Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuliani Umar
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahaa peristiwa-peristiwa yang terjadi di bandar Somba Opu mulai awal abad XVII sampai runtuhnya kerajaan Gowa pada tahun 1667. Peranan bandar Somba Opu sebagai sumber penghasilan kerajaan Gowa, telah memberi andil yang besar bagi kerajaan Gowa, khususnya dalam bidang ekonomi. Sehingga berhasil memegang Supremasi dan Hegemoni atas kerajaan-kerajaan di Nusantara bagian Timur.

Keberhasilan bandar Somba Opu, tidak terlepas dari situasi perdagangan internasional yang saat itu mengalami pasang surut, baik di Selat Malaka maupun di Laut Jawa. Kedua, tempat tersebut lebih dahulu dikenal sebagai jalur perdagangan internasional sebelum hadirnya bandar Somba Opu sebagai pusat perdagangan, pada awal abad XVII.

Letak bandar Samba Opu yang strategis, tepat di jalur perdagangan antara Malaka dan Maluku, berhasil menempatkan bandar Somba Opu sebagai bandar transito dan pusat kegiatan pelayaran dan perdagangan. Sejak jatuhnya Malaka tahun 1511, para pedagang muslim terdiri dari pedagang Melayu, Jawa dan Sumatra berdatangan ke bandar Somba Opu, selain berdagang juga menyebarkan agama Islam.

Selain pedagang Malayu, juga pedagang dari Portugis, Belanda, Inggris, dan Denmark, memanfaatkan bandar Somba Opu sebagai bandar transito. Bangsa Portugis, merupakan pedagang asing yang banyak memberi keuntungan dalam perdagangan di bandar Somba Opu. Hal ini ditunjang oleh kebijaksanaan raja Gowa yang menjamin keamanan bagi semua pedagang, dan bandar Somba Opu terbuka bagi semua bangsa untuk melakukan kegiatan perdagangan, dengan syarat ikut menjaga keamanan dalam negri.

Dalam usaha mengembangkan kegiatan perdagangan, para bangsawan kerajaan Gowa, berperan aktif dalam perdagangan. Komoditi perdagangan didatangkan oleh pedagang Bugis-Makassar ke bandar Somba Opu untuk memenuhi kebutuhan bagi pedagang asing yang secara rutin datang ke bandar Somba Opu. Tersedianya berbagai komoditi perdagangan di bandar Samba Opu, sehingga bandar Somba Opu memperoleh banyak keuntungan dari pajak perdagangan yang dikenakan pada setiap pedagang yang melakukan transaksi dagang di bandar Samba Opu.

Keberhasilan bandar Somba Opu dalam jaringan ekonomi perdagangan, menjadi incaran bagi bangsa Belanda untuk menerapkan monopoli perdagangan. Situasi ini berlanjut, hingga perjanjian Bungaya tahun 1667, yang isinya sangat merugikan kerajaan Gowa. Dengan demikian kegiatan perdagangan di bandar Samba Opu mengalami kemunduran.
1990
S12644
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Farida
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah (1)Untuk mengetahui pandangan suku Makassar terhadap budaya siri' terkait dengan tindak kekerasan. Dan (2) Untuk mengetahui keberadaan budaya siri' dalam masyarakat adat Makassar di kabupaten Gowa. (3) Untuk mengetahui mekanisme penegakan hak masyarakat adat Makassar di Gowa. Penelitian ini mengambil lokasi pada suku Makassar di kabupaten Gowa, Dalam penelitian ini, penulis menggunakan observasi non partisipasi, karena penulis tidak ikut ambil bagian secara langsung di dalam perikehidupan atau situasi dari orang¬orang yang diobservasi. Wawancara dilakukan dengan beberapa tokoh masyarakat suku Makassar, pakar budaya dan juga beberapa masyarakat Makassar yang berada di kabupaten Gowa maupun masyarakat Makassar yang berada di luar kabupaten Gowa. Wawancara dilakukan secara langsung dengan menggunakan pedoman wawancara (wawancara tidak berstruktur). Hasil penelitian Berdasarkan analisis terhadap data primer dan data sekunder dapat dikemukakan bahwa: keberadaan kebudayaan siri' masyarakat adat Makassar di Kabupaten Gowa harus dipertahankan karena pada hakikatnya budaya siri' merupakan ajaran islam yang harus diamalkan dan orang-¬orang suku bangsa Makassar sangat takut kehilangan siri', karena siri' itu dianggap pemberian Tuhan yang hares dijaga. Dari hasil analisis terhadap penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut: (1)Bagi suku bangsa Makassar di kabupaten Gowa jika siri' dilanggar maka tindakan untuk menegakkan siri' tidaklah dipikirkan akibatnya. Sikap hidup masyarakat di kabupaten Gowa dilandasi dengan apa yang disebut siri' yang merupakan adat yang masih melembaga dan masih berpengaruh dalam kehidupan masyarakat adat di Gowa. (2) implementasi siri' yang berupa tindakan kekerasan bahkan sampai kepada pembunuhan dimaksudkan agar ada efek jera bagi orang yang membuat malu (appakasiri') agar tidak lagi melakukan perbuatan appakasiri' (mempermalukan). (3) telah terjadi pergeseran nilai dan makna siri' dimasyarakat adat Makassar disebabkan dua faktor yakni perubahan pengetahuan budaya (logika dan etika). Pewarisan nilai-¬nilai sejak kemerdekaan tidak memadai maka terjadilah kesimpang siuran dalam reaksi simbolik. Saran: (1) Pada dasarnya masyarakat adat diwadahi oleh suatu lembaga yang disebut lembaga dan masyarakat adat. Begitu besarnya kedudukan dan perannya lembaga adat pada setiap daerah seyogyanya diformalkan dan diatur secara khusus dalam Peraturan Daerah (Perda). (2) bagi pelaku tindakan kekerasan akibat siri' diberikan hukuman penjara ringan clan pengenaan hukuman penjara berat terhadap pelaku pelanggaran (3) perlu revitalisasi lembaga masyarakat adat melalui pemberdayaan masyarat adat, pelembagaan budaya siri' sejak dini kepada anak-anak baik melalui pendidikan formal maupun non formal membuat kearifan-kearifan lokal berdasarkan siri ' na pacce ' dengan berpedoman pada panadakkang.
ABSTRACT
The purpose of this research is (I) to know the view of Makasar Ethnic toward Siri' culture connecting with hardness action. (2). to know the position of Siri' culture in the community of Makasar tradition in Gowa district. (3). To know the maintenance mechanism of straightening of traditional community Makassar right in Gowa The research took place at Makassar ethnic in Gowa district, in the research, the writer used non participant observation, because the writer did not take part directly in the life or situation from the people observed. The interview has been done with some personage community of Makassar ethnics, the expert of culture and also several persons in Gowa district and the community outside of Gowa district. The interview has been done directly by using interview orientation (unstructural interview). The result of interview based on the analysis to primer data and secondary data can be told that the existence of siri culture community of Makassar custom in Gowa district must be maintained because in the reality siri culture is islamic teaching that must be done and the people of Makassar ethnic is very afraid lost of siri, because siri is considered as the present of the God that must be kept From the result of analysis to the research has been got some conclusion as like: (1). For Makassar ethnic in Gowa district if siri is collided so the action for building siri is not thought the cause. The behaviour of community in Gowa district based on whether is called siri that is the tradition still customary and still influence in the life of community ethnic in Gowa (2). The implementation of siri as like hardness actions even until to the killing is aimed in order to have an effect of cured for the people making shy (appakasiri) in order not to do the activity appakasiri (making shy). (3). it has been happened the friction assess and mean siri' socialized by custom of Makassar which has been caused by two factors namely change of cultural knowledge (logic and ethics). Values endowment since Independence Day is not adequate hence happen unclearness in symbolic reaction. Suggestion: (1) Basically socialize custom has been placed by an institute called institute and socialize custom. So the level of domiciling and its role institute custom in each formal area properly and arranged peculiarly in By Law of regional (Perda). (2) For action perpetrator hardness of siri effect was given a light imprisonment and the heavy imprisonment imposition to collision of siri perpetrator (3) need revitalization of institute of custom society through enable ness of society custom, cultural institute of siri' early on to good children through formal education and also non formal make local wisdom pursuant to siri' na pacce' by referring to panadakkang.
2007
T20776
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muh Shujahri Am
Abstrak :
ABSTRAK
Nama : Muh Shujahri AMProgram Studi : Ilmu PolitikJudul Tesis : Konflik Pemerintah Daerah dan Kelompok Adat; Studi Kasus Peraturan Penataan Lembaga Adat dan Kebudayaan Daerah LAD Kabupaten Gowa Tahun 2016Pembimbing : Dr. phil. Panji Anugrah Permana S.IP., M.Si Tesis ini membahas konflik politik antara pemerintah daerah Kabupaten Gowa yang diwakili oleh Bupati Adnan Yasin Limpo dengan keluarga Kerajaan Gowa oleh Andi Maddusila pasca ditetapkannya Perda Penataan Lembaga Adat dan Kebudayaan Daerah Kabupaten Gowa pada tahun 2016. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif.Penelitian ini menemukan bahwa konflik terjadi karena Perda LAD mempengaruhi jejaring kekuasaan kelompok kerajaan Gowa yakni perubahan akses properti pihak Kerajaan Gowa seperti istana Balla Lompoa dan lahan adat serta menciptakan perubahan jejaring struktur kerajaan dengan munculnya struktur lembaga adat baru. Penulis menyimpulkan Perda ini merupakan babak akhir dari konflik-konflik antara klan Limpo dan klan Andi Madusila. Lewat Perda LAD jejaring kekuasaan yang menjaga kekuatan Andi Maddusila selama kurun waktu tujuh belas tahun terputus. Dengan tidak adanya akses kekuasaan kerajaan di pihak Andi Maddusila maka sulit bagi kelompok Andi Maddusila untuk mengkonsolidasi kekuatan keluarga kerajaan Gowa. Kata Kunci:Konflik politik, elit politik lokal, Perda LAD, Kabupaten Gowa
ABSTRACT
Name Muh Shujahri AMStudy Program Ilmu PolitikTitle Konflik Pemerintah Daerah dan Kelompok Adat Studi Kasus Peraturan Penataan Lembaga Adat dan Kebudayaan Daerah LAD Kabupaten Gowa Tahun 2016Pembimbing Dr. phil. Panji Anugrah Permana S.IP., M.Si This thesis discusses the political conflict between Gowa district government represented by Gowa Regent Adnan Yasin Limpo with family of Gowa Kingdom by Andi Maddusila after the stipulation of Regional Regulation of Customary Institution and Culture of Gowa Regency in 2016.This research is qualitative research. This study finds the conflict that occurs because the LAD law affects the power network of Gowa royal groups like the changing of gowa royal kingdomg property access such as Balla Lompoa 39 s palace and customary land. Perda LAD also affects Andi Maddusila power organization by create new customary organization structures. The authors conclude that this is the final battle of the conflicts between the Limpo clan and the Andi Madusila clan. Through the LAD Regulation Andi Maddusila 39 s power network that keep his power for seventeen years lost. In the absence of power access on the part of Andi Maddusila it is difficult for the Andi Maddusila group to consolidate the power of the Gowa royal family. Key Word Political Conflict, local political elite, Perda LAD, Gowa Regency.
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yadi Mulyadi
Abstrak :
Disertasi ini merupakan penelitian arkeologi sejarah yang menerapkan kajian arkeologi kematian pada makam-makam Islam di Kerajaan Gowa dan Tallo dari abad XVII-XX, dengan pendekatan pasca prosesual. Adapun pertanyaan penelitian yang diajukan yaitu bagaimana ragam bentuk makam yang mengindikasikan pertarungan identitas serta keterkaitan identitas budaya dan politik pada makam-makam tersebut dengan relasi kuasa antara Kerajaan Gowa dan Tallo. Objek kajian berupa tinggalan budaya material yang terdiri dari makam-makam Islam yang tersebar di 35 situs kompleks yaitu 19 di wilayah Kerajaan Gowa dan 16 di wilayah Kerajaan Tallo. Pemilihan objek makam berdasarkan kajian desk study yang dipadukan dengan data lapangan. Metode pengumpulan data lapangan berupa survei dan observasi serta perekaman data termasuk pendokumentasian dan pendeskripsian terkait dengan atribut pada masing-masing makam. Wawancara dengan informan kunci dan narasumber ahli filologi dilakukan secara terbatas, terkait pembacaan inskripsi pada makam tertentu. Kerangka teoritis Dark (1995) menjadi acuan dalam pengolahan data yang diperkuat dengan paradigma pasca prosesual Hodder (1991) dan Pearson (1982, 1999). Teori identitas Hall (1992) dan Barker (2005) digunakan sebagai pisau analisis dalam interpretasi data, dipadukan dengan teori kuasa Foucault (1980, 1991) dan Li (2012) serta teori resistensi Scott (1990). Hasil penelitian memperlihatkan identitas budaya terkait dengan etnisitas yang terdapat di Kerajaan Gowa Tallo pada masa itu, yaitu etnis Bugis, Makassar, Melayu, Arab, Tionghoa, Mandar dan Jawa. Atribut ragam hias pada makam termasuk dalam hal ini inskripsi merupakan representasi identitas budaya yang menjadi representasi etnisitas tokoh yang dimakamkan. Secara lebih spesifik representasi identitas budaya Bugis lebih dominan ditemukan pada makam-makam di wilayah Kerajaan Tallo, yaitu bentuk gunungan yang menyerupai transformasi dari konsep motif hias kepala kerbau di rumah adat Bugis. Penanda lainnya yaitu motif hias geometris sulapa’ eppa’ atau belah ketupat dan motif hias floraistik belo-belo massulapa. Keragaman representasikan pada makam-makamnya yang lebih kaya motif. Hal ini berbeda dengan makam-makam di wilayah Kerajaan Gowa yang lebih sederhana dari sisi bentuk maupun motif hiasnya. Pada akhirnya identitas budaya Gowa Tallo terbentuk dari beragam proses interaksi budaya yang juga dipengaruhi adanya hegemoni dan resistensi antara kedua kerajaan tersebut. Identitas Gowa Tallo adalah sebuah identitas budaya sekaligus politik yang mengindikasikan pertarungan identitas dan relasi kuasa antara Kerajaan Gowa dan Tallo, dimana makam khususnya makam raja dan bangsawan menjadi representasi adanya resistensi dan pertarungan identitas antara ahli waris sebagai bagian dari upaya legitimasi kuasa dan hegemoni. ......This dissertation is a historical archeology research that applies the archaeological study of death on Islamic tombs in the Kingdom of Gowa and Tallo from the XVII-XX centuries, with a post-processual approach. The research question posed is how thevarious forms of tombs indicate the struggle of identity and the relationship between cultural and political identities in these tombs and the power relations between the Kingdom of Gowa and Tallo. The object of study is material cultural remains consisting of Islamic tombs spread over 35 complex sites, namely 19 in the Kingdom of Gowa and 16 in the territory of the Kingdom of Tallo. The selection of the object of the tomb is based on a desk study that is combined with field data. Field data collection methods in the form of surveys and observations as well as data recording including documentation and descriptions related to the attributes of each tomb. Interviews with key informants and philologists were conducted on a limited basis, regarding the reading of inscriptions on certain graves. Dark’s (1995)'s theoretical  framework becomes a reference in data processing which is strengthened by the post-processual paradigm of Hodder (1991) and Pearson (1982, 1999). The identity theory of Hall (1992) and Barker (2005) is used as an analytical tool in data interpretation, combined with the power theory of Foucault (1980, 1991) and Li (2012) and Scott's (1990) resistance theory. The results showed that cultural identity was related to ethnicity in the Gowa Tallo Kingdom at that time, namely Bugis, Makassar, Malay, Arabic, Chinese, Mandar, and Javanese ethnicities. The decorative attributes on the tomb, including in this case the inscription, are a representation of cultural identity which is a representation of the ethnicity of the buried figure. More specifically, the representation of Bugis cultural identity is more dominantly found in tombs in the Tallo Kingdom area, namely the form of a gunungan that resembles the transformation of the concept of a buffalo head decoration in a Bugis traditional house. Other markers are the geometric decorative motif of sulapa' eppa' or rhombus and the floral ornamental motif of belo-belo massulapa. The ethnic diversity in the territory of the Tallo Kingdom is directly represented in the tombs which are richer in motifs. This is different from the tombs in the Gowa Kingdom which is simpler in terms of shape and decorative motifs. In the end, the cultural identity of Gowa Tallo was formed from various processes of cultural interaction which were also influenced by the hegemony and resistance between the two kingdoms. The identity ofGowa Tallo is a cultural and political identity that indicates the struggle for identity and power relations between the Kingdom of Gowa and Tallo, where the tombs, especially the tombs of kings and nobles, represent resistance and identity struggles between heirs as part of efforts to legitimize power and hegemony.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2021
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ismarli Muis
Abstrak :
ABSTRAK
Siri adalah suatu konsep abstrak yang meliputi banyak aspek dalam kehidupan masyarakat Bugis dan Makassar. Di dalam siri? terdapat sejumlah nilai-nilai yang bisa disebut sebagai nilai-nilai utama suku Bugis dan Makassar. Dewasa ini, siri semakin sering dibicarakan baik melalui penulisan-penulisan karya ilmiah, penelitian-penelitian, maupun dalam seminar-seminar atau dibahas dalam surat kabar-surat kabar. Dari berbagai pembahasan tersebut, secara umum dapat disimpulkan bahwa siri pada masa sekarang cenderung dikonotasikan negatif oleh banyak orang. Siri hanya dilihat sebatas akibat-akibat yang ditimbulkannya, yang justru bersifat destruktif, misalnya menghilangkan nyawa orang yang melakukan kawin lari sebagai sanksi atas perbuatan mereka. Fenomena ini lah yang mendorong peneliti untuk mengangkat masalah siri tersebut.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat seberapa jauh nilai-nilai siri yang pada dasarnya bersifat motivasional dan menjadi nilai-nilai utama suku Bugis Makassar, masih bertahan dalam kehidupan masyarakat tersebut saat ini. Dasar pemikiran yang digunakan adalah bahwa setiap orang memiliki nilai-nilai pribadi, apabila siri dilihat sebagai nilai-nilai utama yang ada pada masyarakat Bugis Makassar, berarti individu-individu yang ada pada masyarakat tersebut seharusnya juga memiliki nilai-nilai pribadi yang mencerminkan siri . Dasar pemikiran tersebut membawa pada rumusan permasalahan di mana penelitian ini dilakukan untuk melihat makna siri dengan mengkaitkan antara nilai-nilai yang dikandung oleh siri menurut Marzuki (1995), Moein (1990), dan Rahim (1985) dengan nilai-nilai pribadi yang berlaku secara universal menurut Schwartz & Bilsky (1994), seberapa jauh kedua nilai-nilai tersebut masih saling berkaitan.

Penelitian dilakukan di tiga daerah, yaitu Kotamadya Ujung Pandang sebagai ibukota propinsi (mewakili daerah perkotaan), dan Kabupaten Gowa serta Kabupaten Sinjai (mewakili daerah pedesaan). Selain itu, juga dibandingkan antara generasi orangtua dan generasi anak untuk melihat seberapa jauh proses penanaman nilai-nilai siri tersebut pada diri masing-masing individu.

Dalam memperoleh data digunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara yang ditunjang observasi terhadap 16 orang responden. Hasil analisa menyimpulkan bahwa makna siri semakin menyempit ke arah kesusilaan, di mana siri lebih banyak dipahami sebagai suatu akibat atau konsekuensi terhadap pelanggaran adat istiadat. Hal ini mengindikasikan bahwa kedudukan siri sebagai nilai-nilai utama pada masyarakat suku Bugis dan Makassar mulai bergeser. Hasil lain yang ditemukan adalah hampir seluruh responden (terutama dari generasi anak) tidak menyetujui pemberian sanksi mati bagi pelaku siri?, karena hal tersebut bertentangan dengan ajaran agama. Terlihat bahwa nilai-nilai agama merupakan salah satu nilai utama yang berlaku bagi mayoritas penduduk Indonesia.
1998
S2603
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Pratiwi
Abstrak :
ABSTRAK
Skripsi ini membahas surat perjanjian berjudul Contract van Sumbawa yang dilakukan antara Kerajaan Sumbawa dan Kompeni Belanda tertanggal 12 Februari 1676 di Rotterdam, Makassar. Naskah tersimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia dan tercantum dalam katalog K.41 Makassar dengan nomor 375/6. Penelitian ini bertujuan menyajikan edisi teks dari Contract van Sumbawa serta menjelaskan hubungan antara Kerajaan Sumbawa, Kerajaan Makassar Gowa , dan Kompeni pada abad ke-17. Terdapat beberapa aspek yang dibahas dalam naskah, yaitu pemerintahan, sosial, perdagangan, militer, kelautan, kemanan dan hukum. Surat perjanjian ini merupakan salah satu usaha Kompeni untuk memperluas daerah kekuasaannya setelah menaklukan Kerajaan Gowa dengan ditandatanganinya Perjanjian Bongaya.
ABSTRAK
This thesis discusses a manuscript entitled Contract van Sumbawa which is contains an agreement between the Kingdom of Sumbawa and Vereenigde Oostindische Compagnie VOC dated February 12, 1676 in Rotterdam, Makassar. The manuscript is preserved in the National Archives of the Republic of Indonesia and listed in the catalog of K.41 Makassar with the number 375 6. This study aims to present a text edition of Contract van Sumbawa and explain the relationship between the Kingdom of Sumbawa, Gowa, and VOC in the 17th century. There are several aspects discussed in the text government, social, trade, military, security, maritime, and law. This contract is one of the VOC 39 s efforts to expand its territory after conquering the Kingdom of Gowa with the signing of the Bongaya Agreement.
2017
S68696
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suryadi
Abstrak :
This paper looks at an early nineteenth-century Malay letter from a land of exile, Ceylon (present Sri Lanka). The letter, written in Colombo, was dated 3 January 1807 and is in Leiden University Library MS Cod.Or.2241-I 25 [Klt 21/no.526]. It was written by Siti Hapipa, the widow of the exiled Sultan Fakhruddin Abdul Khair al-Mansur Baginda Usman Batara Tangkana Gowa, the 26th king of the Gowa Sultanate of South Sulawesi who reigned from 1753 until 1767. He was banished by the Dutch (Vereenigde Oost-Indische Compagnie, VOC) to Ceylon in 1767 on a charge of conspiracy with the British to oppose the VOC trading monopoly in eastern Indonesia. Although many studies of Malay letters exist, letters from the lands of exile like such as the one discussed in this article have received less scholarly attention. Also remarkable is that this is one of the rare eighteenth- and nineteenth-centuries Malay letters written by a female. Setting the scene with a historical sketch of the eighteenth and the early nineteenth century in colonial Ceylon and the Netherlands East Indies, this paper provides the transliteration of Siti Hapipa?s letter in Roman script, through which I then analyse the socio-economic and political aspects of the family of Sultan Fakhruddin in their exile in Colombo.
University of Indonesia, Faculty of Humanities, 2008
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Suryadi
Abstrak :
This paper looks at an early nineteenth-century Malay letter from a land of exile, Ceylon (present Sri Lanka). The letter, written in Colombo, was dated 3 January 1807 and is in Leiden University Library MS Cod.Or.2241-I 25 [Klt 21/no.526]. It was written by Siti Hapipa, the widow of the exiled Sultan Fakhruddin Abdul Khair al-Mansur Baginda Usman Batara Tangkana Gowa, the 26th king of the Gowa Sultanate of South Sulawesi who reigned from 1753 until 1767. He was banished by the Dutch (Vereenigde Oost-Indische Compagnie, VOC) to Ceylon in 1767 on a charge of conspiracy with the British to oppose the VOC trading monopoly in eastern Indonesia. Although many studies of Malay letters exist, letters from the lands of exile like such as the one discussed in this article have received less scholarly attention. Also remarkable is that this is one of the rare eighteenth- and nineteenth-centuries Malay letters written by a female. Setting the scene with a historical sketch of the eighteenth and the early nineteenth century in colonial Ceylon and the Netherlands East Indies, this paper provides the transliteration of Siti Hapipa?s letter in Roman script, through which I then analyse the socio-economic and political aspects of the family of Sultan Fakhruddin in their exile in Colombo.
University of Indonesia, Faculty of Humanities, 2008
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library