Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yanti Diastiningsih
Abstrak :
Latar belakang: Data global, terdapat 2,2 milyar penduduk di seluruh dunia memiliki gangguan penglihatan jauh dan dekat. Setengah dari kasus atau sekitar 1 milyar memiliki gangguan penglihatan yang dapat dicegah atau belum ditangani, dan berpotensi kejadian low vision. Seorang dengan low vision berakibat kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari dan dapat mempengaruhi kualitas hidup seperti putus sekolah, dan kehilangan pekerjaan. Tujuan: Penelitian ini bertujuan mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian low vision di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Metode: Desain studi yang digunakan adalah desain studi potong lintang (cross sectional). Data yang digunakan adalah data sekunder berasal dari rekam medis. Sampel penelitian ini adalah 281 responden pasien kontrol rawat jalan Poli Anugerah IPKMT RSCM Kirana. Hasil: Proporsi kejadian low vision di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo adalah sebesar 16,8%. Adanya hubungan signifikan secara statistik dengan kejadian low vision pada faktor klinik yaitu katarak nilai-p=<0,001dan PR=6,03 (95%CI;2,21 – 16,5) dan retinopati diabetik dengan nilai-p=0,005 dan PR=3,20 (95%CI;1,69 – 6,06). Kesimpulan: Katarak dan retinopati diabetik memiliki hubungan secara signifikan dengan kejadian low vision. Meningkatkan pelayanan kesehatan mata dan deteksi dini diharapkan dapat mencegah gangguan penglihatan yang berakibat low vision. ......Background: Global data reported that 2.2 billion of worldwide population suffer from far and near vision impairment. Half of the cases, or approximately 1 billion people, exhibits the visual impairment which can be prevented but has not been addressed, leading to the occurrence of low vision. A person with a low vision would be susceptible to the risk of the difficulty in performing their daily activity and affects their quality of life such as school dropout and loosing their job. Objective: This study aims to determine the factors associated of low vision incidence in RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta. Method: This study performs a cross sectional study design, using secondary data obtained from medical records. As many as 281 respondents were collected from outpatient control in Poliklinik Anugerah IPKMT RSCM Kirana. Results: The propotion of low vision incidence in RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo was estimated 16.8%. There is a statistically significant relationship with the incidence of low vision between clinical factor, i.e. cataract with p-value=<0,001 and PR=6,03(95%CI;2,21 – 16,5) and diabetic retinopathy with p-value=0,005 and PR=3,20 (95%CI;1,69 – 6,06). Conclusion: Cataract and diabetic retinopathy were identified to have a significant relationship with the incidence of low vision. Improving eye health services and early detection is expected to prevent visual impairment which result in low vision
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Wijayanto
Abstrak :
ABSTRAK
Kebutaan yang diderita individu merupakan kendala yang sangat sulit dirasakan oleh para psikolog dalam proses assessment, terutama pada saat pemberian tes psikologis. Kesulitan di dalam melakukan tes ini disebabkan sedikitnya alat-alat psikologis yang dapat digunakan pada tuna netra. Alat-alat psikologis ini biasanya tidak dirancang untuk individu yang mempunyai cacat seperti hambatan dalam penglihatan. Penelitian ini berusaha melakukan modifikasi pada alat psikologis yaitu Hand Test (1962, 1983) menjadi alat tes psikologis yang dapat digunakan pada individu yang menderita kebutaan. Cara yang ditempuh adalah dengan mengubah stimulus Hand Test dari dua dimensi yang berbentuk gambar, menjadi tiga dimensi yaitu berbentuk patung. Diasumsikan bentuk tiga dimensi yang baru mempunyai nilai stimulus yang sama dengan bentuk dua dimensi. Dalam penelitian ini digunakan dua kelompok subyek, yaitu kelompok non tuna netra dan kelompok tuna netra.

Kelompok non tuna netra diberikan Hand Test (1962, 1983), sedangkan dengan kelompok tuna netra yang diberikan Hand Test 3D dan Rotter's Incomplete Sentences Blanks. Uji validitas dilakukan pada kelompok tuna netra dengan melihat korelasi antara 25 skor Hand Test dengan skor total Rotreris Incomplete Sentences Blank, serta melihat perbedaan beberapa skor Hand Test pada kedua kelompok. Uji reliabilitas dilakukan dengan jalan melakukan reliabilitas antar penilai dan konsistensi internal. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Hand Test 3D kurang memiliki validitas konstruk yang baik, tetapi mempunyai reliabilitas antar penilai dan konsistensi internal yang tergolong baik. Stimulus Hand Test 3D juga dinilai mempunyai nilai stimulus yang sama dengan Hand Test (1962, 1983).
1997
S2647
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fauzan Fadhil
Abstrak :
Museum digunakan sebagai ruang belajar dan cerminan kepribadian dari masyarakat tempat museum tersebut berada, sehingga museum diharuskan menjadi tempat seluruh lapisan masyarakat untuk mendapatkan informasi dan belajar. Namun penggunaan media pamer yang didominasi oleh media pamer dengan pendekatan penginderaan visual, menyebabkan penderita gangguan seperti low-vision mengalami kesulitan untuk mendapatkan informasi secara lengkap pada museum. Tulisan ini dibuat untuk mempelajari penerapan media pamer interaktif pada ruang museum serta pengaruh dari kualitas lingkungan interior dalam memengaruhi informasi yang diterima pengguna low-vision. Penerapan media pamer dan kualitas lingkungan interior pendukungnya untuk pengunjung dengan low-vision dikaji dengan metode kualitatif melalui observasi langsung pada studi kasus. Temuan yang didapatkan mengindikasikan minimnya media pamer interaktif yang dirancang untuk pengunjung dengan gangguan penglihatan seperti low-vision pada ruang museum. Sehingga proses penyampaian informasi untuk pengunjung dengan low-vision pada ruang museum dapat dilakukan. ......Museum is used as a learning space and reflection of the communities’ personality on where the museum is located, so that museum is required to be a place for all levels of society to obtain information and learn. However, the use of exhibition media is dominated by a visual sensing approach type that causes people with disorders such as low-vision to have difficulty getting complete information about the museum. This paper was created to study the application of interactive display media in museum spaces and the impact received from the quality of the interior environment in affecting the information received by low-vision users. The application of display media and the quality of the supporting interior environment for visitors with low-vision is studied qualitatively through direct observation of case studies. The findings indicate the lack of interactive exhibition media designed for visitors with visual impairments such as low-vision in museum spaces. So that the process of conveying information to visitor with low-vision in the museum space can be done.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Norlinda Octavia Muchtar
Abstrak :
Latar Belakang dan Tujuan Penelitian : Pemeriksaan kesehatan berkala tahun 2014, 2015, dan 2016 pada bagian preparation dan assembly lasting suatu pabrik sepatu menunjukkan kejadian gangguan penglihatan warna didapat. Penelusuran dilakukan untuk menemukan penyebab gangguan penglihatan warna didapat dengan kecurigaan diarahkan pada penggunaan pelarut organik, kebiasaan pemakaian alat pelindung diri, dan intensitas cahaya. Metode : Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol untuk 74 kasus dan 222 kontrol. Pemeriksaan Farnsworth D15 dilakukan sebagai standar diagnosis gangguan penglihatan warna didapat. Selanjutnya, dari pemeriksaan Farnsworth D15 akan didapatkan skor Colour Confusion Index CCI dan penentuan gangguan penglihatan warna secara kualitatif dilakukan melalui aplikasi www.torok.info. Pemeriksaan lingkungan yang dilakukan meliputi pengukuran intensitas cahaya, jarak antara lampu dengan pekerja, dan kadar pelarut organik yang terhirup yaitu Metil Etil Keton dan Benzene-Toluen-EtilBenzene-Xylene. Kuesioner disebar untuk mengetahui riwayat kerja, kesehatan, dan kebiasaan pemakaian alat pelindung diri. Hasil : 74 pekerja dari total 345 pekerja pada sub bagian preparation dan assembly lasting dinyatakan menderita gangguan penglihatan warna didapat. Kadar pelarut organik terhirup dan jarak lampu terbukti tidak memiliki hubungan bermakna dengan gangguan penglihatan warna didapat. Pemakaian masker selama bekerja, intensitas cahaya, dan masa kerja terbukti memiliki hubungan bermakna dengan gangguan penglihatan warna didapat. Kesimpulan : Prevalensi gangguan penglihatan warna didapat di bagian preparation dan assembly lasting pabrik sepatu ini adalah 21,44. Pemakaian masker selama bekerja merupakan faktor yang paling berpengaruh menyebabkan gangguan penglihatan warna didapat dengan OR 2,966 IK 95 = 1,409 ndash; 6,245 .
Background and Objective : Medical Check Up in 2014, 2015, and 2016 among shoe factory workers in preparation and assembly lasting division has shown acquired colour vision impairment cases. Identification is held to find the causes with several suspection such as organic solvent, application of personal protective equipment, and intensity of light. Methods : This study used a case control design for 74 cases and 222 control. Workers are tested by Farnsworth D15 as a golden standard to diagnose acquired colour vision impairment, then colour confusion index CCI score will be determined based from farnsworth D15 test and qualitative methods to distinguish acquired colour vision impairment is set by www.torok.info application. Enviromental measurement include light intensity measurement, the distance between light and worker, and the amount of organic solvent inhaled divided into Metil Ethyl Ketone measurement and Benzene Toluene EthylBenzene Xylene measurement. Quesioner is spread to get the information about history of work, health, and application of personel protective equipment. Results : 74 workers has acquired colour vision impairment among 345 workers that has been checked. The amount of organic solvent inhaled and the distance between light and worker do not show a significant association with acquired colour vision impairment. The application of safety mask, light intensity, and lenght of work show significant associaton with acquired colour vision impairment. Conclusions : Prevalence of acquired colour vision impairment in preparation and assembly lasting division of this shoe factory workers is 21,44 . Application of safety mask is the main factor that cause acquired colour vision impairment with OR 2,966 IK 95 1,409 ndash 6,245.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library