Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shafira Aurelia
Abstrak :
Latar belakang: Anak dengan GPPH tidak hanya mempengaruhi dirinya sendiri, tetapi juga keluarganya. Kelelahan psikologis dan fisik dari orang tua dapat mendorong penggunaan pola asuh yang kurang diharapkan. Pola asuh yang kurang diharapkan dikatakan dapat memperburuk gejala GPPH dan mendorong terbentuknya gangguan psikiatrik lain. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan pola asuh dengan kondisi klinis pasien GPPH di RSCM. Metode:Penelitian ini merupakan studi cross-sectional pada 66 responden orang tua dari pasien anak dan remaja dengan GPPH. Penelitian dilakukan dengan kuesioner KPAA untuk menilai pola asuh, dan ACTRS untuk menilai kondisi klinis. Analisis data dilakukan dengan Fisher’s Exact Test dan uji korelasi Spearman. Hasil: Sebaran pola asuh yang ditemukan adalah pola asuh ciri C (pemberian kebebasan penuh dan minim campur tangan) sebesar 68,2%, ciri A (penuh pertimbangan) sebesar 16,7%, ciri D (tidak konsisten) sebesar 9,1%, dan ciri B (dominan dan banyak menuntut) sebesar 6,1%. Sebagian besar responden masuk dalam kelompok tidak GPPH (51,5%). Terdapat hubungan tidak signifikan antara pola asuh dengan kondisi klinis pasien anak dan remaja dengan GPPH di RSCM. Terdapat korelasi positif lemah yang bermakna secara statistik antara skor B dengan kondisi klinis pasien anak dan remaja dengan GPPH di RSCM. Skor A, skor C, dan raw score tidak memiliki korelasi bermakna secara statistik dengan kondisi klinis pasien anak dan remaja dengan GPPH Kesimpulan: Terdapat hubungan yang tidak signifikan antara pola asuh dengan kondisi klinis pasien anak dan remaja dengan GPPH di RSCM. Namun, terdapat korelasi positif lemah yang bermakna secara statistik antara skor B dengan kondisi klinis pasien anak dan remaja dengan GPPH di RSCM ......Introduction: ADHD in children does not only affect the children, but also their family. Psychological and physical stress experienced by parents may cause the use of inadequate parenting practices. Inadequate parenting practices could worsen child ADHD symptoms and the occurrence of secondary psychiatric disorder. This study was conducted to observe the association between parenting practices and clinical condition of children and adolescents with ADHD in RSCM Method: This is a cross-sectional study with 66 parents of ADHD children as respondents. KPAA is used to measure the parenting practices, whereas clinical condition is measured with ACTRS. Data analysis was conducted using Fisher’s Exact Test and Spearman correlation test. Result: Most of the patient have permissive parenting practices (68,2%), 16,7% have authoritative parenting practices, 9,1% have inconsistent parenting practices, and 6,1% have authoritarian parenting practices. Moreover, the majority of the patient are in the negative ADHD symptoms group (51,5%). There is no significant association between parenting practices and clinical condition of children and adolescents with ADHD in RSCM. There is a significant weak positive correlation between B score, that depict authoritarian parenting styles, and clinical condition of children and adolescents with ADHD in RSCM. There is no significant correlation between A score, C score, and raw score and clinical condition of children and adolescents with ADHD in RSCM. Conclusion: There is no significant association between parenting practices and clinical condition of children and adolescents with ADHD in RSCM. However, there is a significant weak positive correlation between B score, that depict authoritarian parenting styles, and clinical condition of children and adolescents with ADHD in RSCM.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Nurifah
Abstrak :
Sejak dahulu masalah perilaku pada anak telah menjadi topik bahasan yang menarik bagi masyarakat dan para ahii. Perilaku dengan gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas. pertama kali disebut sebagai "Fidgety Phill" yang dikemukakan oleh Heinrich Hoffman. Gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas (GPPH) atau attention defisit hyperactivity disorder (ADHD) merupakan suatu gangguan perilaku yang ditandai kesulitan memusatkan perhatian, perilaku yang impulsif, dan aktifitas berlebihan yang tidak sesuai dengan umurnya. Gangguan pemusatan perhatian hiperaktivitas merupakan kelainan psikiatrik.dan gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak. Prevalens GPPH berkisar antara 3%-5% pada anak usia sekolah. Insiden GPPH di Amerika Serikat dilaporkan bervariasi dari 2%-20% pada anak usia sekolah dan 3%-5% pada anak prapubertas. Prevalens GPPH di Indonesia sampai saat ini belum diketahui. Insiden GPPH lebih sexing dijumpai pada anak laki-laki daripada anak perempuan dengan perbandingan 3-5:1. Prestasi akademik terhadap mata pelajaran di sekolah terutama pada anak usia sekolah dasar merupakan hal yang sangat mempengaruhi akan keberhasilan dalam pendidikan dimasa depan. Prestasi akademik yang baik pada saat sekolah dasar akan menjadi landasan untuk dapat mencapai ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Anak yang mengalami' gangguan dalam memusatkan perhatian, impulsif dan hiperaktif akan berpengaruh terhadap kemampuannya dalam mengatasi pelajaran yang didapatkan di sekolah. Bila anak sulit un.tuk memusatkan perhatian maka akan terjadi hambatan dalam prestasi aliademik, terutama pada mats pelajaran yang membutuhkan konsentrasi. Hambatan ini apabila tak diatasi dengan tepat bisa menyebabkan kegagalan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Pada populasi umum proporsi anak yang mengalami kesulitan dalam kegiatan akademik berkisar antara 10% - 20%. Sedangkan pada anak GPPH proporsinya lebih besar, berkisar antara 30%-40%. Anak dengan GPPH mengalami kesulitan dalam belajar, terutama pada mata pelajaran membaca, menulis dan berhitung. Anak usia sekolah yang menderita GPPH akan berlanjut sampai masa remaja sekitar 30%-80% dan berlanjut sampai dewasa bila tidak ditanggulangi dengan baik sekitar 65%. Gejala yang menetap hingga masa remaja berhubungan dengan kemampuan di bidang akademik, perilaku dan masalah sosial. Pasien yang mengalami pengurangan gejala pada saat remaja akan mempunyai interaksi sosial dalam masyarakat sama dengan anak normal dan tidak melakukan penyalahgunaan obat, namun tidak sama dalam kemampuan akademik. Bila tidak dilakukan intervensi akan menimbulkan dampak yang tidak baik terhadap pasien itu sendiri, keluarga, sekolah dan masyarakat di sekitarnya. Masalah Penelitian Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, dapat dikemukakan masalah sebagai berikut: a. Bagaimana prestasi akademik anak GPPH pada usia sekolah ? b. Apakah prestasi akademik anak GPPH lebih rendah dibandingkan anak bukan GPPH pada usia sekolah?
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18023
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Lasmono
Abstrak :
Latar Belakang: Kemampuan empati dan sistemisasi sudah berkembang sejak masa kanak. Kedua kemampuan tersebut berkaitan dengan fungsi sosial serta pencapaian akademik pada anak, dapat dinilai menggunakan kuesioner Empathy Quotient (EQ) dan Systemizing Quotient (SQ). Dorongan untuk berempati dan sistemisasi selanjutnya dapat dijelaskan sebagai tipe otak, yang dibagi menjadi lima kelompok berdasarkan perbedaan antara nilai EQ dan SQ terstandarisasi dari orang tersebut. Salah satu gangguan psikiatrik yang banyak ditemui pada layanan kesehatan jiwa anak dan remaja adalah GPPH. Adanya GPPH dapat berdampak pada fungsi sosial dan akademis anak. Penelitian ini dibuat untuk mengetahui perbedaan tipe otak berdasarkan EQ dan SQ pada anak sekolah dasar (SD) dengan dan tanpa GPPH. Metode: Penelitian ini merupakan studi observasional dengan desain potong lintang. Sampel sebanyak 122 orang tua dan anak diambil dari Poli Jiwa Anak dan Remaja Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan dari sekolah dasar di Jakarta. Pengambilan data dilakukan melalui pengisian kuesioner Empathy and Systemizing Quotient for Children (EQ-/SQ-C) versi Bahasa Indonesia. Tipe otak dikelompokkan berdasarkan persentil dari nilai D, yaitu perbedaan antara EQ dan SQ terstandarisasi. Hasil: Tipe otak yang paling banyak ditemui pada anak tanpa GPPH adalah empathy (37,7%), sedangkan pada kelompok anak dengan GPPH adalah systemizing (39,34%). Dari hasil analisis, didapatkan perbedaan bermakna pada nilai D kedua kelompok (p=0,021). Studi ini juga mendapati perbedaan bermakna pada rerata EQ (p=0,000) dan rerata SQ (p=0,042) antara kedua kelompok. Simpulan: Terdapat kecenderungan tipe otak sistemisasi pada anak SD dengan GPPH, serta terdapat perbedaan bermakna pada rerata EQ dan SQ antara kedua kelompok. ......Background: Empathy and systemizing abilities have developed since childhood. These abilities are related to social and academic achievements in children, can be assessed by using the Empathy Quotient (EQ) and Systemizing Quotient (SQ) questionnaires. The drive to emphatize and systemize can further be described as brain type, which is divided into five groups based on the difference of the individual’s standardized EQ and SQ scores. One of psychiatric disorders commonly found in child and adolescent mental health services is ADHD. ADHD may have an impact on social and academic function in children. This study was conducted to determine the difference of brain type based on EQ and SQ in elementary school children with and without ADHD. Methods: This is an observational study with cross-sectional study design. Sample of 122 parents and children were included from Child and Adolescent Mental Health Outpatient Clinic in Cipto Mangunkusumo General Hospital, and elementary school in Jakarta. The data were taken using Empathy and Systemizing Quotient for Children (EQ-/SQ-C) questionnaire in Bahasa Indonesia. The brain types were classified according to percentile of D score, which is the difference between standardized EQ and SQ. Results: The most common brain type found in children without ADHD was empathy (37.7%), while in children with ADHD was systemizing (39.34%). From the analysis, there was significant difference in D score between both groups (p=0.021). Significant difference was also found in mean EQ score (p=0.000) and mean SQ score (p=0.042) between both groups. Conclusion: There was tendency toward systemizing brain types in elementary school children with ADHD. There were also significant differences in mean EQ and SQ score between both groups.
Depok: Fakultas Kedokteran Univesitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Randy Pongtiku
Abstrak :
ABSTRAK
Gangguan Pemusatan Perhatian Hiperaktivitas GPPH adalah suatu gangguan jiwa yang menyebabkan penderitanya terganggu dalam melaksanakan fungsi eksekutif dalam kehidupannya sehari-hari, seperti tugas yang melibatkan detail, karena mereka sangat sensitif terhadap distraksi sekecil apapun. Prevalensi kejadian GPPH paling tinggi terdapat pada anak, namun penelitian mutakhir menunjukkan tingginya juga kejadian GPPH pada orang dewasa. Di Indonesia, peraturan perundang-undangan yang relevan terhadap GPPH adalah UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, UU No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa, dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 330/MENKES/PER/II/2011 tentang Pedoman Deteksi Dini GPPH pada Anak serta Penanganannya. Berangkat dari hal tersebut, Penulis kemudian tertarik untuk membandingkan pengaturan dan implementasi dari pengaturan terkait GPPH di Indonesia dan Amerika Serikat, suatu negara di mana GPPH telah dikenal sejak lama. Bentuk dari penelitian yang dilakukan penulis adalah penelitian yuridis-normatif, dengan tipe penelitian deskriptif. Kesimpulan dari perbandingan ini adalah terdapat persamaan yaitu pengaturan dilakukan dalam bentuk yang sama yaitu undang-undang di Indonesia, dan Act yang merupakan ekuivalen dari undang-undang di Amerika Serikat. Adapun perbedaannya terletak pada fakta bahwa adanya tiga peraturan terkait GPPH tidak cukup untuk memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi penderita GPPH di Indonesia. Di sisi yang lain, perlindungan hukum terhadap penderita GPPH di Amerika Serikat berjalan dengan baik meskipun tidak terdapat peraturan yang secara khusus mengatur GPPH. Penulis menyarankan pemerintah melakukan inisiatif-insiatif dan kampanye lebih luas untuk membuat semua orang, terutama tenaga kesehatan Indonesia, lebih memahami GPPH dan dampak bagi kualitas hidup penderitanya jika tidak diatasi.
ABSTRACT
Attention Deficit Hyperactivity Disorder ADHD is a mental health disorder that causes disruption to a person rsquo s daily activities in carrying activities related to executive functions, such as detail oriented, mundane tasks, due to their sensitivity towards distractions. ADHD mostly occurs in children, however latest research also suggests a high prevalence in adult. In Indonesia, laws and regulations relevant to ADHD are Law No. 36 2009 on Health, Law No. 18 2015 on Mental Health and Regulation of Minister of Health No. 330 MENKES PER II 2011 on Guidelines for Early Detection of ADHD in Children and Its Treament. Departing from that, the writer is then interested to compare the laws and regulations and the implementations of those instruments in Indonesia and in the United States US , a country where ADHD has been known and understood since a long time ago. This research is conducted under juridical normative, descriptive method. The writer then arrives at the conclusion that the numbers of legislation on ADHD in Indonesia do not necessarily correspond to adequate legal protections that persons with ADHD received. On the other hand, legal protections for persons with ADHD in the US is satisfactorily achieved despite the lack of formal regulations on ADHD. The writer advices that greater initiative and campaign has to be procured by the relevant government agencies in Indonesia, so that the public and specifically public health frontliners can be aware of ADHD as a mental health phenomenon and how it affects the daily functioning of the affected person if not treated.
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shaqina Said
Abstrak :
Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas (GPPH) adalah gangguan neuropsikiatri yang dapat terjadi pada anak-anak serta dapat memberikan beban dan hambatan dalam menjalankan fungsi sehari-hari. Komorbiditas psikiatrik pada GPPH dapat menambah morbiditas dan memperburuk prognosis dari GPPH. Perbaikan klinis GPPH berhubungan dengan kualitas hidup yang lebih baik, namun belum ada penelitian mengenai hubungan komorbiditas terhadap lama perbaikan klinis GPPH yang menggunakan alat ukur Abbreviated Conners Parent/Teacher Rating Scale (ACP/TRS), alat ukur yang digunakan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan komorbiditas gangguan jiwa terhadap lama perbaikan klinis GPPH dengan menggunakan ACP/TRS. Dengan menggunakaan metode cross-sectional, penelitian ini menggunakan rekam medis pasien GPPH yang datang ke RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM) dalam periode 1 Januari 2014-1 Januari 2018 sehingga didapatkan 94 sampel. Angka perbaikan klinis pasien GPPH dalam 7 minggu secara keseluruhan adalah 56,4% (n = 53), dengan komorbiditas yang paling sering adalah retardasi mental (40%, n = 16). Penelitian ini tidak menemukan hubungan komorbiditas gangguan jiwa terhadap perbaikan klinis GPPH (P = 0,85), kemungkinan karena variabel lain yang memengaruhi perbaikan klinis pasien tidak dieksklusi. Penelitian lebih lanjut perlu mempertimbangkan kepatuhan pasien dalam berobat dan kecukupan dosis obat yang diberikan.
Attention-Deficit/Hyperactivity Disorder (ADHD) is a neuropsychiatric disorder that can occur in children, which could add burden to their daily functions. Psychiatric comorbidities in ADHD may increase morbidity and worsen the prognosis of ADHD. Clinical improvement of ADHD is associated with better quality of life. However, there has not been a study of ADHD using Abbreviated Conners Parent/Teacher Rating Scale (ACP/TRS), the instrument used in Indonesia. This cross-sectional study used the medical record of ADHD patients in RSUPN Cipto Mangunkusumo (RSCM) that were in the Medical Records Unit within the period of 1 January 2014-1 January 2018. A total of 94 medical records were obtained. Within 7 weeks, 56,4% of all ADHD patients (n = 53) has improved, with the most prevalent comorbidity being mental retardation (40%, n = 16). This study found no significant relationship between psychiatric comorbidity and the clinical improvement of ADHD (P = 0,85), probably because some variables that affect clinical improvement are not excluded. Further studies that consider patients adherence to medication dan adequacy of the dosage of the drug administered are required.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Kaunang, Theresia M.D.
Abstrak :
Latar belakang. Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif (GPPH) merupakan gangguan psikiatri anak yang paling sering dan 30-40% dari kasus kesehatan mental anak yang dirujuk. GPPH ditandai sulit memusatkan perhatian, hiperaktif, impulsif serta berdampak terhadap emosi, perilaku, psikososial, akademik dan fungsi keluarga. GPPH merupakan gangguan berat karena melibatkan multi aspek yaitu hambatan, kronisitas, morbiditas dan komorbiditas. Puncak usia onset pada usia 3-5 tahun. Penelitian ini untuk memperoleh proporsi GPPH pada anak prasekolah dengan alat ukur SPGPI, membuktikan alat ukur SPGPI, SPRDAP dan SPMP andal dan sahih serta membuktikan riwayat GPPH dalam keluarga dan regulasi diri berhubungan dengan GPPH. Metode. Uji diagnostik untuk alat ukur skala penilaian GPPH prasekolah Indonesia (SPGPI), skala penilaian regulasi diri prasekolah (SPRDAP) dan skala penilaian model pengasuhan (SPMP). Metode pengambilan sampel dengan cara simple random sampling. Subjek adalah anak berusia 3 - < 7 tahun pada 34 kelompok bermain dan taman kanak-kanak di DKI Jakarta, bulan Maret-Juni 2009. Seribu subjek untuk penelitian uji diagnostik dan 750 subjek untuk potong lintang. Alat ukur yang dibuat pada penelitian pertama diterapkan pada penelitian kedua. Hasil. Uji diagnostik SPGPI mempunyai Cronbach coefficient alpha 0,996, sensitivitas 96%, spesifisitas 99%, titik potong 30 dan area di bawah kurva ROC 0,9774. SPRDAP mempunyai Cronbach coefficient alpha 0,937, sensitivitas 92%, spesifisitas 96%, titik potong 20 dan area di bawah kurva ROC 0,9383. SPMP mempunyai Cronbach coefficient alpha 0,8125, sensitivitas 72%, spesifisitas 95%, titik potong 70, dan area di bawah kurva ROC 0,8233. Faktor risiko ayah perokok RP 3,48(1,79 sampai 6,78), regulasi diri RP 21,01(6,98 sampai 63,28), riwayat GPPH dalam keluarga RP 11,89 (2,44 sampai 44,65). Simpulan. SPGPI, SPRDAP dan SPMP adalah andal dan sahih untuk digunakan sebagai alat ukur. Faktor-faktor yang berhubungan bermakna dengan GPPH anak prasekolah adalah ayah perokok, regulasi diri dan riwayat GPPH dalam keluarga. ......Background. Attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) is the most common child psychiatric disorder, comprising 30-40% child mental health cases referred. ADHD is typically characterized by inattention, hyperactivity and impulsivity and affects the emotion, behavior, psychosocial, academic and family functioning. ADHD is a severe disorder includes the impairment, chronicity, morbidity and comorbity. The peak of onset is 3-5 years. This study aims to obtaining the proportion of ADHD in preschool children with SPGPI instrument, to demonstrate SPRDAP and SPMP instrument are reliable and valid, and to demonstrate ADHD related to family history and self regulation. Methods. Diagnostic test for SPGPI, SPRDAP and SPMP Instruments. This study using questionnaire and interview. Sampling method was simple random sampling. Participant from 34 playgroup and kindergarten were selected from DKI Jakarta. The study was conducted from March-June 2009. The samples were 1000 for diagnostic test and 750 for cross sectional study and the children age from 3 - < 7 years were selected. Parents and teachers of these children were asked to complete SPGPI, SPRDAP, SPMP and personal form. The instruments from first study were applied for the second study. Result. The result on diagnostic test showed that the Cronbach coefficient alpha 0.996, sensitivity 96%, specificity 99% for SPGPI, cut off point 30 and area under ROC curve 0.9774. For SPRDAP instrument, the Cronbach coefficient alpha 0.937, sensitivity 92%, specificity 96%, cut off point 20 and area under ROC curve 0.9383. For SPMP instrument, the Cronbach coefficient alpha 0.8125, sensitivity 72%, specificity 95%, titik potong 70 dan area under ROC curve 0.8233. The related factors were patemal smoking PR 3.48 (1.79 to 6.78), self regulation PR 21.01 (6.98 to 63.28) and family history PR 11.89 (2.44 to 44.65). Conclusion SPGPI, SPRDAP and SPMP is reliable and valid and used as an instrument. Patemal smoking, self regulation, family history of ADHD were related to ADHD.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2010
D1742
UI - Disertasi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Denita Biyanda Utami
Abstrak :
Latar belakang: Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktif (GPPH) adalah gangguan neurobehavioral ditandai dengan gejala kurangnya perhatian, sifat hiperaktif, dan impulsif. GPPH adalah gangguan perilaku yang paling sering didiagnosis pada anak dan apabila tidak teridentifikasi dan ditangani pada anak usia sekolah akan mengakibatkan dampak pada perkembangan sosial dan kognitif. Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengidentifikasi tanda-tanda awal GPPH untuk orang tua. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan tentang gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif (GPPH) dengan tingkat pendidikan dan pekerjaan orang tua pada anak-anak usia sekolah di Jakarta. Metode: Penelitian cross-sectional ini dilaksanakan di beberapa sekolah dasar di Jakarta pada bulan Januari 2012. Data diperoleh menggunakan kuesioner terstruktur yang diberikan kepada orang tua dari siswa SD di Jakarta. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17 dan uji statistik dan nilai kemaknaan p<0,05 dari analisis chi-square. Hasil: Lima puluh koma tiga persen orang tua dengan tingkat pengetahuan mengenai GPPH yang tinggi berasal dari kelompok orang tua dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik dari hubungan tingkat pengetahuan tentang GPPH dan tingkat pendidikan pada orang tua (p = 0,01). Untuk orang tua yang bekerja, dalam penelitian ini adalah ibu, 31,3% dari seluruh ibu yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi adalah ibu yang tidak bekerja, sementara hanya 14% dari ibu yang bekerja yang memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi. Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara tingkat pengetahuan tentang GPPH dan pekerjaan orang tua (p = 0,005). Kesimpulan: Terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan mengenai GPPH dengan tingkat pendidikan dan pekerjaan orang tua. Selain itu, sebagian orang tua mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi mengenai GPPH. ...... Background: Attention-deficit/hyperactivity disorder (ADHD) is a neurobehavioral disorder characterized by symptoms of inattention, hyperactivity, and impulsivity. ADHD is the most commonly diagnosed behavioural disorder in school-age children and if it remains unidentified and untreated, it will affect the social and cognitive development of the children. Therefore, it is essential to identify the early signs of ADHD for the parents. The aim of this study is to know the relationship between knowledge level of ADHD and education level and employment status of the parents in school-age children in Jakarta. Method: This cross-sectional study was conducted in several elementary schools in Jakarta in January 2012. The data was collected through structured questionnaires given to parents of elementary school students in Jakarta. The data analysis was done by using SPSS 17 and analytical study with significancy value of p <0.05 in chi- square method. Results: The results of this study showed that 50.3% of parents with a high knowledge level comes from the parents with high education level. There are significant differences in the relationship between knowledge level about ADHD and education level of the parents (p = 0.01). For employed parents, in this study were mothers, 31.3% of all mothers who have a high knowledge level is the mother who are unemployed, while only 14% of employed mothers who have high knowledge level. There are significant differences in the relationship between knowledge level about ADHD and employment status of the parents (p = 0.005). Conclusion: There is a relationship between the knowledge level about ADHD and education level and employment status of the parents. In addition, most of the parents have high knowledge level about ADHD.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>