Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 26 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizky Akbar Idris
Abstrak :
Desentralisasi adalah penyerahan kekuasaan dari pemerintah pusat kepada daerah sehingga daerah memiliki kewenangannya sendiri untuk melaksanakan pemerintahan. Salah satu tolak ukur dalam penilaian sistem desentralisasi adalah dari segi keuangan daerah. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara menentukan bahwa bagi daerah kekuasaan pengelolaan keuangan negara diserahkan kepada kepala daerah untuk mengelola keuangan daerahnya sendiri. Penyerahan kekuasaan pengelolaan keuangan kepada kepala daerah dapat dimaknai sebagai bentuk kemandirian keuangan daerah karena terpisah pengelolaannya dari keuangan pemerintah pusat. Hal tersebut menunjukkan daerah layaknya suatu badan hukum yang didirikan oleh negara, sehingga memiliki hak dan kewajiban yang terpisah dari hak dan kewajiban negara. Untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban yang dimilikinya, daerah memiliki sumber-sumber pendanaan yang terdiri dari pendapatan asli daerah, pendapatan transfer, dan pendapatan daerah lain yang sah. Meskipun terdapat berbagai sumber pendanaan tersebut, masih terdapat celah fiskal sehingga daerah masih membutuhkan dana dari sumber lain seperti pinjaman yang mengakibatkan daerah memiliki kewajiban utang. Dalam melaksanakan pemerintahan, terdapat berbagai macam risiko yang dapat menyulitkan kondisi keuangan daerah. Kesulitan keuangan yang berlarut-larut akan mengakibatkan daerah gagal untuk memenuhi kewajibannya atau yang disebut dengan gagal bayar. Dalam menangani gagal bayar guna menjamin kelangsungan aktivitas pemerintahan daerah, diperlukan suatu mekanisme penanganan gagal bayar. Penelitian ini fokus kepada analisis mengenai pengelolaan keuangan daerah sebagai badan hukum publik serta mengenai penanganan gagal bayar daerah dalam pengaturan keuangan daerah di Indonesia. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan pendekatan undang-undang serta disusun secara deskriptif. Hasil penelitian ini menemukan status badan hukum daerah dapat ditemukan dalam pengelolaan keuangannya, terutama dalam aspek kekuasaan pengelolaan keuangan, sumber pendapatan, serta penganggaran. Kemudian, penelitian ini menemukan bahwa penanganan gagal bayar daerah dalam pengaturan keuangan daerah di Indonesia masih memiliki kekurangan karena tidak memberikan perlindungan hukum secara menyeluruh kepada para pihak yang terlibat. ......Decentralization is the transfer of power from the central government to regions so regions have their own authority to govern. The financial aspect is one of the indicators of decentralization. Law Number 17 of 2003 on State Finance stipulates that for regions, the authority to manage state finances is delegated to regional heads to manage their own respective region’s finances. The delegation of authority to manage their own finances is interpreted as the regional finance’s independence due to its distinction from the central government’s financial management. This shows that a region resembles a state-established legal person, thus separates its rights and obligations from the state’s. To conduct their obligations, regions have revenue sources that consists of original regional revenue, transfer revenue, and other legitimate regional revenue. Although those sources of funding exist, there are still fiscal gaps which requires regions to find funding from other sources, namely loans which results in debt obligation for regions. Regions face risks in governing which could cause distress to the region’s finances. Protracted financial distress could results in regions defaulting on their obligations. In dealing with default to ensure the continuity of regional government, a mechanism to manage default is requisite. This study primarily concerns on analyzing the financial management of regions as a public legal person and the default management for regions in Indonesian regional finance regulations. The methodology utilized in this study is juridical-normative with a statutory approach along with a descriptive structure. This study finds that region’s financial management, particularly in the areas of financial management authority, revenue resources, and budgeting, reflects their status as a public legal person. This study also discovered that the default management in Indonesian regional finance regulation still have shortcomings since it fails to provide adequate legal protection to the parties involved.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tumbur Halomoan
Abstrak :
Perkembangan industri keuangan di Indonesia cukup pesat dari tahun ke tahun, salah satunya adalah industri asuransi. Perkembangan industri asuransi perlu diikuti dengan pengaturan dan pengawasan yang ketat. Otoritas Jasa keuangan adalah lembaga yang memiliki kewenangan mengatur dan mengawasi industri asuransi. Dalam penelitian ini penulis akan membahas  mengenai pengawasan yang dilakukan oleh OJK terhadap pada asuransi, produk asuransi yang diizinkan oleh OJK dan  pertanggungjawaban Otoritas Jasa keuangan apabila gagal dalam melakukan pengawasan seperti yang terjadi dalam kasus Jiwasraya. Metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dan teori yang digunakan adalah teori pertanggungjawaban. Penulis menyimpulkan bahwa pengawasan Otoritas Jasa keuangan terhadap perusahaan asuransi perlu diperkuat. Oleh sebab itu diperlukan suatu dewan pengawas untuk memperkuat kinerja Otoritas Jasa Keuangan dalam mengatur dan mengawasi perusahaan asuransi. ......The development of the financial business sector in Indonesia has been emerging rapidly, that inlcudes the insurance industry. As the insurance industry keeps growing, it should be followed by strict regulation and supervision insurance industry. Otoritas Jasa Keuangan or the Financial Services Authority of Indonesia (OJK) is a government institution that promotes and organize a system of regulations and supervisions that is integrated into the overall activities in the insurance sector. The objective of this research is, supervision conducted by OJK in the insurance industry misleading of permit issue for insurance product by OJK and to identify the accountability of OJK for the failure supervising duty which is reflected in the Jiwasraya case. The methodology used in this research is normative juridical and theory used is accountability theory. The conclusion of this research is that OJK needs to strengthen their supervision duties by enhancing precautionary regulation measures to insurance companies. In order to achieve such manner, a board of independent supervisory needs to be present to improve OJK as a regulatory and supervisory government institution.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Rahmat Heriawan
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang kedudukan Kreditor dalam perjanjian interbank call money dimana perjanjian ini dilaksanakan melalui perdagangan surat berharga. Sumber dana melalui Interbank Call Money merupakan sumber dana paling cepat bagi bank. Mekanisme Call money ini sering digunakan oleh bank-bank yang sedang mengalami kekurangan likuiditas harian. Penerbitan Surat Berharga berupa Promes ini pada dasarnya adalah sebuah perikatan hutang piutang antara Debitor dan Kreditor, sehingga seharusnya Debitorlah yang bertanggungjawab sepenuhnya atas penerbitan Promes dimaksud, karena pada Debitorlah hutang asli atau pokok itu terletak. Namun, kedudukan Kreditor pemegang surat berharga lemah, karena penerbitan surat berharga tidak dijamin dengan asset Debitor. Hal ini berbeda dan fasilitas Pinjaman Likuiditas Jangka Pendek (PLJP) Bank Indonesia telah menerima informasi bahwa bank terlibat dalam masalah likuiditas jangka pendek, memiliki agunan yang cukup dan dilakukan penyelidikan lebih lanjut dari bank jika diperlukan. Kedudukan bank sebagai kreditor dalam perjanjian interbank call money adalah bersifat sebagai kreditor konkuren yang tidak mempunyai hak istimewa untuk melakukan eksekusi terhadap asset debitor jika dalam perjanjian interbank call money terjadi wanprestasi atau gagal bayar. Tesis ini menggunakan penelitian yuridis normatif karena menitikberatkan pada penelitian kepustakaan yang intinya meneliti asas dan teori hukum, sistematis hukum, dan sinkronisasi hukum dengan cara menganalisanya. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif analisis dan metode kualitatif. Selanjutnya, permasalahan yang dibahas dalam tesis ini adalah mengenai kedudukan bank sebagai kreditor dalam perjanjian interbank call money dan menjabarkan upaya yang harus dilaksanakan dalam memitigasi risiko gagal bayar pinjaman likuditas tersebut. ......This thesis discusses the position of Creditors in the interbank call money agreement where this agreement is implemented through securities trading. Source of funds through Interbank Call Money is the fastest source of funds for banks. Call money mechanism is often used by banks that are experiencing daily liquidity shortages. Issuance of Securities in the form of Promissory Notes is basically a debt agreement between the Debtor and Creditor, so that the Debtor should be fully responsible for the issuance of the Promissory note, because it is on the Debtor that the original or principal debt lies. However, the position of creditors holding securities is weak, because the issuance of securities is not guaranteed by the debtor's assets. This is different and Bank Indonesia's Short-Term Liquidity Loan (PLJP) facility has received information that the bank is involved in short-term liquidity problems, has sufficient collateral and is subject to further investigation from the bank if necessary. The position of the bank as a creditor in the interbank call money agreement is as a concurrent creditor who does not have the privilege to execute the debtor's assets if the interbank call money agreement is in default or default. This thesis uses normative juridical research because it focuses on library research which essentially examines legal principles and theories, legal systems, and legal synchronization by analyzing them. The data obtained were analyzed using descriptive analysis methods and qualitative methods. Furthermore, the problem discussed in this thesis is regarding the position of the bank as a creditor in the interbank call money agreement and describes the efforts that must be carried out in mitigating the risk of default on the liquidity loan.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marleen Devina
Abstrak :
Tesis ini membahas perlindungan hukum terhadap hak pemegang efek beragun aset dalam hal terjadi gagal bayar. Sumber pembayaran kembali efek beragun aset semata-mata berasal dari aset keuangan (misalnya tagihan) yang dialihkan oleh kreditur awal kepada manajer investasi untuk kepentingan pemegang efek beragun aset. Pengelolaan atas aset keuangan tersebut tidak dilakukan oleh manajer investasi, namun diserahkan kepada penyedia jasa, yang juga merupakan kreditur awal. Mekanisme seperti ini berpotensi menimbulkan penyedia jasa/ kreditur awal yang "nakal", misalnya kreditur awal dengan sengaja memasukkan kredit bermasalah dalam aset keuangan yang dialihkan kepada manajer investasi untuk kepentingan pemegang efek beragun aset. Risiko utama yang dihadapi pemegang efek beragun aset adalah gagal bayar. Oleh karena itu perlindungan terhadap hak pemegang efek beragun aset, terutama terhadap risiko gagal bayar, merupakan hal yang sangat penting. Dalam penelitian ini, penulis melakukan studi kasus atas Efek Beragun Aset Danareksa BTN 02 - KPR Kelas A Tahun 2011. Permasalahan yang timbul adalah apakah penerbitan Efek Beragun Aset Danareksa BTN 02 - KPR Kelas A Tahun 2011 sudah memberikan perlindungan hukum yang cukup terhadap Pemegang Efek Beragun Aset dalam hal terjadi gagal bayar dan bagaimanakah upaya hukum yang dapat ditempuh oleh Pemegang Efek Beragun Aset dalam hal terjadi gagal bayar. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, hasil penelitian disajikan secara utuh melalui metode deskriptif analitis. Selanjutnya dipaparkan mengenai syarat dan prosedur penerbitan efek beragun aset serta risiko-risiko efek beragun aset disusul dengan paparan mengenai tanggung jawab manajer investasi dan bank kustodian. Kemudian penulis melakukan analisis terhadap perlindungan hak Pemegang Efek Beragun Aset dalam hal terjadi gagal bayar pada Efek Beragun Aset Danareksa BTN 02 - KPR Kelas A Tahun 2011. Dari hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa perlindungan hukum terhadap hak Pemegang Efek Beragun Aset dalam hal terjadi gagal bayar masih ditemukan masalah dan kendala, terutama dalam hal eksekusi jaminan. ......This thesis focuses on the legal protection of the rights of holders of asset backed securities in the event of issuer's default. Repayment of asset backed securities is merely sourced from a financial asset (such as claims) transferred by the originator to the investment manager for the benefit of the holders of asset backed securities. However, the investment manager does not manage the financial asset itself but rather delegate other service provider, which is also the originator, to undertake its supposed role. In this situation, the service provider/originator may have a misuse to intentionally include non-performing loans in the list of financial asset transferred to the investment manager to which it creates a major risk of default for the benefit of the holder of asset back securities. In this regard, the protection of rights of the holders of asset back securities is necessary, particularly to ensure their rights and obligations in the event of issuer' defaults. In this research, the writer refers to a case study on asset backed securities within Danareksa BTN 02 - KPR Class-A Year 2011 with the objectives to find whether it has provided an adequate protection to the rights of the holder of asset back securities in the event of issuer's default and what kind of legal remedies is provided in such event. By using a judicial normative as the basis of researchmethod, this research is then presented in a comprehensive manner utilizing a descriptive-analytical method. Furthermore, it also seeks to cover selected areas of asset backed securities, such as terms and conditions for the procedural issuance, some possible risks of asset backed securities and a brief summary of the duties of investment manager and custodian bank. The writer then analyzes the legal protection of the Holders Of Asset Backed Securities in the event of issuer's default. From this research, the writer concludes that there are still major problem and challenge in the protection of the rights of asset backed securities' holders, particularly during the collateral execution.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T31856
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Ariq Pratama
Abstrak :
Pasar Modal di Indonesia sangat berkembang termasuk dengan instrumen-instrumen yang terdapat di dalamnya. Salah satu instrumen yang mengalami perkembangan adalah Reksa Dana. Reksa Dana dinilai lebih mudah untuk digunakan oleh calon investor yang masih awam akan penginvestasian. Terdapat beberapa produk yang terdapat pada Reksa Dana, salah satunya adalah Reksa Dana Terproteksi. Reksa Dana Terproteksi sendiri dinilai menjadi salah satu produk Reksa Dana yang paling aman dikarenakan dapat memberikan suatu proteksi terhadap nilai awal investasi yang dimasukkan oleh investor. Walaupun dinilai aman dan dapat memberikan proteksi kepada investor atau pemegang Unit Penyertaan, ternyata Reksa Dana Terproteksi memiliki beberapa risiko. Beberapa risiko yang dimiliki oleh Reksa Dana Terproteksi adalah risiko Nilai Aktiva Bersih yang berkurang jika investor menjual Reksa Dana Terproteksinya sebelum jatuh tempo, risiko Manajer Investasi yang tidak seratus persen menginvestasikan dana pada instrumen obligasi, dan risiko yang paling harus diantisipasi dan paling berbahaya yaitu risiko gagal bayar yang dilakukan oleh perusahaan penerbit obligasi yang dijadikan sebagai aset dasar dari Reksa Dana Terproteksi. Penulis menggunakan penelitian hukum dikarenakan landasan ilmu pengetahuannya adalah ilmu hukum. Metodologi yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif. Dalam penelitian yang dilakukan penulis, belum terdapat pengaturan yang khusus mengatur mengenai bagaimana mekanisme penyelesaian jika terdapat kondisi gagal bayar pada produk Reksa Dana Terproteksi. Akan tetapi penyelesaian gagal bayar dapat dilakukan dengan mekanisme penyelesaian gagal bayar pada obligasi dikarenakan aset dasar pada Reksa Dana Terproteksi adalah obligasi. Hal ini menimbulkan ketidakpastian perlindungan hukum bagi investor pada Reksa Dana Teproteksi. Oleh karena itu harus ada regulasi yang khusus mengatur mengenai mekanisme penyelesaian risiko pada Reksa Dana Terproteksi khususnya risiko gagal bayar. ......The capital market in Indonesia is very developed, including the instruments contained therein. One instrument that has developed is mutual funds. Mutual Funds are considered easier to use by potential investors who are new to investing. There are several products in Mutual Funds, one of which is Capital Protected Funds. Capital Protected Funds themselves are considered to be one of the safest Mutual Fund products because they can provide protection for the initial investment value entered by investors. Even though it is considered safe and can provide protection to investors or Participation Unit holders, it turns out that Capital Protected Funds have several risks. Some of the risks that are owned by Capital Protected Funds are the risk of reduced Net Asset Value if the investor sells the Capital Protected Funds before maturity, the risk of the Investment Manager not one hundred percent investing funds in bond instruments, and the risk that must be anticipated and the most dangerous, namely the risk of failure payments made by the bond issuer company which is used as the underlying asset of the Protected Mutual Fund. The author uses legal research because the basis of his knowledge is the science of law. The methodology used is a normative juridical approach. In the research conducted by the author, there are no specific regulations governing the settlement mechanism if there is a default condition on Protected Mutual Fund products. However, the settlement of default can be done with the mechanism of settlement of default on bonds because the basic asset in Capital Protected Funds is bonds. This raises the uncertainty of legal protection for investors in Capital Protected Funds. Therefore there must be regulations that specifically regulate the mechanism of risk settlement in Capital Protected Funds, especially the risk of default.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Feby Aditya Hadisukmana
Abstrak :
Upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara umum ialah melalui peningkatan ekonomi nasional, dimana salah satunya ialah pemanfaatan teknologi. Semakin pesatnya perkembangan teknologi, terutama teknologi pada sektor ekonomi memberikan dampak positif bagi suatu negara. Pemanfaatan teknologi pada sektor ekonomi pun membuka peluang bisnis terbarukan yaitu bisnis keuangan dengan mendirikan perusahaan finansial teknologi dengan berbagai macam layanan. Terutama layanan investasi dalam bentuk pinjam meminjam (Peer to Peer (P2P) Lending), yang mudah diakses oleh masyarakat secara umum. Masyarakat cenderung tidak peduli dengan perusahaan penyelenggara yang mana dirinya terikat, sehingga cukup banyak kasus masyarakat terikat pada perusahaan finansial teknologi ilegal, dimana dirinya tidak terdaftar dan berizin Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun tidak menutup kemungkinan perusahaan finansial teknologi yang terdaftar dan berizin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak memiliki masalah. Masalah yang sering terjadi oleh perusahaan finansial teknologi penyelenggara layanan pinjam meminjam ialah kondisi gagal bayar, sehingga akibat dari gagal bayar perusahaan penyelenggara berdampak pada timbulnya kerugian bagi investor (pemberi pinjaman) yang terikat pada perjanjian investasi atas proyek yang disediakan oleh perusahaan finansial teknologi penyelenggara layanan pinjam meminjam. Sehingga pertanggungjawaban atas perlindungan hak investor (pemberi pinjaman) dalam aktivitas investasi pada proyek yang diselenggarakan oleh perusahaan finansial teknologi layanan pinjam meminjam seringkali tidak terlaksana. ......An effort to improve the welfare of society in general are through improving the national economy, one of which is the use of technology. Rapid development of technology, especially technology in the economic sector, has a positive impact on a country. The use of technology in the economic sector also opens up renewable business opportunities, that is financial businesses by establishing financial technology companies which has many services options. Especially investment services in the form of lending and borrowing (Peer to Peer (P2P) Lending), which are easily accessible to public. Public tend not to care about the company to which they are bind, so that there are quite a lot of cases of people being binded to illegal financial technology companies, where they are not registered and licensed by the Otoritas Jasa Keuangan (OJK). However, it does not mean that financial technology companies registered and licensed by the Financial Services Authority will not have problems. The problem that often occurs by financial technology companies providing lending and borrowing services is failure to pay, so that the result of failure to pay by the providing company has an impact on the emergence of losses for investors (lenders) who are bound by investment agreements for projects provided by financial technology companies providing lending services. borrow. So that accountability for protecting the rights of investors (lenders) in investment activities in projects organized by financial technology companies lending and borrowing services is often not implemented.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Novita Sari
Abstrak :
ABSTRAK Tesis ini membahas mengenai pengaruh dari konsentrasi atau diversifikasi portofolio kredit terhadap return dan risiko bank yang telah go public di Indoneisa. Penelitian bersifat kuantitatif dengan menggunakan laporan keuangan dari tahun 2007 kuartal 1 sampai 2010 kuartal 4. Data yang digunakan diambil dari laporan keuangan yang terdapat Catatan atas Laporan Keuangan di dalamnya. Hasil regresi menunjukan bahwa konsentrasi portofolio kredit tidak memiliki pengaruh terhadap return bank. Hasil regresi menggunakan ukuran konsentrasi Shannon Entrophy menunjukan bahwa konsentrasi portofolio kredit berpengaruh positif terhadap risiko gagal bayar bank. Penelitian ini juga tidak menemukan perilaku U-shaped atas return dan konsentrasi portofolio kredit dengan menggunakan fungsi risiko.
ABSTRACT The aim of this study is to explore the effect of concentration of loan portfolio on bank returns and risks for bank that have gone public in Indoneisa. This study use financial statements from 1st quarter 2007 to 4th quarter 2010. The data for this study are taken from Notes to The Financial Statements. Regression results show that loan portfolio concentration has no effect on bank return. Regression results using Shannon Entrophy for concentration measure show that loan portfolio concentration has positive effect on default risk of bank. This study found there is no U-shaped behavior on return and loan portfolio concentration using risk function.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2012
T32173
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Laksamana Faishal Hafizh
Abstrak :
"ABSTRAK
" Keberadaan usaha kecil mikro menengah UMKM di Indonesia berkembang pesat hingga mencapai 57 juta usaha yang terdaftar oleh pemerintah. Angka tersebut akan terus meningkat seiring dengan ketersediaan akses finansial mikro bagi UMKM tersebut. Pemahaman karateristik pengusaha dalam membayar pinjaman tersebut diperlukan di Indonesia untuk memahami risiko gagal bayar default yang mungkin dilakukan oleh para peminjam tersebut. Dengan menggunakan metode penelitian berupa ekperimen lapangan pada 80 orang responden di Cianjur di dapatkan kesimpulan bahwa terdapat pengaruh pada preferensi risiko, kepercayaan, dan waktu dari tiap pengusaha kecil di Cianjur. Hasil studi menemukan ketiga karateristik tersebut memberikan dampak positif terhadap peminjam yang taat membayarkan cicilannya. "
" "ABSTRACT
" The existence of small medium enterprises SMEs in Indonesia growing rapidly and reaching up to 57 million SMEs and registered by the government. Those number could be increase due the availability of micro financial access for those SMEs. Understanding the behavior of the borrowers would be needed in Indonesia to understanding the risk of default caused by the borrowers. The methods that used for this research was doing some field experimental tests among delinquent and non delinquent borrowers with total of 80 number of observations. In the experiment, participants are going to be tested to measure the risk preference, trust preference, and time preference levels. Study reveals that both risk, trust, and time preference positivately affects individual characteristic towards loan repayment behavior.
2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priscillia Sudianto
Abstrak :
Digitalisasi memberikan dampak perkembangan di sektor perbankan yang kian lengkap dengan hadirnya financial technology (fintech). Dalam hal ini, layanan fintech lending memberikan kemudahan untuk mendapatkan pendanaan dengan persyaratan yang cepat dan fleksibel. Adapun, kerja sama antara perusahaan fintech lending dengan e-commerce dapat memberikan dampak positif bagi pemulihan perekonomian. Namun dalam praktiknya pelaksanaan fintech lendingdi Indonesia tidak terlepas dari peran regulasi dalam pemulihan perekonomian nasional. Dalam hal ini, pelaksanaan fintech lending di Indonesia disertai dengan perkembangan regulasi, yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi. Adapun, implementasi kerja sama antara perusahaan fintech lending dengan e-commerce dilaksanakan sebagai bentuk dorongan dalam pemulihan perekonomian nasional. Tulisan ini akan mengidentifikasi perkembangan regulasi terhadap pelaksanaan fintech lendingdalam pemulihan perekonomian nasional dan menganalisis implementasi kerja sama antara perusahaan fintech lendingdengan e-commerce dalam pemulihan perekonomian nasional dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Peran otoritas tentunya dibutuhkan untuk memberikan perlindungan serta pengawasan terhadap pelaksanaan fintech lending di Indonesia. Kewenangan tersebut dilakukan beberapa lembaga, seperti Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia. Hal ini ditunjukan dengan terbitnya berbagai regulasi dari otoritas berwenang untuk mengawasi pelaksanaan fintech lending di Indonesia. Pelaksanaan kerja sama antara perusahaan fintech lending dan e-commerce bertujuan untuk memberikan fasilitas pinjaman kepada para merchant yang telah terverifikasi di e-commerce untuk mengembangkan bisnisnya. Dalam hal ini, e-commerce melakukan kerja sama dengan perusahaan fintech lending yang telah terdaftar dan diawasi oleh otoritas berwenang sehingga pelaksanaan kerja sama tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Adapun, pelaksanaan kerja sama fintech lendingdan e-commerce harus didampingi dengan mitigasi risiko, khususnya risiko gagal bayar. Hal ini dapat diupayakan dengan adanya mitigasi risiko berupa asuransi kredit. Dalam hal ini, otoritas diharapkan dapat memberikan pengaturan terkait kasus gagal bayar Penerima Dana, khususnya mekanisme pencairan dana asuransi yang lebih komprehensif agar terciptanya kepastian hukum dan kejelasan perlindungan terhadap Pemberi Dana pada pelaksanaan fintech lending. ......Digitalization has impacted developments in the banking sector which are complete with the presence of financial technology (fintech). In this case, fintech lending services make it easy to get funding with fast and flexible requirements. Meanwhile, cooperation between fintech lending companies and e-commerce can positively impact economic recovery. However, in practice, implementing fintech lending in Indonesia is inseparable from the role of regulation in recovering the national economy. Regulatory developments accompany the development of fintech lending in Indonesia, namely the Financial Services Authority Regulation Number 10/POJK.05/2022 concerning Information Technology-Based Joint Funding Services. Meanwhile, implementing cooperation between fintech lending companies and e-commerce is a form of encouragement in recovering the national economy. This paper will identify regulatory developments on implementing fintech lending in the recovery of the national economy and analyze the implementation of cooperation between fintech lending companies and e-commerce in recovering the national economy using normative juridical research methods. The authorities' role is certainly needed to protect and supervise the implementation of fintech lending in Indonesia. In this case, this authority is carried out by several institutions, such as Bank Indonesia, the Financial Services Authority, and the Ministry of Communication and Information of the Republic of Indonesia. The authorities issue various regulations to oversee the implementation of fintech lending in Indonesia. The implementation of cooperation between fintech lending companies and e-commerce aims to provide loan facilities to merchants verified in e-commerce to develop their businesses. In this case, e-commerce cooperates with fintech lending companies that have been registered and supervised by the competent authorities so that applicable regulations can implement this cooperation. Meanwhile, implementing cooperation between fintech lending and e-commerce must be accompanied by risk mitigation, especially the risk of default. The risk of default can be pursued by risk mitigation in the form of credit insurance. In this case, the authorities are expected to be able to provide arrangements regarding cases of default on Recipients of Funds, in particular, a more comprehensive insurance fund disbursement mechanism in order to create legal certainty and clarity of protection for Fund Providers in the implementation of fintech lending.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmalia Falah Anwar
Abstrak :
Perusahaan Penjaminan Kredit adalah perusahaan jasa keuangan nonbank yang menyediakan jaminan terhadap risiko gagal bayar (default risk). Penyelenggaraan kegiatan usaha penjaminan di Indonesia diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 2/POJK.05/2017 tentang penyelenggaraan usaha penjaminan. Pada POJK No. 2/POJK.05/2017 pasal 21 tertulis bahwa lembaga penjamin wajib memiliki cadangan klaim dan cadangan umum. Sejauh ini perhitungan cadangan klaim pada perusahaan penjaminan telah diatur dalam POJK No. 2/POJK.05/2017 pasal 22 yang ditetapkan sebagai standar minimal nilai cadangan klaim perusahaan. Akan tetapi di dalam ilmu aktuaria, prediksi cadangan klaim biasanya dihitung menggunakan beberapa metode aktuaria seperti metode Chain Ladder (CL), metode Bornhuetter-Ferguson (BF), dan metode Benktander yang sering digunakan oleh perusahaan asuransi. Pada skripsi ini, dilakukan perbandingan prediksi cadangan klaim salah satu perusahaan penjaminan kredit di Indonesia dengan metode CL dan BF serta metode Benktander yang merupakan perbaikan dari metode CL dan BF. Hasil perhitungan yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan hasil perhitungan berdasarkan POJK No. 2/POJK.05/2017. Didapatkan bahwa hasil prediksi cadangan klaim menggunakan metode aktuaria lebih besar dari hasil cadangan klaim berdasarkan POJK. ......Credit Guarantee Company is a nonbank financial services company that provides guarantees for default risk. The implementation of guarantee business activities in Indonesia is regulated in the Financial Services Authority Regulation (POJK) No. 2/POJK.05/2017 about the implementation of the guarantee business. In POJK No. 2/POJK.05/2017 article 21 states that the guarantor institution is required to prepare claims reserves and general reserves. So far, the rules for calculating claims reserves at guarantee companies have been regulated in POJK No. 2/POJK.05/2017 article 22 which is set as the minimum standard for the company's claim reserve value. However, in actuarial science, the prediction of claim reserves is usually calculated using several actuarial methods, like the Chain Ladder method (CL), the Bornhuetter-Ferguson (BF) method, and Benktander method which are often used by insurance companies. The main focus in this writing is to calculate the prediction of the guarantee company's claim reserves with the CL and BF methods and also the Benktander method which is the improvement from CL and BF method. Then this calculation results will be compared with the results of calculations based on POJK No. 2/POJK.05/2017. It is found that the prediction results for claims reserves using the actuarial methods are more than the claims reserves based on POJK.
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>