Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ari Anggari Harapan
"Studi komparatif tentang istilah tabu sebagai entri dalam kamus dictionnaire du Francais contemporais dan kamus Petit Rober. Kamus sebagai teks kultural memuat semua nuansa yang terdapat dalam bahasa, termasuk di dalamnya kata dan istilah tabu. Skripsi ini bertujuan mengetahui sejauh mana perbedaan dan persamaan kamus DFC dan kamus PR dalam hal kata dan istilah tabu yang tercantum sebagai entri..."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1983
S14296
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chiari, Odile Chantelauve
Paris: Hachette, 1992
448.7 CHI m (1)
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Anastasia Pudjitriherwanti
"Keberadaan idiom dalam suatu bahasa memiliki arti penting. Idiom digunakan sehari-hari baik dalam percakapan maupun dalam tulisan. Dalam tulisan idiom digunakan baik dalam karya ilmiah maupun karya sastra.
Karena sifatnya, idiom hampir tidak dapat diterjemahkan secara harfiah kata per kata. Dalam mewujudkan terjemahan idiom yang sepadan, yaitu terjemahan yang dipahami oleh pembaca BSa (Target Language reader) seperti pembaca BSu (Source Language reader) memahami idiom dalam TSu (Source Language text), dapat dimanfaatkan berbagai bentuk yang mungkin dijadikan padanan idiom, diantaranya bentuk idiom juga, bukan idiom atau ungkapan bukan idiom. Selain itu juga dapat digunakan berbagai prosedur penerjemahan, diantaranya transposisi (transposition), modulasi (modulation) pemadanan berkonteks (contextual conditioning) dan transferensi (transference). Dengan memperhatikan hal-hal di atas, dalam penelitian ini ingin diketahui (I) bagaimanakah bentuk terjemahan idiom bahasa Prancis ke dalam bahasa Indonesia: berupa idiom pula atau bukan idiom? (2) prosedur penerjemahan apakah yang ditempuh pada penerjemahan idiom bahasa Prancis ke bahasa Indonesia? (3) sepadankah pesan yang terkandung dalam penerjemahan dengan idiom dalam TSu? (4) faktor-faktor apa yang menyebabkan tidak tercapainya kesepadanan dalam penerjemahan idiom?
Dengan menggunakan 55 data yang berasal dari 4 buah cerita fiksi remaja, dan satu majalah berita ilmiah serta terjemahannya dalam BSa dilakukan analisis terhadap idiom tersebut. Analisis meliputi 2 tahap. Tahap pertama disebut tahap penentuan idiom Ada 2 hal yang dilakukan, yaitu: (1) pengenalan langsung tanpa memperhatikan konteks yang menyertainya. Hal itu dilakukan, bila ditemukan frasa yang tidak berterima secara harfiah, (2) pemahaman konteks di mana frasa itu berada. Hal itu dilakukan, bila ditemukan frasa yang frasa yang berterima secara harfiah. Langkah selanjutnya adalah mencatat secara terpisah, frasa yang dicurigai sebagai idiom itu, untuk selanjutnya dikonsultasikan pada kamus baik bentuk maupun maknanya. Frasa yang bentuk dan maknanya terdapat dalam kamus digolongkan sebagai idiom yang lazim digunakan dalam BSu, sedangkan frasa yang bentuk dan maknanya tidak terdapat dalam kamus, dikonsultasikan pada informan BSu. Kemudian untuk menguji apakah bentukan yang ditemukan itu idiom atau bukan, diuji dengan alat uji penentu idiom. Alat uji penentu idiom itu didasarkan pada kontinum (continuum), kenonkomposisionalan (noncornposisionality), kenonproduktifan (nonpraductivity). Tahap kedua adalah analisis penerjemahan idiom. Dari hasil pengujian tersebut ditemukan 55 idiom yang lazim digunakan dalam BSu dan ditemukan pula bentukan yang memenuhi kriteria keidioman. Menurut informan BSu bentukan tersebut merupakan idiom baru. Dalam membentuk hasil terjemahan idiom yang sepadan, yaitu hasil terjemahan yang dapat dipahami pembaca BSa seperti pembaca BSu memahaminya, menurut Nida dan Taber (1969:106) ada 3 kemungkinan terjemahan, yaitu: (1) dari idiom ke idiom, (2) dari idiom ke bukan idiom dan (3) dari bukan idiom ke idiom. Namun dalam penelitian ini yang diteliti hanya butir (1) dan (2). Dalam analisis penerjemahan, idiom dikelompokkan berdasarkan Cara penerjemahannya, yaitu: (1) idiom menjadi idiom, baik idiom yang sepadan dengan unsur pembentuk yang secara semantis sama maupun idiom yang sepadan dengan unsur pembentuk yang secara semantis berbeda, (2) dari idiom ke bukan idiom dalam BSa, (3) dari idiom ke ungkapan bukan idiom.
Untuk mengetahui kesepadanan idiom BSu den terjemahannya dalam BSa, digunakan satu orang informan BSu, dan satu orang informan BSa. Pemahaman informan terhadap idiom yang diteliti diketahui dari angket yang diberikan kepada informan. Selain untuk mengetahui pesan yang terdapat dalam sebuah idiom peneliti juga menggunakan cara-cara lain yaitu menggunakan referensi berupa kamus dan bahan-bahan tertulis lainnya yang ada hubungannya dengan idiom yang diteliti.
Dari hasil analisis terhadap penerjemahan idiom diperoleh temuan sebagai berikut, dilihat dari kesepadanannya, hampir semua idiom BSu memperoleh terjemahan yang sepadan. Terjemahan yang sepadan itu berasal dari kedua bentuk terjemahan yaitu: bentuk idiom baik idiom yang dibentuk dengan unsur pembentuk yang sama maupun berbeda secara semantis sebanyak 8 data dan bentuk bukan idiom sebanyak 46 data. Dari analisis ditemukan juga bentukan yang memenuhi syarat sebagai idiom bahasa Prancis yang diterjemahkan dengan idiom yang tidak sepadan sebanyak 1 data.
Prosedur penerjemahan yang ditemukan pada penerjemahan idiom menjadi idiom yang sepadan adalah transposisi dan modulasi. Transposisi tersebut meliputi geseran tataran (level shift), yaitu geseran dari tataran gramatikal ke tataran leksikal dan geseran kategori meliputi penggeseran struktur, unit dan kelas (structure, unit, class shift) dan intrasistem (intrasystem shift). Geseran ini merupakan geseran wajib dan otomatis yang disebabkan karena sistem dan kaidah dalam BSa. Modulasi yang ditemukan adalah modulasi bebas yang berupa eksplisitasi dan implisitasi yang berusaha menciptakan kesetalian dan kewajaran ungkapan BSa. Modulasi lainnya adalah geseran sudut Pandang.
Prosedur penerjemahan yang ditemukan dalam penerjemahan dari idiom BSu ke bukan idiom dalam BSa adalah prosedur modulasi bebas. Modulasi bebas tersebut merupakan proses eksplitasi, karena dalam penerjemahan, dieksplisitasikan makna idiom tersebut.
Dari fakta-fakta di atas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar idiom BSu diterjemahkan ke BSa menjadi bentuk bukan idiom. Namun semuanya merupakan terjemahan yang sepadan. Pesan yang terdapat dalam idiom BSu, disampaikan dalam bentuk bukan idiom dalam BSa, sehingga tidak terjadi kesalahan dalam memahami ungkapan tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2000
T5719
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Benny Hoedoro Hoed
"ABSTRAK
Pengalaman dalam bidang penerjemahan dan pengetahuan di bidang linguistik memberikan banyak kesempatan untuk memikirkan secara lebih mendalam sejumlah masalah dalam terjemahan. Salah satu di antaranya ialah masalah penerjemahan konsep waktu yang diungkapkan dalam novel berbahasa Perancis ke dalam bahasa Indonesia. Bila dihubungkan dengan bahasa, kata waktu perlu mendapat penjelasan lebih lanjut. Bahasa Inggris membedakan time 'waktu' dengan tense 'kala'. Dalam peristilahan linguistik di Indonesia tense biasanya diterjemahkan dengan kala yang dibedakan dengan waktu. Dalam kaitan dengan bahasa, istilah waktu termasuk kategori semantik, sedangkan kala termasuk kategori gramatikal. Bahasa jerman juga membedakan Zeit (kategori semantik) dengan Ternpus (kategori gramatikal). Untuk kedua pengertian itu bahasa Perancis hanya mempunyai satu kata, yaitu temps. Namun, istilah temps linguistigue, temps verbal atau temps grammatical juga dipakai untuk menyebut kategori gramatikal kala. Sejak lama masalah kala dan waktu menarik perhatian para ahli bahasa. Pertanyaan pokoknya adalah bagaimana pengalaman manusia diwujudkan dalam kegiatan kebahasaan, dan, dengan demikian, bagaimana konsep waktu itu ditinjau dari segi kebahasaan? Beberapa di antaranya dapat dicatat di sini.
Jespersen (1924) membicarakan waktu kebahasaan sebagai konsep semantik yang terdiri dari waktu kini, waktu larnpau, dan waktu medatang. Bloomfield (1933: 270-272) membicarakan kala (tense) sebagai bagian dari paradigma verbs dalam bahasa Inggris. Weinrich (karya aseli 1964) mengemukakan bahwa kala (Tempzrs) ternyata tidak hanya bertugas menempatkan peristiwa pada garis waktu, tetapi juga mengungkapkan keaspekan dan fungsinya dalam wacana baru terwujud bila persepsi alas peristiwa yang diketahuinya itu kemudian diungkapkannya dalam wujud bahasa (Bull 1971: 17).
Dalam membicarakan waktu, Benveniste (1974: 69-74) membedakan tiga pengertian, yaitu:
(1) Waktu fisis (temps physique), yakni waktu yang secara alamiah kita alami, yang sifatnya sinambung, Iinear dan tak terhingga. Waktu fisis berjalan tcrus tanpa dapat kita alami lagi.
(2) Waktu kronis (temps chronique), yakni waktu yang dipikirkan kemhali atau dikonseptualisasikan oleh manusia berdasarkan suatu atau sejumlah peristiwa yang ditetapkan secara konvensional oleh suatu masyarakat sebagai titik acuan dalam waktu fisis_
(3) Waktu kebabasaan (temps hnguistigice), yakni waktu yang dilibatkan dalam tuturan kita dan dalam sistem bahasa yang kita pakai.
Ketiga pengertian mengenai waktu yang dikemukakan Benveniste itu sangat penting untuk memahami konsep manusia tentang waktu. Bagi manusia, waktu yang sebenarnya dirasakan ialah waktu fisis. Manusia hidup di dalam waktu yang terus berjalan tanpa dapat kernbali lagi ke waktu lampau. Akan tetapi, dengan mengkonseptualisasi waktu manusia dapat menjelajahinya, sehingga, ia dapat mengarungi sejarah, masa kini dan hari depannya. Bahkan manusia dapat membayangkan waktu dalam sesuatu pembagian yang beraturan. Untuk menetapkan pembagian yang beraturan itu, biasanya manusia menentukan secara konvensional suatu peristiwa sebagai titik acuan dalam waktu fisis dan kemudian menetapkan pula pembagiannya dalam sejumlah penggalan. Misalnya tahun 1 Maselii dihubungkan dengan kelahiran Isa Almasih dan dibagi atas penggalan tahun (12 bulan), bulan (30 hari), minggu (7 hari), dan hari (24 jam, satu piantan (etinaal, Bel.) atau satu putaran bumi, atau jarak waktu antara matahari terbit dan matahari terbit, atau antara matahari terbenam dan matahari terbenam)."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1989
D103
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library