Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nastiti Ekasari
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang: Industri Baja dan Aluminium terbukti mempengaruhi kejadian Metal Fume Fever akibat banyaknya pajanan debu logam yang dihasilkan dari teknik pengelasan, pemotongan logam berat. Banyak kandungan metal berbahaya dalam industri baja dan Aluminium yang dapat berpontensi menimbulkan keluhan Metal Fume Fever ketika pekerja terpajan fume dan gas yang dihasilkan dalam proses industri. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisa kejadian Metal Fume Fever pada pekerja industri baja dan Aluminium, serta faktor yang mempengaruhinya. Banyaknya keluhan flu like syndrome yang dialami pekerja yang ingin ditelaah apakah ini termasuk Metal Fume Fever terkait pajanan debu logam di lingkungan pabrik.Metode: Penelitian cross sectional dilakukan pada pekerja pabrik baja dan Aluminium di Cibitung. Data yang diperoleh dari wawancara dan kuesioner, anamnesis dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan kadar debu logam di lingkungan pabrik. Dalam menegakkan diagnosa Metal Fume Fever digunakan tujuh langkah diagnosis okupasi.Hasil: Pada penelitian ini didapatkan pengukuran kadar debu logam Al,Cr,Fe,Pb di bawah NAB. Dan dari 63 pekerja, terdapat 27 pekerja 42,8 yang mengalami Metal Fume Fever. Pada penelitian ini terdapat beberapa variabel yang diteliti antara lain variabel umur, patuh APD, riwayat merokok dan masa kerja. Dari empat variabel tersebut, variabel umur >40 tahun yang lebih berisiko untuk terjadinya Metal Fume Fever. OR: 6,49, p= 0,018, 95 CI=1,38-30,42 Kesimpulan: Pada penelitian ini didapatkan pengukuran kadar debu logam Al,Cr,Fe,Pb dibawah NAB namun demikian proses produksi terus berlangsung dan pekerja terus menghirup debu logam juga terkait dengan proses sensitisasi dan imunitas pekerja yang berhubungan dengan keluhan Metal Fume Fever. Didapatkan juga bahwa variabel umur >40 tahun lebih berisiko untuk terjadinya Metal Fume Fever.Kata kunci: Metal Fume Fever, debu logam
ABSTRACT
Background: Steel and aluminum industry proven influential to the occurrence Metal Fume Fever due to the large exposure to metal dust generated from welding technique, cutting heavy metals. Many hazardous metal content in the steel and aluminum industries which may cause Metal Fume Fever symptoms when workers exposed to fume and gas produced in industrial processes. This study was conducted to analyze the incidence of Metal Fume Fever among steel and aluminum industry workers, and the factors that influence it. The number of complaints flu like syndrome experienced by workers who wish to be explored whether this includes Metal Fume Fever associated metal dust exposure. Methods The cross sectional study was conducted on the steel and aluminum factory workers in Cibitung. Data obtained from interviews and questionnaires, the anamnesis and physical examination and also inspection of metal dust levels in the factory environment. In the diagnosis of Metal Fume Fever, use a seven step diagnosis of occupational. Results In this study, measurement of metal dust Al, Cr, Fe, Pb below the TLV. And of 63 workers, there are 27 workers 42.8 with Metal Fume Fever. In this study, there are several variables studied include age, obedient PPE, smoking history and tenure. Of the four variables, the variables age 40 years who are more at risk for the occurrence of Metal Fume Fever. OR 6,49, p 0,018, 95 CI 1,38 30,42 Conclusion In this study, measurement of metal dust Al, Cr, Fe, Pb under NAB however, the production process continues and workers continue to inhale metal dust is also related to the process of sensitization and immune related complaints worker Metal Fume Fever. It was found also that the variables age 40 years are more at risk for the occurrence of Metal Fume Fever. Keywords Metal Fume Fever, metal dust
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmadi
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S34618
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cynthia Nikopama
Abstrak :
Uap logam merupakan agen penyebab atopi golongan berat molekul rendah yang menyebabkan terjadinya Metal Fume Fever(MFF). Adanya mekanisme alergi pada MFF belum diketahui dengan jelas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran atopi dan faktor lain yang mempengaruhi terjadinya MFF. Desain potong lintang dengan analisis komparatif digunakan untuk mengetahui hubungan atopi serta faktor lain terhadap terjadinya MFF pada pekerja las.Subjek penelitian adalah 234 pekerja las di industri suku cadang otomotif PT X di Bekasi, Indonesia.Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner, pemeriksaan klinis, uji tusuk kulit, serta pengukuran arus puncak ekspirasi. 108 dari 234 sampel (46%) mengalami MFF.Tidak ditemukan adanya perbedaan proporsi yang bermakna antara subjek dengan atopi dan subjek tanpa atopi terhadap terjadinya MFF. Berdasarkan RRsuaian dengan melakukan penyesuaian antar variabel yaitu atopi, masa kerja dan APD tidak diperoleh adanya variabel yang merupakan faktor determinan, walaupun pada perhitungan RRkasar ditemukan masa kerja > 5 tahun dan tidak menggunakan APD meningkatkan risiko MFF dengan masing-masing RRkasar (1.46, 95%IK=1.03-2.09) dan (1.5, 95%IK=1.05-2.15). Sebagai simpulan yaitu prevalensi MFF pada pekerja las sebesar 46%. Tidak terdapat perbedaan secara statistik antara proporsi subjek dengan faktor atopi untuk mengalami MFF dengan subjek tanpa faktor atopi.
Metal fume is low molecular weight atopy agent which cause Metal Fume Fever (MFF). The allergic mechanisms of MFF is still unclear. This study aims to determine role of atopy and other factors influence MFF.This was a cross-sectional study with a comparative analysis to determine assosiation between atopy and other influencing factors with occurrence of MFF on welder. Subjects were 234 workers in PT X an automotive sparepart industry in Bekasi, Indonesia. Data collected through questionnaires, clinical examination, skin prick test and peak expiratory flow measurements. 108 of 234 samples (46%) experienced MFF. There were no significant differences proportion between subjects with atopy and non atopy to the occurrence of MFF. Based on adjusted Relative Risk (adjusted RR) by making adjustments between variables atopy, working period and usage of PPE, this study wasn?t obtained the existance of a variable which act as determinant factor. Although crude relative risk analysis was found work period over 5 years and not using PPE increases the risk of MFF, which for working periode (RRcrude=1.46; 95%CI=1:03-2:09) and a habit of not using Personal Protective Equipment (PPE) (RRcrude =1.5; 95%CI=1:05-2:15).The prevalence of MFF on welder was46%. No statistic significant differance between proportion of subjects with atopy and subjects without atopy for experiencing MFF.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haifani Eka Yuswanti
Abstrak :
Perkembangan teknologi diperlukan untuk meningkatkan pembangunan di segala bidang. Berkembangnya pembangunan sipil, sangat didorong oleh perkembangan teknologi beton dan produk beton yang semakin meningkat. Beton mutu tinggi merupakan salah satu produk beton yang dewasa ini semakin dibutuhkan untuk meningkatkan kekuatan dan keawetan beton. Selain itu tujuan penggunaan beton mutu tinggi akan memungkinkan untuk pembangunan gedung-gedung pencakar langit. Dalam pembuatan beton mutu tinggi tidak bisa terlepas dari hahan-bahan aditif seperti silica fume. Silica fume yang merupakan produk silicon atau ferrosilicon, sifat dan kandungan kimianya sangat tergantung pada sumber penambangan silicon itu sendiri. Kandungan kimia pada silica fume ini sangat berpengaruh pada performance dan durability beton. Untuk itu dibandingkan dua silica fume dari sumber yang berbeda yaitu silica fume A (dari New Zealand) dan silica fume B (dari Amerika). Keduanya diteliti sifat kuat tekan dan permeabilitasnya. Untuk menghasilkan beton mutu tinggi maka digunakan w/c ratio yang rendah. Untuk mengatasi kelecakan beton, maka digunakan admixture superplastisizer. Dalam penelitian ini nilai w/c adalah tetap sedangkan nilai slump bervariasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh penggunaan silica fume dari sumber yang berbeda terhadap kuat tekan dan permeabilitas beton. Selain itu juga untuk mengetahui kadar optimum untuk penggunaan masing-masing silica fume ini. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah kadar silica fume yang optimum untuk bisa menghasilkan beton mutu tinggi untuk silica fume A adalah 5 % sedangkan untuk silica fume B adalah 10 %. Sedangkan kadar superplastisizer yang digunakan bervariasi antara 1,18 - 2,7 %.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
T10423
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hary Olya Adriansyah
Abstrak :
ABSTRAK
Geopolimer telah mendapat perhatian yang sangat besar sebagai teknologi hijau dalam material kontruksi khususnya beton dan alternatif pengganti semen. Salah satu pengembangan teknologi geopolimer saat ini adalah geopolimer berbahan abu terbang. Proses sintesis geopolimer berbahan abu terbang dalam penelitian ini dilakukan pada konsentrasi larutan NaOH 6,5M, 8,6M, 10,5M dan 12.5M dengan penggantian sebagian kecil abu terbang yaitu 0%, 5%, 10% dan 15% pada termperatur curing 600C selama 24 jam. Hasil investigasi menunjukkan bahwa semakin besarnya konsentrasi larutan NaOH maka semakin besar sifat mekanik yang dihasilkan yaitu kekuatan tekan (compresive strength) 60,3MPa (12,5M) dan kekuatan lentur (flexural strength) 16MPa (10,5M), namun semakin tingginya kosentrasi larutan NaOH juga menyebabkan terbentuknya karbonasi pada pasta geopolimer. Disamping itu, penggantian silica fume diharapkan memberikan kekuatan lebih tinggi pada pasta geopolimer berdasarkan rasio Si/Al ternyata tidak sesuai yang diinginkan, kekuatan tekan turun dengan penambahan silica fume. Namun demikian, semakin tingginya kosentrasi larutan NaOH membuat kekuatan tekan pada penggantian silica fume sebesar 5% pada kosentrasi larutan NaOH 12, 5M meningkat menjadi 58,9 MPa.
Abstract
Geopolymers have attracted extensive attention as a green technology in construction materials, especially concrete and cement alternative. One of the current development in geopolymer technology is geopolymers made from fly ash. In this study, synthesis of geopolymer have been performed at concentration of 6,5 M NaOH, 8,6 M, 10,5 M and 12,5M by the replacement of fly ash fraction is 0%, 5%, 10% and 15% with silica fume at 60oC curing temperature for 24 hours. The result of investigation showed that the compressive strength 60,3 MPa (12,5M) and flexural strength 16 MPa (10,5M), but the higher concentration of NaOH causes formation of carbonated in geopolymer paste. In addition, the replacement of silica fume is expected to provide higher strength geopolymer pastes based on the ratio of Si/Al was not desired, the compressive strength decreased with addition of silica fume. However, the higher concentration of NaOH by the replacement of fly ash fraction 5% with silica fume, increased to 58,9 MPa at concentration of 12, 5M NaOH.
2012
T31535
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Akbar Faereza Nugraha
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk membuat mortar menggunakan limbah kertas yang telah di proses dan di olah dan bahan tambah Silica fume dan superplasticizer, untuk mendapatkan mortar yang ramah lingkungan, memenuhi standar dan diharapkan memiliki sifat mekanis yang lebih baik dibandingkan mortar yang menggunakan agregat alam. Benda uji penilitian dibuat dengan persentase bubur kertas 40%, penambahan Superplasticizer 1% dari berat semen, dan Silica Fume 2%, 4%, dan 6% terhadap berat semen yang digunakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan silica fume dan superplasticizer terhadap mortar dengan penggunaan bubur kertas Pengujian Kuat Tekan dilakukan pada hari ke- 7, 14, 21, 28, dan 56. Pengujian densitas, daya serap air, kuat lentur, dan modulus elastisitas dilakukan pada hari ke- 28 sedangkan pengujian susut dilakukan hingga hari ke- 28. Dari rata-rata hasil pengujian pada umur 28 hari, sampel dengan silica fume 4% memiliki nilai kuat tekan dan kuat lentur paling tinggi yaitu masing-masing sebesar 21.08 MPa dan 7.17 MPa. Susut terbesar terjadi pada sampel dengan penambahan silica fume sebesar 2% yaitu dengan nilai kumulatif sebesar 0.0763%. Densitas terbesar ada pada sampel dengan penambahan silica fume sebesar 4% yaitu dengan nilai rata-rata sebesar 1.73 gr/cm3. Dan untuk daya serap air paling rendah dimiliki oleh sampel dengan penambahan silica fume sebesar 6% yaitu dengan nilai rata-rata 3.9%.
This research object is make mortar using waste paper which has been in the process and in though and materials Silica fume and superplasticizer added, to obtain a mortar that is environmentally friendly, standardized, and are expected to have better mechanical properties than the mortar that use natural aggregates. Penilitian test specimen made with the percentage of pulp 40%, 1% of superplasticizer, and Silica Fume 2%, 4% and 6% of the weight of cement used. The purpose of this research is to know the influence of the addition of silica fume and superplasticizer of compressive strength of mortar. Compressive Strength Tests performed on days 7th, 14th, 21th, 28th, and 56th. Testing of density, water absorption, flexural strength, and modulus of elasticity performed on day 28th, while testing the losses made until the ke- 28. Average result at age 28 day, samples with addition 4% of silica fume have the highest score for compressive and flexural strength with each of them 21.08 Mpa and 7.17 MPa. The highest shrinkage happened on samples with addition 2% of silica fume with the cumulative result 0.0763%. The highest score for density happened on samples with addition 4% of fly ash with the average result 1.73 gr/cm3. And for absorption, the lowest score happened on samples with addition 6% of silica fume with average result 3.9%.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2016
S63782
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gandjar I. Bondan
Abstrak :
Tulisan ini menyajikan hasil penelitian mekanik beton (kuat tekan, modulus elastisitas, kuat lentur, rangkak dan susut) mutu tinggi dan baton mutu normal. Beton mutu tinggi dibuat dengan w/c 0,28 dan menggunakan bahan tambah silica fume dan superplasticizer. Nilai modulus elastisitas tekan beton diambil berdasarkan hasil pengujian kuat tekan beton dengan pemberian beban secara bertahap sebesar 2 ton. Benda uji yang digunakan adalah benda uji silinder dengan diameter 10 cm dan tinggi 20 cm. Modulus elastisitas tarik beton diambil dari hasil pengujian kuat lentur balok beton tanpa tulangan yang pada sisi tarik balok dipasang strain gauge untuk mengetahui besarnya regangan berdasarkan beban yang diberikan. Ukuran benda uji adalah 15 x 15 x 60 cm. Pengujian modulus elastisitas beton dilakukan setelah mencapai umur 28 hari. Pengamatan susut (shrinkage) beton berlangsung selama 90 hari pada balok beton tanpa tulangan dengan ukuran 10 x 10 x 50 cm. Sedangkan pengujian rangkak (creep) beton dilakukan pada benda uji silinder berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm selama 90 hari setelah berumur 28 hari. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa beton mutu tinggi memiliki kecuraman yang lebih tajam pada daerah elastis kurva hubungan tegangan regangan baton, dengan demikian besarnya modulus elastisitas lebih besar dibandingkan dengan beton mutu normal. Korelasi antara modulus elastisitas tekan dan tarik dengan kuat tekannya mempunyai niai yang mirip, Ec= Etrk=4300/ f'c . Hasil pengujian rangkak yang dianalisa berdasarkan model Fxs Newtonian dan pengujian susut yang didekati dengan formulasi Lorman, menunjukkan bahwa beton yang menggunakan silica fume memiliki regangan lebih kecil dibanding dengan beton tanpa menggunakan silica fume, dan mendekati persamaan empiris yang disarankan ACI.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2001
T5963
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Idham
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui deskripsi konsentrasi Kadmium di udara bagian pengelasan, kadar Kadmium dalam darah pekerja las dan penggunaan Alat Pelindung Diri, untuk mengetahui hubungan pemaparan konsentrasi Kadmium di udara dan penggunaan Alat Pelindung Diri dengan kadar Kadmium dalam darah pekerja di bagian pengelasan. Mengambil lokasi penelitian di P.T. YIMM pada bagian welding plant tahun 2004. Metoda penelitian ini adalah cross sectional hanya melihat pada waktu tertentu. Sampel diambil sebanyak 40 orang pekerja las. Instrumen pengumpulan data adalah personal sampling untuk mengetahui konsentrasi Kadmium di udara dan kuesioner sebagal pengumpul data penggunaan Alat Pelindung Diri serta pengambilan darah sebagal sampel biologi untuk mengetahui kadar Kadmium dalam darah pekerja. Teknik analisis data digunakan korelasi product moment dan uji t-test. Hasil yang diperoleh konsentrasi Kadmium di udara terendah 0,003210 mg/m3, tertinggi 0,013780 mg/m3 dengan konsentrasi rata-rata 0,007158 mglm3 dan standar deviasi 0,002384. Dari 40 lokasi pengelasan 5 lokasi ditemukan melebihi NAB. Kadar Kadmium dalam darah terendah 1,28 µg/L dan tertinggi 43,33 µg /L, sedangkan rata-rata sebesar 14,29 µgAL dengan standar deviasi 10,17 µg/L. Dari 40 orang 31 orang atau 77,5 % kadar Kadmium dalam darah mereka melebihi Indeks Pemaparan Biologi. Ada hubungan bermakna antara pemaparan fume Kadmium dengan kadmium dalam darah dan hubungan bermakna antara penggunaan Alat Pelindung Diri dengan kadar Kadmium dalam darah, hal ini diperaleh persamaan regresi Y = 3349,1 x X - 9,593 dengan harga rxy = 0,6164, dan persamaan regresi Y = 3726 x X - 82142 dengan harga rxy = 0,567. Konsultasi dengan harga kritk r pada taraf kepercayaan 95 % diperoleh harga r tabel = 0,312 berarti keduanya lebih besar dari harga r tabel. Kelompok pengguna alat pelindung diri kategori baik cenderung mempunyai kandungan kadar Kadmium dalam darah relatif lebih rendah dibanding kelompok pengguna kategori tidak baik. Hal ini diperkuat hasil uji t test yang menunjukkan harga t analisis 4,344 > t tabel sebesar 2,0252 dengan kadar Cd rata-rata kelompok kategori baik 8,71 µg/L, sedangkan kelompok kategori tidak balk 20,87 µg/L. Kadar Kadmium dalam darah kelompok perokok relatif lebih besar dibanding dengan kelompok bukan perokok. Diperoleh rerata bagi kelompok perokok sebesar 18,83 µg/L sedangkan bukan perokok sebesar 12,12 µglL. Hasit uji t test menunjukkan harga t analisis 2,253 > dari t tabel sebesar 2,0252. Penggunaan Alat Pelindung diri bagi kelompok pernah training K3 relatif sedikit lebih baik dibanding kelompok belum training K3, Skor rerata kelompok pernah training K3 sebesar 25,81, sedangkan kelompok belum training K3 sebesar 26,0. Daftar bacaan: 24 ( 1975- 2004)
This study was aimed at discovering descriptive Cadmium concentration in the air of the welding plant and in the blood of welders as well as the use of personal protective equipment in order to know correlation between exposure of Cadmium in the air of workplace and use of personal protective equipment with Cadmium in the blood of welders. This research was conducted in 2004 having location at the welding plant of P.T. YIMM. The study adopted cross sectional method during a specific period with 40 warders being taken as sample. Personal samplers technique was used to measure Cadmium concentration in the air; questionnaire as data collection on the use of personal protective equipment and biological monitoring for Cadmium in blood. Data analysis applied simple linear regression and t-test. Result showed that the lowest Cadmium concentration in the air of welding plant was 0.003210 mglm3, while the-highest one was 0.013780 mglm3 with average concentration of 0.007158 mghn3 and the standard deviation of 0.002384. From 40 welding areas being monitored, it found 5 locations were exceeding TLV of Cadmium concentration in the air. The lowest Cadmium in the blood was 1.28 µg/L and the highest one was 43.33 µg /L with average content of 14.29 1411 and standard deviation of 10.17 µg/L. From 40 welders being sampled, 31 persons or 77.7 % of Cadmium content in their blood exceeded Biological Exposure Indices. There was significant correlation between exposure of Cadmium fume and Cadmium content in the blood as well as significant correlation between the use of personal protective equipment and Cd content in the blood, which resulted in regression equation Y = 334.9 x X - 9.593 with value rxy = 0.6164 and regression equation Y = 3726 x X - 82142 with rxy = 0.567. Consultation with critical value r at level of significance of 95 % obtained r table = 0.312, meaning that both values were higher than r table. In case of personal protective equipment, good users group tended to have relatively lower Cadmium in their blood than the poor ones. This was confirmed by t-test resulting in value of t analysis of 4.344 > t table of 2.0254 with average Cd content of 8.71 p.g/L for good users and 20.87 µg/L for poor ones. Cadmium content in the blood of smokers was higher than those of non smokers, it was found that average Cadmium content in the blood of smokers was 18.83 µg1L and those of nonsmokers was 12.12 µg/L. T-test resulted in value of t analysis of 2.253 > 2.0252. Use of personal protective equipment for the group that ever had Occupational Health and safety (OHS) training was relatively better than those never had OHS training. Average score of the group that ever had OHS training was 25.81 while those never had OHS training was 26.0 Bibliography : 24 ( 1975-2004 )
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T 12858
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Afriyanti Wulandari
Abstrak :
Background : Metal workers in Indonesia are susceptible to metal fume exposure. One of them is exposure to manganese and aluminum metal fumes that can increase the risk of decline in memory function. Nevertheless, the influence of metal exposure from welding fumes containing manganese and aluminum are still not conclusive. This study was conducted to determine differences in memory function between metal workers exposed and not exposed to metal fume. Methods : This research using a cross-sectional study design with a comparative analysis based on differences in exposure to welding fumes. Metal fume exposure is measured by the levels of manganese and aluminum in the air within work environment using Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) and in the blood using Inductive Coupled Plasma Mass Spectrometry (ICP-MS). Subject’s memory function were examined with Rey Osterrieth Complex Figure, the Beck Depression Inventory II, Digit Span Backward. Results : Manganese and aluminum levels are 0,00001 mg/m3 and 0,000016 mg/m3 and it below the threshold value of the environment nationwide. Median scores on memory function welding worker group is 23.75 (4-34) and non-welding workers was 19.5 (7-35) were not statistically different (p = 0.06). The memory function in the group of workers with blood manganese levels above normal {median 26 (4-34)} is higher than normal {median of 20 (5-35)} (p = 0.005). Conclusions : The differences of memory function is obtained in the group of workers by category of blood manganese levels. The median difference of memory function scores did not differ based on worker exposure to welding fumes.
ABSTRACT
Background : Metal workers in Indonesia are susceptible to metal fume exposure. One of them is exposure to manganese and aluminum metal fumes that can increase the risk of decline in memory function. Nevertheless, the influence of metal exposure from welding fumes containing manganese and aluminum are still not conclusive. This study was conducted to determine differences in memory function between metal workers exposed and not exposed to metal fume. Methods : This research using a cross-sectional study design with a comparative analysis based on differences in exposure to welding fumes. Metal fume exposure is measured by the levels of manganese and aluminum in the air within work environment using Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) and in the blood using Inductive Coupled Plasma Mass Spectrometry (ICP-MS). Subject’s memory function were examined with Rey Osterrieth Complex Figure, the Beck Depression Inventory II, Digit Span Backward. Results : Manganese and aluminum levels are 0,00001 mg/m3 and 0,000016 mg/m3 and it below the threshold value of the environment nationwide. Median scores on memory function welding worker group is 23.75 (4-34) and non-welding workers was 19.5 (7-35) were not statistically different (p = 0.06). The memory function in the group of workers with blood manganese levels above normal {median 26 (4-34)} is higher than normal {median of 20 (5-35)} (p = 0.005). Conclusions : The differences of memory function is obtained in the group of workers by category of blood manganese levels. The median difference of memory function scores did not differ based on worker exposure to welding fumes.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Nafian Priatmojo
Abstrak :
Beton merupakan material penting yang banyak digunakan dalam pembangunan infrastruktur. Sehingga penggunaan semen sebagai bahan dasar pengikat beton juga akan semakin meningkat setiap tahunnya. Namun yang harus diperhatikan dalam proses produksi semen ini ialah terjadinya pelepasan karbon dioksida (CO2) yang sangat banyak ke atmosfer dan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Untuk mengatasi permasalahan tersebut dibutuhkan material lain sebagai bahan pengganti semen yang lebih ramah lingkungan. Beton geopolimer merupakan salah satu alternatif untuk menggantikan beton yang berbahan dasar semen sebagai material yang kurang ramah lingkungan. Pembuatan beton geopolimer tidak menggunakan semen sebagai bahan pengikat melainkan menggunakan Abu Terbang (Fly Ash) sebagai penggantinya yang kaya akan Silika dan Alumina dan dapat bereaksi dengan cairan alkalin untuk menghasilkan bahan pengikat (binder). Penggunaan silica fume sebesar 10% dalam campuran pasta juga akan diamati dalam pengaruh terhadap sifat mekanik beton setelah beton direndam dalam lingkungan air danau selama 1 bulan. Tes kuat tekan menggunakan sampel berbentuk silinder 15x30cm dengan curing selama 72 jam pada suhu 800C dilakukan untuk membandingkan setiap benda uji dari komposisi silica fume dan juga kondisi lingkungan yang berbeda. Hasil studi menunjukkan bahwa kuat tekan beton dipengaruhi oleh penambahan 10% silica fume dan juga dalam kondisi perendaman di air danau. Nilai kuat tekan beton geopolimer tanpa silica fumesebelum perendaman memiliki kekuatan rata-rata 23,65 MPa dan menurun setelah direndam dalam air danau sebesar 9,20 MPa menjadi 14,45 Mpa. Sedangkan kuat tekan beton geopolimer dengan penambahan 10% silica fume sebelum perendaman memiliki kekuatan rata-rata 11,82 MPa dan meningkat setelah direndam dalam air danau sebesar 6 MPa menjadi 17,80 MPa. Selain itu uji XRD juga dilakukan pada beton setelah perendaman untuk mengetahui unsur-unsur yang terbentuk pada beton ketika berada di lingkungan air danau. Hasil XRD menunjukkan adanya kandungan kuarsa dan microcline (KAlSi3O8) pada beton dengan penambahan 10% silica fume. Microcline sendiri memiliki nilai kekuatan yang baik pada skala Mohs yaitu sebesar 6 (orthoclase). Sedangkan hasil XRD pada beton geopolimer tanpa penambahan silica fumedidapatkan kandungan kuarsa, microcline(KAlSi3O8), calcite (CaCO3) dan CSH (Calcium Silicate Hydrate). Adanya kandungan calcite (CaCO3) dan CSH menunjukkan terperangkapnya udara pada beton dan juga perembesan air yang terjadi yang menyebabkan terjadinya reaksi hidrasi sehingga dapat menurunkan kekuatan beton geopolimer setelah perendaman.
Concrete is an important material and widely used in building construction. Therefore, the use of cement as concrete binder will also increase within the next few years. However, the release of Carbon Dioxyde during the production of cement can be harmful for environment. To overcome this difficulty, another material is needed to replacement. Geopolymer concrete is one of the alternative materials that can be used without any side effects towards environment. Cement is not used during the production of Geopolymer Concrete. Instead, Fly Ash is used as a binder because of its richness in Silica and Alumina and its capability to react with alkaline solution to produce a binder. The use of silica fume amounting to 10% of the mixture will also be observed on its effects towards the mechanical properties of geopolymer concrete that was submerged inside the fresh water lake for a month. Compressive strength tests using samples of cylindrical 15x30cm with curing for 72 hours at a temperature of 800C was performed to compare each samples of geopolymer concrete with difference in silica fume composition and different environmental condition. The compressive strength of geopolymer concrete without silica fume before immersion has an average of 23.65 MPa and decreased after immersion in water lake at 9.20 MPa to 14.45 MPa. While the geopolymer concrete compressive strength with the addition of 10% silica fume before immersion has an average power of 11.82 MPa and increased after immersion in water lake by 6 MPa to 17.80 MPa. XRD test was also conducted after submerging the geopolymer concrete to analyze elements that was formed when the concrete was being submerged inside the lake. XRD results showed the content of quartz and microcline (KAlSi3O8) in geopolymer concrete with the addition of 10% silica fume. Microcline itself has good hardness on the Mohs scale is equal to 6 (orthoclase). While the results of XRD on geopolymer concrete without the addition of silica fume content of quartz, microcline (KAlSi3O8), calcite (CaCO3) and CSH (Calcium Silicate Hydrate). The content of calcite (CaCO3) and CSH showed air trapping in the concrete and water seepage that occurs the causes of hydration reaction so as to reduce the strength of geopolymer concrete after soaking.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
S59709
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library