pre test pengetahuan didapatkan nilai rata-rata 5,867; standar deviasi = 1,137 dengan kisaran nilai 3-8, sedangkan hasil post test kisaran nilainya 5,2-8,8 dengan nilai rata-rata 6,947 (standar deviasi = 1,084) yang selanjutnya akan diolah dengan menggunakan Uji t (uji perbedaan dua rata-rata). Berdasarkan hasil tes sikap peserta tidak ada peserta yang mempunyai sikap sangat tidak setuju (sangat tidak sadar) dan tidak setuju (tidak sadar) terhadap lingkungan, adapun yang bersikap ragu-ragu dari hasil pra tes terdapat 3 orang (10%) dan basil pascates hanya 1 orang (3,33%); sebanyak 12 orang (40%) peserta yang bersikap cukup setuju (cukup sadar) pada pra tes sedangkan pada pasca tes terdapat 11 orang (36,67%), sedangkan yang bersikap sangat setuju (sangat sadar) sebanyak 15 orang (50%) pada pra tes dan pada hasil pasca tes terdapat 18 orang (60%). Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, maka dapat ditarik kesimpulan penelitian sebagai berikut: 1. Terdapat hubungan yang positif antara Program Kemah Konservasi dengan pengetahuan peserta tentang lingkungan (p < 0,05). 2. Terdapat hubungan yang nyata antara Program Kemah Konservasi dengan sikap peserta terhadap lingkungan. Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah: (1) perlunya penelitian lanjutan tentang perilaku peserta program kemah konservasi; (2) agar memperpanjang waktu pelaksanaan Program Kemah Konservasi.
Correlation between Conservation Camping Program with Knowledge and Attitude toward the Environment (Case Study on Gunung Gede Pangrango National Park)Nowadays the environment which has a close relation with the live hood of man has shown up to the level of restlessness. When the environmental condition reached the more critical stage, its balance consequently was more interrupted while the human's needs highly increased, so that the environment became a real problem. Problem dealing with human factor can only be overcome with education in order to improve society, learning participants, development executives, and natural and environmental resources administrators. The role of human is essential in ecosystem, since they can be educated to develop a responsible mental and behavioral concept in their environmental development. Education plays the role as the developer and the distributor of new value required to meet environment demand. This will improve the dignity and quality of human lives (Salim 1986). The issue of environment quality degradation has created an urgency to promote environmental education, which objective is to build environmental awareness and to provide learning participants with broader knowledge and insight on the benefit of environment. Environmental education is an effort to develop and to build understanding on environmental concept, and also to increase awareness, behavior, motivations and commitment toward the environment among all concerns, the trainers and trainees as well as teachers and students (Soerjani 1991). One of environmental education program accomplished in Gunung Gede Pangrango National Park is Conservation Camping Program. The activity aims at providing better knowledge, behavior, and awareness of learning participants, who consists of Junior and Senior High School students; about environment. The administrators of conservation areas approach the environmental education activity in such an educational and recreational way, while specifically exercise resource based learning method. The study will know how far correlation between Conservation Camping Program with knowledge and behavior of learning participants toward the environment. The objectives of this study are: (1) to know correlation between Conservation Camping Program with knowledge of learning participants; (2) to know correlation between Conservation Camping Program with behavior of learning participants. The results hopefully will be useful to: (1) develop environment science especially non-formal environmental education, (2) provide inputs for instructors, school management and society on the benefit of conservation areas for learning and research activities, and (3) provide inputs for policy makers either from Ministry of Forestry or Ministry of Education. The study takes place in Gunung Gede Pangrango National Park, and involves total population of Conservation Camping Program which is held in 2002 (case study). Total learning participants are 30 students, comprising High School students of regencies surrounding the Gunung Gede Pangrango National Park areas, of Cianjur, Bogor, and Sukabumi. This research is quantitative, and accomplished with ex post facto method using pre and post test. The data collection is performed with questionnaire, interviews, and field observation. There are two types of questionnaires performed: one type of questionnaire is to assess the participants' knowledge on environment, while the other one is a Likert scale type of questionnaire to measure the participants' behavior on environment. Data analysis methods employed are t-test examination, for questionnaire to assess the participants' knowledge and tabulation, which is employed to analyze the participants behavior questionnaire scores, before descriptive analysis performed. Based on the result, among 12 of respondents compromising 20 male participant students (66,67%) and 10 others of female students (33,3%), those are 12 participants (40%) came from Cianjur, while 9 others coming from Bogor and Sukabumi and representing 30% of the participants. Of those participants 26 (86,67%) are joining Outbound extracurricular activity and only 4 (13,33%) join other extracurricular activity. The knowledge pre-test obtained result average score of 5,867; (t 1,137) with 3-8 ranges, while post test score ranges from 5,2-8,8 with scores of 6,947 (t 1,084) will be further analyzed using t test (test to examine two averages). Based on the result of attitude test on participants, there is no student of least and less apprehension on environment, while 3 (10%) these participants are uncertain while the post test reveals only 1 (3,33%); in pre-test, 12 of those participants (40%) have a good apprehension, while in post, the result is only 11 (36,67%), and finally those who have the best apprehension in pre test is 15 (50%) while in post test there are 18 (60%). Based on the result, the study concludes: 1. There is positive correlation between Conservation Camping Program with learning participants knowledge on environment (p 0,05) 2. There is significant correlation between Conservation Camping Program with participants attitude on environment. The author's suggestion on this research are: (1) to arrange further research about behavior of participants of Conservation Camping Program; (2) to add period of Conservation Camping Program.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T 11053
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Much Taufik Tri Hermawan
Abstrak :
Research on usable of Gunung Gede Pangrango National Park and Botanical Garden to develop the conservation education has been carried out, but the available information due to the package of conservation education using both of conservation areas is stilt lacking. The aim of this study is to measure and compare conservation education packages, which have conducted at Gunung Gede Pangrango and Bogor Botanical Garden. The compiling information from this study will be useful as a contribution to develop the program of conservation education as well as to increase the management of conservation area. The comparative study was conducted in two conservation area, the Gunung Gede Pangrango (representative for in situ conservation), and Bogor Botanical Garden (for ex situ conservation), using a questionnaire method, document analyzing, field observation, and measure the progress of the institutional development using matrix of the Institutional Development Framework ( IDF ). Correspondence is the key-person from institutions who responsible in organizing the conservation education program. The conclusion of this study was that the Gunung Gede Pangrango National Park is more diverse in having potential interpretation material compare to that of Bogor Botanical Garden, especially the available concepts of ecology and conservation in species and ecosystem level. In comparison, the Bogor. Botanical Garden has relatively more facilities on species interpretation. The conservation education program at both areas has limit goal, only covered the awareness and knowledge, and not completed with the education evaluation, which measured the impact of education on conservation for the participants. Covering the goal of the education, usable of flagship species and education evaluation might develop the quality of the program at both areas. Both of the institutions have limit facilities and skill to develop the package of the conservation education program, therefore they need cooperation with other institution as a partner. The study also identified that the Partners have a good contribution on developing the package of the Conservation education program as well as provide human resources. Some partners have provided the technical and facilities for educating, however none of the four NGO's which cooperate with the two institutions (Gunung Gede Pangrango National Park and Bogor Botanical Garden) in sustainability stage at institutional; development continuum. It seem that their institutional development progress will influence the existing packages for educating conservation program, which prepared at Gunung Gede Pangrango National Park and Bogor Botanical Garden.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haswan Yunaz
Abstrak :
Sektor pariwisata merupakan salahsatu aspek pembangunan nasional yang dapat diandalkan dalam proses pertumbuhan ekonomi termasuk didalamnya wisata alam. Pengembangan wisata alam diharapkan mampu menggerakkan roda perekonomian suatu kawasan sekaligus dapat memberikan nilai tambah terhadap akselerasi pembangunan di wilayah sekitar lokasi wisata alam umumnya dan terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat pada khususnya. Namun demikian disamping dampak positif wisata alam juga dapat memberikan dampak negatif terhadap suatu kawasan konservasi yang dimanfaatkan sebagai daerah tujuan wisata seperti taman nasional Gunung Gede Panggrango (TNGP) yang terletak antara Bogor, Cianjur dan Sukabumi Jawa Barat. Pada prinsipnya pengembangan wisata alam disamping memberikan dampak ekonomis tidak boleh menimbulkan gangguan terhadap kondisi alarn itu sendiri seperti pencemaran, kerusakan lingkungan, gangguan terhadap ekosistem dan atau menghilangkan daya tarik dari kawasan konservasi dimaksud.

Masalah pokok yang dibahas dalam penelitian ini adalah sejauh mana dampak pengembangan wisata alam terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar taman nasional Gunung Gede Panggrango Jawa Barat. Terdapat dua aspek penting didalam melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat yang menjadi fokus penelitian ini yang pertama aspek peningkatan lapangan pekerjaan dan yang kedua aspek terhadap peningkatan pendapatan masyarakat.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T10270
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Imay M Alandana
Abstrak :
Pada kegiatan inventarisasi palem di Hutan Bodogol, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP) telah menemukan sebanyak 19 jenis palem yang terdiri atas sembilan marga. Kesembilan belas jenis tersebut adalah dua jenis Arenga, tiga jenis Calamus, dua jenis Caryota, lima jenis Daemonorops, satu jenis Korthalsia, satu jenis Nenga, dua jenis Pinanga, satu jenis Plectocomia dan dua jenis Salacca, dimana satu jenis salak masih belum dapat diidentifikasi. Kajian lebih lanjut diperlukan untuk mengetahui status taksonominya. Kunci identifikasi, sinopsis tiap jenis dan peta persebarannya di Hutan Bodogol disajikan dalam naskah ini. Adapun status konservasi disertakan dalam tiap jenis.
ABSTRAK
Palms inventory at Bodogol Forest, Mount Gede Pangrango National Park found 19 species of palms from nine genera. All those 19 species are two species of Arenga, three species of Calamus, two species of Caryota, five species of Daemonorops, one species of Korthalsia, one species of Nenga, two species of Pinanga, one species of Plectocomia and two species of Salacca. One species of Salacca is unidentified, further study is needed to clear up its taxonomy status. Identification key, synopsys of each species and its distribution at Bodogol forest are presented. Conservation status of each species presented.
Bogor: Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya-LIPI, 2015
580 BKR 18:2 (2015)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siagian, Reinhard
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk mengetahui struktur dan komposisi komunitas jenis tumbuhan bawah di areal Taman Nasional Gunung Gede Pangrango.° Penelitian dilakukan di tiga lokasi yaitu lereng bawah, lereng atas, dan punggung bukit.° Pengumpulan data dilakukan dari bulan April hingga September 1999.

Pencacahan flora menggunakan metode berpetak dengan 2 buah transek sepanjang 275 m. Pada setiap transek dibuat 25 petak berukuran lx1 m dengan jarak 10 m antar petak.

Hasil pencacahan tumbuhan bawah pada 150 petak lx1 m2 di tiga lokasi penelitian Gunung Masigit mencatat 43 jenis tumbuhan yang tergolong ke dalam 39 marga dan 35 suku, dengan jenis-jenis utama Dipteris conjugata, Blechnum finlaysonianum, Impatiens javensis, tlrena lobata, Reds sp, Elatostemma sp, Smilax zeylanica, Schima wallrchrr, Phaius sp, Vitis adnanta, Dendrochyllum sp, Cyperus sp.

Sebaran jenis tumbuhan bawah di lokasi penelitian, khususnya di Lereng Bawah dan Punggung Bukit, sangat heterogen. Penyebaran jenisjenis tertentu umumnya tidak terkait dengan sebaran jenis-jenis iainnya. Komunitas tumbuhan bawah di Lereng Bawah dan Lereng Atas dapat disebut sebagai komunitas Dipteris conjugate, sedangkan di Punggung Bukit disebut asosiasi D.conjugata-B.fnlaysonianum. Karakteristik tumbuhan bawah di lokasi penelitian menunjukkan bahwa komunitas tumbuhan di sana telah mengalami gangguan. Kadar air lapangan yang dimiliki jenis-jenis dominan seperti Dipteris conjugata dan Blechnum finlaysonianum, yang hanya sekitar 30 %, memiliki resiko.tjnggi terhadap bahaya kebakaran.
ABSTRACT
Composition and Structures Community Lowland Fires in Gunung Masigit and Preliminary Study of Natural Regeneration Forest Fire Gunung Masigit, G. Gede-Pangrango National ParkGunung Gede Pangrango National Park, is one of the Long-term Ecological Research Site in Indonesia. In the late 1997, the fires have burnt and destroyed nearly 300 ha forest in this park . Of nine location of hot spots recognized G.Masigit was the largest burnt area with the tot& of 250 ha . Undergrowth vegetation got the most severe impacts. Almost undergrowth vegetation in various location in study site were totally burnt. However, with in three months following burning new seedlings such as Omalanthus populneus, Macaranga tanarius , Trema orientalis appeared in the forest floor.°

Abdulhadi et al. (1999) reported that those species were found as the component of seed bank in a permanent plot of this forest. Thus, it is believed that those seedlings might be recruited from seed bank or seed rain.

The objective of the research is to find out the composition and structure of undergrowth forest a community after forest fire in Gunung Masigit, G. Gede-Pangrango National Park.

Data collection were carried out between April and September 1999 at three areas, i.e. upper slope, lower slope, ridge. Four transects of 275 m were established within each site; each two transects established in burnt and unburnt forest. A long the each 275 m transect 25 plots of l x1 m were established with the interval of 10 m.

A total of 43 species belong to 39 genera and 35 families were recorded within 150 plots of unburnt sites. The dominant species of the unburnt sites were Dipteris conjugata, Blechnum fnlaysonianum, Impatiens javensis, Urena lobalata, Pteris sp, Elatostemma sp, Smilax zeylanica, Schima wallichii, Phaius sp, Vitis adnanta, Dendrochy1/um sp, Cyperus sp.

Based on their important value indices (I V I) the plant communities in lower and upper slopes were called Dipteris conjugata community, while in ridge site was an association of D_conjugata and Blechnum fin/aysonianum. The composition of undergrowth forest community observed during this study clearly indicated that G. Masigit has experienced some kind of disturbance before the fire in the late 1997.

Field water capacities of the dominant plants of the undergrowth forest were about 30 %. It is believed that this condition makes the forest is under high risk of fires.

The species richness of born sites was higher than in unburnt sites due to occurrence of the secondary species such as Melastoma balatrichum and Omalanthus populneus, that were not found in the unburnt site. There were 38 species found on the ridge, as the richest site, followed by upper slope 33 species , and the lower slope 21 species. Based on the life form, the undergrowth species in burning area can be classified to 18 species of trees, 6 species of shrubs, 9 species of lianas, 15 species of herbs, and 5 species of ferns.

The undergrowth forest community in burnt sites was dominated by herbs and ferns indicated that the community was still in an early succession. The LVI of plant communities in burnt site showed that the lower slope was the association of Pteris sp-Flatostemma sp., the upper slope was a community of Cyperus sp, and the ridge was the association of Cyperus sp-Pteris sp.
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library