Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 1 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Devi Kartika Sari
Abstrak :
ABSTRAK
Kemiskinan merupakan suatu masalah yang perlu dicermati di setiap negara. Di Indonesia, jumlah penduduk miskin yang telah tunm beberapa tahun ini kembali mengalami peningkatan akibat berbagai macam krisis yang melanda Indonesia. Kehidupan golongan miskin yang buruk dapat dilihat dari lingkungan fisiknya, tempat tinggal, atau macam pekerjaannya. Umumnya mereka berpendidikan rendah dan hanya memiliki keterampilan yang terbatas sehingga menyulitkan mereka bekerja di sektor formal. Di perkotaan, penduduk miskin ini merupakan kelompok yang heterogen yang seringkali dipandang sebagai kelompok marjinal.

Berbagai pengalaman yang dirasakan selama hidup dalam kemiskinan diasumsikan sedikit banyak turut mempengaruhi/)5yc/7o/ogjca/ well-being (PWB) atau kesejahteraan psikologis mereka. Ross & Mirowsky (1989) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa status sosial ekonomi yang dimiliki individu berpengaruh terhadap psychological distress dan psychological well-being individu. Semakin rendah tingkat sosial ekonomi seseorang, maka kecenderungan tingkat distress-nya semakin tinggi, dan semakin rendah PWB individu tersebut. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa status sosial ekonomi yang rendah tidak hanya dapat meningkatkan akibat yang negatif, tapi juga menurunkan positive well-being individu (Ryff, 1996). Konsep PWB terbaru yang dikemukakan oleh RyfT dapat memperlihatkan bagaimana penilaian individu terhadap pencapaian potensi-potensi dlrinya pada saat ini, yang dipengaruhi oleh pengalaman hidup dan harapan-harapan individu. Sebagai suatu konsep, PWB terdiri dari enam dimensi, yakni dimensi penerimaan diri, otonomi, penguasaan lingkungan, pertumbuhan pribadi, tujuan hidup, dan dimensi hubungan positif dengan orang lain.

Menurut Lewis (1976), orang yang mengalami penderitaan ekonomi selama bertahun-tahun lamanya memiliki potensi mengalami apa yang disebutnya sebagai budaya kemiskinan, yang ditandai dengan sikap yang fatalistik dan aspirasi yang rendah. Beberapa teori mengenai kemiskinan mengemukakan sisi negatif dari sifat-sifat orang miskin, seperti yang dikemukakan Argyle (1991),dan pada teori yang menekankan nilai-nilai. Dalam teori-teori tersebut dijelaskan bahwa orang miskin cenderung malas, tidak tekun, bergantung pada orang lain, menutup diri, tidak mempunyai konsep mengenai hari esok, bersikap menerima nasib, memiliki kontrol internal yang rendah dan berbagai pola perilaku yang tidak sesuai atau dianggap buruk oleh golongan yang tidak miskin. Semua teoriteori di atas memperlihatkan sifat-sifat buruk dari golongan miskin yang dapat mempengaruhi dimensi-dimensi PWB.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini dibuat untuk memperoleh gambaran yang lebih utuh dan mendalam mengenai gambaran PWB pada salah satu kelompok miskin di perkotaan. Subyek penelitian ini adalah para pengemudi becak berusia dewasa muda yang telah menarik becak minimal satu tahun lamanya. Dipilihnya para pengemudi becak sebagai subyek penelitian karena umumnya mereka memiliki karakteristik seperti orang miskin lainnya. Selain itu, sejak awal keberadaannya hingga sekarang ini, pekeijaan menarik becak seringkali menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif, dengan pertimbangan bahwa pendekatan kualitatif dapat menggali secara lebih mendalam penghayatan PWB dari setiap individu. Subyek penelitian ini beijumlah lima orang. Pemilihan subyek dila^kan secara purposif melalui metode pengambilan subyek bola salju (snowball/ chain sampling). Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara mendalam (depth interview) ditambah dengan observasi terhadap subyek dan tempat dilakukannya wawancara.

Dari hasil wawancara terhadap kelima subyek, dapat disimpulkan bahwa kelima subyek memiliki gambaran PWB yang relatif baik. Secara berurutan, dapat dilihat dari gambaran dimensi hubungan positif dengan orang lain, penguasaan lingkungan, penerimaan diri, dan otonomi yang tampil cukup baik. Sedangkan dua dimensi lainnya, yakni dimensi tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi tampil dengan kualitas yang kurang memuaskan. Secara umum dapat dikatakan bahwa status pekeijaan yang rendah (sebagai tukang becak) atau tingkat sosial ekonomi rendah temyata berperan cukup besar pada pertumbuhan pribadi dan tujuan hidup. Sedangkan dimensi hubungan interpersonal tampaknya tidak terlalu berkaitan dengan status pekeijaan yang rendah atau dengan tingkat sosial ekonomi subyek yang rendah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan kelimanya, diduga ada beberapa faktor yang berkaitan dengan PWB mereka. Diantaranya adalah dukungan sosial, beberapa variabel demografis, mekanisme perbandingan sosial dan pemusatan psikologis, sistem nilai budaya Jawa/ sikap mental sebagian besar masyarakat Indonesia, serta faktor kepribadian yang semuanya tampak cukup berperan mempengaruhi pembentukan dimensi-dimensi PWB kelima subyek.
1999
S2772
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library