Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dwitiyanti
Abstrak :
Anredera cordifolia (Ten.) Steenis (binahong) merupakan salah satu bahan alam yang memiliki potensi dan digunakan untuk pengobatan tradisional. Efek farmakologi tanaman binahong dapat digunakan sebagai alternatif menurunkan kadar glukosa darah. Penelitian terdahulu melaporkan bahwa penggunaan bersama herbal dengan obat sintetik dapat menyebabkan terjadi perubahan pada farmakodinamika dan farmakokinetika obat sintetik. Informasi mengenai interaksi antara obat herbal dengan obat sintetik masih terbatas sehingga perlu diketahui efektivitas penggunaan kombinasi tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan adanya interaksi farmakodinamika dan farmakokinetika kombinasi ekstrak daun binahong dengan glibenklamid yang diberikan secara oral sebagai antidiabetes. Penelitian ini dilakukan secara ekperimental dan non ekperimental. Penelitian eksperimental dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah pengujian interaksi farmakodinamika untuk efek antidiabetes dengan metode pengukuran kadar glukosa secara enzimatik. Kadar glukosa darah diukur sebelum perlakuan, setelah induksi pakan tinggi lemak (sukrosa 20 %, lemak sapi 20 %, mentega 10% dan pakan standar 50 %) dan setelah pemberian sediaan uji. Pengambilan sampel darah digunakan untuk pengujian TTGO, profil asam amino dan profil asam lemak. Bagian kedua adalah pengujian interaksi farmakokinetika dengan mengambil darah tikus pada titik tertentu setelah pemberian ekstrak daun binahong dan obat glibenklamid. Konsentrasi glibenklamid diukur dengan menggunakan kromatografi cair kinerja ultra tinggi-tandem spektrometri massa (KCKUT-SM/SM), selanjutnya dihitung nilai AUC, Tmaks, Cmaks, T1/2 dan Ke. Penelitian non ekperimental dilakukan drug design untuk memprediksikan ikatan antara kandidat molekul obat glibenklamid dan vitexin (senyawa yang terdapat dalam ekstrak binahong) sebagai antidiabetes dengan protein target CYP3A4 secara in silico dengan menggunakan molecular docking serta memprediksi interaksi antarprotein. Hasil uji pada farmakodinamika diperoleh kadar glukosa darah pada kombinasi glibenklamid (4,5 mg/kgBB) dengan ekstrak daun binahong dosis 1 (17,5 mg/kgBB), dosis 2 (35 mg/kgBB) dan dosis 3 (70mg/kgBB) dapat menurunkan kadar glukosa darah kembali normal namun persentase penurunan kadar glukosa pada hari ke 21 terbesar terdapat pada kelompok kontrol positif. Pada pengujian tes toleransi glukosa kelompok kombinasi memperoleh nilai AUC sebanding dengan nilai AUC kelompok positif yang diberi glibenklamid. Hasil penelitian pada profil asam lemak dan profil asam amino menunjukkan kelompok kombinasi obat dengan ekstrak daun binahong mengalami penurunan asam lemak dan peningkatan asam amino. Hasil uji profil farmakokinetika glibenklamid berbeda antara pemberian tunggal dengan kombinasi ekstrak daun binahong. Pemberian glibenklamid (4,5 mg/kgBB) dengan ekstrak daun binahong (70mg/kgBB) dapat menurunkan AUC dan Cmaks serta memperpanjang Tmaks. Hasil energi bebas gibs (ΔG) pada molecular docking diperoleh nilai glibenklamid dan vitexin yang berikatan dengan reseptor CYP3A4 dengan score ChemPLP sebesar -4,4 kkal/mol, glibenclamid dengan reseptor -3,2 kkal/mol dan vitexin dengan reseptor yaitu -3,2 kkal/mol, dapat disimpulkan bahwa pemberian kombinasi glibenklamid (4,5 mg/kgBB) dengan ekstrak daun binahong dosis 1 (17,5 mg/kgBB), dosis 2 (35 mg/kgBB) dan dosis 3 (70mg/kgBB) secara oral dapat menurunkan kadar glukosa darah pada tikus yang diinduksi pakan tinggi lemak. Persentase penurunan kadar glukosa darah lebih tinggi pada kelompok yang hanya diberikan glibenklamid 4,5 mg/kgBB (kelompok positif), sementara pada kelompok pemberian tunggal (ekstrak binahong dosis 1,2 dan 3), mengalami penurunan kadar glukosa tetapi tidak lebih tinggi persentase penurunan kadar glukosa darah dibandingkan dengan kelompok kontrol positif. Pada uji farmakokinetika pemberian kombinasi glibenklamid (4,5 mg/kgBB) dengan ekstrak daun binahong (70 mg/kgBB) secara oral dapat menurunkan kadar obat glibenklamid dalam plasma tikus. ......Anredera cordifolia (Ten.) Steenis (binahong) is a natural ingredient with potential and is used in traditional medicine. The pharmacological effect of the binahong plant can be used as an alternative to lower blood glucose levels. Previous studies have reported that the concomitant use of herbs with synthetic drugs can cause changes in the pharmacodynamics and pharmacokinetics of synthetic drugs. Information regarding the interaction between herbal medicines and synthetic drugs is still limited, so it is necessary to know the effectiveness of using these combinations. This study aims to prove the pharmacodynamic and pharmacokinetic interactions of the combination of binahong leaf extract with glibenclamide administered orally as an anti-diabetic. This research was conducted experimentally and non-experimentally. Experimental research is divided into two parts. The first step is to test the pharmacodynamic interactions for the anti-diabetic effect using the enzymatic method of measuring glucose levels. Blood glucose level pressure was measured before treatment, after induction of a high-fat diet (20% sucrose, 20% beef fat, 10% butter, and 50% standard feed), and after administration of the test preparation. Blood sampling was used for testing OGTT, the amino acid profile, and the fatty acid profile. The second part is testing pharmacokinetic interactions by taking rat blood at a certain point after administration of binahong leaf extract and glibenclamide drug. The concentration of glibenclamide was measured using ultra-high performance liquid chromatography-tandem mass spectrometry (KCKUT-SM/SM), then the AUC, Tmax, Cmax, T1/2, and Ke values were calculated. Non-experimental research was conducted with drug design to predict the bond between candidate drug molecules glibenclamide and vitexin, one of the compounds contained in binahong extract as an anti-diabetic with CYP3A4 target protein in silico, by using molecular docking and predicting interactions between proteins. The results of the pharmacodynamic test obtained blood glucose levels in the combination of glibenclamide (4.5 mg/kg BW) with binahong leaf extract dose 1 (17.5 mg/kg BW), dose 2 (35 mg/kg BW), and dose 3 (70mg/kg BW) can reduce blood glucose levels back to normal, but the percentage of decrease in glucose levels on the 21st day is greatest in the positive control group. In the glucose tolerance test, the combined group obtained an AUC value comparable to the one in the positive group given glibenclamide. The study's results on the fatty acid profile and amino acid profile showed that the combination group of drugs with binahong leaf extract experienced a decrease in fatty acids and an increase in amino acids. The test results of the pharmacokinetic profile of glibenclamide were different between a single administration and a combination of binahong leaf extract. Giving glibenclamide (4.5mg/kg BW) with binahong leaf extract (70mg/kg BW) can reduce AUC and Cmax and prolong Tmax. The results of gibs free energy (ΔG) on molecular docking obtained the values of glibenclamide and vitexin, which bind to the CYP3A4 receptor with a ChemPLP score of -4.4 kcal/mol, glibenclamide with a receptor -3.2 kcal/mol and vitexin with a receptor of-3,2 kcal/mol. Conclusion The results of this study show that the administration of a combination of glibenclamide (4.5 mg/kg BW) with binahong leaf extract dose 1 (17.5 mg/kg BW), dose 2 (35 mg/kg BW) and dose 3 (70mg/kg BW) orally can lower blood glucose levels in rats induced by a high-fat diet, but the percentage reduction in blood glucose levels was better in the group that was only given glibenclamide 4.5 mg/kgBW (positive group), while in the group that was only given binahong extract doses of 1,2 and 3 also experienced a decrease in glucose levels but the percentage decrease in glucose levels was not greater than the positive control group. In the pharmacokinetic test orally administering a combination of glibenclamide (4.5 mg/kg BW) with binahong leaf extract (70 mg/kg BW) can reduce glibenclamide drug levels in rat plasma.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Glibenklamid merupakan obat diabetes mellitus tipe 2 golongan sulfonilurea yang praktis tidak larut dalam air. Obat-obat yang mempunyai kelarutan kecil dalam air seringkali menunjukan ketersediaan hayati yang rendah dan kecepatan disolusi merupakan tahap penentu pada absorpsi obat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbandingan profil disolusi lima merek dagang tablet glibenklamid 5 mg yang diproduksi oleh PMA dan PMDN dengan menggunakan parameter faktor perbedaan (f1) dan faktor persamaan (f2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah glibenklamid yang terdisolusi setelah 2 jam dari tablet A 85,68%, tablet B 28,7%, tablet C 160,85%, tablet D 92,37% dan tablet pembanding 116,93%. Hasil perhitungan nilai f1 dan f2 menunjukkan bahwa profil disolusi tablet A, B, C, D berbeda dengan profil disolusi tablet pembanding, sedangkan profil disolusi tablet A kemiripan dengan profil disolusi tablet D.
Universitas Indonesia, 2006
S32389
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadya Nur Annisaa
Abstrak :
ABSTRAK
Metformin dan glibenklamid adalah salah satu terapi kombinasi diabetes mellitus DM tipe 2 yang umum digunakan dalam praktik klinis. Kombinasi agen antidiabetik lain dengan mekanisme aksi yang saling menguntungkan seperti metformin dan akarbose dapat dipertimbangkan penggunaannya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektivitas kombinasi metformin-glibenklamid dan metformin-akarbose pada total 37 pasien DM tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Kembangan. Nilai HbA1c pada kelompok pasien yang mengkonsumsi kombinasi metformin-glibenklamid n=20 dan kombinasi metformin-akarbose n=17 diukur pada minggu ke-0 dan minggu ke-12 untuk melihat rata-rata perubahan nilai HbA1c sebagai parameter efektivitas. Pengukuran HbA1c dilakukan dengan Afinion trade; AS100 Analyzer dengan prinsip kerja afinitas boronat. Uji beda rata-rata dalam kelompok menunjukkan kombinasi metformin-glibenklamid secara signifikan menurunkan nilai HbA1c dari 8,70 menjadi 7,86 p > 0,05 , sementara kombinasi metformin-akarbose secara signifikan menurunkan nilai HbA1c dari 8,45 menjadi 7,76 p < 0,05 . Hasil uji beda rata-rata menunjukkan tidak terdapat perbedaan rata-rata perubahan nilai HbA1c yang signifikan antar kelompok penelitian p > 0,05 , dengan kombinasi metformin-glibenklamid menghasilkan rata-rata penurunan HbA1c yang lebih besar dibandingkan kombinasi metformin-akarbose 0,84 vs 0,69 . Oleh karena itu, kombinasi metformin-glibenklamid memiliki efektivitas yang lebih baik daripada kombinasi metformin-akarbose dalam menurunkan nilai HbA1c pasien DM tipe 2.
ABSTRAK
Metformin and glibenclamide is one of the most used combination therapy of type 2 diabetes mellitus T2DM in clinical pratice. Combination of other antidiabetic agents with beneficial mechanisms of action such as metformin and acarbose may be considered to be used. This study aim to compare the effectiveness of metformin glibenclamide and metformin acarbose combination on total 37 patients in Kembangan rsquo s Community Health Center. HbA1c values of patients consuming metformin glibenclamide n 20 and metformin acarbose n 17 combination were measured on week 0 and week 12 to observed mean changes of HbA1c values as effectiveness 39 parameter. HbA1c values were measured by Afinion trade AS100 Analyzer with boronate affinity method. Within group differences showed that metformin glibenclamide combination unsignificantly reduced HbA1c from 8,70 to 7,86 p 0,05 , while metformin acarbose combination significantly reduced HbA1c from 8,45 to 7,76 p 0,05 . Result of mean different test between group showed an unsignificant difference p 0,05 , with metformin glibenclamide combination yield a greater mean reduction of HbA1c compare to metformin acarbose combination 0,84 vs 0,69 . In conclusion, metformin glibenclamide combination has superior effectiveness compare with metformin acarbose combination in reducing HbA1c values in T2DM patients.
2017
S69583
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Noviani Sugianto
Abstrak :
Jamu merupakan obat tradisional yang banyak digunakan oleh masyarakat dalam menangani masalah kesehatan. Jamu dinilai lebih aman dibandingkan obat modern karena efek samping jamu relatif sedikit. Namun, akhir-akhir ini ditemukan banyak kecurangan dalam pembuatan jamu dengan menambahkan bahan kimia obat ke dalam jamu. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No 007 tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional, dinyatakan bahwa obat tradisional tidak boleh mengandung bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang berkhasiat obat. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan analisis dan validasi metode analisis glibenklamid dan metformin hidroklorida pada jamu kencing manis secara KLT-densitometri. Metode yang digunakan adalah ekstraksi jamu dengan pelarut metanol kemudian dianalisis dengan KLT-Densitometri dengan menggunakan fase gerak metanol-aquades-asam asetat glasial 9:1:0,25 pada panjang gelombang 237 nm. Dari hasil validasi, didapat koefisien korelasi r kurva kalibrasi pada glibenklamid dan metformin hidroklorida berturut-turut 0,9998 dan 0,9981. Batas deteksi dan batas kuantitasi untuk glibenklamid dan metformin hidroklorida berturut-turut adalah 49,97 g/ml; 166,55 g/ml dan 74,75 g/ml; 249,25 g/ml. Metode ini juga memenuhi kriteria uji selektivitas, akurasi dan presisi. Dari tujuh sampel yang dianalisis, empat diantaranya positif mengandung glibenklamid dengan kadar sampel 1 = 4,9522 , sampel 2 = 4,1495 , sampel 3 = 4,2578 dan sampel 4 = 4,9412. ......Jamu is a traditional medicine used by most people for health treatment. The use of traditional medicine is considered safer than modern medicine because of its less side effects. However, there are recently found frauds on jamu production by adding chemical substances into jamu. According to regulation of Minister of Health Indonesia No. 007 in 2012 on Registry of Traditional Medicine, it is stated that traditional medicine must not contain chemical substances or active drug isolation products. This study aims to analyze and validate analytical method of glibenclamide and metformin hydrochloride in herbal diabetic products by TLC densitometry. Method applied was jamu extraction using methanol and followed by analysis using TLC densitometry with methanol aquades glacial acetic acid 9 1 0.25 as mobile phase at wavelength 237 nm. From results of validation, correlation coefficient for glibenclamide and metformin hydrochloride respectively are 0.9998 and 0.9981. Limit of detection and quantitation for glibenclamide and metformin hydrochloride respectively are 49.97 g ml 166.55 g ml and 74.75 g ml 249.25 g ml. This method also meets criteria of selectivity, accuracy, and precision. From seven samples tested, four were positive for glibenclamide with level of sample 1 4.9522 , sample 2 4.1495 , sample 3 4.2578 , and sample 4 4.9412.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68065
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafira Nurlaila Dewi
Abstrak :
Prevalensinya terus meningkat dari tahun ke tahun baik di negara maju juga tidak berkembang. Di Indonesia diperkirakan ada 12 juta orang berusia 15 tahun yang menderita diabetes mellitus pada tahun 2013. Pengobatan diabetes mellitus menggunakan ekstrak tumbuhan dilaporkan memiliki hasil yang baik cukup bagus. Salah satu tanaman yang memiliki efek antidiabetes adalah Annona muricata. Ekstrak daun Annona muricata ditemukan meningkat regenerasi sel beta pankreas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak etanol daun sirsak (EEDS) pada diameter pulau Langerhans, ekspresi insulin, dan kadar plasma glukagon-like peptide-1 (GLP-1) pada tikus diinduksi aloksan. Metode: Penelitian ini menggunakan desain eksperimental. Sampel yang digunakan adalah mencit Swiss Webster sebanyak 30 ekor jantan dengan umur 12-14 minggu dan berat badan 20-30 gram. Sampel dibagi dengan diacak menjadi 5 kelompok, diinduksi dengan aloksan, dan diberi perlakuan 14 hari. Kelompok terdiri dari: kontrol negatif, kontrol positif yang diberi perlakuan glibenklamid 0,65 mg/kgBB, pengobatan dengan EEDS 150 mg/kgBB (P1), 300 mg/kgBB (P2), dan 600 mg/kgBB (P3). Diameter pulau-pulau Langerhans dan Ekspresi insulin diukur dengan pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan hematoxylin-eosin (HE) dan imunohistokimia (CPI), sedangkan GLP-1. level plasma diukur dengan ELISA. Data yang berdistribusi normal dianalisis dengan uji ANOVA satu arah, diikuti oleh Tukey HSD post hoc. Data dengan distribusi. Kelainan dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis. Hasil: Analisis bivariat menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pemberian EEDS dengan diameter Pulau Langerhans (p = 0,001) tetapi perbedaannya tidak signifikan dengan ekspresi insulin (p = 0,539) dan kadar GLP-1 plasma (p = 0,122). Kesimpulan: EEDS yang diberikan dalam dosis 300 mg/kgBB paling efektif dalam memperbesar diameter pulau langerhans. Sebaliknya, ketiga dosis ekstrak tidak dapat meningkatkan ekspresi insulin dan kadar GLP-1 plasma. ......Its prevalence continues to increase from year to year both in developed countries also not growing. In Indonesia, it is estimated that there are 12 million people aged 15 years who suffer from diabetes mellitus in 2013. Treatment of diabetes mellitus using plant extracts is reported to have good results. One of the plants that have an antidiabetic effect is Annona muricata. Annona muricata leaf extract was found to increase pancreatic beta cell regeneration. This study aimed to determine the effect of soursop leaf ethanol extract (EEDS) on the diameter of the islets of Langerhans, insulin expression, and plasma levels of glucagon-like peptide-1 (GLP-1) in rats. alloxan induced. Methods: This study used an experimental design. The samples used were 30 male Swiss Webster mice, aged 12-14 weeks and weighing 20-30 grams. Samples were divided randomly into 5 groups, induced with alloxan, and treated for 14 days. The group consisted of: negative control, positive control that was given treatment glibenclamide 0.65 mg/kgBW, treatment with EEDS 150 mg/kgBW (P1), 300 mg/kgBW (P2), and 600 mg/kgBW (P3). The diameter of the islets of Langerhans and insulin expression were measured by histopathological examination with hematoxylin-eosin (HE) and immunohistochemical (CPI) staining, while GLP-1 . plasma levels were measured by ELISA. Data that were normally distributed were analyzed by one-way ANOVA test, followed by Tukey HSD post hoc. Data with a distribution that Abnormalities were analyzed by the Kruskal-Wallis test. Result: Bivariate analysis showed a significant difference between the administration of EEDS and the diameter of the Islets of Langerhans (p = 0.001) but the difference was not significant with insulin expression (p = 0.539) and plasma GLP-1 levels (p = 0.122). Conclusion: EEDS given in a dose of 300 mg/kgBW was most effective in increasing the diameter of the islets of Langerhans. In contrast, the three extract doses did not increase insulin expression and plasma GLP-1 levels.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elsa Feryani
Abstrak :
Cinnamon (Cinnamomum zeylanicum Nees), fenugreek seed (Trigonella foenum-graecum Linn), bitter melon (Momordica charantia Linn) were traditional herbal medicines that have been used empirically to cure diabetes mellitus and chromium (Cr) has a function in glucose metabolism so these component were combined in one herbal medicine formula called “FAD” to get an optimal therapeutic effect. This reasearch was carried out to prove the antidiabetic effect of “FAD”. The experiment was conducted with alloxan induced method using albino rats of Sprague Dawley 200 until 220 g weight, which were divided into six groups, every group consisted of ten rats. Alloxan induced method was used by giving alloxan 18 mg/ 200 g bw intravenously to five groups, while one group as a normal group. “FAD” was given by orally with dose variation 216,07 mg/200 g bw, 432,14 mg/200 g bw dan 864,28 mg/200 g bw. Glybenclamide was used as standard with dose 1,8 mg/200 g bw, whereas a normal group and an induced group were given by CMC solution (Carboxy Methyl Cellulosa) 0,5%. O-toluidin method was used to measure glucose blood level using spectrophotometer UV-Vis with wavelength 633 nm. The result showed that “FAD” with dose 216,07 mg/200 g bw, 432,14 mg/200 g bw and 864,28 mg/200 g bw could decrease glucose blood level. "FAD" herbal medicine with dose 432,14 mg/200 g bw has a 9 better effect in decreasing glucose blood level than 216,07 mg/200 g bw, 864,28 mg/200 g bw and also than glybenclamide 1,8 mg/ 200 g bw.
Kayu manis (Cinnamomum zeylanicum Nees), biji klabet (Trigonella foenum-graecum Linn), pare (Momordica charantia Linn) merupakan tanaman yang secara empiris digunakan untuk mengobati diabetes mellitus dan kromium (Cr) juga memiliki peranan dalam metabolisme glukosa sehingga bahan-bahan ini dikombinasikan dalam satu sediaan obat herbal untuk mencapai efek terapi yang optimal. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan khasiat antidiabetes obat herbal "FAD". Pengujian dilakukan dengan metode uji aloksan terhadap tikus putih jantan galur Sprague Dawley dengan berat 200 sampai 220 g yang dibagi dalam enam kelompok perlakuan, masing-masing kelompok berjumlah sepuluh ekor tikus. Lima kelompok perlakuan dibuat menjadi diabetes dengan memberikan aloksan 18 mg/ 200 g bb secara intravena, sedangkan satu kelompok perlakuan sebagai kontrol normal. Obat herbal “FAD” diberikan secara oral dengan variasi dosis 216,07 mg/200 g bb, 432,14 mg/200 g bb dan 864,28 mg/200 g bb. Sebagai standar pembanding digunakan glibenklamid dengan dosis 1,8 mg/200 g bb, sedangkan kelompok normal dan kelompok induksi diberikan larutan CMC (Carboxy Methyl Cellulosa) 0,5%. Metode o-toluidin digunakan dalam pengukuran kadar glukosa darah dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 633 nm. Hasil pengujian obat herbal "FAD" menunjukkan bahwa dosis 216,07 mg/200 g bb, 432,14 mg/200 g bb dan 864,28 mg/200 g 7 bb memberikan efek penurunan kadar glukosa darah. Obat herbal "FAD" dosis 432,14 mg/200 g bb memiliki efek yang lebih baik dalam penurunan kadar glukosa darah dibandingkan dengan dosis 216,07 mg/200 g bb, 864,28 mg/200 g bw maupun glibenklamid 1,8 mg/200 g bw.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2008
S32920
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Inggit Arti Sari
Abstrak :
Biji jinten hitam (Nigella sativa Linn) dan kelopak bunga rosella (Hibiscus sabdariffa Linn) telah digunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai obat tradisional yang dapat menurunkan kadar glukosa darah dalam tubuh. Penelitian ini dilakukan untuk menguji toksisitas akut serta untuk mengetahui efek penurunan kadar glukosa darah dari campuran kedua bahan alam tersebut yang dibuat dalam bentuk ekstrak. Uji toksisitas akut dilakukan terhadap 8 kelompok perlakuan yaitu 4 kelompok mencit jantan dan 4 kelompok mencit betina, masing-masing terdiri atas 6 ekor mencit. Dosis yang digunakan adalah campuran 2,5159 g ekstrak biji jinten hitam dan 2,4387 g ekstrak kelopak bunga rosella sebagai dosis 4. Untuk dosis 3, dosis 2 dan dosis 1 merupakan pengenceran 2 kali, 4 kali dan 8 kali dari dosis 4. Uji khasiat dilakukan menggunakan 6 kelompok perlakuan masing-masing terdiri atas 4 ekor tikus putih jantan. Induksi diabetes dilakukan dengan memberikan aloksan secara intravena dengan dosis 18 mg/200g bb kepada 5 kelompok sedangkan 1 kelompok tidak diinduksi sebagai kontrol normal. Dosis bahan uji yang digunakan adalah campuran dari 113,4 mg ekstrak biji jinten hitam dan 204,156 mg ekstrak kelopak bunga rosella sebagai dosis 1. Untuk dosis 2 dan dosis 3 merupakan kelipatan 2 kali dan 4 kali dari dosis 1. Sebagai pembanding digunakan glibenklamid 0,3% dan untuk kelompok normal serta kelompok normal perlakuan diberikan CMC 0,5%. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan dengan metode o-toluidin menggunakan spektrofotometer ultraviolet dan sinar tampak pada panjang gelombang 633 nm. Hasil pengujian menunjukkan bahwa campuran ekstrak biji jinten hitam dan ekstrak kelopak bunga rosella aman untuk dikonsumsi serta mampu menurunkan kadar glukosa darah dan dosis yang paling optimal dalam menurunkan kadar glukosa darah adalah dosis 2.
Black seed (Nigella sativa Linn) and calyx of roselle (Hibiscus sabdariffa Linn) has been used by people in Indonesia as traditional medicine which can be reduce the level of glucose blood on the body. This research has been carried out to measure of acute toxicity and for known the effect of glucose blood from the mixed of the natural material which made in extract. The experiment of acute toxicity was done on 8 different treatment consisted of 4 groups for male mice and 4 groups for female mice, which for each group consisted of 6 mice. The mixed doses was 2,5159 g black seed extract and 2,4387 g calyx roselle extract for dose 4. For dose 3, dose 2 and dose 1 was thinning 2 times, 4 times and 8 times from dose 4. The glucose blood test was made in 6 different treatment which was each group consisted of 4 male white rats. The induced of diabetic was done by given the alloxan which dose 18 mg/200 g bw intravenously for 5 different class while for the other one have not been induced for the normal control. The mixed doses was 113,4 mg black seed extract and 204,156 mg calyx roselle extract for dose 1. For dose 2 and dose 3 was the multiple 2 times and 4 times from dose 1. Glibenclamid 0,3% was respectively used as standart and CMC 0,5% was used as normal control and treatment control. Measurement of the glucose blood level that used o-toluidine methode was done by spectrophotometry UV-Vis at wavelength of maximum absorption 633 nm. The result of the research shows that the mixed of black seed extract and calyx roselle extract was secure to consumed and can reduce glucose blood level and then the optimal dose which can reduse the blood glucose was dose 2.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2008
S32922
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Diandra Andina Ratimanjari
Abstrak :
Penderita diabetes banyak mengkombinasi antidiabetes herbal dan sintetis untuk mendapatkan efek sinergis atau aditif tanpa menginformasikan terlebih dahulu kepada praktisi kesehatan, seperti penggunaan sambiloto dan glibenklamid. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh pemberian infusa herba sambiloto terhadap glibenklamid dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus putih jantan yang dibuat diabetes. Penelitian ini menggunakan 24 ekor tikus putih jantan Sparague-Dawley yang dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu kontrol normal dan kontrol diabetes diberi larutan CMC 0,5% 1 ml/200 g bb tikus, kontrol glibenklamid diberikan suspensi glibenklamid 0,9 mg/200 g bb tikus, kontrol sambiloto diberikan infusa herba sambiloto 50 mg/200 g bb tikus, dan 2 kelompok interaksi diberikan infusa herba sambiloto dengan 2 variasi dosis (50 mg dan 100 mg/200 g bb tikus) dan suspensi glibenklamid 0,9 mg/200 g bb tikus, masing - masing diberikan secara per oral. Semua kelompok diinduksi aloksan 32 mg/200 g bb tikus, kecuali kontrol normal. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan 2 jam dan 4 jam setelah pemberian dengan metode o-toluidin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa infusa herba sambiloto 100 mg/200 g bb tikus memberikan pengaruh signifikan terhadap glibenklamid dalam menurunkan kadar glukosa darah setelah satu minggu pemberian.
Many diabetics perform self-medication with antidiabetic herbs and synthetic drugs with the aim to obtain a synergistic or additive effects without informing their primary physician, such as the use of creat and glibenclamide. This research was carried out to know the impact of creat herb infusion on glibenclamide in lowering blood glucose levels on diabetic male albino rats. This study used 24 male Sparague-Dawley rats, which are divided into 6 groups, normal control and diabetic control were given 0,5% CMC solution 1 ml/200 g bw of rat, glibenclamide control were given glibenclamide suspension 0,9 mg/200 g bw of rat, creat control were given creat herb infusion 50 mg/200 g bw of rat, and 2 interaction groups were given creat herb infusion in 2 variant doses (50 and 100 mg/200 g bw of rat) and glibenclamide suspension 0,9 mg/200 g bw of rat, each of them were administrated orally. All of groups were induced with alloxan 32 mg/200 g bw of rat except normal control. Blood glucose was measured by o-toluidine method at 2 hours and 4 hours after administration. The result showed that the creat herb infusion at 100 mg/200 g bw gave significant impact on glibenclamide in lowering blood glucose levels a week after administration.
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S56
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library